Di
Ef. 2, Paulus membawa kita kembali menelusuri hidup kita yang lama,
untuk mengingatkan kita akan keadaan kita yang lampau. Orang yang berada
di dalam dosa, tidak menyadari akan bahaya dan keadaan dirinya yang
sesungguhnya. Ketika seorang yang berhasil melewati bahaya menoleh ke
belakang, barulah dia tahu bahwa kuasa dosa telah membelenggu dirinya
sebegitu rupa, sehingga dia tidak mempunyai kebebasan yang sejati. Sebab
itu, Paulus mengajak semua orang Kristen untuk melihat kembali akan
keberadaan kita yang dulu, karena itulah gambaran dari keadaan seluruh
umat manusia. Calvin berkata, jangan mengira bahwa orang berdosa adalah
hanya sekelompok orang saja yang hidup di dalam dunia ini, tetapi kita
perlu mengerti bahwa dosa telah melanda seluruh dunia, semua keturunan
Adam. Tidak satupun dari mereka yang lolos. Seperti yang dituliskan oleh
Paulus di Rm. 3:23, sekaliannya telah berbuat dosa.
Yesus berkata, Aku datang bukan untuk
mencari orang benar, melainkan orang berdosa. Sepertinya ada
pertentangan antara Kristus dengan Paulus. Perkataan Paulus
menggolongkan semua umat manusia sebagai orang berdosa: hanya ada satu
macam manusia di dunia. Sedangkan proklamasi Kristus menggolongkan
manusia menjadi dua macam: yang benar dan yang berdosa. Adakah
pertentangan antara ajaran Paulus dengan Yesus? TIDAK. Waktu
Yesus mengatakan, Aku datang bukan untuk mencari orang yang benar,
melainkan untuk mencari orang berdosa dan memanggil mereka untuk
bertobat, adalah menggunakan sindiran untuk mengisyaratkan adanya
sebagian orang berdosa yang tidak menyadari dirinya adalah orang
berdosa, sebaliknya malah menganggap diri sebagai orang benar, orang
yang seperti itu tidak layak menjadi murid-Ku. Pada waktu Yesus
mengatakan kalimat itu, Dia menyinggung orang-orang yang sudah
mengetahui atau melakukan sebagian dari Taurat, lalu merasa dirinya
lebih baik dari orang lain.
Paulus berkata, sebelum kau
diselamatkan, sebelum darah Kristus menyucikan dirimu, sebelum kau
memperoleh hidup baru, kau berada di dalam status yang bagaimana?
Kalimat pertama yang dia tuliskan adalah kalimat yang begitu berani,
singkat dan tepat: dulu, kamu telah mati di dalam
pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.
Istilah mati muncul pertama kali di
dalam Kejadian 2 di dalam perintah Allah kepada Adam: Aku telah
menyediakan semua pohon dengan buah-buah yang baik untuk dipandang dan
untuk dimakan, hanya saja, buah dari pohon yang terletak di
tengah-tengah taman tidak boleh kau makan. Allah sudah memperingatkan
Adam, pada hari kau memakannya, kau akan mati. Istilah mati muncul di
dalam perintah pertama yang Allah berikan kepada manusia, maka wahyu
Allah dari permulaan adalah bersangkut paut dengan mati hidupnya
manusia.
Yesus Kristus dikirim bukan untuk
menjadi teladan yang baik saja, atau menjadi pengajar moral yang
terhebat, atau menjadi guru etika yang tertinggi di dalam sejarah,
melainkan supaya barangsiapa percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal. Terlihat di sini, kekristenan dari mula sampai
akhir selalu memandang mati dan hidup, lebih mendasar, lebih prinsipil,
lebih penting dibandingkan dengan baik dan jahat.
Sejak di Taman Eden, Tuhan sudah
memberikan tantangan, hai Adam, mana yang kau pilih hidup atau mati?
Kalau kau memilih hidup, taatlah kepada Allah, kalau kau mati adalah
karena kau melawan Tuhan Allah. Musa tidak mengakhiri Taurat dengan
mengatakan, berbuatlah baik jangan berbuat jahat. Dia mengakhiri Taurat
dengan berkata, Aku sudah menunjukkan jalan hidup dan jalan mati
kepadamu. Mati hidup adalah cara untuk membedakan keadaan spiritual kita
dan juga merupakan cara memperingatkan kita bahwa kita hanya bisa
memilih salah satu.
Ayat 1, dulu kamu sudah mati di dalam
pelanggaran-pelanggaran dosamu, tapi ayat 2, kamu hidup di dalamnya.
Bukan kah ini sesuatu yang paradoks? Siapakah kita? Kita mati. Mati di
mana? Mati di dalam dosa. Dosa apa? Hidup di dalam pelanggaran. Dengan
demikian orang yang mati adalah orang yang hidup di dalam dosa. Orang
yang hidup di dalam dosa adalah orang yang statusnya mati di mata Allah.
Orang yang mati di dalam pelanggaran tidak tahu kalau dirinya sedang
melawan Tuhan. Orang yang mati di dalam pelanggaran tidak menyadari
dirinya sedang jatuh dari Tuhan, bahkan tidak mungkin bereaksi terhadap
suara Tuhan.
Istilah mati di dalam Kitab Suci mempunyai tiga arti:
- Mati adalah perceraian; perpisahan dari sumber hidup.
Inilah yang disebut sebagai kematian status, kematian hidup rohani. - Mati adalah kerusakan dari semua fungsi tubuh jasmaniah kita.
Mati berarti tubuh kita sudah menjadi mortal, rusak, sehingga kita tidak lagi bisa melihat, mendengar, mencium, berbicara, bersensasi, atau bergerak. -
Mati adalah dibuang dari hadapan Tuhan Allah, dibuang ke neraka untuk selama-lamanya.
Itulah yang disebut dengan mati untuk kedua kalinya. Mati yang kekal, dipisahkan dari Tuhan yang mulia untuk selama-lamanya, tidak mungkin kembali lagi.
Waktu manusia terpisah dari Tuhan Allah,
dia secara jasmani tetap utuh, matanya tajam, hidungnya mancung,
wajahnya cantik, postur tubuhnya begitu indah, tetapi semua itu tidak
ada hubugan dengan penguasanya. Jika dia sudah terpisah dari sumber
hidup, maka dia disebut sebagai orang yang sudah mati secara status,
bukan secara kondisi. Mati kondisi adalah mati secara fenomena, secara
supervisial. Sebelum kita mati secara jasmani, kita sudah mati secara
rohani, karena sudah terpisah dari Tuhan. Itulah ayng dimaksudkan di
sini, dulu kamu mati di dalam pelanggaran, mati di dalam segala
dosa-dosamu.
Paulus mengangkat dua istilah: pelanggaran dan dosa. Di Rm. 5-8 istilah hamartia yang Paulus pakai dalam bagian itu adalah berbentuk singular. Sedangkan di Rm. 1-4, dia menggunakan istilah dosa dalam bentuk plural. Apakah
bedanya? Dosa dibagi menjadi status dosa dan kuasa dosa. Yang satu
berkenaan dengan status dan yang lain berkenaan dengan
pelanggaran-pelanggaran, kepingan-kepingan perbuatan salah yang disebut
sebagai perbuatan dosa. Dosa tidak seharusnya hanya dimengerti sebagai
perbuatan salah saja, melainkan harus dimengerti sebagai suatu status
yang melawan Tuhan Allah, di mana kita berada di dalam cengkeraman setan
dan di bawah murka Tuhan. Orang mati adalah orang yang berada di dalam
status dosa, sudah terputus dari pada sumber hidup.
Tapi di ayat 2, Paulus mengatakan, kamu
hidup di dalamnya. Orang yang mati rohaninya, hidup di dalam dosa.
Dengan cara hidup yang bagaimana? Mengikuti jalan dunia ini. Di setiap
zaman, setiap tempat ada cara hidup yang melawan kehendak Allah. Kita
harus bersyukur bahwa kebudayaan diperbolehkan oleh Tuhan untuk berada
di dunia ini, tetapi sebagai orang Kristen, janganlah kita lupa bahwa di
dalam kebudayaan terdapat unsur-unsur setani, yaitu benih yang setan
letakkan di dalam kebudayaan. Sebagai contoh kebudayaan yang mengajarkan
hal menghormati orang tua, ini adalah hal yang benar. Tetapi kalau
berkembang sampai menjadikan orang tua sebagai Allah, bersembah sujud,
berbakti kepada mereka, dan merasa tidak lagi perlu berbakti kepada
Tuhan Allah, itulah yang dimaksud dengan mengandung unsur setan di
dalamnya.
Jika kita mengikuti kebudayaan tanpa
menyaringnya dengan perspektif wawasan Kristen, kita akan menjadi orang
yang secara tidak sadar tetap hidup di dalam kematian. Semua budaya
adalah hasil dari sifat budaya yang Tuhan tanamkan di dalam diri manusia
pada waktu Tuhan menciptakan manusia. Kita harus menghargai agama,
karena beragama adalah hasil dari sifat agama yang sudah Tuhan tanamkan
di dalam diri manusia, sebagai umat yang disebut sebagai peta dan
teladan Allah. Maka sifat agama dan sifat budaya adalah dua dasar dari
sistem nilai ke luar dan ke dalam yang paling penting, sehingga manusia
bisa disebut sebagai manusia.
Namun demikian, kita harus mengetahui bahwa tidak ada keselamatan di dalam agama manapun yang kita hargai, kecuali kita mengenal Yesus Kristus.
Paulus berkata, kamu hidup di dalamnya
karena kamu mengikuti jalan dunia ini. “Mengikuti jalan dunia ini”
adalah terjemahan Bahasa Indonesia yang sangat sederhana, di dalamnya
terkandung dua arti:
- The spirit of the ages in this world.
- Adat istiadat yang telah membelenggu dunia.
Di sini terdapat dua unsur: unsur
sejarah dan unsur pikiran. Kalau keduanya digabungkan akan menjadi
semangat yang dominan, yang menguasai manusia secara individu. Kalau kau
bermukim di Indonesia, cara hidup di sini mempengaruhimu. Itu adalah
hal yang pasti. Artinya manusia sulit mempunyai pendirian yang tegas
untuk melewati arus. Arus selalu menghanyutkan kita, secara tidak sadar,
kita juga terbawa oleh arus, akhirnya kita tidak lagi bisa berdiri di
atas kaki sendiri. Orang Kristen seharusnya tidak mengikuti arus, tidak
terjerumus di dalam arus, sebaliknya justru membuat arus sendiri. Kita
perlu mempunyai pemikiran kita sendiri, mempunyai cara kebudayaan kita
sendiri, mempunyai gaya hidup sendiri. Dulu kamu mati di dalam dosa,
mati di dalam pelanggaran, mengikuti akan zaman dunia ini.
Setiap zaman mempunyai roh zaman yang
mempengaruhi segala bidang. Tetapi kita mempunyai Roh yang kekal, Roh
Kudus yang melampaui zaman. Kecuali kau mempunyai hidup dari Roh Tuhan,
kau tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus yang besar seperti itu.
Kita hidup di dalam dosa, hidup melawan Tuhan, hidup terputus dari
sumber hidup. Bukan saja demikian, kita berada di tengah-tengah mereka,
kita mengikuti adat dunia, mengikuti semua arus dunia ini, dan bahkan
kita taat kepada roh yang berada di angkasa, yaitu roh jahat yang sedang
bekerja di dalam hati manusia. Sampai di sini, barulah kita melihat
satu cosmic drama, di mana terdapat dalang yang berada di belakang layar.
Manusia tidak bebas. Manusia bebas di
dalam ikatan-ikatan konsep, ikatan-ikatan pengaruh, manusia bebas di
dalam kuasa setan yang membelenggu, sehingga manusia tidak bebas lagi.
Menurut Martin Luther, sebuah kelereng berada di satu dataran,
dia bergerak ke kanan, kiri, depan, belakang, kelihatannya bebas, tapi
bila kelereng itu terjatuh di tempat yang rendah, dia tetap bisa
bergerak ke kanan, kiri, depan, belakang. Cara geraknya sama, bedanya
apa? Tetap bebas, tapi bebas di bawah, tidak lagi bisa ke atas. Untuk
ke bawah tidak memerlukan kekuatan, bisa jatuh sendiri, tapi untuk ke
atas diperlukan kekuatan dari luar, bukan dari kelereng itu sendiri.
Inilah yang Paulus maksudkan dengan kamu sedang taat kepada seorang
penguasa yang ada di angkasa. Rohnya sedang bekerja di dalam hati setiap
orang.
Jangan mengira orang yang membunuh
adalah orang yang membunuh dengan bebas. Memang waktu dia membunuh, dia
sedang menggunakan kebebasannya, tapi di balik kebebasannya terdapat
dalang, yang mengakibatkan dia harus menggunakan kebebasan dengan salah.
Ketika dalang itu mempengaruhi dia, mau tidak mau, dia harus
menjalankan kejahatan, karena dia telah menggunakan kebebasan, memberi
diri untuk dikuasai oleh dalang.
Maka di dunia ini tidak ada hal yang
netral. Seluruh dunia sudah berada di dalam kuasa dosa, seluruh dunia
berada di dalam tangan setan, seluruh dunia bertendensi menuju kepada
kejahatan. Kau berada di dalam status dan keadaan seperti ini, dan
Paulus melanjutkannya dengan kami juga. Kami dulu juga begini, kamu dulu
juga adalah anak-anak durhaka, yang patut dimurkai, yang menuruti
nafsu.
Secara status, tidak ada orang yang
lebih baik dari orang lain. Secara dosa, memang ada orang yang melakukan
dosa besar dan dosa kecil, tapi secara status, tidak ada seorangpun
yang cukup baik yang tidak perlu diselamatkan. Tidak ada seorangpun yang
tidak berdosa, tidak membutuhkan Yesus mati baginya. Tidak ada seorang
pun yang tanpa berbuat dosa, sehingga tidak perlu diperanakkan pula oleh
Roh Kudus.
(Ringkasan kotbah ini belum dikoreksi oleh Pengkotbah, W.H.)Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.nusahati.com/2012/07/pelanggaran-dan-dosa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar