Jumat, 27 April 2012

Sepuluh Hukum Kelima (Part-2)

Add caption
Hukum kelima adalah hukum pertama dari tanggung jawab manusia terhadap sesamanya. Anak yang berusia baru dua tahun sudah bisa membuat ibunya pusing. Dia ingin mengatur segala sesuatu, semua harus tunduk dan mengikuti keinginannya. Demikian juga relasi manusia dengan Allah. Manusia sering kali ingin melawan kedaulatan Allah dan memaksakan keinginannya. Ketika Tuhan mengatakan bahwa manusia harus taat pada kehendak-Nya, manusia menjadi kesal. Pada dasarnya manusia memang sangat sulit untuk menaklukkan keinginan dirinya demi kepentingan orang lain, apalagi kepentingan Tuhan. Hal ini hanya bisa diselesaikan dengan suatu komitmen bahwa kuasa yang lebih tinggi menaklukkan kuasa yang rendah. Lalu raja merasa mendapat mandat dari sorga sehingga ia memiliki kuasa tertinggi, padahal mereka sendiri tidak tahu Tuhan itu siapa dan bagaimana.

Teladan Relasi Kristus
Relasi kedua dalam ajaran Konfusius adalah relasi orang tua-anak. Konfusius melihat relasi keluarga adalah tertinggi setelah relasi kaisar-rakyat. Di dalam Sepuluh Hukum tidak ada relasi kaisar-rakyat, tetapi langsung hormati ayahmu dan ibumu. Di sini kita melihat ajaran Alkitab jauh lebih tinggi daripada ajaran Konfusius karena Alkitab hanya mengajarkan dua jenis relasi, yaitu: 1) orang tua dan anak; dan 2) manusia dan manusia. Relasi antara anak dengan orang tuanya lebih penting daripada relasi manusia dengan manusia. Jadi, salah jika dikatakan bahwa orang Kristen tidak diajar untuk menghormati orang tua. Perkataan sedemikian merupakan fitnah yang jahat karena motivasinya melawan dan menolak Allah, Pemberi Sepuluh Hukum. Sepuluh Hukum tidak membahas relasi-relasi lainnya seperti Konfusianisme karena Tuhan mengutamakan relasi keluarga. Baru setelah relasi keluarga, Sepuluh Hukum membahas relasi antar sesama. Kita akan melihat empat aspek relasi anak-orang tua di dalam kehidupan Kristus:

Pertama, ketika Tuhan Yesus berinkarnasi: sebagai Anak Allah Dia taat kepada Bapa-Nya; dan sebagai anak manusia, sekalipun ayah-Nya hanya memelihara dan bukan sumber hidup-Nya, Ia tetap taat kepada ayah dan ibu-Nya. Ketika ayah dan ibu-Nya mencari Dia seharian dan menemukan-Nya di Bait Allah, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia harus berada di rumah Bapa-Nya, yang menyatakan ketaatan-Nya kepada Bapa di sorga; tetapi kemudian Ia ikut pulang bersama ayah dan ibu-Nya sebagai tanda bahwa Ia juga taat kepada ayah dan ibu-Nya. Tuhan Yesus telah menjadi teladan bagi kita untuk menghormati orang tua pada saat perintah mereka tidak bertentangan dengan perintah Allah. Sekalipun Dia memiliki sifat ilahi, namun saat Dia berinkarnasi, seperti pada orang lain pada umumnya, Ia menghormati ayah dan ibu-Nya. Tuhan Yesus memang dilahirkan oleh Maria, tetapi bukan melalui benih Yusuf. Namun bagaimana pun juga, Tuhan Yesus harus hidup memenuhi seluruh tuntutan Hukum Taurat. Oleh karena itu, Ia harus menghormati Maria dan Yusuf.

Kedua, relasi terlihat ketika Tuhan Yesus melakukan mujizat pertama, yaitu mengubah air menjadi anggur di Kana. Dia diminta untuk menolong pengantin yang sedang kehabisan anggur. Tuhan Yesus menjawab, “Mau apakah engkau daripada-Ku, Ibu?” Kalimat ini dapat diterjemahkan: “Apa urusan-Ku denganmu, Ibu?” Kalimat ini terkesan kurang ajar sekali. Sebenarnya Tuhan Yesus bukan kurang ajar kepada ibu-Nya, tetapi Ia ingin mengingatkan ibu-Nya bahwa kekhususan dan keilahian-Nya bukan dijalankan berdasarkan keinginan manusia. Manusia tidak berhak memerintah Allah atau membujuk Allah untuk mengikuti keinginannya. Kalau Tuhan Yesus benar-benar adalah Allah yang berkuasa, maka kedaulatan-Nya tidak bisa ditundukkan oleh manusia. Di sini kita berbeda dengan pandangan Katholik yang melihat bahwa Tuhan Yesus dan Maria sama-sama berkuasa menyelamatkan kita (co-redemptrix). Maria memang adalah seorang wanita yang agung tetapi Maria tetap adalah manusia berdosa sama seperti manusia lain pada umumnya. Ia bisa melahirkan Tuhan Yesus yang tidak berdosa karena kelahiran Tuhan Yesus tidak memakai benih laki-laki. Maria melahirkan Tuhan Yesus dalam kondisi perawan, di mana tidak ada sperma laki-laki yang masuk ke dalam tubuhnya. Seagung-agungnya Maria, ia tetap tidak bisa disejajarkan, apa lagi dianggap sebagai co-redemptrix bersama dengan Tuhan Yesus. Saat itu kita melihat bahwa relasi Tuhan Yesus dan Maria bukanlah relasi ibu dan anak, melainkan Allah dan manusia.

Ketiga, relasi berikutnya terlihat ketika Tuhan Yesus sedang berkhotbah. Maria datang mengunjungi Dia, lalu salah seorang pendengar mengatakan, “Yesus, lihatlah ibu-Mu datang.” Tuhan Yesus tidak marah, tetapi Ia segera meluruskan, “Siapakah ibu-Ku? Siapakah saudara-Ku? Barangsiapa yang melakukan kehendak Bapa-Ku, dialah ibu-Ku, dialah saudara-Ku.” Raffaello Sanzio adalah salah seorang dari tiga pelukis terbesar di zaman Renaissance. Ia melukis Tuhan Yesus sedang memahkotai Maria di sorga. Ini sama sekali tidak alkitabiah. Maria tidak pernah menjadi ratu di sorga. Tubuh Maria juga tidak dibangkitkan seperti Tuhan Yesus dan naik ke sorga. Melalui perkataan di atas, Tuhan Yesus membedakan hal melakukan kehendak Allah dan kewajiban sebagai manusia. Di sini kita melihat suatu pemikiran paradoks. Tuhan Yesus mengatakan, “Dari semua yang dilahirkan wanita, tidak ada yang lebih besar dari Yohanes Pembaptis.” Kemudian ditambahkan, “Tetapi orang yang paling kecil di dalam Kerajaan Allah lebih besar dari Yohanes Pembaptis.” Di sini kita melihat bahwa Yohanes Pembaptis memang agung dan sangat besar, tetapi Yohanes Pembaptis hanya melihat kelahiran Tuhan Yesus dan tidak melihat kematian serta kebangkitan-Nya. Kita bisa menikmati keselamatan yang telah digenapi-Nya, yang tidak dinikmati oleh Yohanes Pembaptis. Hal senada juga terdapat dalam kasus Paulus yang mengatakan, “Aku tidak lebih kecil dari rasul yang paling besar” tetapi kemudian ia juga berkata, “Di antara para rasul, akulah yang paling kecil.” Ini semua adalah pemikiran paradoks di dalam Alkitab. Tuhan Yesus mengatakan bahwa yang menjadi ibu-Nya dan saudara-Nya adalah mereka yang melakukan kehendak Bapa-Nya. Di sini Tuhan Yesus ingin menekankan bahwa tidak ada nepotisme di dalam Kerajaan Sorga. Tuhan Yesus tidak memberikan hak istimewa kepada keluarga-Nya yang di dunia. Inilah kesuksesan Allah di mana Dia tidak memberikan hak istimewa kepada Anak Tunggal-Nya, ketika inkarnasi Dia harus menderita dan taat bahkan taat sampai mati di kayu salib.

Keempat, ketika Tuhan Yesus disalib, ia berkata kepada Maria, “Pandanglah anakmu (Yohanes).” Lalu Ia berkata kepada Yohanes, “Lihatlah ibumu.” Di sini Tuhan Yesus menyatukan orang-orang yang sama-sama melakukan kehendak Allah. Tuhan Yesus meminta ibu-Nya untuk melihat anaknya yang telah taat menjalankan kehendak Bapa-Nya dan meminta Yohanes untuk memelihara ibu-Nya. Inilah kali terakhir Tuhan Yesus memberikan hormat kepada ibu-Nya. Sejak saat itu, Yohanes menyambut Maria tinggal bersama dia dan memperlakukannya seperti ibunya. Jadi, hormati ayahmu dan ibumu bukanlah ajaran teoritis, melainkan ajaran yang Kristus wujudkan ketika Dia berinkarnasi. Dia begitu menghormati orang yang lebih tua, memperlakukan mereka dengan sopan, menjalankan perintah yang sudah Tuhan tetapkan. Namun, di dalam semua itu, Ia tidak lupa untuk memperkenan Tuhan lebih daripada memperkenan manusia. Seberapa jauh di dalam semua relasi kita lebih mengutamakan perkenanan Tuhan ketimbang semua pertimbangan yang lain? Sikap Tuhan Yesus kepada Bapa-Nya menjadi teladan bagi kita. Inilah sikap Gereja yang benar, yang tidak mengompromikan kebenaran dan kehendak Allah.

Kendala Implikasi Hukum Kelima
Ketika kita sudah membahas dan mengerti hukum kelima, bagaimana mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa kendala serius yang harus ditangani. Tidak setiap orang tua sadar bahwa mereka mewakili Allah. Ada orang yang karena ingin memuaskan kebutuhan birahinya akhirnya mengandung di luar rencana. Yang tidak berani menanggung aib akan membunuh bayi yang tidak berdosa itu. Yang berani bertanggung jawab akan melahirkan dan berusaha membesarkannya. Ketika orang tua kita bukan orang tua yang ideal, penuh dengan berbagai kelemahan, bolehkah kita melanggar hukum kelima? Tidak. Kita telah membicarakan bagaimana ajaran Konfusius membangun suatu relasi yang begitu agung dalam kebudayaan manusia: 1) ketika orang tua masih hidup, layani mereka dengan tata krama; 2) ketika mereka mati, kuburkan dengan tata krama; dan 3) sesudah mati, berbaktilah kepada mereka dengan tata krama. Hal ketiga ini yang menimbulkan penyembahan luluhur. Orang Tionghoa akan memasang meja abu, foto orang tua di dinding, dan seumur hidup tidak berani tidak menghormati orang tuanya. Belum tentu mereka sungguh-sungguh menghormati orang tua mereka dari lubuk hati mereka yang terdalam. Bisa jadi mereka hanya melakukan itu agar tidak dikritik atau dihina oleh orang lain karena dianggap tidak menghormati orang tua. Maka bagi saya tepatlah peribahasa Tionghoa yang mengatakan: Makin banyak tata krama, makin banyak kepalsuan. Hal ini kita temui di dalam dua budaya yang sangat penting di dunia, yaitu budaya Yahudi dan Tionghoa. Orang Yahudi semakin mempelajari Taurat semakin melawan Kristus. Anak yang paling kurang ajar menangis paling keras ketika orang tuanya mati agar disangka anak yang paling berbakti. Itu sebabnya Yang Zu melawan pikiran Konfusius ini, namun filsafat Konfusius telah menjadi ajaran umum dan diterima hampir di seluruh Tiongkok. Ajaran Konfusius menjadikan penyembahan leluhur menjadi arus utama di dalam sejarah dan tradisi Cina. Di Cina, orang tua setelah meninggal dianggap dewa dan sumber hidupnya. Jika demikian, bagaimana mungkin mereka bisa berbakti dan menyembah Allah yang sejati? Orang Cina menganggap leluhur sangat penting berperan dalam hidupnya, merupakan sumber dari mana dia berasal, dan harus senantiasa diingat sepanjang hidup. Padahal jika mereka mau terus menelusuri, pasti mereka akan sampai kepada Adam dan Hawa yang Allah cipta. Tetapi mereka tidak sanggup menelusuri sedemikian jauh.
Orang Cina menganggap orang Kristen tidak menghormati orang tua. Hal ini diajarkan oleh sejarawan Tionghoa yang benci terhadap Tuhan Yesus dan tidak ingin orang bersimpati terhadap ajaran Kristen dan ajaran itu berhasil mengelabui seluruh orang Tionghoa. Saya berharap sejarawan Indonesia adalah orang Kristen yang betul-betul objektif, sungguh mengerti kebenaran, dan bermotivasi menyatakan kebenaran. Dengan demikian, ia tidak menipu publik dengan subjektivitas yang bias sehingga akhirnya salah mengerti kekristenan.

Kegagalan Konfusianisme
Kini kita akan meninjau dan memberikan ajaran Konfusianisme tentang berbakti kepada orang tua:
Pertama, ketika hidup kita perlu menghormati mereka dengan hikmat dan bijaksana. Ini bukan berarti menaati semua keinginan mereka, bahkan keinginan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Jadi, ketika orang tua masih hidup, tanggung jawab dan cara anak menghormati orang tua adalah: a) mencukupi seluruh kebutuhan dasar mereka; b) menaati ajaran dan perintah mereka yang tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Di luar kedua prinsip ini, engkau perlu meminta kekuatan Tuhan untuk tidak memenuhi tuntutan mereka yang semena-mena, seperti meminta uang untuk berjudi, atau main perempuan, atau melarang engkau menjadi orang Kristen.

Kedua, ketika mati, kuburkan dengan sederhana dan khidmat. Jangan memanipulasi upacara perkabungan. Bagi yang mampu silakan memberikan upacara yang lebih baik tetapi jangan sampai menimbulkan efek samping yang buruk. Di Filipina ada kuburan yang dibuat begitu besar dan mewah lalu dipasang AC, akhirnya dipakai orang untuk berkumpul dan berjudi.

Ketiga, setelah orang tua mati, kiranya: a) selalu mengingat budi mereka. Orang Kristen harus senantiasa mengingat anugerah Tuhan dan juga mengingat budi orang. Kita tidak boleh menginjak-injak budi orang yang telah turut menciptakan sejarah. Jangan karena kita sudah sukses maka kita menghina ayah dan ibu yang miskin. Kita tidak boleh melupakan jerih lelah orang lain, sebuah ajaran Kitab Suci yang harus kita pegang dengan konsisten; b) selalu meneladani kebaikan mereka. Meskipun orang tua kita memiliki kelemahan, tetapi pasti ada prinsip-prinsip baik yang bisa kita teladani. Orang tua kita memang tidak sempurna, tetapi kebaikan mereka harus kita contoh dan keburukan mereka menjadi peringatan untuk tidak kita ulangi. Perbaikan keturunan akan terjadi ketika kita mau belajar dan mengoreksi diri dengan rendah hati; c) wujudkan keinginan mereka yang belum sempat terwujud. Daud ingin membangun Bait Allah, tetapi Tuhan tidak mengizinkan. Tetapi kemudian Tuhan memakai anaknya, Salomo, untuk mewujudkan keinginan Daud. Inilah cara terbaik untuk menghormati orang tua. Hidup manusia sangat singkat sehingga banyak orang menutup mata dengan tidak rela karena banyak hal yang belum sempat ia tuntaskan. Saya harap kita bisa berkata seperti Tuhan Yesus, “Bapa, Aku menggenapkan pekerjaan-Mu.” Tuhan Yesus menggenapkan kehendak dan rencana Bapa-Nya di seluruh hidup-Nya. Kita perlu berjuang mewujudkan cita-cita orang tua kita, kecuali kalau angan-angan itu bertentangan dengan kehendak Allah.

Dahulu kakak sulung saya tidak mau menjadi orang Kristen. Akhirnya dia mau dibaptis ketika pendeta mengatakan bahwa itulah kerinduan ibu kami yaitu melihat semua anaknya menjadi Kristen. Ia juga berkata bahwa setiap bulan ia mengirim uang ke panti jompo karena itu adalah pesan ibu kami, karena kami dulu hidup dengan ibu yang menjadi janda di usia 33 tahun, membesarkan delapan anak dengan susah payah. Ketika tua, ibu bisa pergi ke luar negeri, ke berbagai tempat mengunjungi anak-anaknya. Tuhan memberikannya sukacita karena disayang oleh anak-anaknya. Ada banyak orang tua yang ditelantarkan oleh anak-anaknya di panti jompo. Itu sebabnya, setelah ibu meninggal, kakak menjalankan pesannya. Bersyukurlah kepada Tuhan jika orang tuamu semakin tua semakin mirip Tuhan. Apa jadinya jika semakin tua mereka semakin buruk tabiatnya dan semakin otoritatif? Dalam hal ini, engkau harus bersiap hati karena orang tuamu bukan malaikat. Oleh karena itu, kita tidak boleh berpura-pura taat sambil mendoakan agar mereka cepat-cepat dipanggil Tuhan. Tuhan tidak berkenan akan motivasi kita yang jahat.

Betapapun sulitnya hidup bersama dengan orang tua, itu adalah hak istimewa yang mendidik, meluruskan karakter kita agar menjadi semakin sempurna. Kalau orang tuamu sangat menjengkelkan, belajarlah pada kalimat Philips Brooks:“Beriku kekuatan menanggung hal yang tak sanggup kutanggung.” Ketika orang tua sudah pikun dan selalu merepotkan, janganlah engkau berpikir dia sengaja melakukannya untuk membuatmu jengkel. Dia bukan sengaja melainkan karena dia sudah tua. Menjadi tua itu bukan karena maunya, melainkan didesak oleh waktu. Kalau engkau bersikap kurang ajar terhadapnya, anak-anakmu akan meniru dan kelak memperlaku­kan­mu dengan cara yang sama. Karena engkau menanam angin sepoi-sepoi, kelak engkau akan menuai badai. Terkadang kita memang harus memikul salib yang berat untuk memelihara orang tua yang sudah semakin pikun dan berbuat hal yang menyulitkan. Berdoalah minta Tuhan memberikan kekuatan untuk bisa melayani mereka. Sebaliknya, jangan hormat berlebihan sampai menyebabkan orang tua yang sudah sakit itu mati tidak, hidup tidak. Dua orang yang saya kenal dengan baik, beberapa bulan sebelum meninggal harus cuci darah tiap dua hari sekali. Dua bulan saja sudah menghabiskan ratusan juta, keluarganya ingin menjual rumah, tapi rumah sudah sejak lama digadaikan, mereka sekeluarga pun hidup bagai di neraka. Peristiwa itu mengingatkan saya akan wasiat terbuka dari seorang dokter di Sarawak yang mengatakan, “Waktu aku sudah harus pergi, biarkan aku pergi dengan tenang.”

Jadi, orang Kristen bukan berpura-pura atau terpaksa menghormati orang tua, melainkan menaati perintah Tuhan dengan sungguh hati. Satu hal yang tak kita bahas: diperpanjang umurmu di atas bumi. Kiranya Tuhan memberkati kita menjadi anak yang tahu menghormati orang tua kita. Amin.

Oleh : Pdt. Dr.  Stephen Tong

Sumber : http://www.nusahati.com/2012/01/hukum-kelima-part-2/

Makan Malam Dgn Penodong

Add caption
Sudah merupakan kebiasaan Julio Diaz setiap malam pulang kerja naik kereta dalam kota (subway) dan turun di Bronx, New York. Tapi  malam itu ia ketiban sial –sekaligus keberuntungan, tergantung darimana melihatnya.

Baru saja ia turun dari kereta dan berjalan menuju tangga ketika seorang remaja tanggung mendekatinya sambil mengeluarkan belati. “Dia meminta uang. Karena itu langsung saja saya serahkan dompet saya kepadanya. ‘Nih, ambil saja,’” demikian Diaz menceritakan pengalamannya.

Ketika Diaz melihat remaja itu melangkah pergi, Diaz memanggilnya lagi. “Hei, tunggu dulu. Kamu mungkin lupa sesuatu. ‘Jika kamu masih mau menodong lagi malam ini, kamu mungkin butuh jaketku ini agar kamu tidak kedinginan,” kata Diaz sambil menyerahkan mantelnya.

Remaja penodong amatiran itu terperangah. “Maksudmu apa?” ia bertanya.
Diaz menjawab, “Jika kamu nekad menodong dengan kemungkinan kehilangan kebebasanmu, berarti kamu memang benar-benar membutuhkan uang. Dan sekarang aku akan makan malam. Jika engkau mau gabung, nggak apa-apa lho, kehadiranmu sangat ditunggu,” kata Diaz.

Dari pengamatannya Diaz dapat menduga anak remaja ini sebenarnya bukan benar-benar penodong profesional. Ia mungkin hanya kehabisan uang saja dan butuh pekerjaan untuk hidup.
Anak remaja itu akhirnya melayani permintaan Diaz. ‘Penodong’ dan korbannya itu akhirnya pergi bersama untuk makan malam. Ketika para manajer dan staf resoran itu bergantian menyapa Diaz sambil mereka menikmati makanan, anak remaja itu bertanya, “Kok semua orang kenal Anda. Apakah Anda yang punya restoran ini?”

“Tidak, cuma saya memang sering makan di sini,” jawab Diaz
” Betul kah? Tapi kenapa Anda begitu ramah, bahkan kepada pencuci piring?”
“Lho, apakah kamu tidak pernah diajari untuk berlaku baik kepada semua orang?” tanya Diaz.
“Ya, saya memang pernah dengar, tetapi tak pernah percaya ada mausia yang sungguh-sungguh seperti itu.”
Sejenak kemudian Diaz menanyakan anak itu apa sesungguhnya yang ia inginkan dari hidupnya. Anak itu segera menampakkan wajah sedih. Ia tidak bisa menjawab.

lalu ketika pegawai restoran itu datang membawa lembar tagihan, Diaz berkata kepada anak itu, ” Kelihatannya kamu yang harus mentraktirku malam ini, sebab aku tidak punya uang, dompetku ada padamu. Tetapi jika kamu mengembalikan dompetku, aku akan dengan senang hati mentraktirmu.”
Tanpa banyak berpikir anak itu mengembalikan dompet Diaz.

Sebelum berpisah, Diaz memberi anak itu US$20. “Saya tidak tahu apakah uang itu cukup berguna baginya,” kata Diaz.  Ketika kemudian Diaz meminta anak remaja itu memberikan pisau belatinya, anak itu juga menyerahkannya.

“Dari sini saya belajar, jika kita memperlakukan orang dengan baik, kita dapat berharap mereka juga akan memperlakukan kita dengan baik. Sesederhana itu,” kata Diaz.
True Story


Sumber :  http://www.nusahati.com/2012/01/makan-malam-dgn-penodong/

Siapakah Kristus Yang Naik Ke Surga?


Add caption

Dalam Mazmur 24:7-10, kita membaca mengenai adanya pintu kekekalan yang dibuka menyambut seorang pemenang untuk selama-lamanya. Di Vatikan, di dalam Gereja Basilica of Saint Peter, ada pintu yang hanya boleh dibuka satu kali dalam 50 tahun. Pada waktu mereka membuka pintu itu, kadang-kadang mereka membaca ayat ini. Mereka menganggap itu merupakan suatu upacara yang agung sekali. Sebenarnya pintu itu tidak mempunyai makna yang terlalu berarti bila dibandingkan dengan ayat- ayat yang tercantum di sini.

“Semua pintu gerbang, terbukalah!” Untuk siapa pintu yang kekal dibuka? “Untuk raja yang pernah berperang di dalam medan peperangan.” Siapakah raja yang pernah menang perang di medan peperangan? “Yaitu yang diutus oleh Yehovah, yang menjadi Tuhan di atas segala sesuatu.”
“Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!” Siapakah dia itu Raja Kemuliaan? “Tuhan semesta alam, Dialah raja semesta alam, Dia Raja Kemuliaan.”

Tapi Dia pernah datang, pernah dicobai, pernah diberi kesempatan untuk berjuang dan bertarung dengan kuasa-kuasa kejahatan. Iblis berusaha meremukkan dan menjatuhkan Dia. Tetapi Dia naik ke surga. Ini membuktikan bahwa Dialah Raja yang mulia, Raja yang menang, Raja yang pernah bertempur di dalam medan pertempuran rohani menggantikan engkau dan saya.

“Hai pintu gerbang, gerbang yang mulia, pintu yang kekal, bukalah! Angkatlah kepalamu, bukalah pintumu menyambut Yesus Kristus sebagai yang menang!”

Di dalam Pengakuan Iman Rasuli tertulis, “Dia naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa”. Bagian ini jangan dimengerti sebagai suatu lokasi atau semacam pengertian secara tata ruang. Jikalau Yesus betul- betul berada di sebelah kanan, berarti ada lokasinya. Bukankah ini juga berarti bahwa Bapa berada di sebelah kiri Yesus? Jikalau Bapa berada di kiri, lalu Yesus di kanan, yang mana yang lebih besar? Yang kanan atau yang kiri? Lalu, di manakah Roh Kudus? Bila demikian, hal ini akan mengaburkan arti rohaninya. Padahal pengertian tempat seperti itu mempunyai arti rohani yang jauh lebih dalam.

Di dalam pemikiran Kitab Suci, tempat kanan mempunyai tiga arti.
Arti pertama, Yesus Kristus adalah orang yang sudah diterima dengan sukacita oleh Tuhan Allah. Ini adalah delighted decision. Suatu tempat yang diterima dengan baik, suatu tempat yang diberikan karena yang memberi begitu senang kepada Dia. Kristus adalah Anak kesayangan Bapa. “Dengarlah Dia! Dengarlah Anak yang Aku suka ini.”

Arti kedua, tempat sebelah kanan berarti tempat pemenang. Setelah orang yang bertempur dalam medan peperangan pulang, ia diberikan tempat di sebelah kanan oleh raja. Jenderal yang menang, jenderal yang begitu penting, duduk di sebelah kanan. Yesus Kristus menjadi pemenang di dalam medan peperangan. Itu sebabnya Ia duduk di sebelah kanan Bapa.

Ketiga, tempat kanan berarti tempat penguasa. Tuhan memberikan kekuatan, kuasa, dan mandat yang melampaui apapun di bumi kepada-Nya. Itulah kuasa yang diberikan kepada Yesus Kristus.
Puji Tuhan! “Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang! Dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan. Siapakah Dia, Raja Kemuliaan itu?” Itulah Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan

Bagian kedua diambil dari Matius 28:18, dst. Yesus Kristus bukan saja seorang pemenang, tapi Dia naik ke surga. Sewaktu naik ke surga, Dia memberikan suatu amanat yang paling agung kepada semua orang yang mengikuti Dia.

Pada zaman reformasi, orang-orang reformasi, khususnya yang berada di Jenewa, menganggap amanat agung hanya diberikan kepada rasul-rasul pada waktu itu. Ini merupakan suatu kelemahan besar yang mengakibatkan kira-kira selama dua abad orang-orang reformasi, orang-orang Lutheran, hanya mengerjakan penggembalaan di Eropa. Mereka tidak mengutus orang keluar untuk mengabarkan Injil. Karena kesalahtanggapan itu, akhirnya gereja menjadi lemah dalam penginjilan.

Lambat laun Tuhan membangkitkan orang-orang untuk membawa kita kembali kepada visi yang benar, bahwa penginjilan itu bukan tugas gereja mula- mula saja. Penginjilan bukan sudah tidak ada, tetapi ada pada setiap zaman. Para rasul dan para nabi memang sudah tidak ada. Namun, fungsi- fungsi kerasulan dan kenabian masih tetap ada. Jadi, yang diutus mewakili Tuhan untuk berbicara adalah fungsi yang masih berada dalam segala zaman. Maka kita juga harus menegaskan hal ini. Pengertian tentang kesadaran semacam ini akan mengubah dan menggugat kembali tugas kita terhadap dunia ini.

Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia dan jadikan segala bangsa murid-Ku.” Ini merupakan suatu penanaman visi, semacam pikiran yang begitu besar kepada gereja. Bila suatu zaman tidak memiliki visi, maka zaman itu akan penuh dengan kekacauan. Gereja yang sudah kehilangan ketajaman dalam melihat visi akan menjadi tidak berdaya, tidak dinamis lagi. Namun, bila visi itu kembali dipertajam dan menggugah hati manusia, mau tidak mau gereja akan menjadi militan dan dinamis di dalam pelayanan.

Begitu banyak orang Kristen yang malas, yang imannya kendur, yang hidup rohaninya begitu sembarangan dan etikanya begitu tidak bertanggung jawab karena sudah kehilangan ketajaman dan keinsyafan tentang visi dan mandat dari Tuhan! Tetapi puji Tuhan! Yesus bukan memberikan suatu khotbah dan amanat yang agung itu kepada mereka di tempat sembarangan. Mereka naik ke gunung dan di atas gunung itu Yesus mengutus mereka.

Pada waktu naik ke atas bukit, berada di tempat yang tinggi, kita akan melihat suatu dataran yang lebih besar. Kita akan mempunyai pemandangan yang jauh lebih luas dan di situ Tuhan membentuk suatu pemikiran atau semacam wawasan yang luas bagi orang-orang yang mau mengabarkan Injil. Barangsiapa yang tidak mempunyai hati yang luas, yang tidak mempunyai pandangan rohani dengan wawasan yang luas, tidak mungkin mempunyai penginjilan yang kekuatannya lebih besar daripada pelayanan yang lain. Di sini kita melihat, gereja harus kembali mengikuti teladan dan menaati perintah Yesus Kristus.

Kenaikan Kristus ke surga bukan hanya merupakan suatu catatan sejarah, tetapi juga suatu amanat. Dia pergi dan tugas-Nya dikerjakan oleh engkau dan saya. Barangsiapa merayakan hari kenaikan Kristus, dia juga harus mengingat pesan Yesus sebelum Ia pergi.

Pesannya adalah “Pergilah ke seluruh dunia, jadikan segala bangsa murid-Ku. Apa yang Aku katakan kepadamu ajarkanlah mereka, supaya mereka menjalankannya dan engkau yang mengabarkan Injil akan Kusertai, sampai kesudahan, sampai selama-lamanya.”

Selanjutnya, kita akan melihat apa yang dikaitkan dengan kenaikan Yesus ke surga. Dalam Yohanes 16:7-8, tertera suatu perjanjian yang lebih penting lagi. Jikalau Yesus Kristus, yang sudah memberikan perintah untuk pergi mengabarkan Injil ke seluruh dunia hanya membiarkan pengikut-pengikut-Nya dengan keadaan yang begitu sulit, dengan penganiayaan-penganiayaan yang kejam, yang ganas dan tidak berperikemanusiaan, bukankah Ia adalah Tuhan yang meletakkan kewajiban dan pergi melarikan diri? Tetapi bukanlah demikian. Alkitab mengatakan, “Aku pergi justru berfaedah besar bagimu. Aku pergi untuk kamu karena jikalau Aku tidak pergi Roh Kudus tidak turun.” Di sini Yesus Kristus mengaitkan kenaikkan-Nya ke surga dengan rencana yang berkesinambungan di dalam konsistensi pikiran Tuhan Allah yang kekal.

Allah bukanlah Allah yang tidak berprogram. Allah adalah Allah yang mempunyai program yang tertinggi. Allah adalah Allah yang mempunyai cara berorganisasi dan mempunyai cara pemikiran dan jadwal yang paling tepat. Itu sebabnya Tuhan berkata, “Jikalau Aku tidak pergi, tidak ada faedahnya bagimu. Tetapi jikalau Aku pergi, kepergian-Ku akan mendatangkan keuntungan bagimu, sebab setelah Aku pergi, Roh Kudus akan dikirim turun dan menyertai serta menjadi penghibur bagimu.”

Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, Raja pemenang. Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang mengutus kita mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang bersama dengan Bapa mengutus Roh Kudus menjadi pendamping bagi gereja.

Jikalau kita melihat abad pertama, kita mengetahui bahwa orang Kristen bukan saja minoritas. Orang Kristen berada di kalangan bawah. Kebanyakan yang menjadi orang Kristen adalah budak, nelayan, orang miskin, orang di pasar, dan sedikit sekali pejabat-pejabat tinggi, konglomerat, atau orang-orang penting di dalam masyarakat yang beriman kepada Yesus Kristus. Dari antara 12 murid Yesus, kita melihat begitu banyak nelayan yang dipanggil. Pengaruh mereka mulai dari grass-root, mulai dari lapisan yang paling bawah sekali.

Yesus menjadi teman dari pemungut cukai, dari orang-orang berdosa. Ia menerima orang-orang yang dibuang oleh masyarakat.

Melalui kira-kira 300 tahun, kita melihat pengaruh kekristenan sudah mengakibatkan Raja Konstantin akhirnya harus berlutut di hadapan Yesus dan mengakui Dia sebagai Tuhan. Di sini kita melihat di dalam 300 tahun permulaan itu, gereja mengalami penganiayaan, pengucilan, pembunuhan, dan penyiksaan. Begitu banyak martir yang mati mengalirkan darah, mati syahid bagi kepercayaan dan iman kekristenan yang mereka yakini.

Siapakah yang memberikan kekuatan? Bagaimana mereka bisa bertahan bila tidak ada penolong yang setiap saat berada dengan mereka, yang mempunyai kuasa ilahi, yang berada di tengah-tengah mereka? Siapakah Penolong itu? Dialah Roh Kudus.

Maka Yesus berkata, “Aku harus pergi. Aku pergi, maka Dia akan datang. Aku pergi dan bersama dengan Bapa mengirim Roh Kudus agar turun ke atas kamu. Roh Kudus turun ke atas kamu, maka kamu akan berkuasa.” Berkuasa atas apa? Berkuasa atas penderitaan, penganiayaan, dan segala kesulitan sehingga engkau dapat tetap memegang imanmu.

Sebagaimana dalam Perjanjian Lama, umumnya masyarakat saat ini memahami kuasa Allah melalui pertolongan dan kelancaran hidup serta pemberian berkat secara materi atau jasmani. Tetapi kuasa yang kita lihat dalam Perjanjian Baru setelah Kristus naik justru sama sekali terbalik. Kalau Tuhan berkuasa, kenapa tidak menyembuhkan saya? Kalau Tuhan berkuasa kenapa tidak menyertai? Kalau Tuhan berkuasa, kenapa situasi politik dan situasi ekonomi begitu jelek? Kalau Tuhan berkuasa, mengapa Nero saja bisa menganiaya rasul? Bisa memaku mati Petrus secara terbalik? Di mana kuasa Tuhan?

Kekristenan justru memahami kuasa dari kerajaan Tuhan secara antitesis. Di dalam penganiayaan, di dalam kesulitan, di dalam desakan, di dalam kesempitan, di dalam segala sesuatu: kesulitan, sengsara, penderitaan politik, ekonomi dan apa pun juga, iman orang Kristen tidak berkompromi. Orang Kristen tidak menyerah kepada musuh. Itulah kuasa Roh Kudus.

Saya sangat takut kalau gereja sudah menjadi sangat kaya. Saya sangat takut kalau hamba Tuhan sudah beroleh segala kelonggaran sehingga tidak lagi bersandar kepada Tuhan. Padahal melalui kemiskinan dan kesulitanlah iman kita memiliki kesempatan untuk dilatih agar memiliki suatu kekayaan rohani. Sebaliknya, saat kita sudah mempunyai segala sesuatu, kita menjadi sangat miskin di dalam iman.

Tuhan berkata, “Aku pergi dan Aku mengirim Roh Kudus. Roh Kudus mendampingi engkau, saat engkau diutus ke dalam dunia sebagai utusan Tuhan.”

Saya minta maaf jikalau saya harus memakai suatu kalimat, bahwa itulah pengutusan yang paling kejam dalam sejarah. Jangan heran kalau ada orang Kristen yang dibunuh. Jangan heran kalau gereja dianiaya. Jangan heran kalau kadang-kadang kita dibiarkan miskin dan sulit luar biasa. Jangan mengomel apalagi heran karena itu cara pengutusan dari Tuhan. “Aku mengutus engkau seperti domba di tengah-tengah kawanan serigala!” Bukankah itu hal yang paling kejam? Coba Saudara bayangkan, seekor domba yang dikelilingi oleh kawanan serigala yang begitu kejam. Serigala yang mempunyai gigi begitu tajam, sifat yang begitu keras, kelompok yang begitu banyak kawannya. Itulah namanya utusan Tuhan. “Aku mengutus engkau seperti domba di tengah-tengah serigala.”

Itu sebabnya saya minta maaf kalau saya katakan pengutusan Tuhan adalah pengutusan yang kejam. Tetapi tidak menjadi soal, jikalau domba itu mengerti bahwa Roh Kudus sedang diutus untuk menyertainya. “Aku pergi supaya Roh Kudus turun!” Inilah sudut ketiga yang kita lihat dari kenaikkan Yesus ke surga.

Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia Raja yang menang di dalam pertempuran rohani. Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia adalah Tuhan yang memberikan mandat kepada kita, amanat yang paling agung: mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Yesus yang naik ke surga? Dia adalah yang mengutus Roh Kudus yang menjadi parakletos, menjadi penghibur, pendamping untuk kita.

Keempat, kita membaca dalam Ibrani 4:14-16. Bagian ini menyatakan bahwa kita memiliki seorang Imam Besar yang sudah melintasi segala langit. Yesus naik ke surga bukan berarti menghilang dari bumi ini setelah kurang lebih 33 tahun berada di dunia. Atau seperti yang dikatakan oleh doketisme, keberadaan-Nya hanya suatu dokaio saja. Dia hanya dibayang-bayangkan pernah datang ke dunia, lalu hilang. Setelah pergi, Ia naik ke surga dan melintasi segala langit. Ini merupakan suatu ajaran yang begitu besar.

Pada hari kenaikan ini, saya merenungkan, terus merenungkan kenaikan Yesus Kristus. Lalu saya berkata, “Puji Tuhan! Agama lain tak pernah mempunyai seorang pendiri, tak pernah mempunyai seorang penghulu agama yang datang dari sana ke sini, dan juga tidak pernah ada yang dari sini ke sana dengan melintasi segala langit, kecuali Yesus Kristus.” Mereka hanya membayangkan adanya satu allah. Allah, yang belum pernah datang ke dunia. Allah, yang katanya mencipta, menyelamatkan dan mengampuni, satu-satunya yang rahmani, rahimi. Tapi allah yang mereka bayangkan berbeda dengan Yesus Kristus yang adalah Allah yang pernah meninjau sendiri, datang sendiri, menyelamatkan kita, hidup di tengah- tengah kita, yang dengan mulut-Nya memakai bahasa manusia untuk memberikan pengajaran yang terindah di dalam sejarah kepada kita, lalu pergi setelah menyelesaikan tugas-Nya.

Sewaktu mengenang Kristus, kita mengenang Allah yang pernah datang. Wujud-Nya begitu konkrit. Hubungan-Nya dengan manusia juga begitu intim. Dalam bagian Firman ini dikatakan suatu kalimat yang begitu menyentuh. Kita bukan mempunyai seorang Imam yang tidak mengerti segala kelemahan kita. Saya percaya di dalam hidup setiap orang, sedalam-dalamnya ada keluhan kesusahan hidup dalam dunia. Baik orang kaya maupun orang miskin, orang sukses maupun orang yang penuh dengan kegagalan, baik engkau yang kelihatan mempunyai materi yang begitu besar, begitu banyak, atau mereka yang selalu mengejar hanya untuk menyambung hidup saja.

Setiap orang mempunyai keluhan akan hal yang begitu sulit. Namun, siapakah yang sungguh-sungguh dapat mengerti setiap orang? Suami ingin dimengerti oleh isteri. Tapi justru isteri ingin dimengerti oleh suami! Kekuatan kita untuk mengerti dan kemampuan kita untuk mau mengerti dibandingkan dengan kebutuhan kita untuk dimengerti, selalu tidak seimbang.

Adakah yang mengerti? Ada! Yesus Kristus mengerti segalanya. Dia pernah datang. Dia pernah dilahirkan di tempat binatang. Dia pernah diejek oleh bangsanya sendiri. Dia pernah seorang diri mengalami puasa 40 hari dan dicobai oleh iblis. Dia pernah menanggung berat. Dia pernah menderita, berkorban emosi, berkorban perasaan. Yesus Kristus mengerti segala kelemahan kita. Dia mengerti karena Dia sama seperti kita. Dia merasakan segala pengalaman kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai tetapi tidak berbuat dosa.
Yesus yang telah naik ke surga menjadi Imam Besar. Imam Besar inilah yang membawa kesulitan kita kepada Allah yang sulit kita capai. Ia juga membawa anugerah dari Allah kepada kita, anugerah yang tidak layak kita terima. Inilah pekerjaan Imam. Imam yang berada di antara yang hidup dan yang mati. Imam yang berada di antara yang tidak kelihatan dan yang kelihatan. Imam yang berada di antara Allah dan manusia. Kristuslah pengantara yang menjalankan tugas imam sekaligus sebagai korban. Inilah perbedaan imam dalam sejarah orang Yahudi dengan Imam yang paling besar, Yesus Kristus, bagi gereja-Nya. Imam- imam yang lain tidak menjadi korban. Mereka mempersembahkan korban, namun mereka sendiri bukan korban. Hanya Yesus yang bertindak sebagai Imam Besar sekaligus korban.

Dengan bahasanya, manusia tidak akan sanggup untuk mengungkapkan keagungan dan kebesaran cinta kasih Tuhan yang adalah Imam Besar sekaligus korban. Ia mempersembahkan diri dengan roh-Nya yang kekal dan darah-Nya yang suci yang tak bercacat cela untuk membersihkan dan menjadikan kita milik-Nya yang dilayakkan untuk berdamai dengan Tuhan Allah. Inilah Imam kita. Dan inilah bagian keempat yang kita lihat.

Selanjutnya, dalam Ibrani 7:24-25 kita melihat bahwa Yesus Kristus mempunyai pekerjaan lain setelah naik ke surga. Dalam ayat 26, dikatakan bahwa Yesus Kristus mempunyai tingkatan tertinggi sebagai pengantara untuk berdoa syafaat bagi setiap kita. Dalam pasal 7 ayat 27-28, serta pasal 9 ayat 27-28 terlihat bahwa Dialah yang menanggung dosa kita dan yang menjadi pengantara yang berdoa syafaat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.

Siapakah Kristus? Dia pemenang, bukan? Siapakah Kristus? Dia pengutus, bukan? Siapakah Kristus? Dia yang memberikan Roh Kudus kepada kita. Siapakah Kristus? Dia yang berdoa bagi kita dengan pengertian karena Ia sendiri pernah datang ke dalam dunia ini. Tidak hanya itu, Yesus adalah Tuhan yang kembali ke surga untuk menyiapkan tempat bagi kita.

Dalam Injil Yohanes 14:1-4 Yesus berkata, “Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Jikalau Aku tidak pergi tidak ada yang menyediakan tempat bagimu dan jikalau Aku sudah menyediakan tempat bagimu Aku pasti akan datang kembali lagi. Di mana Aku ada di sana pun engkau akan berada.”

Adakah penghiburan yang lebih besar dari ini? Tidak ada. Adakah seorang Juruselamat seperti Kristus? Tidak ada. Dialah satu-satunya dan Dialah yang paling sempurna di dalam menyediakan segala sesuatu bagi umat-Nya. “Di jalan itu Aku pergi. Jalan satu-satunya dan engkau tahu juga.”
Pada waktu Filipus bertanya kepada Dia, “Hai Guru, tunjukkan jalan itu kepada kami,” maka Yesus Kristus dengan menggelengkan kepala bertanya, “Sudah sekian lama engkau mengikut Aku, engkau masih belum tahu di mana jalan itu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: `Akulah jalan, Akulah kebenaran, dan Akulah hidup.`”
Saya melihat ketiga butir ini sebagai suatu gambaran tentang seluruh dunia, yaitu di dalam filsafat, kebudayaan agama, dan kebijaksanaan, yang terkristalisasi di dalam dunia mental manusia.

“Akulah jalan, Akulah kebenaran.” Mengapa Yesus mengatakan: “Akulah jalan”? Karena semua agama mencari jalan. Itulah yang dibutuhkan oleh orang di Timur. “Akulah kebenaran.” Mengapa Yesus menyatakan kebenaran diidentikkan dengan diri-Nya? Karena manusia di Barat yang mencari filsafat ingin mengetahui kebenaran dan Yesus mengisi kebutuhan itu. Pada waktu Yesus mengatakan: “Akulah jalan”, Ia sedang menunjukkan kepada orang Timur yang mau mendapatkan jalan di dalam agama. Ia berkata, “The way is not there. The way you are seeking is not in religion, but in Me, in My life.”

Yesus telah mengajak dunia Timur dan Barat untuk menerima kesimpulan- Nya, “Akulah hidup yang tidak ada pada agama-agama, tidak ada pada filsafat-filsafat dan sistem epistemologi dunia.” Semua pendiri agama akhirnya mati di tengah usahanya mencari jalan. Para filsuf juga akhirnya mati di tengah usahanya mencari kebenaran. Dan Kristus akhirnya berkata, “Di manakah jalan itu? Akulah jalan itu. Di manakah kebenaran itu? Akulah kebenaran itu. Dan Akulah hidup.”

Inilah satu-satunya solusi. The only solution, the only answer, for seeking the truth in way thru philosophy, religion, culture, and human wisdom concluded only in Jesus Christ, the truth revelation of God in human form. Puji Tuhan! Dialah pernyataan Allah yang berbentuk manusia, yang telah menyimpulkan segala sesuatu yang sedang digumuli dan dicari agama maupun filsafat.

Paul Tillich, seorang teolog besar mengatakan, munculnya Yesus di dalam sejarah harus menghentikan usaha semua agama dalam mencari apa pun yang paling berharga yang mereka inginkan. The revelation of Christ, the appearance of Christ in history is to cease off the effort of seeking truth and way in religions. Puji Tuhan!

“Akulah jalan. Dan jalan itu bukan dari sini ke sana melainkan dari sana ke sini. Akulah yang menghampiri manusia.”

Manusia tidak akan pernah dapat menghampiri takhta Allah dengan usaha dan kekuatannya sendiri. Allah yang suci dan kekal tidak akan dapat dijangkau oleh manusia yang berdosa dan terbatas. Bagaimana mungkin sesuatu yang terbatas, yang dicipta, yang bisa rusak dapat menghampiri Tuhan yang tak terbatas dan kekal? Hal ini hanya mungkin bila Allah, dari takhta yang tidak terbatas, yang kekal, yang tidak bisa rusak, rela turun, lalu pergi kembali untuk menjadi jaminan kita.

Kalau agama-agama lain hanyalah one way traffic in human effort, jalan yang hanya satu arah dari usaha manusia, kekristenan percaya kepada suatu sistem keselamatan berupa two way traffic which initiative from God and assured in the term of God. Kita percaya pada sistem dua jalur, dari sana telah ke sini, yang membawa kita dari sini ke sana, yang dijamin di dalam segala kekuatan yang kekal di dalam takhta Tuhan. Puji Tuhan!

“Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Aku pergi untuk mempersiapkan segala sesuatu bagimu dan Aku akan datang kembali untuk menyambut engkau sebagai seorang mempelai lelaki yang akan menyambut mempelai perempuan.” Gereja harus siap sedia. Gereja harus senantiasa mempersiapkan diri dengan tidak menodai, tidak mencemari tubuh Kristus. Gereja harus bersiap untuk menjadi mempelai perempuan Kristus yang akan bersatu di dalam cinta kasih yang paling inti yang digambarkan dalam hubungan suami isteri.
Ia yang akan datang kembali telah menyediakan tempat bagi kita. Ia berkata, “Di mana Aku berada, di situ engkau berada.”

Bagian terakhir ialah Kisah Para Rasul 1:9-11. “Hai orang Galilea, mengapa engkau melihat seperti ini? Ingatlah, Yesus yang kau lihat diangkat ke surga, akan datang dengan cara yang sama, kembali ke dalam dunia ini.”

Seluruh Kitab Suci mempunyai suatu konsistensi, mempunyai suatu hubungan organis yang begitu erat, sehingga tidak bisa dipisah- pisahkan sembarangan, kecuali oleh mereka yang sengaja atau mereka yang tidak mengerti. Di dalamnya kita melihat rencana Allah yang sudah terbentuk begitu sempurna. Yesus Kristus naik ke surga bukan karena Ia melarikan diri. Ia tidak menyembunyikan diri. Ia pergi dengan tugas. Ia pergi dengan rencana Allah yang sudah ditetapkan dan itu bukan titik yang terakhir. Itu merupakan suatu janji bahwa suatu hari kelak Ia akan datang kembali dengan cara yang sama, kembali ke dalam dunia.

Saya membayangkan orang-orang Galilea seperti Petrus dan Yohanes yang sudah terbiasa didampingi oleh Yesus, yang bila ada kesulitan langsung beralih kepada Yesus dan bertanya, “Bagaimanakah Tuhan? Bagaimanakah cara-Mu menangani kesulitan ini, Guru?” Mereka sudah terbiasa disertai, ditolong, dan berada bersama dengan Yesus Kristus. Sekarang, untuk pertama kali dalam hidupnya, mereka sadar bahwa Yesus tidak selamanya berada di samping mereka. Yesus harus pergi dan mereka harus menghadapi dunia secara faktual, menghadapi dunia ini dengan segala sesuatu yang tidak terlalu bersahabat dengan orang Kristen. “Akan bagaimana perlakuan Herodes terhadap kita? Akan bagaimana Pilatus terhadap kita? Dan bagaimana prinsip Kaisar dan politikus-politikus Romawi? Dan jika berganti gubernur yang lain, akan bagaimana? Kami tidak tahu.”

Mereka hanya tahu Yesus pergi. “Lalu, hanya mimpikah 3 1/2 tahun yang lampau itu? Janji kosongkah itu? Hanya menjadi catatan sejarahkah itu semua? Ataukah kedatangan-Nya itu suatu kesempatan yang belum pernah ada dalam sejarah sehingga kami dapat menikmatinya? Kalau Tuhan sudah pernah turun, kenapa pergi lagi? Kalau Dia sudah menyertai, kenapa naik lagi? Setelah naik lalu bagaimana?”

Kenaikan Yesus Kristus memaksa mereka untuk memikirkan pertangungjawaban iman dan respon mereka terhadap kalimat nubuat yang pernah diucapkan Yesus. Mereka harus memberikan semacam tantangan kepada setiap orang percaya. Mereka harus mempertanggungjawabkan tentang bagaimana meresponi, mengimani, dan mengaplikasikan setiap kalimat nubuat yang pernah diucapkan Yesus saat Ia ada di dunia.

Kadang-kadang saat papa dan mama ada kita tidak menghargai mereka. Saat Tuhan memanggil mereka pulang, barulah kita sadar dan kalang kabut. Sekarang kita harus menghadapi kenyataan bagaimana hidup di dalam dunia ini. Baru kita ditantang untuk berpikir kembali, “Apa yang pernah papa katakan dulu kalau menghadapi orang yang begini?” Sekarang kita mulai mengingat-ingat. Sama persis dengan keadaan sewaktu Yesus naik ke surga.

Waktu naik ke surga Yesus berkata, “Aku akan mengirim Roh Kudus untuk kembali mengingatkan perkataan-perkataan yang sudah pernah Aku katakan kepadamu.”

Itu sebabnya kita ditantang untuk berespon, bertanggung jawab, dan berdikari. Gereja ditantang untuk menjadi wakil Tuhan di dunia dengan memuliakan Tuhan, merefleksikan segala moral kesucian, keadilan, cinta kasih Allah dari zaman ke zaman. Inilah tugas gereja.

“Hai orang Galilea, untuk apa melihat terus ke awan? Mengapa melihat terus ke langit? Yesus yang pernah beserta denganmu, yang pernah kau saksikan pelayanan-Nya, sekarang sudah naik ke surga dan akan datang kembali.”

Setelah membaca enam bagian Kitab Suci yang begitu penting ini, dan jikalau kita sungguh-sungguh menunggu dan mengharapkan Yesus Kristus datang kembali, maka ada dua hal penting yang harus kita kerjakan.

Pertama, kita harus mengabarkan Injil kepada sesama. Tidak ada jalan lain. Ini merupakan keikhlasan orang yang menantikan kedatangan Yesus Kristus. Jikalau Injil ini dikabarkan ke seluruh dunia, maka hari itu akan tiba. Berarti sebelum Injil dikabarkan kepada segala bangsa, segala suku, segala sudut, Kristus tidak akan kembali.

Saya betul-betul salut, sedalam-dalamnya dari dalam hati saya, kepada orang-orang di Wiclyffe Bible Translation Association. Mereka berada di lembaga Alkitab yang khusus menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa- bahasa yang terpencil di daerah-daerah yang dilupakan oleh manusia. Mereka pergi ke tempat yang begitu terpelosok, begitu dalam, begitu sulit dicapai. Saya salut melihat mereka.

Saya berdoa dan mengajak kita semua supaya menjadikan gereja kita sebagai gereja yang mau mendukung penginjilan, gereja yang menghasilkan penginjil, gereja yang mengerti makna Injil, dan gereja yang mau melibatkan diri ke dalam penginjilan misi seluruh dunia. Bila kita menunggu kedatangan-Nya dengan hati yang sungguh-sungguh ikhlas haruslah kita tunjukkan dengan menunjang dan melibatkan diri ke dalam penginjilan.

“Hai orang-orang Galilea, mengapa melihat seperti ini? Mengapa terus menengadah ke langit? Memang Yesus sudah naik, tapi tugasmu bukan memandang Dia, tetapi pergi ke dunia mengabarkan Injil!”

Kedua, orang yang sungguh-sungguh menanti kedatangan Yesus Kristus adalah orang yang menjaga hidup di dalam kesucian. Hidup di dalam kesucian berarti kita terus memelihara diri kita supaya pada waktu Ia datang kembali kita sudah siap, boleh menerima dan diterima oleh-Nya. Barangsiapa yang menaruh pengharapan seperti ini kepada-Nya, biarlah ia membersihkan dirinya! Ini adalah perintah dari Yohanes di dalam 1Yohanes 3. Barangsiapa yang menaruh pengharapan kepada kedatangan Kristus biarlah ia menjaga dirinya, memelihara kesucian dan menunggu di dalam doa akan kedatangan Yesus Kristus.

Terakhir kita akan melihat ayat terakhir dari seluruh Kitab Suci, yaitu dalam Wahyu 22:20-21. Ayat terakhir dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, diakhiri dengan kutukan. Ayat terakhir dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, diakhiri dengan berkat.

Siapakah Ia, yang dalam ayat 20 berfirman dan memberi kesaksian tentang semuanya? Jadi, Yesus Kristus berkata, “Ya, Aku datang segera. Aku akan datang kembali secepat mungkin.” “Amin. Datanglah Tuhan Yesus.” Atau terjemahan lain: “Oh Yesus, aku mengharapkan Engkau datang!” Yesus berkata, “Ya, Aku datang segera.” Gereja menjawab, “Amin. Kami menunggu kedatangan-Mu.”

Dengan mengingat kenaikan-Nya ke surga, kita kembali menyadari bahwa Ialah pemenang, pemberi Roh Kudus, sekaligus pendoa syafaat yang mengerti kesengsaraan kita. Ia pula yang menyediakan tempat di surga yang akan datang kembali bagi kita. Kita pun bersedia menanti kedatangan Tuhan kedua kalinya. Kiranya Tuhan memberkati kita masing- masing di dalam hidup kita sebagai orang Kristen di dunia.(EL).


Sumber : http://www.nusahati.com/2012/01/siapakah-kristus-yang-naik-ke-surga/

Maggie Sang Backpacker Sejati

Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Mendham, N.J., Maggie Doyne tidak yakin apa yang ingin dilakukannya. Ia seorang pelajar yang berambisi dan bersemangat—editor dari buku tahunan, atlet utusan sekolah, dan bendahara kelas—tetapi saat menimbang-nimbang pilihan ke perguruan tinggi, ia merasa semakin jenuh, dan memutuskan ia perlu cuti.

“Saya mengambil cuti setahun,” kata Maggie, kepada The Huffington Post, dari rumah keluarganya di Mendham. “Saya mau melakukan investasi ini di kehidupan saya, namun saya tidak punya tujuan yang jelas. Saya ingin mendapat jawabannya.”

Di semester pertama cutinya, Maggie ikut program ekspedisi LeapNow, yang melakukan perjalanan dengan membawa backpack. Program tersebut membawa para pelajar melakukan misi-misi layanan dan proyek-proyek kebudayaan ke seluruh dunia untuk satu semester. Dan saat tiba waktunya untuk memutuskan rencana musim seminya, Maggie bertanya kepada seorang mentor bagaimana caranya agar dia dapat “memberi dampak” terbaik. “Saya katakan, saya ingin berguna dan saya ingin bekerja untuk anak-anak,” Maggie mengingat. “Jadi saya pergi ke India untuk bekerja bagi suatu organisasi di sana.”

Di India bagian Timur Laut, ia bertemu dengan para pengungsi muda Nepal yang tak terhitung banyaknya, yang melarikan diri dari negerinya setelah timbul pemberontakan pengikut Mao, dan perang saudara. Seorang remaja putri yang ditemuinya, menyelamatkan diri dari Nepal enam atau tujuh tahun sebelumnya, dan tidak pernah kembali lagi. Jadi dia dan Maggie memutuskan melakukan perjalanan bersama—kembali ke Nepal, untuk mencari keluarga anak perempuan itu.“Kami duduk di bus selama dua setengah hari,” kata Maggie. “Di akhir perjalanan, kami diturunkan di sebuah pemberhentian di jalan, dan supir bus seolah berkata, ‘Baiklah nona-nona, kamu tak dapat pergi lebih jauh lagi.’”

Kedua remaja itu kemudian berjalan kaki dua hari lagi melalui Himalaya, untuk menemukan desa asal gadis itu. Mereka mendapat rincian mengenai keluarganya yang lenyap, dan di mana banyak anggota keluarganya telah berakhir.“Dampak pada seluruh wilayah itu benar-benar sangat menyakitkan,” kata Maggie mengingat pengalamannya itu. “Tetapi saya langsung merasa lekat dengan wilayah itu, seolah saya seharusnya berada di sana.”Maggie semakin terpikat oleh keindahan alam Nepal, juga oleh rasa komunitas dan optimisme yang dimiliki penduduknya, tetapi ia juga mendapat pengaruh yang mendalam dari anak yatim piatu yang ditemuinya di desa-desa.

Ia sering melihat seorang anak perempuan Nepal memecah batu-batu di pinggiran sungai yang kering. Anak perempuan itu tak bersekolah, tak berkeluarga; ia tak punya apa-apa, namun ia tetap tersenyum dan melambai setiap kali Maggie melintas. Nama anak perempuan itu Hema.“Itu benar-benar penyadaran yang memalukan,” kata Maggie. “Saya pikir, hanya diperlukan uang masuk sebesar 5 dolar, dan 5 dolar biaya seragam, untuk memasukkannya ke sekolah. Mengapa saya tak dapat melakukannya?”Maka Maggie melakukannya. Dan ia memasukkan beberapa anak-anak perempuan lain lagi untuk bersekolah juga.

Dan ia menyadari bahwa ia bisa berbuat lebih banyak lagi dengan tinggal di Nepal, dan bergelut dengan masalah pengungsi di hulunya; dari pada menunggu anak-anak ini melarikan diri ke India, atau, lebih buruk lagi, tertahan di perbatasan, dan menemukan diri mereka jadi korban perdagangan manusia dan perbudakan domestik. Ia menyadari, ia ingin memberi anak-anak ini rumah yang betul-betul permanen.

Itulah yang terjadi ketika Maggie menelefon orangtuanya dari “kotak telepon yang reyot di tengah-tengah antah berantah” dan meminta mereka mengirimkan tabungan masa depannya—5.000 dolar yang dikumpulkannya dari bekerja sebagai pengasuh anak saat sekolah menengah—ke Nepal. Setelah pembicaraan yang panjang (“Saya tidak benar-benar ingat apa yang saya katakan, tepatnya,” Maggie tertawa) orangtuanya setuju mengirim uang tersebut. Maggie membeli sepotong lahan di Surkhet, Nepal dan membentuk tim dari komunitas lokal, untuk membantunya menggali fondasi awal untuk rumah yatim piatu, yang sekaligus menjadi rumah kediamannya juga.

Namun segera, Maggie sadar bahwa ia perlu lebih banyak sumber jika ia benar-benar mau membangunnya. Jadi ia terbang kembali ke New Jersey dan bekerja. Ia menjadi pengasuh anak, pengasuh anjing, penunggu rumah, mengadakan penjualan barang bekas, menjual kue, dan apa saja yang bisa dilakukannya untuk menggalang dana.
Koran lokal akhirnya memuat kisah Maggie, dan segera cek-cek dari para simpatisan mulai mengalir. Dalam waktu 5 bulan, Maggie berhasil mengumpulkan US$60.000. Dengan dukungan tambahan dana ini, Maggie dan timnya di Surkhet dimampukan untuk melanjutkan pembangunan dan menyelesaikan rumah Maggie. Ia membentuk pengurus tim orang Nepal dan mendirikan rumah yatim-piatunya, yang dinamakannya Kopila Valley Children’s Project—Proyek Kanak-kanak Lembah Kopila. Ia mendaftarkannya sebagai NGO (LSM). Ia baru berusia 22 tahun.

Anak-anak segera mulai masuk ke rumah yatim-piatu itu dan visi Maggie pun terlaksana. “Saya dapat melihat dengan jelas apa yang saya inginkan,” katanya. “Hingga kini saya telah mengunjungi rumah-rumah yatim-piatu, saya dapat menciptakan sebuah model yang bisa berjalan berdasarkan bagaimana saya dibesarkan. Saya ingin anak-anak ini memelihara binatang, saling peduli.” Tetapi Maggie tak berhenti dengan rumah yatim-piatu.

Tahun lalu ia juga mendirikan sebuah sekolah di Surkhet—The Kopila Valley Primary School/Sekolah Dasar Lembah Kopila—yang kini memiliki 230 pelajar dan 14 guru penuh waktu. Anak-anak makan siang penuh gizi setiap hari, kadang-kadang itulah satu-satunya makan sehari-seharinya, mengingat bahwa mereka hidup di daerah di mana 50% anak-anak usia 5 tahun kekurangan gizi, dan kurang gizi menyebabkan 70% kematian di bawah usia lima tahun.

Karya Maggie semua dilakukan dibawah bendera nirlabanya, BlinkNow. Misinya adalah “melengkapi anak muda menjadi pionir-pionir dalam mengembangkan solusi mereka sendiri terhadap kemiskinan global.”“Saya rasa ada suatu perubahan besar yang sedang terjadi di dunia, dan orang tidak setuju dengan cara anak-anak hidup,” kata Maggie. “Saya pikir orang benar-benar lapar akan pengharapan.”Kini, Maggie berusia 24 tahun dan bertanggung jawab secara resmi atas 40 anak Nepal, semuanya datang kepadanya tanpa keluarga, tanpa uang, dan tanpa pendidikan. Banyak yang tadinya korban aniaya (abuse).

Ia menyediakan bagi mereka semua, pemeliharaan kesehatan yang pokok dan pangan, dan ia hingga kini mengajar mereka baca-tulis. “Gadis kecil pertama yang saya ambil itu jenius,” kata Maggie. “Ia belajar bahasa Inggris hanya dalam beberapa bulan dan ia membaca setiap buku yang saya berikan. Saya dapat melihat dia akan masuk ke Harvard atau yang lain. ”Ketika orangtua Maggie mengunjunginya di Nepal, anak-anak memanggil mereka “nenek dan kakek”. Mereka terus membantunya sejauh mereka bisa, khususnya mengorganisir rapat pengurus tim dan mengurusi laporan pajak. Sementara Maggie di rumahnya di Amerika Serikat, adik perempuannya ke Nepal, bekerja di rumah yatim-piatu itu.“Banyak orang berpikir saya besar di tenda atau berasal dari keluarga gila di luar sana, atau saya dibesarkan di pondok di Afrika,” katanya, “Namun saya hanya katakan kepada mereka saya ini gadis biasa saja asal Jersey.”

Sumber : http://www.nusahati.com/2012/01/maggie-sang-backpacker-sejati/

Jumat, 13 April 2012

Dipenuhi Roh Kudus ?


Dengan apakah kita mengetahui bahwa Tuhan beserta dengan Gereja-Nya? Allah telah menurunkan Roh Kudus untuk menjadi tanda bahwa kita bukan anak piatu di alam semesta. Tuhan berkata bahwa Roh Kudus akan turun dan diam dalam diri kita dan menyertai kita sampai selama-lamanya. Roh Kudus bukan untuk menjadi tamu yang disepelekan, tetapi Roh Kudus akan menjadi Tuan yang menguasai seluruh hidup kita. Apakah sebenarnya makna istilah “kepenuhan Roh Kudus” itu? Kepenuhan Roh Kudus sebenarnya adalah suatu kondisi di mana Oknum Roh Kudus mengambil peranan berdaulat untuk menguasai seluruh hidup manusia. Roh Kudus bukan cairan. Roh Kudus bukan liquid. Kepenuhan Roh Kudus jangan dimengerti seperti mengisi air ke dalam gelas, makin lama makin penuh. Roh Kudus adalah Oknum ketiga dalam Allah Tritunggal. Ia adalah Pemberi Hidup, yang melepaskan kita dari kuasa kematian dan kuasa dosa (Rm. 8:2). Roh Kudus adalah pemberi hidup, sumber hidup. Kalau Allah Bapa mempersiapkan hidup kekal; Tuhan Yesus Kristus menjanjikan serta memberikan hidup kekal melalui kematian-Nya; maka Roh Kudus memperanakkan orang dan memberikan hidup yang kekal secara konkrit kepada orang yang diperanakkan.

Dengan demikian kita melihat bahwa peranan Roh Kudus dalam diri manusia adalah untuk memenuhi kita. Dengan apakah kita dapat mengerti bahwa kita dipenuhi Roh Kudus?

Pada waktu kita dipenuhi sukacita, kita tidak menganggap sukacita itu seperti cairan. Ketika kita katakan bahwa kita dipenuhi dengan semangat perjuangan, kita tidak menganggap bahwa semangat perjuangan itu seperti air. Begitu juga ketika kita mengatakan bahwa kita dipenuhi oleh Roh Kudus, maka itu berarti Allah berkuasa dalam seluruh hidup kita. Ia bertakhta dan berdaulat atas segala aspek hidup kita. Itulah artinya kepenuhan. Pada waktu seseorang jatuh cinta maka kekasihnya akan selalu terbayang. Seluruh hidup, apa yang dipikir, dirasa, diinginkan tidak terlepas dari pribadi yang dicintai itu bagi dirinya. Demikian juga kalau kita benar-benar mencintai Tuhan dan bergabung dalam Kristus maka Roh Kudus memenuhi kita dengan kedaulatan-Nya yang penuh dan Ia berkuasa atas seluruh aspek kehidupan kita.

Abraham Kuyper, seorang theolog yang pernah menjadi Perdana Menteri di Belanda, mengatakan bahwa dalam hidupnya tidak ada satu inci pun yang tidak dikuasai oleh Tuhan Yesus. Segala sesuatu dalam hidup kita adalah wilayah di mana Tuhan Yesus berkuasa secara sepenuhnya. Kristus menguasai kita dengan Roh-Nya yang kudus. Menguasai kita dengan inti Firman Tuhan. Roh Kudus menguasai seluruh hidup kita dengan kuasa dan keadilan-Nya. Siapakah orang yang dipenuhi Roh Kudus? Kita akan melihat prinsip Alkitab yang penting sekali.

1. Orang yang Selalu Ingin Mengerti Kebenaran Firman Tuhan Secara Menyeluruh

Roh Kudus diturunkan untuk memuliakan Kristus. Orang yang dipenuhi Roh Kudus akan dipenuhi oleh cinta kasih dan rindu untuk mengerti kebenaran. Ini bukan berarti bahwa semua orang yang dipenuhi Roh Kudus mengerti seluruh kebenaran. Kita masih perlu terus belajar. Tetapi keinginan untuk mau mengerti kebenaran Tuhan yang penuh itu menunjukkan bahwa kita dipenuhi oleh Roh Kudus. Roh Kudus mengisi dan memberi pengertian selimpah mungkin untuk membawa kita kepada seluruh kelimpahan kebenaran.

Keinginan untuk mau masuk dalam kebenaran Tuhan adalah pekerjaan Roh Kudus. Roh Allah adalah Roh Kebenaran dan karenanya sewaktu Roh Kudus bekerja maka Ia menarik orang untuk mampu mengerti Firman Tuhan. Roh Kudus memimpin kita masuk ke dalam Firman Tuhan. Roh Kudus sudah mewahyukan Alkitab, dan karena itu tidak mungkin Roh Kudus membawa kita melawan Alkitab. Sebaliknya justru Roh Kudus akan membawa kita mengenal Alkitab dengan pengertian sepenuhnya.

2. Orang yang Mempunyai Keinginan Untuk Hidup Suci

Inilah tanda yang kedua dari orang yang dipenuhi Roh Kudus. Tanda ini sama sekali tidak mungkin dipalsukan oleh setan. Yang bukan dari Allah pasti tidak sejati. Roh Kudus menyebabkan hidup kudus; yang tidak kudus pasti bukan dari Roh Kudus. Roh Allah adalah Roh yang suci, dan roh yang tidak suci bukan dari Allah. Kalau orang Kristen mempunyai pegangan prinsip yang ketat maka tidak akan mudah digoncangkan oleh apapun. Jikalau kita mempunyai prinsip Alkitab yang teguh, maka kita tidak akan mudah digoncangkan bahkan kita akan menggoncangkan dunia yang tidak beres. Begitu banyak orang berteriak-teriak tentang Roh Kudus atau memberikan teori yang muluk-muluk tentang Roh Kudus, tetapi apakah itu menunjukkan dipenuhi Roh Kudus? Kalau orang dipenuhi Roh Kudus tetapi makin lama makin najis, maka menunjukkan bahwa ia tidak dipenuhi Roh Kudus. Roh Kudus mengerjakan penyucian. Roh yang kudus menjadikan kita selain mempunyai status kudus juga mempunyai kondisi kudus.

Di dalam theologi kita mengenal dua hal yaitu status yang kudus dan kondisi yang kudus. Kalau kita membaca dalam 1 Korintus kita melihat bahwa Paulus amat keras berbicara kepada orang Korintus yang kacau, yang tidak memperhatikan orang miskin, yang suka berselisih, yang ribut, tamak, egois, dan kacau balau meskipun mereka mempunyai karunia lidah. Bahkan ada orang yang berzinah dengan ibu tirinya sendiri! Paulus sangat marah kepada Gereja Korintus yang memiliki banyak karunia tetapi hidupnya tidak beres. Namun Paulus tetap memanggil mereka dengan sebutan “Kepada orang-orang kudus di Korintus.” Mengapa mereka disebut orang kudus? Karena statusnya sudah suci, tetapi kondisinya belum suci.

Dalam hal ini kita melihat ketika Roh Kudus turun kepada seseorang maka bukan berarti bahwa pada saat itu langsung ia tidak lagi memiliki kenajisan apa-apa. Pada saat Roh Kudus masuk dalam diri seseorang, secara langsung orang itu memiliki status kudus. Dalam kedudukan baru orang itu sudah disebut sebagai orang kudus. Tetapi hidup sehari-harinya perlu disucikan terus menerus melalui Firman Tuhan. Setiap hari kita memerlukan penyucian terus-menerus.

Kalimat “Bertobatlah kamu!” bukan saja ditujukan kepada orang yang bukan Kristen. Tetapi kalimat itu juga ditujukan kepada orang Kristen, kepada Gereja. Dalam kitab Wahyu dari 7 Gereja yang menerima surat, ada 4 Gereja yang diperintahkan untuk bertobat. Pertobatan untuk menerima Kristus hanya satu kali seumur hidup, namun pertobatan untuk kesucian hidup setiap hari dilakukan seumur hidup. Orang yang dipenuhi Roh Kudus mempunyai keinginan untuk mau hidup suci sesuai Firman Tuhan karena Roh Kudus memenuhi orang untuk membersihkan orang itu.

3. Orang yang Mengeluarkan Buah Roh Kudus

Karunia lidah bisa dipalsukan, tanda ajaib bisa dipalsukan. Tetapi buah Roh Kudus tidak bisa dipalsukan! Tuhan Yesus berkata, pada akhirnya nanti ada orang yang berteriak mengatakan mereka pernah mengusir setan demi nama-Nya. Tetapi Tuhan Yesus berkata bahwa Ia tak pernah mengenal mereka. Orang yang mengusir setan justru dikatakan tidak dikenal oleh Tuhan Yesus. Tetapi Alkitab berkata dari buahnya kita mengenal pohonnya. Kalau seorang berkata bahwa ia dipenuhi Roh Kudus tetapi tidak ada buah Roh yang nampak dari hidupnya, jangan percaya kepadanya. Orang yang dipenuhi Roh Kudus mempunyai kasih yang suci, mempunyai damai yang suci, mempunyai penguasaan diri yang suci, mempunyai kesabaran yang suci, tahan diri, setia, dan bagaimana hidup dengan damai, hidup dengan bisa dipercaya. Ini adalah buah Roh Kudus.

4. Orang yang Berani Mengabarkan Injil

Roh Kudus dikirim ke dalam dunia untuk memuliakan Kristus. Itulah sebabnya bukti seseorang yang dipenuhi Roh Kudus terlihat ketika ia memuliakan Kristus. Bukan menonjolkan diri, bukan mempermuliakan diri atau membual, tetapi betul-betul meninggikan Kristus; memuliakan Sang Anak yang pernah dipaku di atas salib. Dengan satu tindakan yang benar-benar memuliakan Kristus maka orang itu menunjukkan bahwa ia dipenuhi Roh Kudus.

Tuhan Yesus berkata, “Aku akan pergi, dan Aku akan mengutus Roh Kudus kepadamu. Kalau Ia datang maka Ia akan mempermuliakan Aku.” Roh Kudus diberikan untuk memuliakan Kristus. Mengapa demikian? Karena Anak Allah pernah dipermalukan; diejek, ditantang, dijual, dipaku di atas salib secara tidak wajar, pernah dihina, pernah ditolak manusia. Itu sebabnya Roh Kudus tidak memperkenankan Kristus dipermainkan manusia. Inilah pekerjaan Roh Kudus. Di mana kita melihat orang yang mengabarkan Injil dengan benar dan ia meninggikan Kristus, itulah buktinya bahwa ia dipenuhi oleh Roh Kudus.

Pada waktu hari Pentakosta Roh turun ke dalam dunia dan memenuhi para rasul. Rasul-rasul yang telah dipenuhi Roh Kudus itu bukan membanggakan diri, mengatakan diri mereka saja yang dipenuhi Roh Kudus, orang lain tidak ada. Mereka bukan membanggakan karunia dan menjadi sombong. Sama sekali tidak ada gejala itu! Alkitab mencatat setelah menerima Roh Kudus mereka malah berani bersaksi, dan mereka tidak akan hidup bagi diri, tetapi hidup bagi Kristus. Tadinya, sebelum Roh Kudus memenuhi mereka, mereka gentar, mereka takut, mereka lebih suka memelihara keamanan pribadi daripada memikirkan rencana Allah. Mereka lebih memikirkan apakah untungnya untuk diri sendiri daripada apa yang dituntut oleh Tuhan Pencipta. Tetapi waktu Roh Kudus turun, terjadi perubahan besar sekali. Petrus yang semula menyangkal Kristus, sekarang menjadi berdiri dan berkata, “Silakan putuskan sendiri, taat kepada manusia, atau taat kepada Kristus.” Maka imam besar dengan kekuasaan agama yang diperoleh dengan cara menyuap, sekarang terheran-heran. Mengapa orang Galilea yang tidak terlalu tinggi pendidikannya itu sekarang begitu berani bersaksi? Pasti mereka adalah pengikut Yesus.

Tanda seorang Kristen adalah berani bersaksi dan berani mengabarkan Injil. Gereja begitu suam, dingin, dan tidak maju karena kita tidak membuka mulut untuk Tuhan. Kita lebih banyak bicara bagi untung rugi sendiri. Dalam perdagangan kita bisa berbicara berjam-jam, tetapi untuk berbicara tentang Kristus kita takut, takut menyinggung perasaan orang. Bicara tentang kerajaan Tuhan seolah kita tanpa emosi, tetapi berbicara tentang untung rugi diri sendiri kita jadi seperti gunung meletus. Tidak adanya kepenuhan Roh Kudus mengakibatkan kita tidak berani memberitakan Injil Yesus Kristus. Tetapi orang yang dipenuhi Roh Kudus maka orang ini pasti mati-matian dan tidak takut akan segala ancaman, kerugian, penderitaan yang mungkin dialami olehnya, justru ia mau memberitakan Kristus bagi orang lain. Inilah yang terjadi dalam Alkitab. Setelah Roh Kudus turun Gereja menjadi berani.

Para pemimpin Gereja yang mengatakan, jangan menginjili orang lain, karena semua sudah memiliki agama sendiri, mereka tidak mempunyai prinsip seperti prinsip Alkitab. Orang yang tidak memberitakan Kristus sebagai Juruselamat, tetapi hanya memberitakan Kristus yang membagi-bagikan berkat, maka ia juga tidak memberitakan Kristus dengan benar. Memang seolah-olah Kristus dikabarkan, tetapi Kristus yang mana?

Apakah yang disebut dengan mengabarkan Kristus yang lain? Salah satu contoh adalah orang yang memberitakan bahwa Kristus membagi-bagikan berkat, berdosa pun bukan persoalan. Mereka lebih menekankan cinta Tuhan, anugerah Tuhan, berkat Tuhan tetapi mereka tidak memberitakan keadilan Tuhan, kesucian Tuhan, dan penghakiman Tuhan. Mereka itu belum mengenal Kristus dengan seimbang. Ada juga orang yang memberitakan Kristus sebagai pengharapan bagi dunia, tetapi tanpa melewati salib, tanpa melewati kesengsaraan, tanpa darah Kristus yang mengampuni dosa. Theologi Liberal, theologi sosial, mereka tidak berani memberitakan tentang darah Kristus yang mengampuni dosa manusia, salib Kristus sebagai satu-satunya jalan menuju kepada keselamatan kekal. Kebangkitan Kristus satu-satunya kuasa yang memberikan kehidupan baru. Jika bukan berita itu yang diberitakan, maka itu bukan berita Injil. Dalam satu pihak theolog Liberal memberitakan Yesus sebagai orang paling teladan, Yesus sebagai manusia yang sempurna, manusia yang paling bisa membawa manusia lain kembali berkenalan pada Tuhan. Di pihak lain orang yang hanya menekankan kemakmuran, kelimpahan dan kesuksesan dunia seolah-olah mengabarkan Kristus. Tetapi sesungguhnya Ketuhanan dan penebusan Kristus sudah tidak ada lagi. Pemberitaan semacam itu tidak dipenuhi Roh Kudus. Waktu Roh Kudus turun maka para murid dengan berani memberitakan tentang Kristus yang tersalib. Memberitakan Injil adalah tanda keempat.

5. Menjadikan Kristus Sebagai Pusat Hidupnya Mereka

begitu berani meninggikan dan memuliakan Kristus, bukan meninggikan diri sendiri. Berani mengabarkan Injil, maka menunjukkan bahwa Kristus adalah pusat. Seseorang yang sudah mengenal Kristus memusatkan seluruh pikirannya takluk kepada Kristus sebagai pusat. Kalau dalam hidup kita Kristus adalah pusat, maka kita akan dipakai oleh Tuhan dengan begitu lancar, dalam pelayanan kita memuliakan Tuhan meskipun harus menghadapi kesulitan. Waktu roda dengan as yang tepat melewati jalan yang sulit, maka kesulitan terletak pada jalanan yang dilewati, bukan pada roda itu sendiri. Pada diri roda itu kalau as’nya tidak beres, maka ketika ia jalan belum melewati jalan yang sulit, kesulitan sudah timbul di dalam roda itu sendiri. Demikian juga dengan pelayanan dan hidup kita sebagai orang Kristen. Kerohanian kita perlu berpusat kepada Kristus. Kristus adalah Firman, Kristus adalah Logos, Kristus adalah Anak Allah yang kekal, yang menguasai semua aspek hidup kita dan akan mengaturnya dengan baik.

Paulus menetapkan untuk tidak tahu apa-apa, kecuali Kristus yang tersalib. Ini bukan berarti bahwa Paulus mulai saat itu tidak mengerti hal-hal yang lain selain Kristus dan salib. Paulus adalah orang yang sangat terpelajar dan pengetahuannya sangat luas, tetapi Paulus memutuskan bahwa dalam seluruh pelayanan ia hanya mau memusatkan kepada satu hal, yaitu Kristus yang tersalib. Kristus yang tersalib harus menjadi pusat bagi Gereja dan orang Kristen.

6. Orang yang Memiliki Roh Kemuliaan Di Dalam Siksaan dan Aniaya

Waktu orang Kristen mengalami penderitaan karena dianiaya yang besar dari kerajaan Roma, maka di dalam siksaan, dalam penderitaan, mereka bukan saja tidak mencela Allah, tetapi mereka malah merasa bersyukur kepada Tuhan sebab mereka boleh menjadi saksi Tuhan. Ini merupakan satu hal yang berlawanan dengan budaya Romawi. Orang Romawi mempunyai empat kriteria kesuksesan yaitu kebijaksanaan, keberanian yang terkontrol oleh kebijaksanaan, penguasaan diri, dan keadilan. Ukuran seperti ini yang disebut sebagai kesuksesan seseorang. Kalau kita melihat Alkitab, kita melihat bahwa kalau seseorang dipenuhi Roh Kudus, ia bukan berani menyerang tetapi berani menahan serangan.

Dari sejak orang Kristen abad mula-mula telah membuktikan bahwa mereka dipenuhi Roh Kudus dan mereka berani dibakar, berani dihancurkan, berani menerima aniaya. Ini adalah konsep yang berbeda sekali dengan konsep Romawi. Kalau orang Romawi bisa menang perang, itu artinya sukses, tetapi orang Kristen mengatakan bahwa mereka tidak mau menyerang, tidak mau menghancurkan orang lain, tetapi justru mereka rela menanggung kehinaan, mereka merasa mulia justru ketika dipermalukan.

Waktu dianiaya seharusnya orang merasa malu, tapi fakta Alkitab menunjuk hal yang kontras. Ketika para rasul dianiaya, mereka keluar dengan senyuman dan merasa berbahagia sebab mereka merasa mendapatkan hak untuk menderita bagi Tuhan. Saya tidak tahu di antara kita siapakah yang diperkenankan Tuhan seumur hidup mengalami kelancaran. Tetapi mungkin di antara kita ada juga yang diperkenankan Tuhan untuk mengalami siksaan dan aniaya demi nama Kristus. Tetapi jangan anggap orang yang dianiaya adalah orang yang terkutuk, tetapi justru mereka yang dipilih oleh Tuhan untuk mengalami aniaya seperti itu adalah orang yang terpilih karena Tuhan tahu kerohanian mereka. Selama ini Gereja sudah dirusak oleh ajaran yang mengatakan, kalau mendapat penyakit, itu kutukan; kalau mati karena kecelakaan berarti dibuang oleh Tuhan. Ajaran seperti ini tidak ada dalam Alkitab. Alkitab mengatakan ketika orang-orang dipenuhi oleh Roh Kudus, maka mereka mempunyai kemuliaan. Artinya adalah orang Kristen yang menderita karena iman kepercayaan yang sejati, pada waktu menderita, dianiaya, diejek, difitnah, dibuang, mereka dapat bersukacita, karena Roh Kemuliaan ada pada mereka.

Kalau kita sungguh-sungguh dipenuhi oleh Roh Kudus, maka kita berani mengabarkan Injil, berpusatkan hidup pada Kristus dan ketika dianiaya tetap memuliakan Allah. Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang mempunyai hati dan pikiran seperti Kristus dan ia sehati dengan rencana dan pikiran Allah. Kalau Roh Kudus ada di dalam diri kita maka kita mengerti isi hati Tuhan. Sebelum dipenuhi Roh Kudus, kita mencintai apa yang dicintai orang berdosa. Setelah dipenuhi Roh Kudus kita mencintai apa yang dicintai Tuhan. Sebelum dipenuhi Roh Kudus kita membenci apa yang dicintai Tuhan, sesudah dipenuhi Roh Kudus kita membenci apa yang dicintai orang berdosa. Orang yang dikuasai oleh roh setan merasa dirinya merdeka, bebas berbuat sesuka hatinya sendiri, tetapi mereka tidak sadar bahwa sesungguhnya mereka sedang dikuasai oleh roh jahat. Tetapi orang yang dikuasai Roh Kudus sangat berbeda maka ia sekarang berpikiran seperti Kristus, berperasaan seperti perasaan Kristus. Orang seperti itu berarti dikuasai Roh Kudus, dan Roh memimpin dia menjadi serupa Kristus.

2 Kor. 3:17-18 mengatakan, di mana ada Roh Allah di situ ada kemerdekaan. Ayat 17 menjadi dasar ayat 18. Banyak orang mengatakan kalau ada Roh Kudus maka ada kebebasan, maka banyak orang menganggap kebebasan itu adalah kebebasan bertepuk tangan sambil menyanyi, kebebasan menyanyi semaunya sendiri. Tafsiran itu kurang tepat, sebab konteks dari pasal ini lebih agung dan lebih besar daripada itu. Kemerdekaan yang sejati adalah kemerdekaan dari kuasa dosa dan kemerdekaan bertumbuh sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga ikatan-ikatan yang membelenggu kita menjadi dilepaskan. Ayat 18 mengatakan, sehingga kita biasa masuk dari kemuliaan menuju kepada kemuliaan. Ini adalah perkataan yang sangat indah, artinya kita bebas bertumbuh seperti kemuliaan Kristus.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong (Pandangan berdasarkan Alkitab tentang hidup yang dipenuhi Roh Kudus)
Sumber : Majalah MOMENTUM No. 16 – Agustus 1992

Sumber : http://www.nusahati.com/2012/01/dipenuhi-roh-kudus/

Charlie Chaplin : Surat Untuk Seorang Anak

Charlie Chaplin adalah seorang aktor komedi inggris multi-talent yang sangat terkenal dalam sejarah Hollywood di era film hitam putih.

Selain berakting Chaplin juga memiliki kemampuan menyutradara, menulis naskah, sekaligus mengisi ilustrasi musik di film-film produksinya sendiri. Masa kecilnya yang dekat dengan kemiskinan dan kemelaratan tidak lantas menjadikannya patah semangat.

Chaplin kecil pernah tinggal di rumah penampungan orang miskin, bekerja untuk imbalan makan dan tempat berteduh di kawasan Lambeth, London. Bersama saudara perempuannya Sydney Chaplin, Chaplin berjuang bahu-membahu agar bisa bertahan hidup.
Di usianya yang sangat dini Chaplin sudah mulai berakting dari panggung ke panggung dalam pertunjukan komedi Music Hall.

Sampai kemudian Chaplin bergabung dengan kelompok komedi slapstik Fun Factory di bawah asuhan Fred Karno, yang membawanya mengenal seorang produser film bernama Mack Sennett yang terkesan dengan akting Chaplin.

Sennett lalu mengontrak Chaplin untuk bermain dalam film-film yang diproduksi studio Keystone Film. Boleh dikatakan inilah awal karir Chaplin di dunia perfilman sekaligus mengenal teknik pembuatan film.

Surat Kepada Anaknya Geraldine Chaplin
Geraldine putriku, aku jauh darimu, namun sekejap pun wajahmu tidak pernah jauh dari benakku. Tapi kau dimana? Di Paris di atas panggung teater megah? Aku tahu ini bahwa dalam kehengingan malam, aku mendengar langkahmu. Aku mendengar peranmu di teater itu, kau tampil sebagai putri penguasa yang ditawan oleh bangsa Tartar.

Geraldine, jadilah kau pemeran bintang namun jika kau mendengar pujian para pemirsa dan kau mencium harum memabukkan bunga-bunga yang dikirim untukmu, waspadailah. Duduklah dan bacalah surat ini… aku adalah ayahmu. Kini adalah giliranmu untuk tampil dan menggapai puncak kebanggan. Kini adalah giliranmu untuk melayang ke angkasa bersama riuh suara tepuk tangan para pemirsa. Terbanglah ke angkasa namun sekali-kali pijakkan kakimu di bumi dan saksikanlah kehidupan masyarakat. Kehidupan yang mereka tampilkan dengan perut kosong kelaparan di saat kedua kaki mereka bergemetar karena kemiskinan. Dulu aku juga salah satu dari mereka.

Geraldine putriku, kau tidak mengenalku dengan baik. Pada malam-malam saat jauh darimu aku menceritakan banyak kisah kepadamu namun aku tidak pernah mengungkapkan penderitaan dan kesedihanku. Ini juga kisah yang menarik. Cerita tentang seorang badut lapar yang menyanyi dan menerima sedekah di tempat terburuk di London. Ini adalah ceritaku. Aku telah merasakan kelaparan. Aku merasakan pedihnya kemiskinan. Yang lebih parah lagi, aku telah merasakan penderitaan dan kehinaan badut gelandangan itu yang menyimpan gelombang lautan kebanggaan dalam hatinya. Aku juga merasakan bahwa uang recehan sedekah pejalan kaki itu sama sekali tidak meruntuhkan harga dirinya. Meski demikian aku tetap hidup.

Geraldine putriku, dunia yang kau hidup di dalamnya adalah dunia seni dan musik. Tengah malam saat kau keluar dari gedung teater itu, lupakanlah para pemuja kaya itu. Tapi kepada sopir taksi yang mengantarmu pulang ke rumah, tanyakanlah keadaan istrinya. Jika dia tidak punya uang untuk membeli pakaian untuk anaknya, sisipkanlah uang di sakunya secara sembunyi-sembunyi.
Geraldine putriku, aku telah memerintahkan kepada wakilku di Paris untuk memberikan sejumlah uang untuk keperluanmu tanpa menanyakan kebutuhanmu. Namun bila engkau punya pengeluaran untuk orang lain, maka engkau harus mengirimkan bukti pembayarannya.

Geraldine putriku, sesekali naiklah bus dan kereta bawah tanah. Perhatikanlah masyarakat. Kenalilah para janda dan anak-anak yatim dan paling tidak untuk satu hari saja katakan: “Aku juga bagian dari mereka”. Pada hakikatnya kau benar-benar seperti mereka. Seni sebelum memberikan dua sayap kepada manusia untuk bisa terbang, ia akan mematahkan kedua kakinya terlebih dahulu. Ketika kau merasa sudah berada di atas angin, saat itu juga tinggalkanlah teater dan pergilah ke pinggiran Paris dengan taksimu. Aku mengenal dengan baik wilayah itu. Di situ kau akan menyaksikan para seniman sepertimu. Mereka berakting lebih indah dan lebih menghayati daripada kamu. Bedanya di situ tidak akan kau temukan gemerlap lampu seperti di teatermu. Ketahuliah bahwa selalu ada orang yang berakting lebih baik darimu. Engkau juga perlu tahu bahwa tidak pernah ada salah satu anggota keluarga Chaplin yang begitu sombong mencerca seorang pengemis atau seorang senniman di sekitar Paris.

Geraldine putriku, aku mengirimkan cek ini untukmu, belanjakanlah sesuka hatimu. Namun ketika kau ingin membelanjakan dua franc, berpikirlah bahwa franc ketiga bukan milikmu. Itu adalah milik seorang miskin yang memerlukannya. Jika kau menghendakinya, kau dapat menemukan orang miskin itu dengan sangat mudah. Jika aku banyak berbicara kepadamu tentang uang, itu karena aku mengetahui kekuatan ‘anak setan’ ini dalam menipu…..

Aku tinggal lama di tempat sirkus, dan aku merasa khawatir setiap kali melihat para pemain akrobat yang bergantungan pada tali yang tipis dan bergetar. Namun putriku, aku harus mengucapkan sebuah realita padamu bahwa rakyat kokoh berdiri di atas bumi yang luas, tapi lebih banyak yang terjatuh ketimbang para pemain akrobat yang bergantungan di tali itu.

Geraldine, ini ayahmu tengah berbicara denganmu. Mungkin suatu malam gemerlap ada sebuah berlian paling mahal di dunia yang menipumu. Pada malam itu, berlian tersebut menjadi tali yang tidak kokoh di bawah kakimu dan kejatuhanmu sudah pasti terjadi… Suatu hari ketika seorang bangsawan tampan secara licik menipumu, agar engkau bermain dengan tali sirkus, maka perlu kau ketahui bahwa para pemain amatir tali sirkus bakal terjatuh.

Jangan tambatkan hatimu pada emas dan perhiasan lainnya. Berlian paling besar di dunia ini adalah matahari yang bersinar menyinari seluruh alam. Namun bila suatu hari engkau menambatkan hatimu kepada seorang pria yang punya hati bak mentari, satukan hatimu dengannya, cintailah ia dengan sunguh-sungguh dan apa yang engkau lakukan itu sebagai kewajiban. Dia lebih layak mendefinisikan cinta yang berarti satu hati, ketimbang aku…

Putriku, seorang wanita tidak layak menelanjangi dirinya karena seseorang dan sesuatu apa pun itu… Ketelanjangan adalah penyakit zaman kita. Menurut pendapatku, tubuhmu hanya menjadi milik seseorang yang ruhnya telanjang untukmu.

Geraldine putriku, masih ada banyak hal yang akan aku ceritakan kepadamu, namun aku akan menceritakannya di kesempatan lain. Dan aku akhiri suratku ini dengan;

“Jadilah manusia, suci dan satu hati; karena lapar, menerima sedekah, dan mati dalam kemiskinan, seribukali lebih mudah dari pada kehinaan dan tidak memiliki perasaan”.

Surat wasiat seorang Ayah kepada putrinya ini sungguh berharga, tidak berupa harta benda tetapi sebuah pesan penuh makna yang lebih berharga dari harta manapun di dunia ini.

Sebuah pesan terakhir dari sang Ayah yang mengingatkan putrinya untuk senantiasa berbagi dan rendah hati, karena tidak semua orang memiliki nasib seberuntung anaknya.


Sumber : http://www.nusahati.com/2012/01/charlie-chaplin-surat-untuk-seorang-anak/