Minggu, 31 Juli 2011

Waktu Dan Kekekalan

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” (Mzm. 90:12)

Setiap orang memiliki perasaan yang berbeda-beda ketika menyongsong tahun yang baru. Orang tua akan memiliki perasaan yang berbeda dari anak muda. Anak muda akan menyongsong tahun baru dengan perasaan begitu sukacita karena usianya bertambah dan ia menjadi semakin besar. Anak-anak senang dengan tahun baru karena sering kali ada banyak hadiah dan baju baru yang akan mengiringinya. Tetapi bagi orang tua, tahun baru sering berarti semakin tipisnya waktu, semakin menurunnya kesehatan, kesempatan semakin sempit, dan hari depan makin mendekat menuju kuburan.

Perasaan seperti ini tidak harus dimiliki atau dimonopoli oleh setiap orang tua. Seharusnya perasaan ini juga ada pada anak muda yang menghargai waktu yang sisa dalam hidupnya. Hidup, kata Agustinus mengutip Yesaya, adalah titik awal Allah menentukan dan terus berjalan sampai pada akhir. Sejak saat itu, konsep waktu ini mengubah seluruh sejarah dan kebudayaan manusia untuk lebih bertanggung jawab, lebih serius, dan memiliki perasaan eksistensi diri di hadapan Allah dalam menggunakan waktu. Waktu menjadi begitu penting sebagai salah satu dari dua wadah terpenting yang Tuhan karuniakan kepada kita sebagai wadah keberadaan kita. Wadah keberadaan seluruh ciptaan adalah waktu dan ruang.

Di dalam waktu yang bersifat abstrak terdapat proses yang tidak kelihatan. Di dalam tempat, ada wilayah yang bisa diukur. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain disebut gerak. Ketika bergerak, ada waktu gerak, ada wilayah yang tidak kelihatan yang disebut waktu.

Apa itu waktu? Sulit menjelaskan waktu karena waktu begitu abstrak, tidak kelihatan, tetapi begitu riil, faktual, dan realistis. Kita berada di dalamnya. Lingkup waktu bisa mengisi berbagai kesempatan, bisa membuat sejarah, dan memiliki ingatan. Bagi Agustinus, ingatan membuat kita bisa berkait dengan kekekalan. Kekekalan bukan perpanjangan waktu, tetapi melampaui (transcend) waktu. Ketika Tuhan menciptakan manusia, Ia membubuhkan unsur kekekalan ke dalam unsur waktu yang menjadi wadah manusia sebagai ciptaan. Dengan demikian manusia menjadi satu-satunya makhluk yang bisa meninjau waktu dengan subjektivitas yang tidak terikat oleh waktu. Manusia adalah satu-satunya eksistensi yang melihat diri berada di dalam waktu sambil melihat Allah di luar waktu. Allah itu kekal adanya dan Allah menciptakan manusia menurut peta dan teladan Allah. Dengan demikian manusia juga memiliki sifat transenden yang melampaui waktu. Ini menjadikan manusia sangat bersifat paradoks.

Manusia hidup paradoks karena kekekalannya terkurung waktu. Ketika hidup bertubuh, manusia menjadi lebih kecil dari waktu dan waktu menggeser manusia membawanya ke ajal, akhir dari eksistensi materi di dalam waktu. Namun kekekalan yang berada di dalam manusia lebih besar dari waktu sehingga manusia mengeluh dan memiliki rasa tidak puas. Ini menyebabkan adanya motivasi agama yang mau melepaskan diri dari waktu dan masuk ke dalam kekekalan. Manusia mau menerobos ikatan waktu menuju ke dunia yang lain. Pergumulan, kemelut, dan kesulitan ini muncul di banyak syair dari kebudayaan-kebudayaan yang tinggi di mana manusia mau melepaskan diri dari keterbatasan dan melepaskan diri dari konflik hidup karena Tuhan menciptakan manusia dengan kekekalan yang berada di dalam waktu.

Perjuangan untuk keluar melepaskan diri dari belenggu waktu dan ruang merupakan tuntutan yang sangat dasar dan hakiki bagi setiap pribadi yang sadar bahwa dia adalah manusia. Hidup bijaksana adalah hidup yang mampu menguasai waktu yang mengikat diri; dan hidup yang bodoh adalah hidup yang membiarkan kekekalan diri diikat oleh waktu dan dikuasai oleh waktu yang akan lewat. Alkitab adalah satu-satunya yang memberikan prinsip yang mengaitkan tiga hal sebagai satu keutuhan, yaitu waktu, kebijaksanaan, dan moralitas. Orang bijaksana adalah orang yang hidup menebus waktu dalam kesucian. Baik di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru, ditekankan bahwa orang yang ingin mengerti kehendak Tuhan harus memiliki kebijaksanaan. Dunia ini adalah dunia yang jahat karena itu menuntut kita untuk hidup bijaksana. Orang yang bijak akan berhati-hati berkawan dengan orang lain. Orang bijak akan takut akan Tuhan dan mengasihi Tuhan. Ia akan mempergunakan waktu dengan bertanggung jawab kepada Allah yang kekal.

Di dalam filsafat Yunani Kuno ada tiga hal yang dikaitkan, tetapi ketiga unsur ini sangat dangkal jika dibandingkan dengan Alkitab. Bagi filsafat Yunani kuno, Plato dan Sokrates menekankan bahwa orang yang bijak adalah orang yang bermoral tinggi dan orang sedemikian akan hidup bahagia. kebijaksanaan sejati membawa kebajikan sejati; dan kebajikan sejati menghasilkan kebahagiaan sejati. Namun pemikiran Yunani kuno ini jika dibawa ke bawah terang Alkitab akan terlihat kehilangan dua unsur yang paling penting, yaitu waktu dan kekekalan. Pemikiran Kitab Suci jauh lebih tinggi dari semua filsafat manusia. Maka, Theologi Reformed mengharuskan kita untuk selalu kembali kepada Alkitab. Terang dunia secara natural yang berasal dari filsafat, rasio, kebudayaan, dan agama tidak cukup untuk menerangi hidup manusia, tetapi sinar cahaya wahyu Tuhan Allah yang merupakan kebenaran, hikmat, dan moralitas tertinggi akan membawa manusia menemukan apa yang disebut kebahagiaan. Kebahagiaan harus bersifat kekal karena kebahagiaan tidak terjadi hanya dalam kesementaraan, dan kesementaraan hanya dicipta sebagai wadah keberadaan manusia selama di dunia. Maka, baik konsep agama dari Immanuel Kant maupun konsep kebahagiaan dari filsafat Yunani kuno sama-sama kehilangan unsur penting yaitu kekekalan, dan akibatnya adalah kurangnya kesadaran akan perlunya bertanggung jawab di hadapan Allah.

Di masa tuanya, Kant menulis pada temannya bahwa sebenarnya ada 4 hal yang ia ingin ketahui, yaitu: 1) siapa saya, 2) apa yang dapat saya ketahui, 3) apa yang harus saya lakukan. Semua ini menelurkan buku-buku agung seperti The Critique of Pure Reason, The Critique of Practical Reason, dan The Critique of Judgement. Tetapi sebenarnya ada unsur keempat yang paling ia ingin ketahui, yaitu tentang iman, yang terungkap dalam satu buku kecilnya, Religion within the Limits of Reason Alone. Kant melihat pada agama ada dua unsur penting, yaitu sistem moral dan sistem ibadah. Sistem ibadah membawa manusia lepas dari wadah terbatas untuk menjangkau objek yang lebih tinggi dan lebih besar dari manusia. Ini membawa seluruh Jerman ke arah idealisme Jerman (Hegel). Pemikiran ini membuat Kierkegaard memberontak. Kierkegaard menerobos filsuf sebelumnya karena ia adalah yang pertama yang mengaitkan waktu dengan kekekalan. Saya menambahkan pemikiran Kant menjadi: “Agama adalah sistem moral dan ibadah yang berkaitan dengan pengharapan akan kekekalan.” Ini yang hilang dari pemikiran Kant. Empat pertanyaan Kant menjadi: 1) wadah antropologi; 2) wadah epistemologi; 3) wadah etika; dan 4) wadah agama. Tetapi karena kurang unsur kekekalan maka agama Kant hanya berada dalam sistem moral dan ibadah. Karena itu di setiap wisuda di Königsburg, semua dosen masuk dan melakukan kebaktian namun Kant selalu beralasan ke kamar mandi dan menghilang. Ia kehilangan kekekalan dalam hidupnya.

Jika dibandingkan dengan Kant, Alkitab lebih dari 3.300 tahun sebelumnya sudah mencatat tulisan Musa, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami mempunyai hati yang bijaksana” (Mzm. 90:12). Mungkin ini salah satu kalimat yang paling jelas mengaitkan waktu dan kekekalan. Mazmur ini ditulis di tengah padang gurun di mana umat Israel berada dalam pengembaraan. Mazmur ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berbicara tentang pengertian kesementaraan, di mana hidup penuh keluh kesah; bagian kedua adalah doa yang keluar dari lubuk hati orang yang sadar akan kekekalan Allah. Ayat pertama mengatakan bahwa dari zaman ke zaman, sebelum ada langit dan bumi, sebelum gunung diciptakan, Allah adalah Tuhan. Di sini kita melihat bahwa iman menerobos batas waktu menuju ke kekekalan. Dari pengenalan akan Allah dan kekekalan, kini mau mencoba mengerti dan menghitung apa itu waktu. Di sini kita melihat pemikiran Musa sudah jauh menerobos seluruh pikiran filsafat Sokrates, Plato, maupun Aristoteles. Menghitung waktu harus dilihat dari sudut pandang kekekalan. Kekal itu tidak terbatas sementara waktu itu merupakan batasan maka kita harus meminta pertolongan Tuhan untuk mengerti waktu.

Setiap kali kita memasuki tahun yang baru seharusnya kita menyadari bahwa ada orang-orang yang tidak diperkenankan melewatinya. Ketika Tuhan mengizinkan kita memasuki tahun ini, apa sebenarnya yang Tuhan inginkan? Apa hubungan saya dengan tahun ini? Dan apa yang harus saya pertanggungjawabkan di tahun yang sementara ini kepada Tuhan Allah yang kekal? Setiap orang bijak akan mengubah kronos menjadi kairos. Setiap orang bijak akan memperalat modal yang disebut waktu untuk mendapatkan nilai yang kekal. Kronos adalah waktu biologis, waktu yang berjalan secara kontinu. Kairos adalah kesempatan. Semua kronos tidak diingat kecuali dia sudah bergabung dengan kairos. Saat penting yang Tuhan catat, itulah kairos. Ketika engkau pertama kali percaya kepada Tuhan dan mau taat pada panggilan Tuhan, saat itu Tuhan catat. Tetapi saat engkau pacaran lalu patah hati, Tuhan tidak catat, tetapi engkau yang mencatat. Apa-apa yang terkait dengan rencana Tuhan, itulah kairos. Setiap orang sama-sama memiliki waktu 24 jam sehari dan 365 hari setahun. Ada yang dapat menggunakannya sebagai modal, tetapi ada yang tidak. Modal bukan selalu uang. Kita memiliki modal keterampilan, modal kesehatan, modal intelektual, dan banyak lagi. Salah satu modal penting yang Tuhan beri adalah waktu. Setiap modal harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, berapa banyak yang sudah kita investasikan dalam kekekalan. Orang yang pandai dan berbijaksana adalah orang yang bisa menggunakan waktu yang dapat lewat - dan memang harus lewat - dan tidak kembali lagi, untuk mencapai sesuatu yang menggugurkan sejarah dan tidak bisa dihapuskan lagi. Banyak orang hanya sibuk dengan modal uangnya, untung berapa atau rugi berapa, namun itu tidak banyak dicatat oleh Tuhan di dalam sejarah. Tuhan melihat secara lain. Seberapa banyak waktu yang diberikan Tuhan telah kita boroskan untuk hal yang tidak bernilai kekekalan.

Saya sering mengingat akan Yohanes Pembaptis. Ia hidup hanya sekitar 31 tahun lebih dan menjadi martir. Ia mempunyai waktu efektif berkarya sekitar delapan bulan saja, tetapi hampir tidak ada orang yang menginvestasikan hidup lebih indah dan lebih bijaksana dari Yohanes Pembaptis. Dia sepertinya tahu bahwa kesempatannya sangat sedikit maka dalam waktu yang sedemikian singkat dia harus mengatakan, melakukan, menegur, menguraikan, membangun apa, dia tidak mengabaikan sedikit pun juga. Paul Tillich di dalam bukunya The History of Christian Thought, mengatakan “Martin Luther was a great reductionist.” Martin Luther memiliki pengetahuan dan theologi yang begitu banyak dan dalam, tetapi mampu mengungkapkannya dengan begitu sederhana. Melihat itu, saya langsung berpikir bahwa Yohanes Pembaptis adalah reduksionis terbesar dalam sejarah. Bukankah berjuta-juta orang mempelajari kitab Taurat, tetapi Yohanes Pembaptis mampu menyuarakan inti Kitab Suci dengan begitu sederhana, tegas, dan tepat. Berita Kitab Suci di dalam Perjanjian Lama yang begitu limpah diambil dan direduksi oleh Yohanes Pembaptis dengan kekentalan yang paling fokus. Banyak ahli Taurat yang merasa belajar lebih banyak, tahu lebih banyak, tetapi tidak lebih jelas mengerti ketimbang Yohanes Pembaptis. Ia mempunyai daya analitik, kristalisasi, dan reduksi yang paling cermat dan tajam dari banyak ahli di Yerusalem. Apa yang Yohanes Pembaptis katakan tentang Allah, tentang Kristus, tentang diri, dan tentang dunia begitu tepat. “Lihatlah Anak Domba Allah yang akan menghapus dosa umat manusia.” (Yoh. 1:29). Belum pernah ada ahli Kitab yang mengeluarkan kalimat seperti ini. Suatu kondensasi pengenalan theologis yang begitu dalam dan tepat. Mengutip Paul Tillich: Kedatangan Kristus adalah suatu kesimpulan bahwa semua agama dan usaha agama mencari kebenaran harus dihentikan secara total. Yohanes Pembaptis adalah orang yang hanya diberi waktu enam bulan untuk mempersiapkan Yesus, dan dalam waktu itu ia telah mempersiapkan ratusan ribu orang dan mengarahkan mereka untuk mempersiapkan kedatangan Kristus. Setelah itu ia dimasukkan ke dalam penjara dan dipenggal. Waktu hidupnya selesai, tetapi semua waktu yang ada dan telah dipakai, telah dicatat oleh Tuhan menjadi kairos dalam kekekalan. Agustinus mengatakan bahwa dengan adanya ingatan, kita harus mengakui adanya Allah dan jiwa yang bersifat kekal. Pemikiran Agustinus ini melompat jauh melampaui pemikiran Plato atau Aristoteles dalam bidang antropologi. Yang disebut ingatan berarti jiwa kita melihat ke belakang. Yang disebut harapan berarti jiwa kita melihat ke depan. Ini adalah dua arah yang tidak mungkin terjadi pada binatang. Binatang tidak pernah mencatat sejarah atau membayangkan pengharapan. Binatang tidak mengenal apa yang disebut far future (masa depan yang jauh) karena jiwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk melihat ke belakang atau ke depan secara jauh. Mereka hanya makhluk yang dimatikan di dalam kronos. Namun manusia tidak demikian, dengan ingatannya manusia bisa menelusur waktu. Dengan ingatannya manusia bisa menggeser waktu, menjadikan unsur-unsur yang kita ingat tidak dapat dihapus di dalam sejarah. Dan melalui semua itu manusia bisa membayangkan masa depan, berharap apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Inilah sifat kekekalan yang melampaui waktu. Manusia berbeda dari semua makhluk karena engkau dan saya dicipta menurut peta dan teladan Allah. Engkau dan saya adalah satu-satunya makhluk ciptaan yang bisa mengubah kronos menjadi kairos.

Kita belajar sejarah karena kita mau menerima peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dan menjadi inspirasi yang tidak habis-habisnya bagi setiap generasi. Di dalam sejarah kita akan menemukan kegagalan atau kesuksesan yang memberi inspirasi agar kita mengetahui sebab-sebab kegagalan dan kesuksesan mereka dan menjadi rahasia kebijaksanaan bagi kita. Untuk itu kita belajar sejarah, kita perlu belajar cara mengukur waktu, cara menghitung hidup agar kita menjadi bijaksana. Kita perlu belajar dan berdoa seperti Musa, bagaimana kita bisa menghitung hari-hari kita sehingga kita memiliki hati yang bijaksana.

Ada beberapa cara menghitung waktu. Anak kecil akan selalu menghitung waktu dengan pertambahan. Ia hanya melihat bahwa waktunya sedang bertambah satu tahun lagi. Jika kita bisa menghitung hari-hari kita seperti orang tua yang semakin dekat dengan kuburan, kita akan memiliki kepekaan akan keterbatasan waktu kita, dan kita akan semakin belajar bertanggung jawab untuk setiap waktu yang Tuhan berikan. Orang tua akan menghitung waktu secara pengurangan. Seluruh tahun yang lewat sudah lewat dan tidak akan kembali lagi. Apa yang sudah kita lewatkan, kita sesali namun tidak dapat kita raih dan bayar untuk dikembalikan. Cara ketiga adalah menghitung waktu secara multiplikasi atau perkalian. Cara perkalian adalah cara bagaimana waktu yang sama dipergunakan untuk menghasilkan hasil yang berkali lipat besarnya. Kita bukan hanya memakai waktu, tetapi menjadikan waktu itu lebih efektif lagi sehingga kita bisa menghasilkan 30 kali, 60 kali, bahkan 100 kali lipat sehingga hidup kita menjadi hidup yang berkelimpahan. Sama-sama hidup, tetapi ada yang miskin sekali dan waktunya begitu banyak dibuang, sementara ada yang limpah sekali, melakukan begitu banyak hal dan menghasilkan begitu banyak hal.

Alkitab mengajar kita untuk menebus waktu kita. Orang menebus waktu karena sadar betapa berharganya waktu. Sesuatu yang tidak bernilai, tidak akan ditebus. Ini konsep Paulus. Maka, waktu itu mengandung kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita ketahui.

Keempat, kita juga harus menghitung waktu dengan membagi. Membagi berarti hidup kita dan waktu kita dibagi (share) dengan banyak orang melalui kaderisasi. Dengan jalan kita menjadi berkat bagi banyak orang maka waktu kita telah terbagi ke banyak orang. Adalah bijaksana kalau kita bisa melatih dan mendidik orang lain. Guru yang bisa berbagi dan mengader banyak murid sehingga akhirnya mereka bisa mengerjakan lebih banyak pekerjaan daripada dirinya adalah seorang guru yang bijaksana. Betapa indahnya ketika kita melihat murid-murid kita telah melakukan pekerjaan yang jauh lebih banyak dan lebih besar dari apa yang kita telah dan dapat kerjakan. Gerakan Reformed ingin mendidik Anda semua agar kita bisa mengejar kecepatan perkembangan penduduk. Paling sedikit gereja-gereja harus mempertahankan persentasi orang Kristen di dunia. Jika tidak, kita akan tergeser. Mari kita menggunakan wadah Gerakan ini agar kita bisa memakai waktu kita menjadi kairos yang diingat oleh Tuhan di dalam Kerajaan-Nya. Syair tua, - yang lebih tua dari syair Homer, dari syair Lie Pai, atau dari Upanishads, ataupun syair dari Buddha, - adalah syair dari Musa:


Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun. Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.”

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”

(Maz. 90:1-2, 12)

Kiranya Tuhan memberkati kita sehingga kita bisa mengisi waktu dengan rencana kekal Allah, sehingga setiap kita boleh kembali kepada kehendak Allah dan menggenapkannya. Hidup bukan untuk berfoya-foya atau melakukan hal-hal yang sia-sia. Semakin sadar betapa dahsyatnya waktu yang Tuhan berikan, kita bisa semakin mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan. Segala kemuliaan bagi Tuhan. Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/waktu-dan-kekekalan#hal-4


Jumat, 29 Juli 2011

Niat dan Kuasa Pelayanan (Bagian 4)

Kita telah melihat bagaimana Tuhan membangkitkan Yohanes Pembaptis untuk melanjutkan pelayanan seperti yang telah dilakukan oleh Elia dalam Perjanjian Lama. Elia merupakan nabi yang boleh dikatakan sebagai wakil dari semua nabi dalam Perjanjian Lama setelah Musa. Elia tidak pernah menulis buku, tidak seperti Yesaya atau Yehezkiel. Namun dia adalah orang yang sungguh-sungguh berjuang, berperang sepanjang hidup untuk membela kebenaran dan membawa manusia agar kembali kepada Tuhan. Keberanian dan kuasa pengurapan Tuhan atas Elia hampir tidak ada bandingannya. Ketika Elia melayani, bukan tidak ada nabi-nabi yang akademis, yang belajar banyak, tetapi mereka tidak berani berperang seperti Elia. Ada banyak sekolah nabi saat itu, tetapi tidak menghasilkan nabi yang setia kepada Tuhan dan berani berperang demi kebenaran dan kemuliaan Tuhan. Demikian juga ketika Elia diperintahkan oleh Tuhan untuk mengurapi penggantinya, Elia tidak disuruh oleh Tuhan ke salah satu sekolah nabi untuk mengurapi salah satu mahasiswa di situ atau dosen di situ, tetapi Tuhan mengutus Elia untuk mendatangi Elisa, seorang petani yang sedang membajak sawahnya. Saya tidak pernah habis mengerti mengapa begitu banyak sekolah nabi, tetapi tidak satu pun dari mereka yang Tuhan mau pakai. Bukankah ini suatu ironi?

Ada tiga jabatan penting di dalam Perjanjian Lama, yaitu Raja, Imam, dan Nabi. Seorang raja harus diurapi oleh nabi atau imam baru bisa menjabat; seorang imam juga harus diurapi sebelum bisa menjabat; tetapi tidak setiap nabi diurapi terlebih dahulu. Demikian juga Tuhan menjanjikan raja harus dari keturunan Daud; dan imam harus dari keturunan Harun yang kemudian dipersempit harus dari keluarga Zadok; tetapi tidak demikian dengan nabi. Raja menguasai bidang politik; imam menguasai bidang agama; nabi berbicara di semua bidang karena ia harus menjadi pembawa pesan Allah kepada seluruh manusia. Nabi berbicara berkenaan dengan masyarakat, politik, etika, agama, bahkan ekonomi. Maka nabi memiliki pelayanan yang sangat unik. Ia harus sangat peka akan suara Roh Kudus dan harus menyampaikan perkataan yang sesuai dengan pimpinan dan kehendak Tuhan serta kebutuhan zaman. Setelah ia mengatakan hal itu, mungkin sekali ia akan dibenci, dipenjara, dianiaya, disiksa, atau bahkan dibunuh. Tuhan tidak memilih seseorang dari sekolah nabi, bukan orang yang lulus sekolah theologi dengan cum laude atau summa cum laude, tetapi orang yang memiliki hati yang hanya diketahui oleh Tuhan sendiri. Inilah Elisa. Ketika Tuhan memanggil dia, dia membuang semua dan mengikuti Elia.

Sekarang banyak orang kaya yang mau dipanggil Tuhan, tetapi tidak mau melepaskan dagangannya. Mau ikut melayani tetapi tidak mau melepaskan dagangannya, alasannya adalah untuk kepentingan anak dan isterinya. Tetapi kita melihat di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, orang-orang yang dipakai Tuhan dengan luar biasa memiliki ciri khas yang sama, yaitu mereka meninggalkan semua milik mereka dan mengikuti Tuhan. Apakah ini bukan suatu tema yang penting untuk abad ini? Sekarang banyak pendeta Karismatik yang masih berdagang, melakukan investasi, dan memiliki kekayaan yang luar biasa banyak dari usahanya. Hal ini mulai masuk ke dalam Gerakan Reformed, di mana orang mau ikut Reformed tetapi tidak mau melepaskan semua untuk mengikut Tuhan. Kalau memang tidak memiliki panggilan, silahkan engkau tetap menjadi pengusaha dan boleh belajar theologi, tetapi engkau bukan orang yang dipanggil dalam pekerjaan Tuhan sepenuh waktu. Saya tidak setuju orang yang mau menjadi pendeta sekaligus berdagang. Mau naik mimbar, sekaligus mau jual-beli saham dan sebagainya. Silahkan engkau menjadi orang awam atau tua-tua atau majelis yang mengerti theologi Reformed, memelihara dan menjaga ketat kepercayaan Kristennya, karena orang tidak bisa membedakan siapa manusia yang menyerahkan diri seluruhnya untuk melayani Tuhan atau manusia yang masih mau separuh-separuh. Seorang guru bertanya kepada muridnya: “Apakah kalian mau menjadi seperti Lazarus atau seperti orang kaya?” Tidak ada yang berani menjawab. Lalu untuk kedua kalinya guru ini bertanya lagi pertanyaan yang sama. Seorang anak menjawab: “Waktu hidup mau seperti orang kaya, waktu mati mau seperti Lazarus.” Hari ini begitu banyak orang mau memilih jalan ini. Kita memiliki wadah untuk orang awam yang mau belajar theologi, yaitu di STRI, dan kita memiliki sekolah untuk mereka yang terpanggil dan mau dilatih menjadi hamba Tuhan full-time, yaitu Institut Reformed. Kita mengizinkan orang awam belajar theologi supaya mereka mengawasi doktrin sambil memiliki jabatan dalam masyarakat. Tetapi mereka yang terpanggil dan mau menjadi hamba Tuhan harus melepaskan semua hal untuk hidup dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.

Mengapa Tuhan menyuruh Elia mencari Elisa? Dari pelayanan dan teladan Elisa sampai akhir, kita melihat bahwa Tuhan tidak salah memilih Elisa. Elisa memiliki niat dan kuasa seperti Elia. Orang seperti ini di Perjanjian Baru adalah Yohanes Pembaptis. Ketika Elisa dipilih, ia tidak menjadi sombong. Dia tahu Tuhan memilih dan mau memakai dia, tetapi dia juga tahu bahwa waktunya belum tiba maka ia menunggu dengan taat. Kita harus menunggu hingga momen Tuhan tiba. Elisa dipanggil Tuhan, tetapi Elisa dipanggil dengan syarat yang lambat laun kelihatan, yang pada awalnya sama sekali tidak diberitahu apa-apa. Elia disuruh melantik dan memanggil Elisa. Elia adalah seorang yang tidak banyak bicara. Seorang yang terlalu banyak bicara selalu membuang waktu dan membocorkan banyak rahasia kekuatan Tuhan. Orang yang betul-betul mau mengamati pimpinan Tuhan, jarang berbicara. Elisa tidak banyak bicara, Elia juga tidak banyak bicara. Sejak Elisa dipanggil sampai Elia dipanggil kembali oleh Tuhan naik ke surga, diperkirakan memakan waktu cukup lama, mungkin 5 hingga 7 tahun. Alkitab hanya menuliskan bahwa selama itu Elisa hanya menjadi seperti budak Elia yang menuang air untuk Elia. Sekarang banyak murid yang baru belajar dua semester sudah mau menjadi seperti pengkhotbah besar, merasa lebih hebat dari gurunya. Belum sempat membalas budi sudah memberontak melawan gurunya, atau mencuri khotbah gurunya lalu mengkhotbahkan sehingga orang memuji dan memandang kepadanya sambil melupakan gurunya. Elia mungkin dianggap kejam atau terlalu ketat karena tidak memberikan kesempatan bagi Elisa untuk melayani. Sepertinya Elisa tidak diberi kesempatan sama sekali, tetapi ini adalah cara Alkitab. Elisa menjadi orang yang menuang air untuk Elia sehingga bisa diam dan terus mengamat-amati gurunya. Ia belajar memandang kepada gurunya, belajar mencontoh, dan merendahkan diri sendiri, menanti dengan sabar hingga waktu Tuhan tiba.]

Saya ingin saudara perhatikan, saat itu murid di sekolah nabi juga memiliki kepekaan dan mereka mengetahui bahwa Elia akan dipanggil Tuhan sehingga bukan sekolah itu yang salah mendidik. Mereka mendidik dengan baik dan murid-muridnya memiliki kepekaan seperti Elisa. Elisa juga bukan sekedar seorang pembantu, tetapi ia juga belajar dan memiliki kepekaan akan pimpinan Tuhan. Kita melihat bahwa para murid di sekolah nabi juga mengetahui tentang kepergian Elia. Tetapi dari semua murid di sekolah nabi, Elisa adalah murid pribadi yang dididik oleh guru pribadi, yaitu Elia. Dan Elisa memiliki kepekaan seperti yang dimiliki oleh mereka yang sekolah theologi. Orang yang masuk sekolah theologi tidak boleh menghina mereka yang tidak sekolah theologi, dan orang yang tidak masuk sekolah theologi tidak boleh rendah diri. Ketika muda, banyak rekan saya pergi sekolah ke luar negeri, saya tidak bisa pergi karena saya tidak memiliki kewarganegaraan (stateless) dan miskin sekali. Saya bertumbuh menjadi anak yang miskin dan minder. Tetapi saya bersandar kepada Tuhan dan selangkah demi selangkah mendapatkan kekuatan rohani untuk menjadi hamba Tuhan yang diakui di dunia. Elisa terus mengikuti gurunya sekalipun Elia berusaha untuk memisahkan diri dari Elisa, tetapi Elisa bersikeras untuk senantiasa mengikuti sang guru. Kita harus terus mengikut Tuhan dan setia mengikut Tuhan walaupun banyak hambatan yang berusaha menghentikan langkah kita. Ketika Elia terus berusaha untuk memisahkan diri, Elisa semakin teguh mengikuti gurunya. Di sini saya melihat betapa hamba Tuhan yang begitu gigih mau mengikuti Tuhan adalah hamba Tuhan yang akan dipakai Tuhan dengan besar. Yakub begitu gigih mempertahankan Malaikat yang bergumul dengan dia dan akhirnya dia diberkati oleh Tuhan. Kita juga harus sungguh dan gigih bertekad mengikut Tuhan dan tidak mau melepaskan-Nya sedikit pun. Kiranya kita mempunyai niat yang kuat sehingga menghasilkan suatu kegigihan. Niat yang kuat untuk mau dipakai Tuhan, mau diberkati, niat untuk tidak mau kompromi, dan tidak mau dibuang oleh Tuhan. Orang yang sungguh-sungguh gigih dalam hal yang berkenan di hadapan Tuhan akan sangat diperkenan Tuhan. Murid di sekolah nabi banyak, tetapi yang gigih hanya satu. Ini yang membedakan Elisa dari yang lain. Banyak pendeta puas dengan apa yang dia sudah capai, puas sudah lulus ujian, puas sudah bisa menggembala gereja kecil, akhirnya pelayanannya menjadi kendur. Semua titik omega harus segera ditransformasi menjadi titik alfa yang baru. Barulah dengan demikian hari depan kita akan senantiasa cerah.

Ketika saya sudah mencapai usia 50 tahun, saya menjadikannya sebagai awal untuk berjuang mengerjakan panggilan Tuhan dalam Gerakan Reformed Injili ini; ketika menginjak usia 60 tahun, saya minta kekuatan dari Tuhan untuk melayani 5 negara setiap minggu; dan kini di usia 70 tahun, saya mau mulai memperluas Gerakan Reformed Injili ini bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Siapa yang menjadikan hari wisudanya sebagai akhir segala sesuatu, celakalah dia. Saya akan terus mentransformasi titik omega menjadi titik alfa yang baru hingga kematian tiba. Kekuatan detik terakhir adalah potensi yang bisa besar sekali, jauh melampaui potensi pertama kita berjuang. George Whitfield, ketika pertama kali berkhotbah yang hadir sebanyak dua ratus orang; hari kedua sebanyak seribu orang; hari ketiga sebanyak empat sampai lima ribu orang, hari keempat sebanyak sepuluh ribu orang, dan hari kelima sebanyak dua puluh ribu orang. Berarti kenaikan hari terakhir adalah sepuluh ribu orang. Peningkatan ini sepuluh kali lebih besar dari peningkatan hari pertama ke hari kedua. Seringkali di saat kita merasa paling lemah, paling lelah, di situ Tuhan bekerja semakin dahsyat dan semakin besar. Banyak orang yang semakin tua menjadi semakin kehilangan semangat. Saya berjuang untuk semakin hari semakin bersemangat.

Ketika Elisa begitu gigih mengikuti Elia, akhirnya Elia memperkenankan Elisa ikut. Ketika tiba di tepi sungai dan tidak ada jembatan maka Elia berdoa dan sungai pun terbelah lalu mereka berjalan menyeberang. Pengalaman seperti ini tidak akan pernah dialami Elisa apabila ia menyerah dan meninggalkan Elia. Maka akhirnya hanya Elisa yang melihat bagaimana gurunya diangkat dengan kereta dan kuda api. Jika tidak, ia tidak pernah membayangkan dan tidak pernah mengetahui betapa besar kuasa gurunya, dan betapa besar kuasa Allah yang menyertai gurunya. Ketika Haydn mementaskan “Die Schöpfung” di Vienna, Beethoven hadir. Dia sebenarnya kurang menghargai Haydn, gurunya ini, karena dia lebih menghargai Mozart. Ketika pentas selesai, Haydn menyatakan bahwa apa yang dipentaskan sungguh adalah anugerah Tuhan, lalu ia terjatuh pingsan di podium. Beethoven maju dan mengangkat bangkit gurunya yang sudah sangat tua. Dia mengakui bahwa pada awalnya dia berpikir bahwa gurunya sudah tidak memiliki apa-apa, tetapi ternyata masih banyak hal yang belum dia ketahui tentang gurunya ini. Setelah itu, dia begitu menghargai gurunya. Ternyata Haydn masih memiliki musik, inspirasi, gairah, dan keindahan. Ketika kita rendah hati, kita bisa belajar banyak dari orang-orang yang sudah tua yang sering kali tidak kita sadari. Jika Elisa beranggapan bahwa dia sudah cukup mengenal Elia maka ia akan kehilangan momen, sebuah kesempatan indah melihat bagaimana Allah mengangkat Elia.

Ketika Elia sudah mau pergi, ia menawarkan apa yang Elisa harapkan dari dirinya. Elisa bukan seorang yang kecil hati. Ia tidak meminta hal-hal sepele untuk kepentingan dirinya. Ia meminta “Roh yang menggerakkan Elia dilipat dua kali ganda untuk menggerakkan dirinya.” Ini adalah sebuah permintaan yang luar biasa. Tidak ada orang yang berdoa dan memohon seperti ini. Elisa mau melayani lebih besar, lebih luas, lebih berat, dan lebih banyak dua kali dari Elia. Ia minta digerakkan oleh Roh Kudus dua kali ganda kekuatannya untuk melayani Tuhan. Ketika saya memikirkan ayat ini, saya pernah ingin masuk ke ruang Dr. Andrew Gih dan meminta untuk didoakan agar saya mendapatkan Roh yang menggerakkan saya dua kali lebih besar dari yang menggerakkan Dr. Gih. Ketika itu saya berpikir di zaman Dr. Gih orang yang mendengar khotbahnya belum sebanyak zaman saya. Maka di zaman saya dibutuhkan pelayanan dua kali lebih giat dan lebih luas. Kalau pengetahuan orang di zaman Dr. Gih belum sedemikian banyak, maka di zaman saya orang-orang yang harus dilayani memiliki pengetahuan yang jauh lebih banyak. Maka dibutuhkan kekuatan dan gerakan dua kali ganda untuk bisa melayani zaman saya. Kini saya sudah menggerakkan Gerakan Reformed Injili. Saya berharap murid-murid saya ada yang berkerinduan dan bertekad minta digerakkan oleh Roh Kudus dua kali lebih besar dan lebih kuat dari yang sudah saya kerjakan. Niat dan kuasa Tuhan ini yang menjadi tanda dari manusia-manusia yang rindu melestarikan dan menggarap Kerajaan Tuhan di dunia ini di sepanjang sejarah. Akhirnya kita melihat bagaimana Tuhan mengabulkan permohonan Elisa. Paling tidak kita melihat jika Elia melakukan tujuh kali mujizat maka Elisa melakukan empat belas kali mujizat. Elia membangkitkan seorang anak maka Elisa membangkitkan anak perempuan Sunem, dan setelah Elisa mati, tulangnya masih berkuasa membangkitkan orang mati. Orang kalau miskin uang tidak apa-apa, tetapi jangan dia miskin iman, miskin pengharapan, miskin kasih, miskin kuasa, dan miskin pelayanan. Jika demikian maka ia betul-betul miskin adanya.

Di dalam Perjanjian Baru, Tuhan membangkitkan Yohanes Pembaptis yang memiliki niat dan kuasa pelayanan yang sama. Alkitab tidak mencatat apapun yang Yohanes kerjakan hingga usianya yang ketigapuluh. Di usia 30 tahun ia bangkit dan berseru: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Allah sudah dekat.” Dia menunggu hingga usia 30 tahun baru melayani, ia tidak pernah mau lebih cepat. Hari ini banyak orang tua mau anaknya cepat-cepat sukses, akhirnya membuat banyak anak stress dan depresi. Anak saya pernah saya minta untuk tinggal kelas agar dia memiliki keleluasaan untuk bisa mempelajari banyak hal dengan tanpa tertekan dan depresi. Tunggu, jangan sembarangan mau cepat. Yohanes baru muncul di usia 30 tahun, Tuhan Yesus juga mulai melayani di usia 30 tahun. Kita harus menanti waktu Tuhan yang tepat untuk mulai. Orang yang tidak mengerti theologi Kairos (theology of time), tidak akan bisa dipakai Tuhan secara besar. Saat ini gereja lebih sibuk dengan urusan administrasi dan sistem organisasi, bukan bagaimana peka akan pimpinan Tuhan dan menanti waktu Tuhan. Gereja Reformed Injili Indonesia tidak mau terjebak di dalamnya. Gereja-gereja seperti itu kehilangan visi, kehilangan dinamika, kehilangan panggilan, dan kehilangan kesegaran, keinginan dan niat untuk melayani Tuhan dengan urapan Roh Kudus. Kita melihat bagaimana cabang-cabang GRII sekarang berkembang tanpa perlu dukungan dari Pusat. Mereka bisa kuat dan mampu untuk menggarap pekerjaan Tuhan dari awal secara mandiri. Yohanes Pembaptis melayani dengan niat, tanpa dukungan pemerintah, dukungan bait Allah, atau dukungan politik dan lainnya. Ia hidup sederhana di padang gurun dan melayani Tuhan dengan kuasa yang luar biasa. Mungkin ketika Yohanes mulai melayani, orang tuanya sudah tidak ada karena Yohanes dilahirkan pada saat orang tuanya sudah cukup tua maka ia harus betul-betul berjuang sendiri. Orang-orang yang dipakai Tuhan kebanyakan adalah orang-orang yang memahami dan pernah mengalami kepedihan, kesulitan, berbagai macam kesusahan atau kesengsaraan. Saya mendidik anak-anak saya untuk belajar mengerti dan mengalami berbagai macam kesulitan sehingga dia bisa semakin dipakai Tuhan. Kesulitan-kesulitan itu akan membangkitkan niat perjuangan yang kuat di dalam dirinya. Dengan demikian mereka bisa menjadi orang-orang yang berguna karena dipakai Tuhan. Ketika orang bertanya apakah anak saya akan menggantikan saya, maka dengan tegas saya mengatakan bahwa saya tidak pernah berpikir bahwa anak saya akan mengambil-alih posisi saya. Kecuali engkau merasa dia memiliki kualitas yang cukup maka biarlah dia tetap belajar dari nol dan bertumbuh atau melayani menjadi misionaris di tempat lain baru dipakai oleh Tuhan.

Elia juga tidak pernah memanjakan Elisa. Yohanes Pembaptis juga tidak dimanjakan oleh orang tuanya. Yohanes Pembaptis makan belalang dan madu hutan, melayani di padang gurun, tetapi sama sekali tidak pandang bulu, tidak tergiur dengan orang kaya, tidak menyenangkan politikus ataupun bersandar pada kuasa militer. Dia adalah orang yang sepenuhnya bersandar kepada Tuhan dan berkhotbah dengan berani dan tegas tanpa kompromi menegur Herodes. Dia memberikan penghiburan dan petunjuk serta memberi pengharapan hadirnya Kerajaan Allah. Dia menuntut agar setiap orang bertobat dari dosa mereka. Ketika orang Farisi yang munafik datang maka dengan berani dia menegur mereka bagai ular beludak. Selama lebih dari 400 tahun orang tidak pernah lagi mendengarkan khotbah yang jujur, berani, dan sedemikian tegas. Yohanes Pembaptis dengan niat yang sungguh dan kuasa urapan Tuhan menyatakan kebenaran dengan begitu berani, rela menderita, rela bekerja keras tanpa upah. Ketika seorang pendeta bertanya: “Apakah engkau mau bekerja untuk Tuhan 11 jam dengan upah 1 dinar, atau lebih memilih kerja untuk Tuhan 1 jam dapat 1 dinar?” Hampir semua jemaat memilih yang kedua, hati saya begitu sedih. Gerakan Reformed Injili akan hancur jika jemaat Reformed hanya mau bekerja 1 jam untuk Tuhan untuk mendapat upah 1 dinar. Ternyata banyak orang Kristen yang mau tidak usah bekerja untuk Tuhan, tetapi mendapat banyak berkat dari Tuhan. Kalau punya sikap seperti ini, apa bedanya dengan maling? Saya mau bekerja berat untuk Tuhan walau hanya mendapatkan sedikit upah. Mungkin orang akan menganggap saya orang bodoh, tetapi justru Tuhan berkenan atas orang-orang yang rela mengabdikan hidup untuk Tuhan walau tidak dijanjikan upah apapun. Ketika kita sungguh-sungguh mengabdikan hidup kita untuk Tuhan sepenuhnya, Tuhan juga tidak tentu rela membuat kita tersiksa. Ia akan memberkati kita dan berkenan akan kita. Dari sejak remaja saya sudah membiasakan diri tidak menggunakan uang dari orang tua. Dari penghasilan saya, saya selalu menyisihkan 20% untuk penginjilan. Saya membeli traktat, tiket kereta Surabaya-Probolinggo pulang pergi hanya supaya saya bisa membagikan traktat di dalam kereta. Saya juga membeli piringan hitam bekas untuk musik-musik klasik, lalu mendengarkan dan menghafal satu per satu setiap concerto, oratorio, opera, cantata, sonata, dan symphony yang paling penting di dalam sejarah sampai saya mengumpulkan lebih dari 600 piringan hitam. Ketika saya masuk sekolah theologi, saya serahkan kembali semua piringan hitam itu secara gratis ke toko di mana dulu saya membelinya. Dari dulu saya suka arloji, dan ketika saya berusia 15 tahun saya membeli dua arloji baru, satu untuk diri sendiri dan satu untuk kakak. Ketika saya masuk ke sekolah theologi, ada bisikan dalam hati saya bahwa saya masih memiliki satu arloji berlapis emas yang mahal dan paling saya cinta. Mengapa tidak menyerahkan itu juga untuk Tuhan? Maka dengan sangat berat hati saya menjual arloji itu dan seluruh uangnya saya persembahkan untuk pekerjaan Tuhan. Saya telah menyerahkan segalanya untuk Tuhan. Tuhan melihat itu semua dan kini Dia menggantikan semua itu berlipat kali ganda untuk kembali saya persembahkan untuk museum, concert hall, dan semua pekerjaan Tuhan lainnya. Tuhan tidak pernah merugikan umat-Nya yang sungguh-sungguh mencintai Dia dan mau mengorbankan diri bagi-Nya. Jikalau engkau sungguh-sungguh mencintai Dia dan mau menyerahkan semua, jujur hidup miskin, pada akhirnya Tuhan mengembalikan semua itu kepada kamu. Alangkah indahnya orang yang hidupnya di dalam tangan Tuhan. Alangkah indahnya orang Kristen yang memikirkan bukan rencanaku atau hari depanku atau profit-ku, melainkan yang memikirkan kehendak Tuhan terjadilah, Kerajaan Tuhan tibalah, dan nama Tuhan dipermuliakan, karena Tuhan yang empunya kerajaan, dan kuasa, dan kemuliaan sampai selama-lamanya.

Mari kita memperbaiki kerohanian kita; mari kita membersihkan motivasi pelayanan kita; mari kita mengoreksi semua penyelewengan kita; mari kita meminta kepada Tuhan untuk membenahi pelayanan kita sampai kita betul-betul menjadi orang yang berkenan di tangan Tuhan. Mari kita berdoa: “Tuhan, dengan niat seperti ini kiranya Engkau memenuhi aku dan memberikan kuasa-Mu kepadaku. Amin.”

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/niat-dan-kuasa-pelayanan-bagian-4#hal-1

Kamis, 28 Juli 2011

Touching story from India

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran. Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan. Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Sindu tampak ketakutan, air matanya banjir di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice). Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.

Aku mengambil mangkok dan berkata Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak2 sama ayah.

Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata “boleh ayah akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan minta” agak ragu2 sejenak “akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?”

Aku menjawab “oh pasti, sayang.”

Sindu tanya sekali lagi, “betul nih ayah ?”

“Yah pasti sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.”

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, janji kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata: “Sindu jangan minta komputer atau barang2 lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang.”

Sindu menjawab : jangan khawatir, Sindu tidak minta barang2 mahal kok. Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya.

Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harap, dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/dibotakin pada hari Minggu. Istriku spontan berkata permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin. Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan kita.

Aku coba membujuk: Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak. Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, tidak ada yah, tak ada keinginan lain, kata Sindu. Aku coba memohon kepada Sindu : tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami.

Sindu dengan menangis berkata : ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya. Kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri.

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku : janji kita harus ditepati. Secara serentak istri dan ibuku berkata : apakah aku sudah gila? Tidak, jawabku, kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu, permintaanmu akan kami penuhi. Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.

Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya.

Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak : Sindu tolong tunggu saya. Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak laki2 itu botak.

Aku berpikir mungkin”botak” model jaman sekarang. Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata: “anak anda, Sindu benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia.” Wanita itu berhenti sejenak, nangis tersedu-sedu, “bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek/dihina oleh teman2 sekelasnya. Nah Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”

Aku berdiri terpaku dan aku menangis, malaikat kecilku, tolong ajarkanku tentang kasih.


Sumber : http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/60676

Niat dan Kuasa Pelayanan (Bagian 3)

Ketika Yohanes Pembaptis akan dikaruniakan bagi dunia ini, malaikat diutus dengan membawa satu kalimat penting, “Dia akan mempunyai niat dan kuasa dari Elia.”[1] Di dalam Kitab Suci, Elia dan Yohanes Pembaptis dikategorikan sama-sama mengembalikan hati umat kepada Bapa dan mengembalikan hati Bapa kepada anak-anak-Nya. Kedua orang ini sama-sama memiliki kesuksesan yang luar biasa, seorang di dalam Perjanjian Lama dan seorang di dalam Perjanjian Baru untuk membangkitkan kebangunan rohani seluruh bangsa agar kembali kepada Tuhan.

Tema kita adalah “Niat (Semangat) dan Kuasa”. Saya melihat dua hal ini hilang dari pelayanan kekristenan di abad ke-20. Niat berada dalam lingkup keinginan. Keinginan, perasaan, dan pikiran adalah tiga unsur pembentuk sesuatu yang disebut pribadi. Unsur pertama adalah pikiran (rasio) lalu kedua, emosi, dan ketiga, kemauan/keinginan. Rasio menyebabkan kita bisa menganalisis, berpikir, mengingat, menyelidiki, merenung, dan berimajinasi. Rasio berkaitan erat dengan pengertian. Emosi mengakibatkan kita bisa senang, susah, marah, benci, dan bisa memiliki api perjuangan, karena ada suatu dorongan kuat untuk menuju kepada apa yang kita benci atau kita cintai. Kemauan menentukan arah hidup kita dari apa yang kita pikirkan, kita cintai, kita senangi.

Jika kita memiliki ketiga unsur tersebut dengan stabil dan seimbang maka hidup kita akan sehat. Jika kita mempunyai rasio kuat tetapi emosi lemah; atau emosi kuat tetapi kemauan lemah; atau emosi kuat tetapi rasio lemah, dan seterusnya, akan membuat orang tidak bisa hidup dengan baik. Theologi Reformed ingin kita memikirkan firman Tuhan dengan baik dan seimbang. Iman Reformed ingin kita menjadi orang intelektual yang rasional, tetapi tidak jatuh ke Rasionalisme. Kita tidak menyembah rasio. Rasio harus ditaklukkan ke bawah Firman yang diwahyukan oleh Tuhan, barulah rasio itu berarah benar. Di Regent College, Vancouver, saya berkhotbah, “Kamu theolog-theolog Barat selalu menaruh theologi di dalam kulkas. Sekarang demi nama Tuhan, saya harap kalian mengeluarkan theologi yang dingin itu dan membuatnya panas.” Kita dipanggil menjadi orang yang mengubah dunia, kita harus mempunyai api. Oleh karena itu, otak, emosi, kemauan, ketiga hal ini harus menjadi satu garis, disinkronkan, diimbangkan agar kita mempunyai kekuatan untuk menampilkan sesuatu, untuk menarik perhatian orang lain. Jika kebaktian kita dingin, orang tidak ingin datang. Orang tertarik pertama-tama karena ada kehangatan, ada api. Banyak orang Protestan setelah lulus sekolah theologi semakin dingin dan mati. Saya sudah berkhotbah tentang “Pengudusan Emosi” tetapi belum berbicara tentang Pengudusan Rasio dan Pengudusan Kehendak. Niat, api, dan perjuangan perlu dikuduskan. Di seluruh dunia saya belum menemukan buku dan tema ini dibahas dengan tuntas.

Alkitab mengatakan, “Anak yang dilahirkan, yaitu Yohanes, akan seperti Elia, mempunyai niat dari Elia, mempunyai kuasa seperti Elia.” Doktrin sangat penting, tetapi Yohanes Pembaptis bukan hanya memiliki doktrin, melainkan juga mempunyai niat dan kuasa. Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang yang dipakai Tuhan dan memiliki massa yang besar memiliki unsur niat dan kuasa ini.

Niat itu ada di mana? Apakah niat itu ada di dalam hatimu? Ketika saya baru bertobat di usia 17 tahun, belum banyak mengerti theologi dan belum tahu bagaimana berkhotbah, tetapi karena kerinduan memberitakan Injil pada anak-anak, maka saya kumpulkan anak-anak untuk mendengar saya berkhotbah. Di situ saya belajar bagaimana membuat mereka agar tidak pergi meninggalkan saya. Saya harus membuat mereka terus tertarik. Ketika saya berkhotbah, saya tidak mengizinkan satu detik pun setan masuk dan ambil bagian, saya tidak mengizinkan satu detik pun pikiran lain masuk dan mengganggu. Akibatnya, pendengar terus dipimpin untuk mendengar firman Tuhan sampai pada waktu panggilan untuk menerima Tuhan. Niat ingin orang mendengar firman tanpa diganggu itu begitu kuat. Ketika muda, saya berkhotbah tanpa gelar, tanpa pengalaman, yang ada adalah niat yang kuat untuk mau dipakai Tuhan. Ketika orang memuji, saya merasa senang, tetapi saya langsung ditegur oleh Roh Kudus. Saya minta ampun karena mau mencuri kemuliaan Tuhan. Maka, saya harus mati terhadap semua pujian.

Di dalam Perjanjian Lama ada seorang bernama Elia, di dalam Perjanjian Baru ada Yohanes Pembaptis. Elia berbeda dari Yesaya. Yesaya berasal dari keluarga bangsawan, kaya, dan berkedudukan tinggi. Elia berasal dari desa kecil bernama Tisbe (1Raj. 17:1), tidak ada reputasi orang tua, posisi keluarga, maupun kebanggaan pribadi. Tetapi Tuhan bisa memakainya begitu luar biasa. Elia begitu berani dalam pelayanannya karena dia begitu dekat dengan Tuhan. Kini di Indonesia perlu orang-orang yang memiliki niat seperti Elia. Elia begitu melihat takhta Tuhan sehingga ia sama sekali tidak peduli dengan takhta politik atau takhta lainnya. Yohanes Pembaptis juga demikian. Banyak orang berpikir bahwa jadi pendeta adalah hal yang hina dan berjuang untuk takhta Tuhan adalah hal yang sia-sia. Tetapi bagi saya tidak. Elia dan Yohanes Pembaptis menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang memiliki niat begitu kuat, berjuang demi takhta Tuhan. Dahulu ada seorang profesor musik berkata kepada saya, “Kemarilah, saya akan jadikan kamu penyanyi terkenal. Dulu saya pernah ingin jadi pengkhotbah, tapi sekarang saya jadi musisi terkenal.” Saya menjawab, “Saya dulu ingin jadi musisi terkenal, tetapi sekarang saya pengkhotbah.” Yang berniat jadi orang kaya banyak, yang berniat jadi presiden banyak, yang berniat cari kedudukan banyak. Yang berniat untuk Kerajaan Tuhan, yang berniat untuk sungguh-sungguh memuliakan Tuhan sedikit sekali. Tapi malaikat berkata, “Yang akan engkau lahirkan akan memiliki roh (keinginan) dan kuasa seperti Elia.” Di dalam Perjanjian Lama, Elia adalah orang yang paling tersendiri, yang paling tidak dimengerti, dan mempunyai begitu banyak musuh. Tetapi dia telah mengakibatkan kebangunan suatu bangsa. Itu terjadi karena dia bersandar penuh kepada Tuhan. Dia hidup bersandar kepada Tuhan bukan kepada orang, dia hidup beriman kepada Tuhan. Saya boleh pakai pakaian yang paling sederhana, makan makanan yang paling murah, tetapi saya tidak boleh berkompromi dan tidak taat kepada Tuhan. Tuhan perintahkan ke mana, saya ke sana. Di sana bagaimana susah pun, saya tetap taat.

Setelah selesai pengujian, Tuhan berkata, “Pergi ke seorang janda.” Jika saya diberi perintah seperti ini, saya enggan sekali karena khawatir nanti disangka saya berbuat yang tidak baik dengan janda tersebut. Terkadang Tuhan memberi perintah yang tidak lazim dan engkau tetap harus menjalankannya. Elia berkata, “Saya mau menginap di sini.” Kalau sekarang ada pendeta mau menginap di rumah saya, saya harus menguji dia apakah benar dia pendeta atau pendusta. Bukan saja Elia tinggal di rumah janda itu, tetapi ia juga minta diberi makan. Janda itu berkata kepada Elia, “Aku dan anakku dalam bahaya kelaparan. Aku tidak punya uang dan suamiku sudah mati, sisa satu anak dan anak ini perlu sekali makanan.” Janda ini hanya memiliki sedikit minyak dan sedikit tepung. Jika itu dijadikan roti maka itulah makanan terakhir bagi janda dan anaknya setelah itu mereka akan mati kelaparan. Sekarang roti terakhir ini diminta oleh hamba Tuhan. Janda ini adalah seorang yang mengutamakan Tuhan dan mengutamakan orang lain. Hari ini orang Kristen semacam ini sangat sedikit. Ia berpikir bahwa dia dan anaknya tidak apa tidak makan, asal hamba Tuhan itu bisa makan dan hidup. Ia lebih mengutamakan pekerjaan Tuhan. Namun, hal ini tidak berarti memberikan hak kepada para pendeta untuk minta diutamakan. Elia diperlakukan seperti ini karena sebuah perintah khusus, bukan karena keinginan dirinya sendiri. Namun setelah itu, ternyata minyak dan tepung itu tidak habis. Tuhan Allah memelihara janda dan anaknya melalui Elia. Ini membuktikan bahwa Allah kita adalah Allah yang hidup. Ia senantiasa bekerja dan Ia tidak meninggalkan anak-anak-Nya.

Gerakan Reformed di Indonesia memerlukan mujizat. Mujizat apa? Mujizat orang berniat, berniat membangkitkan Gerakan Reformed, dan yang berniat harus rela berkorban. Ketika saya pertama kali memulai gerakan yang Tuhan berikan, saya harus pergi meninggalkan kota Malang walaupun di sana saya telah memiliki jaminan hidup, rumah, dan lain-lain. Saya pergi ke Jakarta, memulai Gerakan Reformed Injili ini dengan 730 hari sama sekali tidak menerima honor dan tidak mempunyai rumah. Inilah pelayanan. Ketika Tuhan memberikan perintah, tidak ada bantahan, tidak ada penolakan, yang ada hanyalah ketaatan dan kerelaan berkorban. Inilah niat untuk mau mengerjakan pekerjaan Tuhan. Niat itu disertai dengan mau sengsara, mau menderita, mau berkorban, mau menyangkal diri, mau pikul salib, mau taat pimpinan Tuhan, mau dilatih, mau diuji, mau miskin, mau berada di dalam segala situasi yang lain dari pengharapan dan yang Saudara pikirkan.

Demikian pula ketika niat untuk membawa satu zaman dari sebuah trend yang membawa gereja ke musik sampah untuk kembali mengerti musik yang agung dan bernilai tinggi. Saya melayani musik gerejawi selama 52 tahun. Sejak pertama hingga sekarang saya belum pernah menerima honor untuk itu dan saya belum pernah meminta kepada orang kaya untuk dibiayai. Saya membeli skor musik dengan uang saya sendiri. Ketika pertama kali mendirikan Jakarta Oratorio Society (JOS), banyak orang menertawakan mengapa ada orang yang mau menyanyikan lagu-lagu tua. Saya sangat menghargai orang-orang yang dari pertama mencurahkan keringat, berkorban untuk menggarap musik bermutu sampai sekarang. Kita telah mementaskan lagu-lagu dari oratorio Messiah yang dihadiri oleh 9.100 orang dalam dua kali pagelaran. Ini belum pernah terjadi dalam sejarah musik Indonesia. Inilah hadirin terbesar dalam sebuah performance musik klasik di sepanjang sejarah Indonesia. Kita berjuang agar ribuan orang mengerti dan menikmati theologi yang terbaik. Kita berjuang agar ribuan orang mengerti dan menikmati musik yang terbaik. Mengapa Symphony no. 9 dari Beethoven hanya dihadiri oleh 400 orang kalau bisa dihadiri oleh 1.000 orang? Kita harus berusaha agar ribuan orang bisa mengerti theologi yang benar, etika yang benar, pendidikan yang benar, dan untuk itu perlu niat yang kuat.

Saya tidak tahu bagaimana Elia berdoa, tetapi yang saya tahu adalah Elia naik ke atas bukit dan kepalanya ditaruh di kedua pahanya (1Raj. 18:42). Elia begitu merendahkan diri dan hanya minta kehendak Tuhan yang jadi. Di hadapan Ahab, dia berdiri tegak; di hadapan Tuhan Allah, Elia berlutut. Di hadapan manusia, tidak berkompromi; di hadapan Allah, tidak berani membangkang. Itulah niat pelayanan! Itulah orang yang mau dipakai oleh Tuhan! Setelah selesai berdoa, Elia menghadap Ahab, keberaniannya sama sekali tidak di-korting. Ketika Elia menegur Ahab, isteri Ahab yang jahat ikut mendengarkan dan mengajar Ahab untuk tidak melakukan keadilan, melainkan agar memakai kuasa dengan sewenang-wenang untuk merebut tanah warisan milik orang yang tidak mau menjualnya. Ketika Ahab masuk ke dalam tanah itu dan melewati sebuah taman, ia bertemu dengan Elia. Dua orang musuh berhadapan muka. Ini adalah momen eksistensial; saya sadar ada kamu, dan kamu sadar ada saya. Engkau nabi, saya raja. Ahab menuduh Elia sebagai penyebab Israel tidak mendapat hujan. Sebaliknya Elia menyatakan bahwa itu adalah akibat tindakan raja dan seluruh keluarganya. Elia sama sekali tidak takut menghadapi Ahab. Bagi Elia, Tuhan itulah Penguasa sejati dan aku melayani Dia. Niat pelayanan seperti ini yang membuat raja pun tidak berani berbuat apa-apa. Elia hanya takut dan taat kepada Tuhan. Semua perintah dan perkataan Tuhan yang harus ia sampaikan, ia segera menyampaikannya dengan setia. Elia punya niat kuat, niat untuk membawa seluruh umat Israel kembali kepada Tuhan. Sekarang umat Israel sedang dibawa menjadi penyembah Baal karena mengikuti raja yang salah. Pemimpin yang serong akan membawa rakyatnya serong, pemimpin bidat akan membawa pengikutnya menjadi bidat. Pemimpin yang tidak takut kepada Tuhan akan membawa seluruh rakyatnya untuk membabi-buta mengikutinya. Elia ingin seluruh rakyat bertobat dan berbalik kepada Allah. Mereka harus beribadah dan hanya menyembah kepada Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub. Elia ingin agar niat kuat ini menjadi fakta, untuk itu dia mau dikuduskan dan hidupnya dipakai sepenuhnya oleh Tuhan.

Saat itu ada 400 nabi Baal yang didukung oleh Raja Ahab. Di pihak lawan hanya ada Elia seorang diri. Nabi-nabi Baal mendapat backing politik dan militer yang kuat. Elia tidak mendapatkan dukungan politik dan militer. Ahab membayar mereka dengan honor yang tinggi sehingga hidup mereka terjamin. Akibatnya, mereka menjadi budak Ahab dan mengikuti apa yang Ahab inginkan. Rakyat diarahkan oleh nabi-nabi palsu ini untuk menyembah Baal, satu persatu pindah dari menyembah Allah kepada kuil-kuil Baal yang semakin banyak dibangun. Elia harus melawan mereka semua seorang diri. Sungguh suatu perjuangan yang sangat berat. Apa gunanya berjuang, kalau akhirnya hanya akan berkorban dan tidak mendapat apa-apa? Bukankah lebih enak jika berkompromi saja? Tidak! Elia tidak berkompromi, Elia tidak menghitung untung-rugi bagi dirinya sendiri. Dia dengan berani menantang dan menunjukkan bahwa Baal bukan Allah yang sejati. Untuk itu ia berani naik ke Bukit Karmel. Elia dan Yohanes Pembaptis sama-sama memiliki hati yang ingin mengembalikan hati rakyat kepada Tuhan dan mengembalikan cinta kasih Tuhan kepada rakyat, sehingga anak-anak kembali kepada Bapa dan hati Bapa kepada anak-anak-Nya.

Elia membuktikan bahwa Tuhan itu begitu riil. Ia berdoa, “Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak, dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini. Supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali.” (1Raj. 18:36-37). Kalimat yang penting “nyatakanlah (biarlah orang tahu) bahwa Engkaulah Allah yang sejati.”

Ketika saya muda, saya datang ke Jakarta dan berkhotbah. Waktu itu saya berkhotbah begitu keras dan tegas, banyak orang menghina saya dan menganggap saya terlalu sombong karena menyatakan bahwa merokok itu berdosa, hidup itu harus suci, tidak boleh mabuk, dan harus kembali kepada firman Tuhan. Yang dari kubu Liberal menghina, yang dari Karismatik juga menghina. Tetapi pada saat itu ada seorang hamba Tuhan senior, yaitu Pdt. H.F. Tan, yang selalu menyediakan mimbar untuk saya berteriak suara yang berbeda dari banyak gereja lain. Saat itu banyak orang belum mengenal apa itu Theologi Reformed, bahkan mendengar istilah itu pun tidak pernah. Dan saat saya mengkhotbahkan dan meneriakkannya, banyak pendeta yang tidak setuju dan menghina. Tetapi ada sekelompok orang yang oleh Tuhan dipersiapkan untuk mau mendengar apa yang saya teriakkan. Mereka mulai belajar dan mau mencoba mengerti. Ketika engkau setia kepada firman dan memberitakan firman, lalu ada orang-orang yang melawan atau menghina engkau, janganlah engkau takut, karena selalu ada umat Tuhan di kota itu (Kis. 18:10). Pdt. Rudie Gunawan pernah memberitahu saya bahwa ada 33 kota yang membutuhkan dan menanti Theologi Reformed, tetapi ketika saya muda, kondisinya berbeda. Saat itu ratusan undangan khotbah saya terima dan saya harus memilih ke mana saya mengisi. Kalau saya salah pilih, saya pasti akan dipukul oleh Tuhan. Karena itu saya harus ketat dan tahu bagaimana memilih dengan benar. Saya tidak boleh memilih karena gereja itu kaya, bisa memberi honor besar, atau mempunyai banyak fasilitas. Di situ perlu bergumul untuk tahu cara memilih yang benar. Saya harus memilih berdasarkan potensi hari depan, memilih gereja yang sedang berada dalam pergumulan doktrin dan membutuhkan penguatan. Akhirnya begitu banyak pelayanan yang harus saya kerjakan. Seumur hidup hampir tidak ada waktu libur bagi diri saya sendiri. Baru menikah 3 hari, saya sudah harus pergi selama 60 hari untuk pelayanan sebanyak 220 kali khotbah. Di antaranya ada seri 10 hari dengan 6 khotbah setiap hari. Selesai khotbah di hari terakhir, saya sudah tidak bisa bangun lagi. Setelah 45 menit saya letakkan kepala di mimbar, baru isteri saya menuntun saya pulang. Kami pergi tanpa tahu apakah nanti ada uang untuk pulang. Kami hanya berpikir untuk melayani. Kami membawa sedikit emas tukar cincin perkawinan, sehingga jika tidak ada uang kami masih bisa jual emas untuk membeli tiket pulang. Inilah niat pelayanan, niat ingin membawa bangsa ini kembali kepada Tuhan. Saya tidak pernah minta tiket dari gereja terlebih dahulu atau bicara dengan orang kaya. Saya pernah mau naik kereta dan sudah punya karcis, tetapi kereta penuh. Akhirnya saya harus meletakkan koper di tangga kereta lalu kaki saya menginjak koper, berdiri berpegangan di pintu kereta selama 8 jam dengan tertiup angin. Saya bukan pendeta besar yang enak-enak naik pesawat kelas bisnis atau kelas utama. Ketika saya sekolah theologi, saya diberi beasiswa karena saya miskin sekali. Setelah lulus saya diundang menjadi dosen di sekolah saya. Karena saya diberi beasiswa maka semua honor dari sekolah selama 4 tahun saya kembalikan ke dalam kotak persembahan. Saya hidup dari pelayanan di Surabaya setiap 3 hari dalam satu minggu. Saya diberi uang pelayanan dengan sangat minim. Dari uang itu, sebesar 60% saya berikan ke ibu saya karena saya makan gratis di rumah. Ibu juga adalah manusia yang butuh uang untuk membeli beras, membeli makanan. Sisanya 40%, sebesar 10% saya berikan untuk persembahan dan sisanya untuk kebutuhan pribadi. Setiap kali ke Surabaya saya harus naik kendaraan tetapi saya tidak punya uang lagi untuk naik bis. Maka, saya harus mencegat truk yang lewat karena hanya membayar sepertiga dari tiket bis. Akibatnya terkadang bau ikan asin, bau sayur. Begitu sampai saya harus segera mandi baru melayani. Orang tidak ada yang tahu bagaimana saya hidup dan melayani. Saya tidak pernah sekolah di luar negeri karena tidak mungkin. Sekarang setelah menjadi gembala gereja besar, saya bisa mendukung orang lain untuk sekolah ke luar negeri. Tetapi setelah didukung, sama sekali tidak mau kembali bahkan menelepon pun tidak. Saya seumur hidup melihat begitu banyak sandiwara. Saya kira-kira bisa menilai manusia maunya apa, jiwanya sampai di mana, dan kerohaniannya sampai di mana. Saya tidak ingin anak-anak saya terlalu manja. Pendeta lain mau memakai uang gereja untuk biaya sekolah anaknya. Anak saya tidak saya perkenankan pakai satu rupiah pun uang gereja untuk sekolah. Kalau niat tidak kuat, percuma ada gelar. Ada seseorang dengan gelar Ph.D. lulusan Calvin Seminary yang akhirnya tidak di dalam Gerakan ini. Saya merasa Tuhan tidak mengizinkan karena dia hanya memiliki pengetahuan saja tanpa niat yang kuat. Percuma ada gelar tinggi jika tidak ada niat dan kuasa yang kuat dari Tuhan. Perlu niat dan kuasa seperti Elia, bukan hanya gelar dan pengetahuan. “Carilah wajah-Ku dan kuasa-Ku”, kata Tuhan. Banyak orang bergelar tinggi, tetapi niatnya bukan untuk Tuhan melainkan untuk dirinya sendiri, akhirnya Tuhan tidak memakai dia. Banyak orang mempunyai pengertian tinggi, tetapi bukan mengandalkan kuasa Tuhan melainkan bersandar pada orang kaya, akhirnya Tuhan juga tidak mau memakai dia dengan besar. Kalau seorang majelis di GRII, sekalipun dia kaya tetapi tidak mau ikut kebaktian doa, tidak bisa sehati dan sinkron di dalam Gerakan, saya menganjurkan untuk lepas. Banyak gereja takut kalau orang kaya dilepaskan nanti akan kekurangan uang. Uang bukan datang dari orang kaya, tetapi dari Tuhan. Niat, kemauan, ketaatan, sinkronisasi, pengertian akan pimpinan Roh Kudus adalah hal-hal yang sangat penting dan harus diutamakan. Ketika gereja berada di dalam kesulitan, siapa yang mau terjun turut bekerja; ketika gereja membangun, siapa yang sungguh-sungguh mau berbagian dengan keras; ketika ada pelayanan yang penting, siapa yang sungguh-sungguh menyerahkan diri dan turut berkorban di dalamnya?

Kita bukan siapa-siapa, Allah adalah segala sesuatu. Elia, sekalipun memiliki niat pelayanan yang sedemikian kuat dan iman yang begitu besar, tetap adalah seorang manusia yang lemah. Ketika menunggu hujan pertama kali setelah seribu hari, tiga setengah tahun tidak hujan dan tanah sudah sangat kering, Elia menyuruh bujangnya ke pinggir laut untuk melihat apakah sudah ada awan. Sampai tujuh kali bujangnya harus pergi dan kembali sebelum ia melihat ada awan yang kecil sekali naik di horizon. Maka Elia menyuruh bujangnya memberitahu Ahab agar segera turun dari gunung dan keretanya diberi tenda, karena akan turun hujan lebat dalam waktu singkat. Mengapa Elia begitu yakin akan ada hujan yang lebat setelah melihat awan yang begitu kecil? Ini karena Elia tahu bahwa Tuhan sudah menjawab doanya. Inilah niat pelayanan. Banyak pemimpin Kristen begitu tidak beriman, begitu ketakutan dengan segala ancaman dunia. Iman harus nyata dalam niat perjuangan pelayanan. Elia membuktikan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang setia. Elia memang berbeda dari banyak nabi yang lain. Elia tidak menulis buku. Tidak ada satu pun bagian dari Alkitab yang dia tulis, namun ia memiliki niat untuk melayani Allah, keinginan dan niat keras untuk mau sepenuhnya taat mengikuti kehendak Tuhan.

Elia memiliki kuasa yang sangat besar, sampai ketika ada orang-orang yang dengan sengaja memanggil dia dengan tidak hormat, ia berkata, “Kalau benar aku abdi Allah, biarlah turun api dari langit memakan engkau habis dengan kelima puluh anak buahmu." Maka turunlah api dari langit memakan dia habis dengan kelima puluh anak buahnya. Itu terjadi hingga dua kali dan barulah ketika datang perwira yang ketiga, yang menghadap dia dengan begitu hormat, hal itu tidak terjadi (2Raj. 1:1-18). Saat ini banyak konglomerat yang sambil menyebut hamba Tuhan sambil menghina Tuhan. Kalian para hamba Tuhan ingat jangan karena ada orang memberi engkau amplop yang besar maka engkau menjadi begitu bersahabat dan tunduk kepadanya. Tuhan ingin hamba Tuhan seperti singa bukan seperti anjing yang mudah goyang ekor kepada orang yang memberinya makan. Elia hanya takut kepada Tuhan Allah sehingga kuasa Tuhan terus berada bersama Elia, sampai akhirnya Elia dibawa kembali ke surga dengan kereta kuda berapi. Elia membawa umat kembali kepada Bapa. Jika Yehovah adalah Allah, mari kita melayani Dia; jika Baal adalah Allah, layanilah dia. Jangan bercabang hati. Elia tidak mau berkompromi. Inilah niat pelayanan Elia yang penuh kuasa.

Demikian pula dengan Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis melihat Herodes mengambil isteri kakaknya karena tamak pada perempuan yang cantik. Ini melanggar hukum Tuhan. Tuhan tidak menghendaki orang merampas isteri orang lain. Maka Yohanes Pembaptis menegur Herodes, “Engkau berdosa!” Semua orang setuju akan teguran itu, kecuali Herodes. Ia tahu ia berdosa, tetapi ia tidak terima ditegur di depan umum. Maka, ia memerintahkan tentara untuk menangkap Yohanes Pembaptis dan memenjarakannya. Tuhan mengizinkan Yohanes Pembaptis dipenjarakan. Mengapa demikian? Bukankah Tuhan yang mengutus Yohanes Pembaptis untuk berkhotbah dengan begitu berani? Mengapa Tuhan membiarkan orang yang berkhotbah setia dimasukkan ke dalam penjara dan tidak keluar lagi? Terkadang kita heran dan tidak mengerti cara Tuhan. Tuhan akan berkata, “Kehendak-Ku engkau tidak akan mengerti, tetapi engkau harus tetap taat.” Niat untuk taat, niat untuk sungguh-sungguh berani, telah mengakibatkan Yohanes Pembaptis seperti Elia, membawa bangsanya kembali kepada Tuhan. Kita melihat inilah orang-orang yang dipakai Tuhan. Saya sangat menekankan akan niat dan kuasa pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh Gerakan ini untuk bisa menjadi berkat bagi seluruh dunia. Biarlah kita memiliki niat yang kuat dan berkata kepada Tuhan, “Pakailah saya!” Amin.

[1] Lukas 1:17 – “Ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh (spirit/semangat/niat) dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya.”


Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong (Mei 2010)
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/niat-dan-kuasa-pelayanan-bagian-3

Niat dan Kuasa Pelayanan (Bagian 2)

Peranan Gereja yang sejati dan theologi yang sejati sangat berkaitan erat. Tahukah Anda bahwa di sepanjang sejarah gereja di Indonesia, yang sudah berjalan sekitar 400 tahun ini, GRII (Gereja Reformed Injili Indonesia) adalah satu-satunya gereja yang mempersiapkan dan memaparkan pendidikan theologi yang begitu luas, bukan hanya untuk hamba Tuhan saja, tetapi juga untuk setiap orang Kristen yang mau belajar. Di mana-mana, di setiap kota, GRII berusaha untuk menyelenggarakan Sekolah Theologi untuk awam dan berbagai pembinaan termasuk NREC. Mengapa? Karena kita tidak perlu takut untuk mengajarkan apa yang kita beritakan, sehingga setiap orang bisa membandingkan dan melihat pertanggungjawaban theologis yang ada di dalamnya. Setiap orang yang belajar di STRI (Sekolah Theologi Reformed Injili – untuk awam di setiap kota) tidak harus masuk ke GRII dan tidak juga harus berbakti di GRII. Kita percaya tidak ada satu orang pun yang berhak memaksa orang untuk masuk ke gereja tertentu, apalagi menjadi anggota gereja tertentu. GRII adalah gereja; sebuah wadah yang disediakan bagi mereka yang mau menemukan kebenaran. Setiap orang boleh hadir, boleh mencari, boleh membuktikan, dan boleh mengesahkannya. Tugas kita adalah “Mempersiapkan umat Allah, mempersiapkan wadah kebenaran, mempersiapkan mimbar untuk memberitakan Injil Allah.”

Di tengah-tengah kekristenan, kita mengenal ada banyak arus pemikiran theologi. Theologi Kristen ada beberapa macam, seperti: Theologi Katolik, Theologi Ortodoks, Theologi Injili, Theologi Karismatik, Theologi Radikalisme, Theologi Reformed, dan berbagai macam theologi lain yang tidak berstruktur hingga bidat. Kita perlu belajar melihat theologi-theologi ini kemudian menguji dan membandingkan yang mana yang sungguh-sungguh setia dan konsisten kepada kebenaran Alkitab. Inilah sikap orang Kristen yang bertanggung jawab. Orang Kristen yang sungguh adalah orang Kristen yang mau beriman atas Firman yang adalah kebenaran. Theologi Reformed mengajarkan bukan hanya untuk percaya, tetapi mengetahui apa yang dipercaya dan mengapa percaya. Kita tidak boleh menjadi orang Kristen yang sembarangan. Tetapi bagaimana kita bisa menjadi orang Kristen yang tidak sembarangan?

Pertama, kejujuran adalah sikap utama untuk diperkenan oleh Tuhan. Barangsiapa jujur, ia akan diperlakukan oleh Tuhan dengan jujur: barangsiapa bersih, ia akan diperlakukan oleh Tuhan dengan bersih; barangsiapa serong dan bengkok, ia akan diperlakukan oleh Tuhan dengan cara yang bengkok pula. Ini adalah ajaran Alkitab. Ketika Allah dengan begitu jujur dan terbuka memaparkan segala sesuatu kepada kita, kita terlalu berbahagia. Dua kali di dalam Alkitab dikatakan: “Tuhan tidak mau menyimpan segala sesuatu pun untuk tidak diketahui oleh sahabat-Nya.” Satu kali dinyatakan kepada Abraham dan satu lagi kepada Daud. Daud adalah seorang yang diperkenan di dalam hati Tuhan dan Abraham disebut sebagai kawan Allah. Dari sedemikian banyak manusia, Abraham telah dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat-Nya. Sungguh betapa eksklusif dan betapa bahagianya status ini. Tuhan mau membongkar isi hati-Nya kepada Abraham. Dia rela menyatakan isi hati-Nya kepada Abraham. Tuhan tidak menyembunyikan diri sehingga manusia yang mencari Dia bisa tersesat. Ketika manusia sungguh-sungguh dengan jujur mau mencari Tuhan maka Tuhan akan berkenan ditemui.

Kedua, engkau berjiwa mau dididik. Orang yang mau dididik adalah orang yang rendah hati, yang terus-menerus mau mencari kesempatan untuk maju. Dia akan belajar dari siapapun yang bisa mendidik dan membangun dirinya. Orang seperti ini adalah orang-orang yang mau diajar oleh Tuhan, mau mengerti isi hati Tuhan, dan mau dibentuk oleh Tuhan. Jika engkau hanya mau menyatakan pikiran, pandangan, pendirianmu, dan tidak pernah mau diajar, dididik, dibentuk oleh Tuhan, maka engkau tidak akan bisa bertumbuh dan tidak mungkin mengenal Allah. Ada orang yang mendengarkan khotbah sambil dengan teliti mencatat dan mau belajar dari firman Tuhan yang begitu setia dikhotbahkan, tetapi ada juga yang mengkritik karena tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Orang yang tidak bisa mendengarkan apa yang orang lain katakan, tidak mau belajar mengerti apa yang orang lain katakan, melainkan hanya mau orang lain mendengarkan apa yang dia katakan, dan hanya mau orang lain mengikuti apa yang dia pikirkan, pasti akan dibenci oleh semua orang. Kiranya kita tidak menjadi orang-orang yang demikian. Kita perlu belajar menjadi orang yang tulus, yang terbuka, yang mau diajar oleh Tuhan dan kebenaran-Nya, dan kemudian menyimpan rahasia Kristus di dalam hati kita untuk kita jalankan dalam hidup kita.

Ketiga, sungguh dan rajin membandingkan segala sesuatu yang berbeda. Kita perlu dengan teliti membedakan berbagai agama dengan cara mempelajari agama, membedakan konsep wahyu dengan cara mempelajari doktrin wahyu. Kita perlu belajar membedakan berbagai teori etika, teori politik, teori kehidupan, pelajari dan bedakan semua. Semua yang engkau bisa kumpulkan, coba bandingkan. Orang Tionghoa mengatakan: “Orang tidak mengerti apa-apa, tidak apa-apa, asal dia bisa membandingkan dengan teliti.” Orang yang memiliki pengalaman pertama kali, mungkin tidak bisa mengetahui dengan baik tentang sesuatu hal, tetapi melalui pengalaman membandingkan dengan teliti, maka ia mulai mengerti dan mulai mengetahui yang mana bagus atau jelek. Kita perlu melihat dan membandingkan dengan teliti. Ada orang yang kelihatan hebat di luar, tetapi sebenarnya hanya heboh di dalam. Ada orang yang kelihatan begitu sederhana dan bodoh, tetapi ternyata ia sangat pandai. Banyak orang muda yang selalu menganggap dirinya pandai dan hebat. Ia belum belajar membandingkan dengan baik. Setelah ia membandingkan dengan banyak orang yang jauh lebih hebat dan lebih pandai dari dirinya, ia baru sadar bahwa ia tidak sedemikian hebat.

Keempat, rajin dan tetap rendah hati. Tuhan senang dengan orang yang sungguh-sungguh rajin, yang mau bekerja keras untuk Tuhan tanpa memperhitungkan untung-rugi sendiri. Dan ketika ia sudah berhasil, ia tidak menjadi sombong, tetapi tetap rendah hati karena ia sadar bahwa semua hidupnya adalah anugerah. Jika ia rajin dan rendah hati maka Tuhan akan memakai orang Kristen yang semacam ini. Ketika kita melayani Tuhan, Tuhan ingin kita tidak melayani dengan malas. Setiap pekerjaan Tuhan adalah pekerjaan yang harus dikerjakan dengan kesungguhan, dengan kerajinan untuk bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Dan setelah engkau mendapatkan hasilnya, itu bukanlah suatu kesempatan untuk menjadikan engkau sombong, melainkan harus tetap dengan rendah hati mengakui pimpinan dan pertolongan Tuhan. Kristus menjadi teladan betapa Ia melayani Bapa-Nya dengan begitu rajin dan rendah hati. Pelayanan sedemikian adalah pelayanan yang diperkenan oleh Bapa. Biarlah kita bersiap, mencari kebenaran dengan sungguh, melayani dengan sungguh, sehingga bisa menjadi orang yang sungguh-sungguh dipakai Tuhan. Soli Deo Gloria.


Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong (April 2010)
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/niat-dan-kuasa-pelayanan-bagian-2

Rabu, 27 Juli 2011

Perceraian!


Sungguh, munculnya ide mencari tulisan tentang kisah niat perceraian dalam rumah tangga diawali oleh datangnya seorang teman kantorku kita sebutlah namanya Burhan. Burhan curhat hampir 3 jam, bahwa dia berniat bulat untuk bercerai. Walau pun mungkin temanku ini kecewa karena saya menolak, menentang dan sangat tidak mendukung niatnya itu.. apapun alasannya. Lalu mencoba kurenungkan kenapa para mediator atau konsultan banyak yang gagal mengurungkan niat klien mereka untuk tidak bercerai, dan seperti biasa... mulai deh ide nakal muncul untuk mencari tahu cerita atau kisah seputar masalah ini... dan kutemukan 2 cerita yang menurutku cukup menarik dan baik untuk dibaca oleh kita yang perduli. Berikut kisahnya :

Kisah I

When You Divorce Me, Carry Me Out in Your Arms

Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti didepan flat kami yg cuma berkamar satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yg sangat bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yg lalu.

Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening : Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga pada waktu yg bersamaan. Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yg tidak kusangka-sangka, Dew hadir dalam kehidupanku.

Waktu itu adalah hari yg cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dew yg sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartemen yg kubelikan untuknya.

Dew berkata, “kamu adalah jenis pria terbaik yg menarik para gadis.” Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru menikah, istriku pernah berkata, “Pria sepertimu, begitu sukses, akan menjadi sangat menarik bagi para gadis.” Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalau aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya.

Aku melepaskan tangan Dew dan berkata, “kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?.Aku ada sedikit urusan dikantor”. Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin.

Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka.Sejujurnya ia adalah seorang istri yg baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama. Atau aku akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Dew. Ini adalah hiburan bagiku.

Suatu hari aku berbicara dalam guyon, “seandainya kita bercerai, apa yg akan kau lakukan? ” Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yg sangat jauh dari dirinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.

ketika istriku mengunjungi kantorku, Dew baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengannya. Dia kelihatan sedikit curiga. Dia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.

Sekali lagi, Dew berkata padaku,”He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, aku memegang tangannya. “Ada sesuatu yg harus kukatakan”.

Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalau aku terus berpikir. “Aku ingin bercerai”, ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang.

Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku,tapi ia bertanya secara lembut,”kenapa?” “Aku serius.”Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku, “Kamu bukan laki-laki!”.

Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yg telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yg memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dew.

Dengan perasaan yg amat bersalah, aku menuliskan surai perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yg telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yg asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa menarik kembali apa yg telah kuucapkan.

Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.

Pada larut malam, aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali.

Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya : ia tidak menginginkan apapun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana : Anak kami akan segera menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.

Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya,” He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita? Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. “Kamu membopongku dilenganmu”, katanya, “jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan

ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu.” Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yg telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.

Aku memberitahukan Dew soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. “Bagaimanapun trik yg ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh Kata- katanya membuatku merasa tidak enak.

Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,”wah, papa membopong mama, mesra sekali”. Kata-katanya membuatku merasa sakit. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan dirinya dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut,”mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita.” Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang. Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.

Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, Kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi. Beberapa kerut tampak di wajahnya.

Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, “kebun diluar sedang dibongkar. Hati-hati kalau kamu lewat sana.” Hari keempat,ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku.

Bayangan Dew menjadi samar.

Pada hari kelima dan keenam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yg telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak, dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat.

Aku tidak memberitahu Dew tentang hal ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, “kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang”

Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yg cocok. Lalu ia melihat, “semua pakaianku kebesaran”. Aku tersenyum. Tapi tiba-tiba aku menyadarinya, sebab ia semakin kurus, itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi, aku merasakan perasaan sakit.

Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. “Pa, sudah waktunya membopong mama keluar.” Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yg penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.

Pada hari terakhir, ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua.” Aku memeluknya dengan kuat dan berkata “antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra”.

Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dew membuka pintu. Aku berkata padanya,” Maaf Dew, aku tidak ingin bercerai. Aku serius”.

Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak demam.” Kutepiskan tanganya dari dahiku. “Maaf Dew, aku cuma bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan, bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu”.

Dew tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor.

Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga. Ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjualnya bertanya apa yg mesti ia tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum dan menulis : “Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua.”

Sumber : http://health.dir.groups.yahoo.com/group/dokter_umum/message/13584


Kisah II

BALAS DENDAM SEBELUM BERCERAI


Seorang teman baru saja membagi pengalamannya lewat Yahoo Messenger. Dikatakan bahwa ia saat ini sedang dalam kesedihan mendalam. Bukan karena hidupnya kini berada dalam bahaya, bukan pula karena pekerjaannya kini tak teratasi. Tapi ia sedih karena sebuah berita bahwa temannya yang telah menikah kini merencanakan sebuah perceraian. Ia sedih. Namun ia sendiri menemukan dirinya tak berdaya, ia tak tahu apa yang layak diperbuatnya agar mampu menyelamatkan kehidupan keluarga temannya tersebut.

Ketika mendengar sharingnya tersebut, saya teringat beberapa tahun lalu. Saya berhadapan dengan sebuah keluarga di parokiku yang juga dirundung masyalah perceraian. Sebagai imam muda yang belum bermakan garam, saya menanyakan bagaimana solusi terbaik kepada teman pastor senior, yang juga merupakan wakil superiorku. Namun aku dikejutkan oleh jawabannya. "Nothing is everlasting under the sun. Tak ada yang kekal di bawah kolong langit ini." Demikian jawabnya santai. Ia menambahkan bahwa ada begitu banyak imam yang nota bene harus mempertahankan imamatnya hingga kekal, justru meninggalkan imamatnya. Kita mungkin memiliki teman yang dulunya seorang imam namun telah meninggalkan imamatnya. Lebih dari itu, ada begitu banyak pasangan hidup berkeluarga, yang pada awalnya diwarnai cinta menggebu-gebu terhadap pasangannya dan berjanji satu sama lain tak akan saling berpisah hingga kekal, kini justru berusaha meninggalkan pasangannya. Kata-kata pastor senior di atas nampaknya aneh, tetapi amat sangat nyata. "There is nothing everlasting under the sun. Tak ada yang kekal di bawah kolong langit ini", walau kita percaya ada kekekalan. Kita percaya Allah itu kekal, kita percaya ada kehidupan yang kekal. Namun itu adalah kekekalan dunia masa datang.

Temanku tadi masih menanti jawabanku, bagaimana membantu teman yang hidup perkawinannya kini bagaikan telur di ujung tanduk. Aku teringat sebuah kisah yang diceritakan oleh J. Allan Petersen. Petersen berkisah tentang seorang pastor yang dikunjungi oleh seorang ibu sambil membawa serta kebencian yang membara terhadap suaminya. "Aku tak hanya ingin agar ia menghilang dari hadapanku. Tetapi aku menginginkan agar ia mengalami hal yang sama seperti yang aku alami. Sebelum bercerai dengannya, aku akan berusaha untuk menyakitinya sedemikian dalamnya sebagaimana yang pernah ia lakukan terhadap diriku. Aku ingin menyakitinya lalu membuangnya bagaikan seonggok sampah."

Sang pastor dengan tenang memberikan sebuah anjuran yang amat bagus. "Aku setuju dengan rencanamu. Sakiti suamimu sebelum engkau menceraikannya. Tapi tahukah engkau cara yang terbaik untuk menyakitinya? Pulanglah ke rumahmu, dan berusahalah menunjukan betapa engkau seakan-akan mencintainya dengan sungguh. Ungkapkan itu baik lewat kata-katamu maupun lewat tindakanmu. Tunjukan bahwa engkau begitu mencintainya, bahwa engkau begitu care terhadap dirinya, bahwa engkau adalah seorang wanita yang tahu memaafkan, wanita yang mengayomi suamimu. Berikan kata-kata pujian kepadanya, dan katakan kepadanya bahwa engkau tak akan mungkin hidup tanpa kehadiran dirinya. Dan yakinlah bahwa suamimu akan amat tersentuh oleh perubahan dalam dirimu. Dan justru di saat itulah, buanglah bom yang kini engkau simpan, saat itulah katakan kepadanya bahwa engkau ingin menceraikannya. Yakinlah, saat itu suamimu akan mengalami penderitaan yang paling pedih dalam hidupnya, suatu penderitaan yang tak akan pernah dilupakan selama hidupnya."

Sang wanita tersebut setuju dengan anjuran sang pastor. Ia yakin bahwa suaminya tak hanya akan kehilangan dirinya, tetapi bahkan akan kehilangan hasrat untk hidup. Suaminya akan dilanda depresi yang teramat dalam. Ia kembali dan bertindak "seakan-akan" ia amat mencintai suaminya, seakan-akan ia amat care terhadap suaminya, seakan ia adalah seorang wanita yang sungguh mendengarkan.

Tiga bulan berlalu. Wanita tersebut tak pernah kembali mengunjungi sang pastor untuk menyelesaikan proses perceraian. Lalu sang pastor menelponnya dan bertanya; "Apakah anda siap untuk cerai?"

"Apa? Cerai? Aku kini tak pernah berpikir tentang perceraian. Aku menemukan bahwa aku sungguh amat mencintai suamiku." Jawab sang wanita tersebut. Ternyata tindakan "seolah-olah" itu telah mengubah perasaannya. Tindakan selalu berkata lebih kuat dari pada perasaan. Kemampuan untuk mewujudkan cinta in action selalu lebih kuat dari pada "perasaan" yang disembunyikan dalam hati.


Sumber : http://sugizo.wordpress.com/2009/12/06/membalas-dendam-sebelum-cerai/