“… semua orang yang disebutkan dengan namaKu, yang Kuciptakan untuk kemuliaanKu, “ (Yesaya 43:7)
Tuhan menciptakan manusia bukan supaya manusia hidup dan
berbuat sekehendak hatinya. Tuhan menciptakan manusia supaya manusia
tahu, ia harus memuliakan Allah Pencipta. lnilah tujuan kita diciptakan,
tujuan kita ditebus.
Waktu saya masih kecil saya selalu ingat suatu ayat
yang mengatakan, “muliakanlah Allah; muliakanlah Tuhan”. Lalu saya
berpikir, apakah Tuhan tidak malu, tidak sungkan, meminta orang
memuliakan Dia? Saya tidak mengerti, maka saya tanya guru sekolah minggu
saya. Guru menjawab, “Saya juga tidak mengerti!” Kalau guru tidak
mengerti, mana saya bisa mengerti? Tetapi saya merasa, pasti ada jawaban
dalam Kitab Suci, karena Allah tidak main-main. Kemudian saya temukan
dalam Kitab Suci, dua kali Allah berkata, “Aku tidak akan memberikan
kemulianKu kepada yang lain. Aku tidak mengizinkan kemuliaanKu
diberikan kepada ilah-ilah yang palsu.” (Yesaya 42:8)
Tidak lama setelah saya menjadi hamba Tuhan,
pemuda-pemudi menanyakan pertanyaan sama, “Mengapa Allah minta kita
memuliakan Dia?” Saya tanya kembali, “Sebelum kita memuliakan Allah,
apakah kemuliaan Allah sudah sempurna?” Jawabnya: sudah! Kalau kemuliaan
Allah sudah sempurna sebelum seseorang memuliakan Dia, mengapa Dia
minta lagi supaya kemuliaan diberikan kepadaNya?
Saya sebenarnya tidak mengerti, tetapi satu hal saya
mengerti. Matahari mempunyai cahaya sendiri, tetapi bulan tidak punya
cahaya sendiri. Bulan hanya memantulkan 8% dari cahaya matahari yang
diterimanya; dia menjadi reflektor untuk memancarkan kembali cahaya itu
kepada benda-benda lain.
Andaikata saya mengambil cermin lalu memakainya
sebagai reflektor untuk memantulkan kembali cahaya ke arah sumber cahaya
tersebut, apakah dengan demikian sumber cahaya itu bisa menjadi lebih
bercahaya? TIDAK! Tetapi di sini ada satu pengertian yang penting, yaitu
KEMBALI KEPADA ASAL ltulah maknanya!
Allah mau kita kembali kepada asal. Allah mau kita
hidup dalam arah yang benar. Berapa banyak orang yang mempunyai arah
hidup yang salah? Berapa banyak orang yang mempunyai suara yang bagus
tetapi tidak memakai suara itu untuk Tuhan? Berapa banyak orang yang
namanya kristen tetapi menyanyi di kelab malam? Berapa banyak orang yang
namanya anak-anak Tuhan tetapi menyanyi untuk memuja hawa nafsu? Di
sinilah letak perbedaan antara anak-anak Tuhan dan mereka yang tidak
mengenal Tuhan. Bagi anak-anak Tuhan, bakatku berasal dari Hu, uangku
berasal dari Hu, kesehatanku berasal dari Hu. Berapa banyak orang yang
dalam hal ini pun tidak mengerti! Mereka mengatakan, bakatku dariku,
kepintaranku dariku, semua sukses dariku, segala keunggulanku adalah
karena aku lebih dari orang lain.
Celakalah kalau kita menjadi orang yang tidak
mengetahui sumber. Celakalah kalau kita tidak mengerti, bahwa Tuhan
adalah sumber dari segala sesuatu yang kita terima. Sampai saat Roh
Kudus menggerakkan hati kita, barulah kita menjadi sadar bahwa
keberadaan kita pada hari ini adalah karena anugerah Tuhan saja.
Demikian dikatakan Paulus, “Karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang.” (I Korintus 15: 10)
Pada saat seorang Kristen mempunyai kesadaran
sedemikian, pada saat dia mengerti akan sumbernya, dia sudah melangkah
dalam hidup kerohaniannya ke pangkalan yang benar; dia berdiri di atas
batu karang yang benar. Dia tahu, dia adalah dia; dia diciptakan oleh
Tuhan, dia mempunyai kesehatan karena kemurahan Tuhan, dia menikmati
sukses karena Tuhan. Suaranya diberi oleh Tuhan, waktu dan hidupnya
berasal dari Tuhan. Kalau kesadaran ini sudah ada, mungkinkah seseorang
menjadi sombong, congkak, membanggakan diri dan merebut kemuliaan Tuhan?
Itu tidak mungkin!
Tetapi kesadaran jangan berhenti di situ saja.
Kesadaran itu harus mengarahkan kita kembali kepada Tuhan. Kalau
bakatku, suaraku, kesehatanku, berasal dari padaNya; kalau segala
sesuatu yang baik dalam hidupku berasal dari padaNya, apakah yang
seharusnya aku perbuat? Memakai semuanya untuk kemuliaan ALIah!
Kesadaran itu membawa kita bukan hanya ingat akan sumber, tetapi kembali
berarah kepada sumber.
Ketika saya berumur 17 tahun, oleh pekerjaan Roh
Kudus saya teringat akan cinta kasih Kristus di atas kayu salib. Sekali
lagi saya berkata kepada Tuhan, “Di sini hambaMu, aku doulosMu, aku
hambaMu, karena aku telah ditebus dengan harga tunai, dengan darah
Kristus yang mahal.” Dalam Alkitab, Petrus menyebut tentang darah yang
sangat bernilai, the precious blood of Christ( I Petrus I : 19).
Pertanyaan ini muncul satu kali saja dalam Alkitab – darah yang amat
berharga, darah dari anak Allah sendiri, yang telah menebus saya.
Siapakah saya? Saya adalah tebusan Tuhan.
Seorang pendeta yang tua sekali di Tiongkok, dalam
khotbahnya 50 tahun lalu berkata demikian, “Sebelum suatu barang saya
beli, barang itu milik toko. Setelah saya beli, barang itu milik saya.
Mengapa saya membelinya? Karena saya mau mempunyai hak milik atas barang
itu.” Apa sebabnya saudara ditebus oleh Tuhan? Apa sebabnya saudara
dibeli dengan darah yang begitu mahal? Karena Tuhan mau mempergunakan
hak milik atas dirimu! Saudara-saudara, Dia mau memakai saya, Dia mau
memakai saudara, dan Dia mau berkata kepada saudara, “Muliakanlah Aku
oleh karena darah AnakKu yang tunggal. Aku sudah menebus engkau, Aku
sudah membeli engkau dan sekarang Aku mau engkau memuliakan Aku.” Umat
Kristen memiliki agama yang bernyanyi. Kita tahu kita bernyanyi karena
ada yang kita puji, yaitu Tuhan penebus kita.
Lagu-lagu yang dikumandangkan dalam pergelaran
perdana Jakarta Oratorio Society berbicara tentang Kristus, Kristus,
Kristus. Kita diingatkan kembali akan Kristus, domba Allah, yang sudah
mati disembelih untuk mengangkut dosa dunia; domba Allah yang
membersihkan hati nurani kita masing-masing. Dia patut dipuji dan
dimuliakan. Marilah kita bersama-sama memuji Dia, bersyukur kepadaNya
dengan hati nurani yang bersih. Mari kita kembalikan kemuliaan kepada
Tuhan!
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar