Reaksi para pemimpin agama Yahudi
setelah menyaksikan Yesus membangkitkan Lazarus: resah, terancam dan
mulai memikirkan strategi untuk membunuhNya. Sebenarnya niat itu sudah
ada di Yoh.5 & 9, tapi di Yoh. 11 jadi meningkat, ingin
merealisasinya. Memang, sebelum Lazarus dibangkitkan, kita tak habis
mengerti: mengapa Yesus tak segera menyembuhkan Lazarus, orang yang
dikasihiNya itu sebelum dia terlanjur mati, malah menunggu sampai
setelah dia dikubur empat hari baru muncul di Betania? Karena itu adalah
saat, Dia menyatakan mujizat terbesar diantara tiga puluh lima mujizat,
yang Dia lakukan sepanjang hidupNya di dunia. Karena mujizat di Yoh.11
ini bukan sekedar mengisi kebutuhan jasmani ribuan orang, melainkan
mujizat yang sekaligus juga perang dengan kuasa setan dan kuasa maut:
merebut kembali orang yang dikuasai oleh maut. Membuktikan bahwa Dia
adalah Penghulu hidup. Karena sesungguhnya, tidak pernah ada seorang
manusia yang berkuasa mengalahkan maut. Sebab kuasa yang manusia miliki,
termasuk kuasa yang dimiliki oleh negara adidaya: Amerika, Rusia…
adalah sama: kuasa untuk membunuh. Bahkan seiring dengan kemajuan
tehnologi, senjata yang manusia pakai untuk membunuh juga terus
berkembang: dari batu, panah, panah berapi, senapan, bom atom, bom hydrogen,
bom nuklir…. Semakin besar kuasa seseorang, bukan semakin besar
kemampuannya untuk mengubah orang jahat jadi orang bermoral, melainkan
semakin besar kemampuannya untuk menghancurkan; membunuh.
Itu juga yang kita saksikan dalam diri
orang Parisi, setelah mereka menyaksikan Yesus membangkitkan Lazarus,
justru semakin berniat untuk membunuh Yesus. Mengapa? Karena orang
berdosa hanya memikirkan kesenangan dan keuntungan diri. Bahkan tak
segan-segan menyingkirkan sang Penghulu hidup. Istilah yang terdapat di
Kis.3:15, “kau telah membunuh Penghulu hidup. Tapi Allah membangkitkan
Dia dari kematian”. Mengerikan, bukan? Dan yang lebih mengerikan adalah:
berani memperalat agama, yang seharusnya memberi pengharapan, cinta
kasih, damai, rasa saling menghormati…. pada manusia itu untuk membunuh
sang Pemberi hidup. Di Yoh. 11, kita menemukan beberapa statemen penting
yang Yesus ucapkan sebelum dan sesudah Dia membangkitkan Lazarus:
“singkirkan batu itu!” “Lazarus, keluar!” “Bukalah ikatan yang
membelenggu dia, agar dia dapat berjalan”. Tiga point itulah yang kita
implimentasikan dalam penginjilan, minta Tuhan menyingkirkan batu yang
menghalangi manusia, agar mereka mampu keluar dari kematian dan
melepaskan mereka, agar mereka dapat menikmati hidup bebas di dalam Roh
Kudus. Selain ketiga statemen diatas, juga ada statemen yang Yesus
katakan pada Allah; BapaNya: “Aku bersyukur padaMu, karena Kau sudah
mendengarkan Aku….”. Di seluruh Alkitab terdapat belasan catatan tentang
orang mati dibangkitkan. Di P.L., dua orang nabi: Elia dan Elisa,
masing-masing pernah membangkitkan seorang anak di masa hidupnya.
Setelah Elisa mati, pernah ada satu mayat yang terkena pada
tulang-belulangnya dan bangkit. Yehezkiel melihat akan visi orang-orang
yang dibangkitkan. Lalu di P.B., Yesus membangkitkan tiga orang: Anak
perempuan Yairus yang berusia 12 tahun. Anak dari janda di kota Nain,
seorang pemuda, yang jasadnya sedang diusung ke kubur. Lazarus yang
sudah dikubur empat hari. Saat Yesus disalib, ada sekelompok orang yang
bangkit, menyatakan diri pada banyak orang di Yerusalem. Yesus sendiri
bangkit dari kematian. Setelah Yesus naik ke sorga, Petrus membangkitkan
Dorkas, wanita Kristen dewasa yang sangat murah hati, suka mendermakan
uangnya pada orang-orang miskin. Paulus membangkitkan Eutikhus, pemuda
yang mengantuk saat mendengar khotbah dan terjatuh dari lantai tiga. Di
hari Kiamat, ada dua orang yang akan dibangkitkan. Jadi, sebelum Yesus
inkarnasi ada dua orang nabi yang pernah membangkitkan tiga orang. Dan
setelah Yesus naik sorga, ada dua rasul yang pernah membangkitkan dua
orang. Tapi Yesus sendiri, membangkitkan tiga orang; rekor tertinggi di
sejarah. Bukan saja demikian, saat Yesus membangkitkan orang mati juga
sangat berbeda dengan saat Elia dan Elisa, Petrus dan Paulus. Karena
sebelum keempat orang itu membangkitkan, selalu berdoa dulu pada Allah.
Mengapa? Karena mereka bukan Allah, hanya manusia Allah cipta dan Allah
panggil jadi hambaNya, melayani Dia. Maka sebelum mereka membangkitkan
harus minta pertolongan, konfirmasi, penyertaan Allah dulu. Apakah
sebelum Yesus Kristus membangkitkan juga perlu berdoa? Tidak pernah dan
tidak perlu. Karena Dia adalah Allah. Maka, kalau kita tak dapat
membedakan Yesus dan pendiri agama, nabi, rasul, iman kita buta adanya.
Ingat: Christ need not to pray for the power to rais the death. Because He Himself is God,
Dia dapat mengerjakan pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah.
Maka saat Dia membangkitkan anak Yairus, cukup mengatakan: “talitakum”;
Aku memerintahkan kau bangun! Dan kepada anak tunggal dari janda di
kota Nain, yang sedang diusung ke kubur itu, Dia cukup dengan memegang
kayu pengusung sambil berkata: hai anak muda, Aku memerintahkan kau
bangkit. Demikian juga saat membangkitkan Lazarus, orang ketiga yang Dia
bangkitkan, Dia juga tak berdoa. Mungkin kau berdalih: bukankah Dia
mengatakan sesuatu yang cukup panjang pada BapaNya (ay.41)? Perhatikan: what did Jesus say, before He raises Lazarus, who had buried for four days?
Dia menengadah ke atas dan berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur
kepadaMu….” — Dia bukan berdoa tapi bersyukur. Apa bedanya berdoa dan
bersyukur? Doa seorang panjatkan saat dia membutuhkan sesuatu. Tapi
syukur adalah pernyataan terimakasih seorang. Bandingkan dengan doa Elia
sebelum menaikkan korban bakaran: “Tuhan, turunkan api sorga dan bakar
habis korban bakaran ini. Show Your people, that You are the only God and I am Your servant”. Yesus bukan berdoa, tapi bersyukur, karena Bapa selalu mendengarkan Dia.
Kita pernah membahas tentang tata bahasa
yang Alkitab pakai dalam menuliskan janji Tuhan, yang Dia sampaikan
dalam bentuk nubuat; prophecy: sesuatu yang belum terjadi (not yet happen) tapi pasti akan terjadi (will happen in the future). Alkitab bukan menggunakan future tense tapi past tense — indah luar biasa, bukan? Karena saat Allah mengatakan: “Aku akan…” yang seharusnya mengacu pada future itu justru menggunakan past tense;
bagai kita sudah mendapatkannya. Mengapa begitu? Guna menegaskan bahwa
janjiNya tak akan pernah berubah. Sama seperti hal-hal yang telah
terjadi di sejarah, yang sudah lewat, tak ada yang dapat mengubahnya.
Begitu juga janji Tuhan, pasti akan terwujud. Itulah yang Yesus
maksudkan: “you had heard Me” — Lazarus pasti bangkit, maka Aku
tak perlu berdoa minta untuk hal itu. Itu sebab, banyak kebenaran yang
tersimpan di dalam peristiwa besar ini, yang harus kita pelajari. Ada
kalanya kita juga bertanya-tanya: Tuhan, mengapa Kau tunggu sampai
anakku sudah mati baru Kau kirim hambaMu datang?…. karena kita tak
mengerti apa yang sedang Tuhan kerjakan dan tak sabar menunggu, langsung
marah-marah padaNya, mengeritik Dia, dan menuding Dia salah. Begitu
juga dalam pelayanan saya, kadang-kadang saya harus “sabar” terhadap
orang-orang yang berkata: “pak Tong mesti begini – begitu”, karena
pikirnya, saya tidak tahu. Padahal sesungguhnya, sebelum saya
mengerjakan sesuatu, sudah lama memikirkan dan mempertimbangkan semua
kemungkinan. Jadi, apa yang saya kerjakan sekarang sebenarnya sudah saya
rencanakan tiga puluh tahun silam. Dan apa yang saya rencanakan
sekarang, kelak, kau yang mewujudkan. Jadi, saat kau melihat saya mengconduct Symphony Orchestra,
mungkin kau kira saya baru mempelajarinya. Padahal empat puluh lima
tahun silam, saya sudah menghafalnya. Dengan kata lain, saya sudah
mempersiapkan secara matang baru mewujudkannya. Contoh, setelah sepuluh
tahun bekerja-sama dengan Pelayanan Bagi Yesus di Surabaya
menyelenggarakan Surabaya Seminar. Baru memulai SPIK (Seminnar Pembinaan
Iman Kristen) di Jakarta. SPIK pertama, kedua dan ketiga diadakan di
Gedung Granada. SPIK keempat baru pindah ke Balai Sidang. Begitu juga
rencana mendirikan Gereja Reformed. Awalnya, hanya saya lontarkan pada
nyonya saya. Kapan? Th. 1979. Kapan baru diwujudkan? Th. 1989 — selang
sepuluh tahun. Mengapa begitu lama? Menunggu waktu Tuhan. Itu sebab,
meski saya lambat dalam banyak hal: menikah, mendirikan gereja, sekolah
Kristen….. Tapi, hampir tak ada yang saya sesali di kemudian hari.
Karena tidak terlalu cepat melangkah, tapi juga tak menunda-nunda terus.
When the God’s time is up, do it with no hesitate, no delay, no compromise.
Dari mana saya dapatkan cara kerja ini? Pasal ini, setelah Yesus
Kristus mendengar Lazarus sakit, terkesan menunda-nunda waktu.
Sebenarnya tidak! Tapi His time is not yet up. His timetable is different from us.
Dan ketika waktuNya tiba, Dia datang di kuburnya. Meski bagi manusia,
Dia datang terlambat; sudah tak ada yang bisa Dia perbuat. Tapi Dia
tahu, You have heard Me; rencana Allah pasti digenapi. Maka
saat Marta mengeluh: “Tuhan, dia sudah dikubur empat hari….”, Dia tidak
minta maaf. Karena Dia tahu, semua itu terjadi guna membuktikan: Lazarus
memang sudah betul-betul mati. Kalau Lazarus baru mati dua menit lalu
dibangkitkan, orang pasti mengira dia hanya mati suri; tak percaya akan
kuasa kebangkitanNya. Dunia medis pernah beberapa melakukan hal yang
konyol: terlanjur melakukan sesuatu yang sangat fatal atas orang yang
dikiranya sudah mati.
Pernah ada seorang menulis surat wasiat:
setelah aku mati, aku ingin mendonorkan mataku untuk orang buta. Maka
suatu hari, saat dia menunjukkan tanda-tanda kematian, orang tak
mengeceknya lebih lanjut, langsung mencungkil matanya. Membuatnya dia
bangun dalam keadaan buta. Maka setelah mendengar keluhan Marta, Yesus
justru menegur dia: “bukankah Aku pernah mengatakan padamu: if you got faith, you will see the glory of God?” He did not say, if you see the glory of God, then you should have faith — konsep Karismatik, kaum injili yang dangkal. Sementara Reformed presupposition is: you should have faith, then you will…; you should have faith first.
Iman harus mendahului pengetahuan, pengalaman, perasaan, mujizat… taat
dulu, pegang janjiNya, baru Dia menyatakan kemuliaanNya,
penyertaanNya, anugerahNya dan kuasaNya pada kita. Mengapa Tuhan Yesus
menegur Marta, bukankah setiap kali Dia berkunjung, Marta selalu sibuk
menjamuNya? Karena Marta sama dengan banyak orang Kristen lain, mengaku
diri cinta Tuhan, giat melayani, tapi tak mengerti doktrin Reformed;
imannya kacau. Maka Yesus menegur dia: “I’d told you already…” What does it means? You never listen carefully to the word of God. Jadi,
dengarlah firman Tuhan dengan seksama, jangan sambil mendengar firman
sambil menoleh ke sana – ke mari: siapa yang hari ini tak hadir, pakaian
siapa yang paling bagus.., mana mungkin dapat mendengar dengan
konsentrasi? Biar kita meneladani Maria: mendengar firman dengan teliti,
sungguh-sungguh ingin mengerti, agar firman Tuhan masuk ke dalam hati
kita, membuat kita tidak terus mengulang-ulang kegagalan yang pernah
kita perbuat. Saat Yesus ingin ke kubur Lazarus, Marta sempat berpikir:
untuk apa ke sana, jasadnya saja sudah berbau busuk? Tapi Yesus tak
peduli akan apa yang Marta pikirkan. Karena He had His schedule.
Dia tetap ke kubur, dan wibawaNya yang besar membuat orang-orang Yahudi
tak bisa tak mengikut Dia. Meski mungkin ada juga yang berpikir dalam
hatinya: gila! Lazarus sudah dikubur empat hari, apa yang bisa Dia
lakukan? Hanya saja tak berani bicara. Begitu Yesus tiba di kubur, Dia
memerintahkan: “singkirkan batu itu!”. Karena orang Yahudi meletakkan
jenazah di dalam gua dan menutup rapat-rapat dengan batu besar, yang
paling sedikit harus didorong oleh tujuh orang, sehingga bau bangkai tak
merebak ke luar. Jadi, untuk menjalankan perintah Yesus itu paling
sedikit membutuhkan tujuh orang. Tentu tidak mudah, bukan? Karena
ketujuh orang itu selain harus sehati, juga harus siap untuk tahan
napas, karena setelah batu digulingkan, bau bangkai yang sangat
menyengat pasti akan keluar dari sana. Tapi karena Yesus yang memberi
perintah, ada saja orang-orang yang siap menjalankan perintahNya. Setelah
batu disingkirkan, Yesus mengatakan statemen yang kedua: “Lazarus,
keluar!” — perintah yang Dia tujukan pada orang mati. Mungkinkah orang
yang sudah mati mendengar perintahNya? Ini adalah sesuatu yang transcend logic, illogical. Tapi itu adalah fakta, Tuhan memanggil kita pada saat kita masih mati. Dan itu juga merupakan paham dari Reformed theology: the grace of God is prior to human’s response.
Orang Kristen Baptis mengeritik: “Reformed, Presbiterian salah:
membaptis anak yang belum bisa percaya” Kalau ditanya: “salahnya
dimana?” “Alkitab mengatakan, barangsiapa percaya dan dibaptiskan, dia
diselamatkan” “baca kalimat berikutnya” “tetapi barangsiapa tak percaya,
dia binasa” “Jadi, apa yang ditekankan: baptis atau percaya?” “Percaya.
Tapi seorang anak toh belum dapat menyatakan percaya pada Tuhan” “Mana
mungkin dia, yang mati rohani dapat berrespon pada Tuhan? Kecuali kita
beroleh anugerahNya. Maka Tuhan Yesus memanggil Lazarus, waktu dia mati;
terbaring di kubur. Mana mungkin dia mendengar? Ingat: di hadapan
Allah, tak ada orang mati; semua orang hidup. Hanya saja: ada yang hidup
di dalam kematian, ada yang hidup di dalam kehidupan? Apa maksudnya?
Ada yang hidup di dalam kematian; dosa, ada yang hidup di dalam hidup
baru yang Roh Kudus karuniakan. Maka saat kita mati di dalam dosa:
berzinah, berjudi, pencandu narkotik….. Tuhan memanggil kita dan kita
dan harus memberikan respon. Sama seperti Lazarus, waktu dia mati, Tuhan
Yesus memanggil dia: “Lazarus, keluar!” dan kata Alkitab: orang mati
itupun keluar — mengandung arti yang sangat dalam. Ini adalah kali
keempat dalam hidup saya membahas Injil Yohanes. Dan semakin membahas
justru semakin kagum akan firman Tuhan: Jesus did not say to the living one, He cried to the death Lazarus.
Dan Dia bukan mengatakan: Lazarus bangkit. Karena jika Lazarus tak
bangkit, tentu dia tak akan keluar dari kubur, bukan? Lazarus keluar
dari kubur adalah bukti bahwa kuasa kebangkitan sudah berlaku atasnya.
Mengapa bisa begitu? Karena You have heard Me: You had done your part, and now, I called upon his name. And the death one listen to My calling,
keluar dari kubur. Sekali lagi membuktikan, di hadapan Allah, tak ada
orang mati! Juga perhatikan, Yesus bukan berseru: hai orang mati,
keluar, maka Lazarus keluar. Tapi “Lazarus, keluar!” dan orang mati
itupun keluar. Karena kalau Dia berseru: hai orang mati, keluar! semua
orang mati akan keluar dari kubur. Maka Dia memanggil namanya: Lazarus….
menegaskan soal individual calling. Not as Karl Barth said: we are collectively called in Christ. Paulus
juga mengatakan: “pada waktu aku masih di rahim ibuku, Dia memanggilku”
– panggilan pribadi. Petrus juga dipanggil secara pribadi, saat dia di
pantai. Jadi, Tuhan memanggil kita satu per satu; He called upon your name:
Lazarus….! sehingga tak mungkin ada orang lain yang bisa ikut-ikutan.
Karena panggilan Tuhan pada Stephen Tong adalah panggilan pribadi. Dan
Stephen Tong should respond to God individually. Because we are created individually, distinctively, so we should react to God individually. Jadi
saat Yesus memanggil Lazarus, hanya dia yang mendengar panggilan itu,
dan hanya dia yang keluar dari kubur. Mungkinkah ada yang ikut-ikutan
dengannya? Tak mungkin! Karena yang Tuhan Yesus panggil adalah Lazarus,
bukan yang lain. Jadi, waktu panggilan Tuhan tiba pada seseorang, dia
harus berrespon. Bahkan Lazarus yang sudah dikuburkan empat haripun
harus bangun dan keluar dari kubur. Menandakan kuasa kebangkitan Tuhan
sudah berlaku atasnya, memampukan dia berdiri dan keluar dari kubur —
mengindikasikan dia sudah diselamatkan. Hanya saja, tubuhnya masih
dibalur dengan empat puluh lima kilo rempah-rempah, dililit pula dengan
kain kapan yang + empat puluh lima meter panjangnya. Jadi, masih
terikat. Begitu juga saat kita diselamatkan, belum terlepas dari
dosa-dosa berzinah, berjudi…. Karena kita memang dibangkitkan pada saat
kita mati. Persis seperti yang tertulis di Ef. 2:1, when we die in sin, and He call us. So we have to react to His calling, bukan atas kemauan kita, namun atas anugerahNya, datang padaNya dan mengakui diri kita yang Dia panggil itu masih terbelenggu.
Dua minggu lalu, papa dari Ev. Alwi
Syaaf, rekan yang kita kasihi meninggal dunia. Saya percaya, di
saat-saat terakhir, dia menerima Tuhan Yesus. Mengapa menunggu sampai
saat terakhir? Karena dia adalah orang baik. Dan orang baik sering kali
merasa diri kurang baik; tak layak. Masalahnya, apakah Tuhan memang
menunggu kita sudah suci mutlak baru memanggil kita? Tidak, itu adalah
konsep yang salah. Ingat: Dia memanggil kita waktu kita mati; masih di
dalam dosa. Bagaimana keadaan Lazarus saat keluar dari kubur: apakah
masih terikat? Ya. Mengapa? Karena dia sudah mati, jasadnya dililit
dengan kain kapan dan dimasukkan ke dalam kubur. Dan ingat, orang yang
membutuhkan hidup baru, yang harus memberi respon pada panggilan Tuhan
adalah orang yang terbelenggu. Maka setelah seorang bangkit; selamat,
dia perlu mendengar firman. Karena mendengar firman yang benar dapat
membuat dia yang tadinya belum Reformed pelan-pelan tergugah dan jadi
Reformed. Sebab Reformed is in making, not Reformed already. Begitu juga orang-orang yang belum mengenal Kristus harus dibawa mengenal Dia lewat penginjilan. Karena Christianity in making. And Reformed Christian is in making. Di
antara kita pasti banyak orang yang dulunya bukan Reformed, tapi
semakin hari semakin sadar akan pentingnya teologi Reformed. Kata Os Guinness: we speak only to the thingking people. Tapi Stephen Tong: we speak to people and cause them to think. Bedanya: already
– fix and in making – process. God is always doing everything in
process, to make something which is not possible become possible, to
make whom, who are non Reformed become Reformed, non Christian become
Christian. So you do not need to wait untill everything is fine
then you do something for God. You do God’s work to make something to
be done, to create a chance, an improvement, and that is a changing
process. Ini penting sekali. Adakah Yesus memerintahkan orang-orang
membukakan ikatan Lazarus dulu baru menyuruhnya keluar? Tidak! Tapi
menyuruh dia keluar dulu. Begitu juga saat kau percaya Yesus, mungkin
masih terikat dengan perjudian, perzinahan….. dosa-dosa. Yang penting,
saat kau mendengar firman Tuhan, kau yang masih terikat, bukan memegangi
ikatan dan membuang firman Tuhan, tapi peganglah firman Tuhan dan
buanglah ikatan — proses. Ingat: kita memang tak sempurna, tapi we are in making, kita diubah dan diubah, sampai saat bertemu dengan Tuhan di sorga, Dialah yang akan menyempurnakan kita. Teologi John Wesley mengajarkan: manusia bisa jadi sempurna, saat dia di dunia. Tapi teologi Reformed mengajarkan: we are not able to be perfect with our own effort. But we shall be made perfect at that day —
pasif. Jadi saat kita mendengar firman, Seminar, mempelajari filsafat,
biar kita terus bertumbuh, jadi semakin kudus, semakin dekat Tuhan.
Sampai saat di sorga, we will be made perfect. Saat Yesus membangkitkan Lazarus, Dia berseru: 1. singkirkan batu itu! 2. Lazarus, keluar! Dan Lazaruspun berreaksi. Maka man is not what he thinks or what he acts or what he feels, man is what he reacts before God. Lazarus keluar — dia sudah hidup lagi. Tapi apakah dia bisa bebas bergerak? Belum; karena ikatannya belum dilepas. Maka 3. release him. Jadi, not only removed the stone, but remove all things which had bounded him,
agar dia dapat berjalan dengan bebas. Inilah langkah-langkah kau jadi
orang Kristen: mendengar firman saat kau masih mati, dan firman akan
menghidupkanmu, memberimu kekuatan untuk keluar; bukan terus di dalam
kubur. Jadi jangan terus berkutat di dalam dosa, tapi melangkah dengan
berani. Meski sulit, karena masih terikat. Yesus akan membebaskanmu dari
belenggu; kebiasaan berjudi, berzinah, kecanduan narkotik, malas,
ragu…. Dan Dia menyuruhmu berjalan; bukan dipapah. Sudah berapa lama kau
jadi orang Kristen, mengapa kau masih belum berani berjalan: menginjili
orang-orang di sekitarmu, memberi perpuluhan, menolong sesamamu? Yesus
menginginkan kau: walk. So you should practise your faith in your daily life. Minggu depan kita teruskan dengan: apa yang terjadi sesudah Lazarus dibangkitkan?
(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.nusahati.com/2012/11/empat-statement-penting-di-depan-kubur-lazarus/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar