Add caption |
Dalam Mazmur 24:7-10, kita membaca mengenai adanya
pintu kekekalan yang dibuka menyambut seorang pemenang untuk
selama-lamanya. Di Vatikan, di dalam Gereja Basilica of Saint Peter, ada
pintu yang hanya boleh dibuka satu kali dalam 50 tahun. Pada waktu
mereka membuka pintu itu, kadang-kadang mereka membaca ayat ini. Mereka
menganggap itu merupakan suatu upacara yang agung sekali. Sebenarnya
pintu itu tidak mempunyai makna yang terlalu berarti bila dibandingkan
dengan ayat- ayat yang tercantum di sini.
“Semua pintu gerbang, terbukalah!” Untuk siapa pintu
yang kekal dibuka? “Untuk raja yang pernah berperang di dalam medan
peperangan.” Siapakah raja yang pernah menang perang di medan
peperangan? “Yaitu yang diutus oleh Yehovah, yang menjadi Tuhan di atas
segala sesuatu.”
“Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan
terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja
Kemuliaan!” Siapakah dia itu Raja Kemuliaan? “Tuhan semesta alam, Dialah
raja semesta alam, Dia Raja Kemuliaan.”
Tapi Dia pernah datang, pernah dicobai, pernah diberi
kesempatan untuk berjuang dan bertarung dengan kuasa-kuasa kejahatan.
Iblis berusaha meremukkan dan menjatuhkan Dia. Tetapi Dia naik ke surga.
Ini membuktikan bahwa Dialah Raja yang mulia, Raja yang menang, Raja
yang pernah bertempur di dalam medan pertempuran rohani menggantikan
engkau dan saya.
“Hai pintu gerbang, gerbang yang mulia, pintu yang
kekal, bukalah! Angkatlah kepalamu, bukalah pintumu menyambut Yesus
Kristus sebagai yang menang!”
Di dalam Pengakuan Iman Rasuli tertulis, “Dia naik ke
surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa”. Bagian ini jangan dimengerti
sebagai suatu lokasi atau semacam pengertian secara tata ruang. Jikalau
Yesus betul- betul berada di sebelah kanan, berarti ada lokasinya.
Bukankah ini juga berarti bahwa Bapa berada di sebelah kiri Yesus?
Jikalau Bapa berada di kiri, lalu Yesus di kanan, yang mana yang lebih
besar? Yang kanan atau yang kiri? Lalu, di manakah Roh Kudus? Bila
demikian, hal ini akan mengaburkan arti rohaninya. Padahal pengertian
tempat seperti itu mempunyai arti rohani yang jauh lebih dalam.
Di dalam pemikiran Kitab Suci, tempat kanan mempunyai tiga arti.
Arti pertama, Yesus Kristus adalah orang yang sudah diterima dengan sukacita oleh Tuhan Allah. Ini adalah delighted decision.
Suatu tempat yang diterima dengan baik, suatu tempat yang diberikan
karena yang memberi begitu senang kepada Dia. Kristus adalah Anak
kesayangan Bapa. “Dengarlah Dia! Dengarlah Anak yang Aku suka ini.”
Arti kedua, tempat sebelah kanan berarti tempat
pemenang. Setelah orang yang bertempur dalam medan peperangan pulang, ia
diberikan tempat di sebelah kanan oleh raja. Jenderal yang menang,
jenderal yang begitu penting, duduk di sebelah kanan. Yesus Kristus
menjadi pemenang di dalam medan peperangan. Itu sebabnya Ia duduk di
sebelah kanan Bapa.
Ketiga, tempat kanan berarti tempat penguasa. Tuhan
memberikan kekuatan, kuasa, dan mandat yang melampaui apapun di bumi
kepada-Nya. Itulah kuasa yang diberikan kepada Yesus Kristus.
Puji Tuhan! “Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu
gerbang! Dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad,
supaya masuk Raja Kemuliaan. Siapakah Dia, Raja Kemuliaan itu?” Itulah
Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan
Bagian kedua diambil dari Matius 28:18, dst. Yesus
Kristus bukan saja seorang pemenang, tapi Dia naik ke surga. Sewaktu
naik ke surga, Dia memberikan suatu amanat yang paling agung kepada
semua orang yang mengikuti Dia.
Pada zaman reformasi, orang-orang reformasi,
khususnya yang berada di Jenewa, menganggap amanat agung hanya diberikan
kepada rasul-rasul pada waktu itu. Ini merupakan suatu kelemahan besar
yang mengakibatkan kira-kira selama dua abad orang-orang reformasi,
orang-orang Lutheran, hanya mengerjakan penggembalaan di Eropa. Mereka
tidak mengutus orang keluar untuk mengabarkan Injil. Karena
kesalahtanggapan itu, akhirnya gereja menjadi lemah dalam penginjilan.
Lambat laun Tuhan membangkitkan orang-orang untuk
membawa kita kembali kepada visi yang benar, bahwa penginjilan itu bukan
tugas gereja mula- mula saja. Penginjilan bukan sudah tidak ada, tetapi
ada pada setiap zaman. Para rasul dan para nabi memang sudah tidak ada.
Namun, fungsi- fungsi kerasulan dan kenabian masih tetap ada. Jadi,
yang diutus mewakili Tuhan untuk berbicara adalah fungsi yang masih
berada dalam segala zaman. Maka kita juga harus menegaskan hal ini.
Pengertian tentang kesadaran semacam ini akan mengubah dan menggugat
kembali tugas kita terhadap dunia ini.
Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia dan jadikan
segala bangsa murid-Ku.” Ini merupakan suatu penanaman visi, semacam
pikiran yang begitu besar kepada gereja. Bila suatu zaman tidak memiliki
visi, maka zaman itu akan penuh dengan kekacauan. Gereja yang sudah
kehilangan ketajaman dalam melihat visi akan menjadi tidak berdaya,
tidak dinamis lagi. Namun, bila visi itu kembali dipertajam dan
menggugah hati manusia, mau tidak mau gereja akan menjadi militan dan
dinamis di dalam pelayanan.
Begitu banyak orang Kristen yang malas, yang imannya kendur, yang hidup rohaninya begitu sembarangan dan etikanya begitu tidak bertanggung jawab karena sudah kehilangan ketajaman dan keinsyafan tentang visi dan mandat dari Tuhan!
Tetapi puji Tuhan! Yesus bukan memberikan suatu khotbah dan amanat yang
agung itu kepada mereka di tempat sembarangan. Mereka naik ke gunung
dan di atas gunung itu Yesus mengutus mereka.
Pada waktu naik ke atas bukit, berada di tempat yang
tinggi, kita akan melihat suatu dataran yang lebih besar. Kita akan
mempunyai pemandangan yang jauh lebih luas dan di situ Tuhan membentuk
suatu pemikiran atau semacam wawasan yang luas bagi orang-orang yang mau
mengabarkan Injil. Barangsiapa yang tidak mempunyai hati yang luas,
yang tidak mempunyai pandangan rohani dengan wawasan yang luas, tidak
mungkin mempunyai penginjilan yang kekuatannya lebih besar daripada
pelayanan yang lain. Di sini kita melihat, gereja harus kembali mengikuti teladan dan menaati perintah Yesus Kristus.
Kenaikan Kristus ke surga bukan hanya merupakan suatu catatan sejarah, tetapi juga suatu amanat. Dia pergi dan tugas-Nya dikerjakan oleh engkau dan saya. Barangsiapa merayakan hari kenaikan Kristus, dia juga harus mengingat pesan Yesus sebelum Ia pergi.
Pesannya adalah “Pergilah ke seluruh dunia, jadikan
segala bangsa murid-Ku. Apa yang Aku katakan kepadamu ajarkanlah mereka,
supaya mereka menjalankannya dan engkau yang mengabarkan Injil akan
Kusertai, sampai kesudahan, sampai selama-lamanya.”
Selanjutnya, kita akan melihat apa yang dikaitkan
dengan kenaikan Yesus ke surga. Dalam Yohanes 16:7-8, tertera suatu
perjanjian yang lebih penting lagi. Jikalau Yesus Kristus, yang sudah
memberikan perintah untuk pergi mengabarkan Injil ke seluruh dunia hanya
membiarkan pengikut-pengikut-Nya dengan keadaan yang begitu sulit,
dengan penganiayaan-penganiayaan yang kejam, yang ganas dan tidak
berperikemanusiaan, bukankah Ia adalah Tuhan yang meletakkan kewajiban
dan pergi melarikan diri? Tetapi bukanlah demikian. Alkitab mengatakan,
“Aku pergi justru berfaedah besar bagimu. Aku pergi untuk kamu karena
jikalau Aku tidak pergi Roh Kudus tidak turun.” Di sini Yesus Kristus
mengaitkan kenaikkan-Nya ke surga dengan rencana yang berkesinambungan
di dalam konsistensi pikiran Tuhan Allah yang kekal.
Allah bukanlah Allah yang tidak berprogram. Allah
adalah Allah yang mempunyai program yang tertinggi. Allah adalah Allah
yang mempunyai cara berorganisasi dan mempunyai cara pemikiran dan
jadwal yang paling tepat. Itu sebabnya Tuhan berkata, “Jikalau Aku tidak
pergi, tidak ada faedahnya bagimu. Tetapi jikalau Aku pergi,
kepergian-Ku akan mendatangkan keuntungan bagimu, sebab setelah Aku
pergi, Roh Kudus akan dikirim turun dan menyertai serta menjadi
penghibur bagimu.”
Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang
naik ke surga adalah Kristus, Raja pemenang. Siapakah Kristus yang naik
ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang mengutus kita
mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Kristus yang naik ke surga?
Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang bersama dengan Bapa
mengutus Roh Kudus menjadi pendamping bagi gereja.
Jikalau kita melihat abad pertama, kita mengetahui
bahwa orang Kristen bukan saja minoritas. Orang Kristen berada di
kalangan bawah. Kebanyakan yang menjadi orang Kristen adalah budak,
nelayan, orang miskin, orang di pasar, dan sedikit sekali
pejabat-pejabat tinggi, konglomerat, atau orang-orang penting di dalam
masyarakat yang beriman kepada Yesus Kristus. Dari antara 12 murid
Yesus, kita melihat begitu banyak nelayan yang dipanggil. Pengaruh
mereka mulai dari grass-root, mulai dari lapisan yang paling bawah
sekali.
Yesus menjadi teman dari pemungut cukai, dari orang-orang berdosa. Ia menerima orang-orang yang dibuang oleh masyarakat.
Melalui kira-kira 300 tahun, kita melihat pengaruh
kekristenan sudah mengakibatkan Raja Konstantin akhirnya harus berlutut
di hadapan Yesus dan mengakui Dia sebagai Tuhan. Di sini kita melihat di
dalam 300 tahun permulaan itu, gereja mengalami penganiayaan,
pengucilan, pembunuhan, dan penyiksaan. Begitu banyak martir yang mati
mengalirkan darah, mati syahid bagi kepercayaan dan iman kekristenan
yang mereka yakini.
Siapakah yang memberikan kekuatan? Bagaimana mereka
bisa bertahan bila tidak ada penolong yang setiap saat berada dengan
mereka, yang mempunyai kuasa ilahi, yang berada di tengah-tengah mereka?
Siapakah Penolong itu? Dialah Roh Kudus.
Maka Yesus berkata, “Aku harus pergi. Aku pergi, maka
Dia akan datang. Aku pergi dan bersama dengan Bapa mengirim Roh Kudus
agar turun ke atas kamu. Roh Kudus turun ke atas kamu, maka kamu akan
berkuasa.” Berkuasa atas apa? Berkuasa atas penderitaan, penganiayaan, dan segala kesulitan sehingga engkau dapat tetap memegang imanmu.
Sebagaimana dalam Perjanjian Lama, umumnya masyarakat
saat ini memahami kuasa Allah melalui pertolongan dan kelancaran hidup
serta pemberian berkat secara materi atau jasmani. Tetapi kuasa yang
kita lihat dalam Perjanjian Baru setelah Kristus naik justru sama sekali
terbalik. Kalau Tuhan berkuasa, kenapa tidak menyembuhkan saya? Kalau
Tuhan berkuasa kenapa tidak menyertai? Kalau Tuhan berkuasa, kenapa
situasi politik dan situasi ekonomi begitu jelek? Kalau Tuhan berkuasa,
mengapa Nero saja bisa menganiaya rasul? Bisa memaku mati Petrus secara
terbalik? Di mana kuasa Tuhan?
Kekristenan justru memahami kuasa dari kerajaan Tuhan
secara antitesis. Di dalam penganiayaan, di dalam kesulitan, di dalam
desakan, di dalam kesempitan, di dalam segala sesuatu: kesulitan,
sengsara, penderitaan politik, ekonomi dan apa pun juga, iman orang
Kristen tidak berkompromi. Orang Kristen tidak menyerah kepada musuh.
Itulah kuasa Roh Kudus.
Saya sangat takut kalau gereja sudah menjadi sangat
kaya. Saya sangat takut kalau hamba Tuhan sudah beroleh segala
kelonggaran sehingga tidak lagi bersandar kepada Tuhan. Padahal melalui
kemiskinan dan kesulitanlah iman kita memiliki kesempatan untuk dilatih
agar memiliki suatu kekayaan rohani. Sebaliknya, saat kita sudah
mempunyai segala sesuatu, kita menjadi sangat miskin di dalam iman.
Tuhan berkata, “Aku pergi dan Aku mengirim Roh Kudus.
Roh Kudus mendampingi engkau, saat engkau diutus ke dalam dunia sebagai
utusan Tuhan.”
Saya minta maaf jikalau saya harus memakai suatu
kalimat, bahwa itulah pengutusan yang paling kejam dalam sejarah. Jangan
heran kalau ada orang Kristen yang dibunuh. Jangan heran kalau gereja
dianiaya. Jangan heran kalau kadang-kadang kita dibiarkan miskin dan
sulit luar biasa. Jangan mengomel apalagi heran karena itu cara
pengutusan dari Tuhan. “Aku mengutus engkau seperti domba di tengah-tengah kawanan serigala!”
Bukankah itu hal yang paling kejam? Coba Saudara bayangkan, seekor
domba yang dikelilingi oleh kawanan serigala yang begitu kejam. Serigala
yang mempunyai gigi begitu tajam, sifat yang begitu keras, kelompok
yang begitu banyak kawannya. Itulah namanya utusan Tuhan. “Aku mengutus
engkau seperti domba di tengah-tengah serigala.”
Itu sebabnya saya minta maaf kalau saya katakan
pengutusan Tuhan adalah pengutusan yang kejam. Tetapi tidak menjadi
soal, jikalau domba itu mengerti bahwa Roh Kudus sedang diutus untuk
menyertainya. “Aku pergi supaya Roh Kudus turun!” Inilah sudut ketiga
yang kita lihat dari kenaikkan Yesus ke surga.
Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia Raja yang menang
di dalam pertempuran rohani. Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia
adalah Tuhan yang memberikan mandat kepada kita, amanat yang paling
agung: mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Yesus yang naik ke
surga? Dia adalah yang mengutus Roh Kudus yang menjadi parakletos,
menjadi penghibur, pendamping untuk kita.
Keempat, kita membaca dalam Ibrani 4:14-16. Bagian
ini menyatakan bahwa kita memiliki seorang Imam Besar yang sudah
melintasi segala langit. Yesus naik ke surga bukan berarti menghilang
dari bumi ini setelah kurang lebih 33 tahun berada di dunia. Atau
seperti yang dikatakan oleh doketisme, keberadaan-Nya hanya suatu dokaio
saja. Dia hanya dibayang-bayangkan pernah datang ke dunia, lalu hilang.
Setelah pergi, Ia naik ke surga dan melintasi segala langit. Ini
merupakan suatu ajaran yang begitu besar.
Pada hari kenaikan ini, saya merenungkan, terus
merenungkan kenaikan Yesus Kristus. Lalu saya berkata, “Puji Tuhan!
Agama lain tak pernah mempunyai seorang pendiri, tak pernah mempunyai
seorang penghulu agama yang datang dari sana ke sini, dan juga tidak
pernah ada yang dari sini ke sana dengan melintasi segala langit,
kecuali Yesus Kristus.” Mereka hanya membayangkan adanya satu allah.
Allah, yang belum pernah datang ke dunia. Allah, yang katanya mencipta,
menyelamatkan dan mengampuni, satu-satunya yang rahmani, rahimi. Tapi
allah yang mereka bayangkan berbeda dengan Yesus Kristus yang adalah
Allah yang pernah meninjau sendiri, datang sendiri, menyelamatkan kita,
hidup di tengah- tengah kita, yang dengan mulut-Nya memakai bahasa
manusia untuk memberikan pengajaran yang terindah di dalam sejarah
kepada kita, lalu pergi setelah menyelesaikan tugas-Nya.
Sewaktu mengenang Kristus, kita mengenang Allah yang
pernah datang. Wujud-Nya begitu konkrit. Hubungan-Nya dengan manusia
juga begitu intim. Dalam bagian Firman ini dikatakan suatu kalimat yang
begitu menyentuh. Kita bukan mempunyai seorang Imam yang tidak mengerti
segala kelemahan kita. Saya percaya di dalam hidup setiap orang,
sedalam-dalamnya ada keluhan kesusahan hidup dalam dunia. Baik orang
kaya maupun orang miskin, orang sukses maupun orang yang penuh dengan
kegagalan, baik engkau yang kelihatan mempunyai materi yang begitu
besar, begitu banyak, atau mereka yang selalu mengejar hanya untuk
menyambung hidup saja.
Setiap orang mempunyai keluhan akan hal yang begitu
sulit. Namun, siapakah yang sungguh-sungguh dapat mengerti setiap orang?
Suami ingin dimengerti oleh isteri. Tapi justru isteri ingin dimengerti
oleh suami! Kekuatan kita untuk mengerti dan kemampuan kita untuk mau
mengerti dibandingkan dengan kebutuhan kita untuk dimengerti, selalu
tidak seimbang.
Adakah yang mengerti? Ada! Yesus Kristus mengerti
segalanya. Dia pernah datang. Dia pernah dilahirkan di tempat binatang.
Dia pernah diejek oleh bangsanya sendiri. Dia pernah seorang diri
mengalami puasa 40 hari dan dicobai oleh iblis. Dia pernah menanggung
berat. Dia pernah menderita, berkorban emosi, berkorban perasaan. Yesus
Kristus mengerti segala kelemahan kita. Dia mengerti karena Dia sama
seperti kita. Dia merasakan segala pengalaman kita. Sebaliknya sama
seperti kita, Ia telah dicobai tetapi tidak berbuat dosa.
Yesus yang telah naik ke surga menjadi Imam Besar.
Imam Besar inilah yang membawa kesulitan kita kepada Allah yang sulit
kita capai. Ia juga membawa anugerah dari Allah kepada kita, anugerah
yang tidak layak kita terima. Inilah pekerjaan Imam. Imam yang berada di
antara yang hidup dan yang mati. Imam yang berada di antara yang tidak
kelihatan dan yang kelihatan. Imam yang berada di antara Allah dan
manusia. Kristuslah pengantara yang menjalankan tugas imam sekaligus
sebagai korban. Inilah perbedaan imam dalam sejarah orang Yahudi dengan
Imam yang paling besar, Yesus Kristus, bagi gereja-Nya. Imam- imam yang
lain tidak menjadi korban. Mereka mempersembahkan korban, namun mereka
sendiri bukan korban. Hanya Yesus yang bertindak sebagai Imam Besar
sekaligus korban.
Dengan bahasanya, manusia tidak akan sanggup untuk
mengungkapkan keagungan dan kebesaran cinta kasih Tuhan yang adalah Imam
Besar sekaligus korban. Ia mempersembahkan diri dengan roh-Nya yang
kekal dan darah-Nya yang suci yang tak bercacat cela untuk membersihkan
dan menjadikan kita milik-Nya yang dilayakkan untuk berdamai dengan
Tuhan Allah. Inilah Imam kita. Dan inilah bagian keempat yang kita
lihat.
Selanjutnya, dalam Ibrani 7:24-25 kita melihat bahwa
Yesus Kristus mempunyai pekerjaan lain setelah naik ke surga. Dalam ayat
26, dikatakan bahwa Yesus Kristus mempunyai tingkatan tertinggi sebagai
pengantara untuk berdoa syafaat bagi setiap kita. Dalam pasal 7 ayat
27-28, serta pasal 9 ayat 27-28 terlihat bahwa Dialah yang menanggung
dosa kita dan yang menjadi pengantara yang berdoa syafaat bagi setiap
orang yang percaya kepada-Nya.
Siapakah Kristus? Dia pemenang, bukan? Siapakah
Kristus? Dia pengutus, bukan? Siapakah Kristus? Dia yang memberikan Roh
Kudus kepada kita. Siapakah Kristus? Dia yang berdoa bagi kita dengan
pengertian karena Ia sendiri pernah datang ke dalam dunia ini. Tidak
hanya itu, Yesus adalah Tuhan yang kembali ke surga untuk menyiapkan
tempat bagi kita.
Dalam Injil Yohanes 14:1-4 Yesus berkata, “Aku pergi
untuk menyediakan tempat bagimu. Jikalau Aku tidak pergi tidak ada yang
menyediakan tempat bagimu dan jikalau Aku sudah menyediakan tempat
bagimu Aku pasti akan datang kembali lagi. Di mana Aku ada di sana pun
engkau akan berada.”
Adakah penghiburan yang lebih besar dari ini? Tidak
ada. Adakah seorang Juruselamat seperti Kristus? Tidak ada. Dialah
satu-satunya dan Dialah yang paling sempurna di dalam menyediakan segala
sesuatu bagi umat-Nya. “Di jalan itu Aku pergi. Jalan satu-satunya dan
engkau tahu juga.”
Pada waktu Filipus bertanya kepada Dia, “Hai Guru,
tunjukkan jalan itu kepada kami,” maka Yesus Kristus dengan
menggelengkan kepala bertanya, “Sudah sekian lama engkau mengikut Aku,
engkau masih belum tahu di mana jalan itu? Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu: `Akulah jalan, Akulah kebenaran, dan Akulah hidup.`”
Saya melihat ketiga butir ini sebagai suatu gambaran
tentang seluruh dunia, yaitu di dalam filsafat, kebudayaan agama, dan
kebijaksanaan, yang terkristalisasi di dalam dunia mental manusia.
“Akulah jalan, Akulah kebenaran.” Mengapa Yesus
mengatakan: “Akulah jalan”? Karena semua agama mencari jalan. Itulah
yang dibutuhkan oleh orang di Timur. “Akulah kebenaran.” Mengapa Yesus
menyatakan kebenaran diidentikkan dengan diri-Nya? Karena manusia di
Barat yang mencari filsafat ingin mengetahui kebenaran dan Yesus mengisi
kebutuhan itu. Pada waktu Yesus mengatakan: “Akulah jalan”, Ia sedang
menunjukkan kepada orang Timur yang mau mendapatkan jalan di dalam
agama. Ia berkata, “The way is not there. The way you are seeking is not in religion, but in Me, in My life.”
Yesus telah mengajak dunia Timur dan Barat untuk
menerima kesimpulan- Nya, “Akulah hidup yang tidak ada pada agama-agama,
tidak ada pada filsafat-filsafat dan sistem epistemologi dunia.” Semua
pendiri agama akhirnya mati di tengah usahanya mencari jalan. Para
filsuf juga akhirnya mati di tengah usahanya mencari kebenaran. Dan
Kristus akhirnya berkata, “Di manakah jalan itu? Akulah jalan itu. Di
manakah kebenaran itu? Akulah kebenaran itu. Dan Akulah hidup.”
Inilah satu-satunya solusi. The only solution,
the only answer, for seeking the truth in way thru philosophy, religion,
culture, and human wisdom concluded only in Jesus Christ, the truth
revelation of God in human form. Puji Tuhan! Dialah pernyataan
Allah yang berbentuk manusia, yang telah menyimpulkan segala sesuatu
yang sedang digumuli dan dicari agama maupun filsafat.
Paul Tillich, seorang teolog besar mengatakan,
munculnya Yesus di dalam sejarah harus menghentikan usaha semua agama
dalam mencari apa pun yang paling berharga yang mereka inginkan. The revelation of Christ, the appearance of Christ in history is to cease off the effort of seeking truth and way in religions. Puji Tuhan!
“Akulah jalan. Dan jalan itu bukan dari sini ke sana melainkan dari sana ke sini. Akulah yang menghampiri manusia.”
Manusia tidak akan pernah dapat menghampiri takhta
Allah dengan usaha dan kekuatannya sendiri. Allah yang suci dan kekal
tidak akan dapat dijangkau oleh manusia yang berdosa dan terbatas.
Bagaimana mungkin sesuatu yang terbatas, yang dicipta, yang bisa rusak
dapat menghampiri Tuhan yang tak terbatas dan kekal? Hal ini hanya
mungkin bila Allah, dari takhta yang tidak terbatas, yang kekal, yang
tidak bisa rusak, rela turun, lalu pergi kembali untuk menjadi jaminan
kita.
Kalau agama-agama lain hanyalah one way traffic in human effort, jalan yang hanya satu arah dari usaha manusia, kekristenan percaya kepada suatu sistem keselamatan berupa two way traffic which initiative from God and assured in the term of God.
Kita percaya pada sistem dua jalur, dari sana telah ke sini, yang
membawa kita dari sini ke sana, yang dijamin di dalam segala kekuatan
yang kekal di dalam takhta Tuhan. Puji Tuhan!
“Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Aku pergi
untuk mempersiapkan segala sesuatu bagimu dan Aku akan datang kembali
untuk menyambut engkau sebagai seorang mempelai lelaki yang akan
menyambut mempelai perempuan.” Gereja harus siap sedia. Gereja harus
senantiasa mempersiapkan diri dengan tidak menodai, tidak mencemari
tubuh Kristus. Gereja harus bersiap untuk menjadi mempelai perempuan
Kristus yang akan bersatu di dalam cinta kasih yang paling inti yang
digambarkan dalam hubungan suami isteri.
Ia yang akan datang kembali telah menyediakan tempat bagi kita. Ia berkata, “Di mana Aku berada, di situ engkau berada.”
Bagian terakhir ialah Kisah Para Rasul 1:9-11. “Hai
orang Galilea, mengapa engkau melihat seperti ini? Ingatlah, Yesus yang
kau lihat diangkat ke surga, akan datang dengan cara yang sama, kembali
ke dalam dunia ini.”
Seluruh Kitab Suci mempunyai suatu konsistensi,
mempunyai suatu hubungan organis yang begitu erat, sehingga tidak bisa
dipisah- pisahkan sembarangan, kecuali oleh mereka yang sengaja atau
mereka yang tidak mengerti. Di dalamnya kita melihat rencana Allah yang
sudah terbentuk begitu sempurna. Yesus Kristus naik ke surga bukan
karena Ia melarikan diri. Ia tidak menyembunyikan diri. Ia pergi dengan
tugas. Ia pergi dengan rencana Allah yang sudah ditetapkan dan itu bukan
titik yang terakhir. Itu merupakan suatu janji bahwa suatu hari kelak
Ia akan datang kembali dengan cara yang sama, kembali ke dalam dunia.
Saya membayangkan orang-orang Galilea seperti Petrus
dan Yohanes yang sudah terbiasa didampingi oleh Yesus, yang bila ada
kesulitan langsung beralih kepada Yesus dan bertanya, “Bagaimanakah
Tuhan? Bagaimanakah cara-Mu menangani kesulitan ini, Guru?” Mereka sudah
terbiasa disertai, ditolong, dan berada bersama dengan Yesus Kristus.
Sekarang, untuk pertama kali dalam hidupnya, mereka sadar bahwa Yesus
tidak selamanya berada di samping mereka. Yesus harus pergi dan mereka
harus menghadapi dunia secara faktual, menghadapi dunia ini dengan
segala sesuatu yang tidak terlalu bersahabat dengan orang Kristen. “Akan
bagaimana perlakuan Herodes terhadap kita? Akan bagaimana Pilatus
terhadap kita? Dan bagaimana prinsip Kaisar dan politikus-politikus
Romawi? Dan jika berganti gubernur yang lain, akan bagaimana? Kami tidak
tahu.”
Mereka hanya tahu Yesus pergi. “Lalu, hanya mimpikah 3
1/2 tahun yang lampau itu? Janji kosongkah itu? Hanya menjadi catatan
sejarahkah itu semua? Ataukah kedatangan-Nya itu suatu kesempatan yang
belum pernah ada dalam sejarah sehingga kami dapat menikmatinya? Kalau
Tuhan sudah pernah turun, kenapa pergi lagi? Kalau Dia sudah menyertai,
kenapa naik lagi? Setelah naik lalu bagaimana?”
Kenaikan Yesus Kristus memaksa mereka untuk
memikirkan pertangungjawaban iman dan respon mereka terhadap kalimat
nubuat yang pernah diucapkan Yesus. Mereka harus memberikan semacam
tantangan kepada setiap orang percaya. Mereka harus
mempertanggungjawabkan tentang bagaimana meresponi, mengimani, dan
mengaplikasikan setiap kalimat nubuat yang pernah diucapkan Yesus saat
Ia ada di dunia.
Kadang-kadang saat papa dan mama ada kita tidak
menghargai mereka. Saat Tuhan memanggil mereka pulang, barulah kita
sadar dan kalang kabut. Sekarang kita harus menghadapi kenyataan
bagaimana hidup di dalam dunia ini. Baru kita ditantang untuk berpikir
kembali, “Apa yang pernah papa katakan dulu kalau menghadapi orang yang
begini?” Sekarang kita mulai mengingat-ingat. Sama persis dengan keadaan
sewaktu Yesus naik ke surga.
Waktu naik ke surga Yesus berkata, “Aku akan mengirim
Roh Kudus untuk kembali mengingatkan perkataan-perkataan yang sudah
pernah Aku katakan kepadamu.”
Itu sebabnya kita ditantang untuk berespon,
bertanggung jawab, dan berdikari. Gereja ditantang untuk menjadi wakil
Tuhan di dunia dengan memuliakan Tuhan, merefleksikan segala moral
kesucian, keadilan, cinta kasih Allah dari zaman ke zaman. Inilah tugas
gereja.
“Hai orang Galilea, untuk apa melihat terus ke awan?
Mengapa melihat terus ke langit? Yesus yang pernah beserta denganmu,
yang pernah kau saksikan pelayanan-Nya, sekarang sudah naik ke surga dan
akan datang kembali.”
Setelah membaca enam bagian Kitab Suci yang begitu
penting ini, dan jikalau kita sungguh-sungguh menunggu dan mengharapkan
Yesus Kristus datang kembali, maka ada dua hal penting yang harus kita
kerjakan.
Pertama, kita harus mengabarkan Injil kepada sesama.
Tidak ada jalan lain. Ini merupakan keikhlasan orang yang menantikan
kedatangan Yesus Kristus. Jikalau Injil ini dikabarkan ke seluruh dunia,
maka hari itu akan tiba. Berarti sebelum Injil dikabarkan kepada segala
bangsa, segala suku, segala sudut, Kristus tidak akan kembali.
Saya betul-betul salut, sedalam-dalamnya dari dalam hati saya, kepada orang-orang di Wiclyffe Bible Translation Association.
Mereka berada di lembaga Alkitab yang khusus menerjemahkan Alkitab ke
dalam bahasa- bahasa yang terpencil di daerah-daerah yang dilupakan oleh
manusia. Mereka pergi ke tempat yang begitu terpelosok, begitu dalam,
begitu sulit dicapai. Saya salut melihat mereka.
Saya berdoa dan mengajak kita semua supaya menjadikan
gereja kita sebagai gereja yang mau mendukung penginjilan, gereja yang
menghasilkan penginjil, gereja yang mengerti makna Injil, dan gereja
yang mau melibatkan diri ke dalam penginjilan misi seluruh dunia. Bila
kita menunggu kedatangan-Nya dengan hati yang sungguh-sungguh ikhlas
haruslah kita tunjukkan dengan menunjang dan melibatkan diri ke dalam
penginjilan.
“Hai orang-orang Galilea, mengapa melihat seperti
ini? Mengapa terus menengadah ke langit? Memang Yesus sudah naik, tapi
tugasmu bukan memandang Dia, tetapi pergi ke dunia mengabarkan Injil!”
Kedua, orang yang sungguh-sungguh menanti kedatangan
Yesus Kristus adalah orang yang menjaga hidup di dalam kesucian. Hidup
di dalam kesucian berarti kita terus memelihara diri kita supaya pada
waktu Ia datang kembali kita sudah siap, boleh menerima dan diterima
oleh-Nya. Barangsiapa yang menaruh pengharapan seperti ini kepada-Nya,
biarlah ia membersihkan dirinya! Ini adalah perintah dari Yohanes di
dalam 1Yohanes 3. Barangsiapa yang menaruh pengharapan kepada kedatangan
Kristus biarlah ia menjaga dirinya, memelihara kesucian dan menunggu di
dalam doa akan kedatangan Yesus Kristus.
Terakhir kita akan melihat ayat terakhir dari seluruh
Kitab Suci, yaitu dalam Wahyu 22:20-21. Ayat terakhir dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama, diakhiri dengan kutukan. Ayat terakhir dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru, diakhiri dengan berkat.
Siapakah Ia, yang dalam ayat 20 berfirman dan memberi
kesaksian tentang semuanya? Jadi, Yesus Kristus berkata, “Ya, Aku
datang segera. Aku akan datang kembali secepat mungkin.” “Amin.
Datanglah Tuhan Yesus.” Atau terjemahan lain: “Oh Yesus, aku
mengharapkan Engkau datang!” Yesus berkata, “Ya, Aku datang segera.”
Gereja menjawab, “Amin. Kami menunggu kedatangan-Mu.”
Dengan mengingat kenaikan-Nya ke surga, kita kembali
menyadari bahwa Ialah pemenang, pemberi Roh Kudus, sekaligus pendoa
syafaat yang mengerti kesengsaraan kita. Ia pula yang menyediakan tempat
di surga yang akan datang kembali bagi kita. Kita pun bersedia menanti
kedatangan Tuhan kedua kalinya. Kiranya Tuhan memberkati kita masing-
masing di dalam hidup kita sebagai orang Kristen di dunia.(EL).
Sumber : http://www.nusahati.com/2012/01/siapakah-kristus-yang-naik-ke-surga/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar