Nats : Yakobus 4:11-12
Martin Luther menganggap surat Yakobus
tidak penting. Itu adalah kesalahannya yang terbesar. Mengapa dia
beranggapan seperti itu? Karena dia menilai kitab dari unsur injil yang
ada di dalamnya, maka baginya, empat injil adalah yang terpenting. surat
Roma yang menguraikan injil juga sangat penting, Kisah para Rasul yang
mengisahkan pemberitaan injil juga penting, Yakobus yang tidak banyak
berbicara injil, dia anggap tidak penting. Saya kira, kalau saja Martin
Luther mau lebih mendalami surat Yakobus, tentu dia tidak akan
mengategorikan Yakobus sebagai jerami. Saya menemukan Yakobus membahas
keseimbangan antara iman dan kelakuan, bahkan kelakuan adalah wujud dari
iman yang sejati: tanpa kelakuan, iman itu mati adanya. Mengapa 100
tahun setelah Reformasi, di gereja Lutheran ada banyak orang Kristen
yang hidupnya tak berbeda dengan non Kristen? Karena mereka mengabaikan
kelakuan. Sementara orang Katholik, begitu menjunjung tinggi kelakuan,
sampai-sampai menganggapnya sebagai salah satu syarat orang
diselamatkan. Baik yang mengabaikan atau yang terlampau meninggikan kelakuan, kedua-duanya bukan ajaran Alkitab.
Alkitab mengajarkan kita dibenarkan
hanya melalui iman tapi iman yang sejati harus nyata di dalam kelakuan.
Setiap kali kita berbicara tentang kelakuan, tentu kita langsung
mengaitkannya dengan Taurat, karena Taurat adalah hakim, Taurat
mencelikkan mata manusia akan dosa-dosanya. Di saat yang sama Taurat
juga menyatakan fungsi positifnya, mencerminkan: 1. keadilan Allah. 2. kesucian Allah. 3.
kebajikan Allah —sifat-sifat llahi yang tidak mungkin kita dapati di
dalam agama. Karena agama hanya menawarkan keinginan orang untuk
merefleksikan sesuatu yang tertinggi. Tapi Taurat, Allah yang tertinggi
menyatakan diriNya yang suci, adil, bajik; sifat Allah yang Esa pada
manusia. Maka saat orang membaca Taurat, seharusnya bukan merasa bangga
atas apa yang sudah dia lakukan, melainkan menemukan kekurangan, dosa,
cacat cela dirinya, menyadari Allah yang suci tidak menginginkan hidup
kita cacat, Allah yang adil tidak menginginkan hidup kita tidak adil,
Allah yang bajik tidak menginginkan kita hidup tidak bajik, dan belajar
rendah hati. Apakah kegagalan yang terbesar dari orang Yahudi?
Menjadikan Taurat sebagai kebanggaan bangsa: hanya kami, satu-satunya
bangsa yang Tuhan percayakan Taurat, maka kamu, bangsa-bangsa yang tidak
memilik Taurat, tidak berbeda dengan anjing. Apakah Tuhan menginginkan
penerima TauratNya menyombongkan diri? Sama sekali tidak. Apa bedanya
orang Kristen dan non Kristen? Sebenarnya tidak beda, karena semua
manusia dicipta oleh Tuhan, jatuh di dalam dosa, harus binasa, hanya
saja, orang Kristen menerima anugerah pengampunan dosa dari Tuhan, bukan
karena dirinya lebih baik dari orang lain. Saat satu bangsa
membanggakan diri lebih superior dari bangsa lain, pasti akan
memberlakukan diskriminasi, dan punahlah damai, kerukunan yang ada di
masyarakat. Bukankah ketegangan di
masyarakat terjadi sering kali disebabkan oleh agama yang radikal, oleh
orang-orang yang memperalat agama? Itulah sifat dosa manusia.
Setelah mengerti Taurat, seorang
seharusnya lebih takut pada Tuhan, lebih menyadari keberadaannya yang
najis, tak punya pengharapan, karena di hadapan Allah, tak seorangpun
yang beres, yang luput dari hukumanNya. Jadi, apakah Taurat diberikan
untuk membuat kita putus asa? Tidak! Maksud Allah memberi Taurat adalah
memberitahu semua manusia telah gagal, perlu datang padaNya dengan
rendah hati, berharap padaNya, menemukan jalan keluar; pengharapan baru.
Jadi, tujuan Tuhan memberi kita Taurat bukan untuk menghancurkan kita,
melainkan menyadarkan kita sudah berdosa, lalu return to your Creator, kneel down before Him and ask His blessing.
Selain itu, setelah kita mengerti hukum Tuhan, bolehkah kita memakainya
untuk menghakimi orang: kau sudah berzinah, membunuh, berbohong….?
Celakalah orang yang mendengar khotbah untuk orang lain: khotbah pak
Tong hari ini bagus sekali untuk si A, sayang dia tidak datang. Minggu
berikutnya, dia berpikir: khotbah ini cocok untuk si B…..jadi, kapan
khotbah yang dia dengar cocok untuk dirinya? Orang seperti itu,
kerohaniannya tak mungkin maju. Itulah yang dimaksudkan ay. 11, jangan
saling menghakimi, jangan saling menfiinah {terjemahan lain:
mengeritik). Kalau begitu, saat kita tahu seorang saudara melakukan
sesuatu yang tidak beres, bolehkah kita memberitahunya? Waktu seorang
tertidur di tepi jurang, apakah kau berkata, dia tidur dengan
nyenyaknya, jangan ganggu dia! dan ternyata baru kau berjalan 10
langkah, dia terjatuh ke jurang, bagaimana perasaanmu, bisakah kau
berkata, tidur di sana adalah kebebasannya, biar dia sendiri yang
menanggung resikonya? Tidak! Jadi, setelah kita mengerti Taurat, mari
kita belajar, tidak menggunakannya sebagai alat untuk menghakimi,
mengeritik, menfitnah orang, membuat orang down, melainkan menasehati,
memberi kritik yang membangun; konstruktif. Ini penting sekali. Jadi,
soal utamanya bukan boleh atau tidak menghakimi orang, melainkan: kebenaran yang kau tahu itu menjadi berkat atau malah menjadi batu sandungan buat orang? Why we know the law, why we understand the Bible, why we listen to the word of God, seharusnya untuk mencerahkan, membangun, mengubah orang. Tapi
sering kali faktanya tidak seperti itu, kita memakai firman Tuhan yang
baru kita mengerti sedikit itu untuk menyerang, menghancurkan orang.
Di gereja, ada orang-orang yang tidak mau studi teologi, tapi mau
menjadi Pendeta, pemikirannya tidak sejalan dengan seluruh doktrin, dan
tidak mau dikeritik. Alasannya, Alkitab mengajarkan, jangan kamu
menghakimi orang. Meski pendengarnya menerima pengajaran salah darinya,
dia tetap tidak mau dikritik. Itu sangat berbahaya! Mengapa Alkitab
mengatakan, jangan saling mengeritik, saling menfitnah? Ingat: mengapa
Allah memberikan Taurat? Menyatakan kesucian, keadilan dan kebajikan
Allah, menyatakan kita sudah melanggar Taurat, supaya kita rendah hati
bukan menghakimi orang. Jadi, orang yang memiliki Taurat juga harus
memiliki kasih. Karena who has love, he can accomplish the law (Rm.13).
Orang Israel tahu, Taurat melarang orang berzinah, maka saat mereka
menemukan seorang perempuan berzinah, merekapun mendobrak pintu, si pria
segera kabur, si wanita ditangkap dan dihadapkan pada Yesus dengan
pakaian ala kadarnya, menangis tersedu-sedu, menahan rasa malu. Kata
mereka “Rabi, menurut ajaran Musa, orang yang berzinah harus dirajam
batu sampai mati”. Siapa tidak tahu perintah itu, mereka adalah
orang-orang yang mengerti bahkan menghafal Taurat, tapi apa gunanya
mereka mengerti Taurat? mematikan orang sambil membanggakan diri telah
menjalankan Taurat. Yesus tidak menjawab, karena Dia tahu pikiran mereka
yang jahat. Kalau memang orang yang berzinah harus dirajam batu sampai
mati, mengapa mereka melepas si pria, hanya menangkap si wanita yang
lemah? Taurat menyatakan keadilan Tuhan, mereka yang sudah mendengar
Taurat bukan saja tidak mengerti keadilan Tuhan malah melawan
keadilanNya, bukankah itu berarti dosa mereka double, mengundang hukuman
ganda dari Tuhan. Terlihat di sini, orang beragama yang tidak
sungguh-sungguh mengerti apa itu agama akan memperalat agama untuk
melampiaskan sifat dosanya, itu lebih berbahaya dari orang yang tidak
mengenal Allah. Sungguh, kejahatan yang terselubung; yang tidak kita
sadari akan sedikit demi sedikit muncul, mana kala kita tidak mengerti
prinsip total dari Taurat dengan baik: bukan hanya supaya kita mengenal
Tuhan, menyadari keberadaan kita yang berdosa, juga supaya kita datang
pada Tuhan, minta pengampunanNya, berharap pada anugerah Yesus Kristus
yang sejati. Orang Israel berkata: Rabi, menurut ajaran Taurat, wanita
ini harus dirajam batu sampai mati, bagaimana pendapatMu? Kalau Yesus
menjawab ya, Dia masuk perangkap mereka. Kalau Yesus menjawab: tidak,
Dia melanggar Taurat Musa dan Diapun harus mati. Maka Yesus tidak
menjawab ya atau tidak: boleh atau tidak boleh. Dia menjawab dengan
bijaksana, siapa di antara kamu yang tidak berdosa boleh pertama-tama
melempari dia dengan batu ( bukan merajam batu sampai mati}. Itu
artinya, saat mereka hendak melempari dia, perlu berpikir dulu: aku
sendiri punya dosa atau tidak. Saat itulah, Roh Kudus memberi pencerahan
pada setiap orang yang ada di sana. Ada yang sudah menggenggam batu mau
melempari dia, lalu teringat, kemarin dulu, aku baru saja mencari
pelacur, aku……Tuhan membuat mereka merasa malu, mereka satu per satu,
dari yang tua sampai yang muda pergi. Artinya tak ada orang yang tak
berdosa. Sesudah mereka semua pergi, Yesus bangkit berdiri, perempuan
itupun memandangiNya dengan gemetaran, Yesus bertanya, tidak adakah
orang yang menghakimimu? Aku juga tidak menghakimimu. Mengapa Yesus
mengucapkan statement itu? Karena Anak manusia datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk menyelamatkan. Misi itu Dia jalankan dengan konsisten:
Taurat diberikan agar manusia berpaling,
beroleh keselamatan bukan binasa. Terlihat di sini, seluruh Alkitab
punya kaitan organik, tak mungkin difragmentasikan. Jadi, bolehkah orang
Kristen sambil mendengar khotbah sambil berdosa, sambil mengerti firman
Tuhan sambil melanggar Taurat? Perhatikan kalimat berikutnya: pergilah!
Jangan berdosa lagi. Inilah solusinya. Plato bertanya, mengapa kita menghukum orang, karena kesalahannya atau supaya dia tidak mengulangi kesalahannya?
— dua hal yang berbeda. Di Malaysia, setiap tahun ada orang yang
dihukum gantung karena menyelundupkan narkotik, agar dia tidak melakukan
hal itu lagi, tapi yang lebih penting: supaya orang lain tidak berani
melakukan hal yang sama. Tapi bisakah hukuman mati membuat orang jera?
Tidak, semua orang memandang diri lebih hebat dari orang lain: orang
lain tertangkap, saya tidak akan tertangkap. Kata Yesus pada perempuan
itu: tidak ada orang yang menghukummu? Aku juga tidak menghukummu.
Pergilah, jangan berbuat dosa lagi! Bijaksana Kristus tiada taranya,
motivasiNya datang ke dunia jelas tercantum di Alkitab: Anak manusia
datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk menyelamatkan: menolong
manusia berpaling. Ay. 11 jangan saling menghakimi, jangan saling
menfitnah, karena yang menfitnah saudaramu menfitnah hukum. Apa
maksudnya? Tuhan memberikan Taurat bukan untuk mematikan, melainkan
untuk memberi pengertian pada manusia: kau sudah jatuh di dalam dosa,
kau perlu diselamatkan. Misalnya, setelah seorang yang terus menerus
batuk pergi melakukan X-ray, ditemukan setengah dari paru-parunya sudah
hancur, apa solusinya? Hanya dua: menunggu mati atau mencari dokter yang
betul-betul pintar. Tergantung dia memandangnya dari segi positif atau
negatif, dia optimis atau pesimis dan sampai di mana imannya. Begitu
juga cara kita memperlakukan saudara, kalau kita menemukan dia melanggar
hukum ini dan itu, apakah dia harus dihukum mati, karena kita pikir
hukum Tuhan untuk memusnahkan orang. Padahal kalau kita berbuat seperti
itu, kita menyakiti hati Tuhan, di dalam hal memakai hukum yang Dia beri
sebagai dasar untuk mematikan orang. Jadi, kalau kita menghakimi,
menfitnah orang, sama dengan menghakimi, menfitnah Taurat — dosa yang
amat berat! Kata Paulus, waktu itu, aku memenjarakan, menganiaya orang
Kristen, karena pikirku, aku sedang melayani Tuhan. Tapi kata Tuhan,
kamu kira kamu sedang melayaniKu? Tahukah kau pelayananmu itu melawan
kehendakKu? Jangan menghakimi saudaramu dengan Taurat, karena menghakimi
bukan tujuan Taurat diberikan, meski Taurat sendiri mengandung unsur
menghakimi. Ingat: Tuhan yang memberi Taurat juga Tuhan yang mengutus
Kristus untuk menggenapkan apa yang tidak mungkin digenapkan oleh
Taurat. Orang yang satu tangannya memegang Taurat, tangan lainnya
kosong, hanya bisa menjadi penghakim.
Sementara, orang yang satu tangannya
memegang Taurat, dan tangan lainnya memegang injil; Kristus dan
keselamatan akan membawa sesamanya berharap pada pengampunan yang telah
Kristus genapkan. Itu sebabnya, jangan menghakimi. Kalau kau menghakimi
orang, kau menghakimi Taurat. Dan orang yang menghakimi Taurat bukanlah
pelaku Taurat. Orang Israel menangkap basah perempuan yang berzinah itu,
apakah hidup mereka sendiri beres? Tidak. Orang yang tidak beres,
menghakimi orang lain yang tidak beres, hanya karena dia merasa dirinya
sedikit lebih beres dari orang itu, tentu tidak adil bukan? Ay. 12
penting sekali. Terjemahan lain: Pembuat Hukum dan Hakim hanya satu,
yaitu Dia yang sanggup menyelamatkan juga sanggup membinasakan — dua
sesi dari pekerjaan Tuhan. Hanya Dia yang betul-betul sanggup menghakimi
dan yang rela menyelamatkan. Apa bedanya manusia dengan Tuhan? Tuhan
tahu dosa manusia tapi Dia bersedia mengampuni dosanya. Manusia tahu
dosa sesamanya, dia hanya bisa menghakimi, tidak berkuasa menyelamatkan.
Orang yang tahu Taurat lalu menghakimi semua orang dengan orang yang
tahu Taurat lalu membawa orang berpaling pada Yesus Kristus, berbeda
motivasi. Jadi, ada dua macam orang Kristen: you know everything in order to condemn or you know everything in order to correct.
Seorang dokter yang baik mendiagnosa penyakitmu dengan tepat, memberimu
obat yang tepat, yang diperlukan dan yang menyembuhkan. Mari kita
menjadi dokter bagi orang berdosa, bukan menghakimi melainkan
menolongnya, membimbingnya berpaling pada Tuhan, hingga zaman ini
menjadi lebih baik, karena kehadiran kita yang mengerti firman. Cegahlah
kerusakan, tamballah semua lobang, jadilah berkat bagi orang. Inilah
berita dari 2 ayat ini: the God Who gave the Law, He is the One Who
condemn and also the One Who save. He sent Jesus Christ not to condemn
but to save. Do you want to cooperate with Jesus Christ to edify others,
to cure this sinful world, to shine forth your light, to illuminate
this dark world, and bring people back to God?Karena kau mengerti firman bukan untuk menghakimi melainkan untuk membawa orang diselamatkan, amin?
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
(ringkasan khotbah ini be/um diperiksa oieh pengkhotbah —EL)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar