Jumat, 16 September 2011

Sifat Iman (Part-2)


Konsep iman orang Kristen sangat berbeda dengan iman yang disebut di dalam agama, di dalam kebudayaan, dan di dalam segala sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat non-Kristen. Kita perlu mengerti dengan cermat khususnya dari Theologi Reformed. Kita perlu dengan hati-hati membedakan apa yang dimengerti oleh orang Reformed dibandingkan dengan yang dimengerti orang Injili pada umumnya. Saya berharap banyak orang akan menemukan bahwa Theologi Reformed secara komprehensif ingin kita bertanggung jawab di dalam kepercayaan yang harus diikuti dan ditunjang oleh pengertian yang sempurna, sehingga kita tidak menjadi orang Kristen yang mengikut Tuhan dengan membabi buta.

Secara pengertian iman, pandangan orang-orang non-Kristen dan agama-agama biasanya mengambil empat macam presuposisi untuk melawan kepercayaan atau iman Kristen.

Pertama, saya tidak bisa beriman kecuali jika saya bisa melihat Tuhan. Kalimat ini membuat banyak orang Kristen yang pikirannya dangkal menjadi bingung. Akibatnya banyak orang Kristen yang ingin agar Allah menyatakan diri-Nya, agar orang-orang itu bisa percaya. Sikap seperti itu tidak benar. Bukan karena Tuhan “pamer” maka orang bisa percaya. Bagi orang yang tidak mau percaya, biarpun Tuhan sendiri “pamer”, dia tetap tidak akan percaya bahwa itu adalah Tuhan; lalu Tuhan ketakutan setelah “pamer” Dia tetap belum dipercaya, akhirnya harus mengikuti apa yang orang itu inginkan. Nah, akhirnya manusianya menjadi kurang ajar. Tuhan bukan anak kecil yang bisa kita takut-takuti, lalu Ia akan mengikuti apa yang kita inginkan. Jika kita tidak mau percaya kepada Tuhan, bukan Tuhan yang harus bingung membuat kita percaya. Tuhan sudah menanamkan benih iman ke dalam hati kita, kini tanggung jawab kita untuk menggunakannya dengan bertanggung jawab. Tuhan sudah memberikan wahyu umum kepada manusia, alam semesta di luar dan hati nurani di dalam. Maka tidak ada alasan bagi manusia untuk berdalih dari teriakan bahwa Allah itu ada.

Agustinus mengatakan, “Tanyalah kepada pohon mengapa engkau begitu hijau, tanyalah kepada burung mengapa engkau begitu kecil tapi bisa bersuara merdu, tanyalah kepada ombak mengapa engkau begitu besar tapi tidak mampu melewati batas pantai; maka mereka akan menjawab secara serentak bersama-sama, karena Allah telah menciptakan kami demikian.” Jika demikian, bolehkah kita mengatakan “tidak ada Allah”? Jika Allah tidak ada, maka konsep tentang Allah pun tidak pernah ada di dalam diri manusia. Namun, kenyataannya tidak demikian. Di dalam hati manusia ada sensus divinitatis yang menyatakan bahwa Allah itu ada. Tuntutan yang meminta Allah harus dinyatakan agar manusia bisa percaya adalah tuntutan yang keluar dari pikiran yang sudah berdosa, yang terbatas, dan yang dicipta. Orang tersebut sedang menggabungkan Tuhan dengan dunia kelihatan. Tetapi sayangnya Tuhan bukan terkunci di dalam dunia kelihatan. Kalau terbatas dalam dunia kelihatan, pastilah dia bukan Tuhan. Tuhan adalah Tuhan justru jika Ia tidak kelihatan. Dunia yang tidak kelihatan tidak bisa dibuktikan dengan cara yang dipakai dunia kelihatan. Hanya orang yang bodoh yang meminta agar kita membelah air dengan pisau untuk membuktikan bahwa pisau kita sangat tajam. Setajam apa pun pisau tidak akan bisa membelah air karena sifat air bukan sifat yang bisa dibelah dengan pisau. Permintaan pembuktian seperti itu adalah permintaan yang bodoh. Orang Kristen tidak boleh minder ketika ditantang oleh orang dengan presuposisi yang salah tetapi kelihatan galak. Bukan karena orang sudah melihat Tuhan baru dia percaya, tetapi dia harus percaya kepada Tuhan barulah dia mengerti dan mengenal siapa Tuhan Allah itu.

Kedua, orang non-Kristen mengatakan jika saya bisa mengalami Allah, maka saya percaya. Orang seperti ini sebenarnya sedang mengatakan kalau ia tidak pernah mengalami Allah maka ia tidak akan bisa percaya. Kalimat ini sekali lagi adalah produksi dari otak yang dicipta, yang terbatas, dan yang sudah terpolusi. Pengalaman manusia berada di dalam wadah yang terbatas, sedangkan Tuhan Allah berada di dalam wilayah yang tidak terbatas. Yang terbatas mengalami yang tidak terbatas itu tidak mudah, bahkan dapat dikatakan tidak bisa. Sebagaimana seorang anak mengatakan, “Saya baru percaya ada lautan jika lautan itu datang ke rumahku.” Permintaan pengalaman seperti ini adalah bodoh, karena jika benar terjadi maka ia akan mati. Ia tidak sadar bahwa ia meminta sesuatu yang jauh lebih besar dari kemampuannya untuk dialami. Kita tidak bisa mengalami pengalaman tidak terbatas, karena diri kita memiliki wadah yang terbatas. Apa artinya mengalami Tuhan Allah? Jika engkau mengalami anugerah Allah janganlah engkau mengira wadahmu itu begitu besar sehingga bisa menampung semua. Engkau hanya boleh mencicipi rasa keselamatan. Metode kedua ini sering menjadikan manusia menggunakan kemampuan diri yang terbatas untuk memaksa Allah yang tidak terbatas. Mereka mengatakan, “Jika Tuhan menyembuhkan saya, barulah saya mau percaya,” atau “Jika Tuhan memberkati dan memberi kekayaan kepada saya, barulah saya mau percaya.” Jika syarat-syarat seperti ini ditetapkan oleh manusia yang sudah berdosa dan dijadikan syarat mutlak, maka setanlah yang akan menjadi allah mereka. Setan berkata kepada Tuhan Yesus, “Sembahlah saya, maka saya akan berikan seluruh dunia dan semua kemuliaannya.” Yesus menolak hal itu, karena Yesus bisa membedakan mana berkat dari Tuhan dan mana berkat dari setan. Kesembuhan mungkin bisa dari setan, mujizat palsu juga bisa berasal dari Iblis, dan kekayaan juga bisa datang dari Iblis. Semua hal ini dinyatakan jelas di dalam Alkitab. Jika kita tidak bisa membedakan mana berkat dari Tuhan dan mana berkat dari Iblis, maka kita akan mudah tertipu. Pengalaman bisa berbeda bila berasal dari sumber yang berbeda. Kalau menunggu berkat baru percaya, itu hal yang salah. Tuhan Yesus berkata: apa gunanya engkau memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawa. Kristus tidak menyembah Iblis karena dia mewakili Gereja sebagai Kepala. Kalau Kepala Gereja sendiri kompromi dan takluk kepada setan, maka seluruh Gereja yang berbakti kepada Kristus akan dengan sendirinya berbakti kepada Iblis. Itu sebabnya pemimpin-pemimpin tidak boleh lupa prinsip ini. Pendeta-pendeta Reformed jangan lupa bahwa engkau tidak boleh berkompromi dengan apa pun karena engkau adalah pemimpin yang bersifat wakil. Puji Tuhan! Semua teladan Kristus telah menjadikan Gereja Tuhan mengerti sifat dan prinsip Alkitab sehingga imannya dapat bertahan terus sampai Kristus datang kembali. Tetapi Tuhan Yesus mengatakan satu kalimat yang menyedihkan luar biasa, “Pada saat Anak Manusia kembali, bolehkah Dia menemukan iman?” Kita harus menjadi orang Kristen yang setia, menjadi orang Kristen yang konsisten, menjadi orang-orang yang memegang teguh prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa kita adalah orang beriman yang setia kepada Tuhan.

Jikalau engkau setia bukan untuk menjadi sombong, melainkan bersedia untuk menjadi martir, untuk menjadi orang yang mungkin dibunuh, mungkin dibenci, diejek, difitnah, diumpat, diiri, dan didengki oleh manusia, it is simply because you want to be a Christian, remain faithful until the end of the world. Berikan kepada saya pengalaman, setelah saya mengalaminya saya baru percaya. Maka Tuhan akan mengatakan, “Kau kira anugerah-Ku bisa dipermainkan seperti itu? Tidak! Aku menganugerahi siapa, siapa mendapat anugerah, Aku mengasihani siapa, siapa mendapat belas kasihan!” Di dalam kalimat yang begitu jitu kita melihat prinsip dasarnya adalah kedaulatan Allah yang menguasai pemberian anugerah Allah. The sovereignty is the principle of giving grace to any people. Tidak ada satu orang pun yang berhak berkata: “Kalau Engkau memberikan anugerah maka aku akan percaya kepada Engkau.” Tuhan akan mengatakan, “Tidak! Sebab Akulah yang menentukan kepada siapa Aku memberikan anugerah dan bukan kamu yang menentukan sehingga Aku harus taat kepadamu.”

Ketiga, kalau aku bisa mengerti, rasional, dan masuk akal, maka saya akan percaya, inilah presuposisi ketiga dari orang berdosa memberikan tantangan kepada orang Kristen. If you come pursuit me, convince me that your religion is reasonable, is logical, and make my reason surrender, then I will believe in your God. Nyatakanlah secara masuk akal dengan segala metode yang menaklukkan rasioku! Setelah aku merasa itu rasional, itu masuk akal, aku akan percaya kepada Tuhan. Metode ini merupakan hal ketiga produksi manusia dengan otak yang sudah dicipta, yang terbatas, dan dicemari dosa yang mengakibatkan penyataan kebodohan akan diri sendiri. Jawaban atas pertanyaan, “Kalau Tuhan masuk akalku maka aku percaya kepada Tuhan” adalah “Mengapa Tuhan mesti masuk akalmu? Bukan Tuhan yang mesti masuk akalmu tetapi akalmu yang mestinya masuk Tuhan.” Kamu minta kebenaran itu dimasukkan ke dalam otak sampai sesuai dengan apa yang dimaui otakmu? Otakmu itu terbatas, otakmu itu dicipta, otakmu terpolusi, otakmu dicemarkan oleh dosa, lalu kebenaran Tuhan harus sesuai dengan otakmu? Tidak ge-er-kah kamu? Tidak malukah kamu? Menganggap otakmu mempunyai daya penampungan yang cukup besar untuk menerima kebenaran Allah yang tidak terbatas? Apakah engkau tidak sadar bahwa otakmu betul-betul sudah tercemar? Apakah engkau kira bahwa engkau berhak untuk menguji kebenaran? Kebenaran jauh lebih besar daripada otakmu! Di dalam filsafat Grika, seks itu diibaratkan sebagai kemauan manusia. Sebagai wakil, seks itu kalau dilampiaskan tanpa kasih yang sejati, manusia turun menjadi binatang. Kalau engkau mempunyai kemauan yang diutarakan melalui nafsu seks, tanpa ada emosi yang baik untuk mengatur seks, engkau turun menjadi binatang. You lower yourself, you will become an animal; you satisfy your sex desire and expression, you will not be controlled by the true and proper emotion. Ini bahaya sekali. Manusia yang lebih tinggi dari itu adalah manusia yang membereskan emosinya, setelah itu dengan emosi yang sungguh-sungguh dan dengan cinta yang murni ia memerlukan seks. Manusia yang lebih tinggi dengan seks yang dikuasai oleh emosi yang suci pun tetap bahaya karena emosi kalau tidak mempunyai rasio yang benar, tidak mempunyai pengertian kebenaran untuk mengontrol, maka emosi itu bisa meluap dan membanjir. Sehingga yang lebih tinggi lagi adalah pikiranmu menguasai emosimu, baru emosimu menguasai seks dan kemauanmu. Dengan demikian, manusia yang seluruh kegiatan hidupnya berpusat pada seks dan kemauan, manusia itu mirip binatang. Manusia yang menguasai seks dengan emosi tapi tidak ada pikiran, asal emosi, asal cinta, tanpa kontrol, itu manusia yang sangat bahaya. Manusia yang mengerti kebijaksanaan, mengerti kebenaran, lalu dengan rasio dia menguasai emosinya, baru emosi ini menyatakan kontrolnya kepada seks, itu orang tertinggi. Maka di dalam kebudayaan Grika, filsuf itu orang tertinggi. Filsuf itu orang yang paling tinggi derajatnya di antara semua manusia dan kita semua harus menuntut kebijaksanaan menjadi pencinta kebenaran. Ketika Socrates ditanya, “Engkau orang berbijak kan?” Pertanyaan ini dijawab dengan, “Tidak, aku hanya pencinta kebijaksanaan.” Manusia yang mencari kebenaran sebenarnya dengan tidak sadar sedang membuktikan bahwa manusia tidak mempunyai kebenaran maka manusia perlu kebenaran. Yang tidak ada kebenaran, perlu kebenaran dan mencari kebenaran, supaya kebenaran dan hidup yang mencari kebenaran bersatu. Itu yang disebut orang sebagai filsuf. Philea - Sophia artinya I love the wisdom, I am only a wisdom-lover and I am not the wisdom. I should not be identified with wisdom. Aku tidak boleh diidentifikasikan sebagai kebenaran atau kebijaksanaan, aku hanya pencinta kebijaksanaan.

Tapi saya menemukan bahwa seluruh sistem Grika ini masih lemah. Yang menguasai kemauan adalah emosi, yang menguasai emosi adalah rasio, tetapi saya mau tanya, “Siapa yang menguasai rasio?” Di sini saya menemukan kemuliaan Tuhan melalui wahyu-Nya dalam Kitab Suci: Roh Kudus yang menguasai rasio. Waktu manusia merajalelakan, mengidolakan, dan memutlakkan akal sebagai Tuhan Allah, lalu berpikir bahwa yang masuk akal adalah kebenaran dan kalau tidak masuk akal bukan kebenaran; maka orang ini telah jatuh ke dalam jerat modernisme yaitu mengidolakan rasio, memutlakkan rasio, dan menjadikan rasio tuhan allah yang kedua. Memutlakkan yang tidak mutlak ini satu pelanggaran terhadap Allah yang Esa. Itu sebabnya orang yang mengatakan, “Tanpa masuk akal, saya tidak percaya,” itu berarti iman disejajarkan dengan rasio dia, kebenaran harus bisa diterima oleh pikiran yang sudah ternoda oleh dosa, ini bukan ajaran Alkitab. Alkitab mengatakan: bukan karena rasiomu maka engkau beriman, melainkan karena engkau beriman baru engkau mengetahui kebenaran. Ini semua dibalik. Manusia pada umumnya memakai ilmu untuk membuktikan Allah ada, memakai rasio untuk membuktikan Allah ada, memakai pengalaman untuk membuktikan Allah ada. Orang Reformed mengatakan, “No! You are wrong! That is an anthropocentric presupposition; that is the result of the human fall; that is the result of the pollution, of the fall of Adam on your brain.” Ini semua salah: presuposisi pertama, jikalau aku melihat, maka aku percaya; presuposisi kedua, jikalau aku mengalami, maka aku percaya; presuposisi ketiga, jika aku merasa sudah masuk akal, maka aku percaya.

Presuposisi terakhir, jikalau bisa dibuktikan maka aku akan percaya. Give me proof, give me evidence! Itu namanya evidensial metodologi. Evidensial metodologi di dalam apologetika adalah metodologi orang dunia, bukan Alkitab. Saya kira saudara tahu ada satu buku yang namanya “Evidence That Demands a Verdict”. Inilah buktinya, coba engkau test; inilah buktinya, coba engkau buktikan, engkau konfirmasikan! Buku itu ditulis oleh seorang dari Campus Crusade yang terkenal yaitu Josh McDowell. Sebenarnya judul buku itu sudah salah, karena berarti kebenaran Allah boleh dihakimi oleh manusia. Mestinya orang berdosa yang dihakimi oleh Allah, bukan Allah dengan bukti-bukti supaya dihakimi oleh manusia. Engkau menilai sendiri, engkau hakimi sendiri, betul atau tidak. Mengapa menjadikan Allah boleh dihakimi oleh manusia dan bukan membawa manusia berdosa untuk dihakimi oleh Tuhan Allah. Itu adalah metode total evidensial, berbeda dengan Reformed Theology. Theologi Reformed menganggap Allah tidak dapat dibuktikan oleh manusia dan manusia tidak sanggup memakai bukti apa pun untuk menyatakan keilahian Tuhan Allah. Itulah sebabnya bukan Allah dibuktikan, tetapi Allah menyatakan diri-Nya. Apa perbedaan ‘Allah dibuktikan’ dengan ‘Allah menyatakan’? Pikiran yang tajam harus menjawab perbedaan antara ‘Allah dibuktikan oleh manusia’ dan ‘Allah menyatakan diri kepada manusia’. Jika Allah dibuktikan oleh manusia, siapa inisiator? Siapa subjek? Siapa objek? Jika Allah dibuktikan oleh manusia, manusianya menjadi subjek, manusia menjadi inisiator, Allah pasif – manusia aktif. Tetapi Allah menyatakan diri artinya Allah aktif – manusia pasif, Allah subjek – manusia objek, Allah inisiator - manusia responser, ini bedanya. Waktu Allah menyatakan diri maka engkau mengatakan, “O, I see Your glory, I know Your existence, I understand Your will.” Di situ Allah menjadi inisiator, inilah yang digunakan oleh Alkitab. Saya tidak tahu mengapa begitu banyak sekolah theologi memberi gelar tinggi kepada murid-muridnya yang katanya studi sampai S1, S2, tetapi tidak pernah mengerti metode ini. Saya tidak mau ditipu oleh, “Oh, saya sudah sekolah S1, S2, S3 dari luar negeri.” Saya mau tanya sebenarnya engkau mengerti Alkitab sampai di mana? Saya berkata kepada saudara bahwa di sekolah Institut Reformed, engkau boleh pakai uang paling sedikit untuk mengerti kebenaran yang paling dalam. Meskipun engkau bukan lulusan luar negeri, tidak usah minder. Karena di sini bobot dan pengertian dengan metode yang sungguh-sungguh sudah kita cari dan temukan di dalam Alkitab. Dan semua ini akan dikonfirmasikan oleh semua yang mengerti Theologi Reformed di seluruh dunia bahwa engkau sudah berada di dalam jalur yang benar. Allah menyatakan diri sehingga kita tahu Dia ada. Manusia mencoba membuktikan memakai ilmu alam untuk menemukan Allah itu ada, itu metodenya sama sekali berbeda. Alkitab tidak pernah mengatakan: silakan membuktikan Allah melalui ciptaan-Nya, melainkan engkau harus melalui ciptaan-Nya mengaku Dia ada, itu bukan hasil dari engkau membuktikan Allah ada. Itu adalah pengakuan. Mengapa? Karena Allah menyatakan diri melalui ciptaan di dalam alam maka Alkitab tidak memakai proof atau evidence, Alkitab memakai the manifestation of God, God manifests Himself, God shows Himself, God displays His work in the universe.


Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong (Februari 2009)

Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/sifat-iman-bagian-2


Tidak ada komentar: