- Jun zi bo xue yi wen, yue zhi yi li; gentleman punya pengetahuan yang luas tapi membatasi penggunaannya dengan tata krama.
- Jun zi huai de, xiao ren huai tu; gentleman memperhatikan hukum dan moral; small man hanya menginginkan keuntungan remeh.
- Jun zi huai xing, xiao ren huai hui; hati gentleman takut akan hukuman, namun hati small man tertambat pada suap. Asal diberi sedikit uang, dia mau melakukan apa saja termasuk hal yang melanggar hukum. Karena gentleman takut dihukum, maka sebelum melakukan segalanya dia akan berpikir, “Apakah perbuatan ini bakal mendatangkan hukuman?” Karena itu dia tak bertindak semaunya. Tapi small man berbuat salah pun oke asal beroleh profit. Dia tak punya pendirian, tak dapat memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk. Kongfuzu juga menyinggung soal ren; perikemanusiaan. Lima hal penting dalam ren: (i) gong; rendah hati, stabil dan betul-betul berkualitas, mengerjakan segalanya dengan penuh tanggung jawab; (ii) kuan; ; lapang dada, bijaksana, mau mengerti, mengampuni, dan menerima orang yang berbeda pendapat; (iii) xin; sincere, honest, truthfulness; jujur, dapat dipercaya; (iv) min; gesit, tegas, diligent and responsible; (v) hui; ; bermurah hati kepada orang, suka memberkati, membawa berkat bagi orang lain. Kalau seseorang bisa melakukan lima prinsip ini, maka dia disebut punya perikemanusiaan yang cukup, berjiwa besar, dan murah hati. Seorang gentleman, terlebih seorang pemimpin, harus punya perikemanusiaan barulah dia bisa menjadi pemimpin yang berbobot dan betul-betul serius, berjiwa besar, jujur, dapat dipercaya, cakap dan rajin, murah hati, serta suka membahagiakan orang lain. Murid-murid Kongfuzu juga menjabarkan istilah gentleman dan dibukukan. Kita akan membahas beberapa di antaranya. Suatu kali seorang muridnya yang bernama Zi Lu; bertanya kepada Kongfuzu: “Jun zi shang yong hu; Guru, apakah seorang gentleman punya keberanian?” Jawab Kongfuzu:
- Jun zi yi wei shang; gentleman mengutamakan keadilan. Jun zi you yong er wu yi wei luan; gentleman selain punya keberanian juga harus punya keadilan, dengan begitu dia tak akan mengacaukan segalanya. Sementara xiao ren you yong wu yi wei dao small man hanya punya keberanian tak punya keadilan, maka perbuatannya tak beda dengan perampok. Maksudnya adalah keberanian memang penting, tapi keberanian perlu diimbangi dengan keadilan. Saat mengajar Theologi Penginjilan, saya membandingkan dengan the perfect man, ideal man yang terdapat di filsafat Gerika, yang diwarisi dari dua buku yang sangat penting yaitu Iliad dan Odyssey, karangan seorang penyair buta yang bernama Homer. Dua buku itu mengisahkan peperangan yang terjadi di Troy. Selesai perang, mereka pulang ke Ithaca (sebuah pulau), rajanya bernama Ulysses (bahasa Gerika: Odyssey). Bagi orang Gerika, orang yang sempurna terbentuk dari empat unsur, yaitu: wisdom, righteousness, courage, dan temper (self-control), tak boleh kurang satu pun. Karena unsur pertamanya adalah kebijaksanaan, maka orang Gerika mencari kebijaksanaan, bahkan menyebut diri ‘The lover of wisdom’ (bahasa Gerika: philia artinya I love; dan sophia artinya wisdom) atau ‘philosopher’. Itu sebabnya filsafat Barat dimulai dari Gerika yang mencintai dan mencari kebijaksanaan. Setelah seseorang punya kebijaksanaan, maka dia harus punya keadilan; yi; dikaiosune. Karena semua hal yang tak adil bertentangan dengan kebijaksanaan. Sesudah punya keadilan harus punya keberanian. Perhatikan, orang Gerika meletakkan keberanian di belakang keadilan. Jadi, untuk apa seorang punya keberanian kalau ternyata keberaniannya hanya dipakai untuk membela hal yang tidak adil? Karena orang yang tidak mengimbangi keberanian dengan keadilan akan menimbulkan banyak kekacauan. Kongfuzu juga mengajarkan bahwa small man yang hanya punya keberanian, tak punya keadilan, tak beda dengan pencuri, bukan? Maka bagi Kongfuzu, seorang pemberani harus punya keadilan. Begitu juga ajaran Gerika, keadilan harus dipadukan dengan keberanian, bahkan harus diikat dengan temperance dan self control agar tak menjadi liar. Surat-surat Paulus juga banyak menggunakan istilah temperance dan righteousness, tak banyak menggunakan istilah keberanian, karena baginya Christ is our wisdom. Kebijaksanaan bukan didapat dari ajaran filsafat melainkan pemberian Allah, dan keberanian harus diikat oleh kasih. Maka Alkitab jauh lebih tinggi dari semua ajaran filsafat. All things that have been thought by the culture leaders, when Bible discusses it, always in the superior level, because Bible tells us the eternal will of God. Begitu juga dengan empat unsur yang dianggap paling penting oleh filsafat Gerika ternyata hanya bersumber dari manusia - antroposentris. Ajaran di Alkitab, Allah menjadikan Kristus sebagai kebenaran, kebijaksanaan, penebusan, dan kesucian kita. Sementara di ajaran Gerika, kita tak menemukan kesucian, kasih, pengharapan, dan iman, mirip dengan ajaran Kongfuzu. Tapi ajaran Kongfuzu tidak menjadikan keberanian sebagai hal yang terpenting, karena menurutnya, tanpa dibarengi keadilan, keberanian akan mendatangkan kekacauan, membuat small man mencuri.
Zi Gong, murid Kongfuzu yang terpenting pernah bertanya: “Jun zi yi you wu hu; adakah sesuatu yang gentleman benci? satu pertanyaan yang bagus bukan? Karena gentleman sering dipandang sebagai orang yang sangat sempurna, adakah sesuatu yang dia benci? Zi ye, you wu. Wu cheng ren zhi e zhe, wu ju xia liu er shan shang zhe; jawab Kongfuzu: Ada.
Gentleman benci menyebarkan gosip yang menjelek-jelekkan orang lain; dia bukan membenci orangnya tapi hal-hal tak berguna seperti: mengejek orang lain di belakangnya atau menebar gosip. Bukan saja demikian, dia juga membenci bawahan yang suka memfitnah atasannya. Bukan saja demikian,
Gentleman juga membenci segala hal yang tak berguna dan masih saja dipertahankan begitu rupa.
Banyak ajaran Kongfuzu yang sangat agung tentang gentleman dan small man. Satu lagi:
Jun zi li yi xing zhi, sun yi chu zhi, xin yi cheng zhi, jun zi zai; gentleman a). mengerjakan hal yang benar, adil; only do the righteous thing, tak akan melakukan sesuatu yang tak didasarkan atas kebenaran, keadilan. b). Menjalankan hal yang sesuai dengan tata-krama, peraturan yang adil dan benar. c). Mengatakan dan melakukan semua itu dengan rendah hati, karena gentleman selalu merasa dirinya masih saja kurang. d). Menyempurnakan apa yang dia katakan dan lakukan dengan kejujuran. Pernahkah kau mendengar orang Kristen yang saat bersaksi membangga-banggakan kenakalan masa lalunya? Saya rasa orang yang membanggakan kebobrokan pada masa lalunya tidak benar. Sejak umur belasan tahun, kalau saya mendengar orang yang saat bersaksi membanggakan kenakalan, kekurangajaran, dan dosa-dosa masa lalunya, saya rasa dia bukan sedang bersaksi melainkan sedang dipakai setan dan memberi nilai nol pada kesaksian macam itu. Suatu kali waktu seorang minta bersaksi di kebaktian saya, saya tolak karena saya rasa ada something wrong. Kesaksiannya yang membangga-banggakan kenakalan masa lalunya dan mengundang tawa audience itu sebenarnya sedang memuji kehebatan diri lebih dari memperkenalkan Kristus yang telah mengampuni dosanya. Maka kata Karl Barth: “Never mention sin except you mention it with the victory of Jesus Christ over your sin” jangan singgung dosamu kecuali kau barengi dengan menyinggung kuasa Tuhan Yesus yang sudah mengalahkan dosamu. Karena orang yang mengkisahkan dosanya menjadi sesuatu yang sangat menarik, dia sedang berdosa bahkan melakukan dosa double. Meski begitu, waktu kau melakukan sesuatu yang benar juga tak perlu kau bangga-banggakan dalam kesaksianmu. Kata Kongfuzu, “Jalankan semua hal dengan adil, benar, dan sopan. Utarakan apa yang kau kerjakan dengan sungguh-sungguh rendah hati, barulah kau disebut gentleman”.
Saya kira kalimat-kalimat ini sangat agung dan penting bagi kita sebagai orang Kristen. Karena ada kalanya kita yang berada di lingkungan Kristen tidak mementingkan pembentukan karakter. Bahkan ada banyak pendeta yang karakternya tak keruan. Mana mungkin dia membina karakter jemaatnya? Saat jemaat bersaksi, asal kesaksiannya disukai orang, menarik orang datang, persembahan bertambah banyak, dia sudah senang. Kita tidak boleh begitu, kita harus melakukan semuanya dengan baik, sejalan dengan firman Tuhan. Terlebih orang non-Kristen pun sudah punya ajaran yang begitu agung.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/gentleman-and-small-man-bagian-3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar