Jay
Thiessens adalah pemilik perusahaan mesin dan peralatan. Perusahaan
yang semula kecil berkembang menjadi perusahaan dengan pemasukan lima
juta dollar per tahun. Di balik kesuksesannya itu, selama beberapa
dekade, Jay menyembunyikan rahasia yang menyakitkan. Selama itu, setiap
hari saat jam kerja, Jay pura-pura menyibukkan diri agar tampak ia
tak punya waktu untuk meninjau kontrak atau membaca surat-surat. Pada
malam hari, istrinya, Bonnie, akan membantunya memilah-milah dokumen di
meja dapur, di ruang tamu, atau kadang-kadang sambil duduk di tempat
tidur. Tugas-tugas lain didelegasikan ke
sekelompok Manajer inti di perusahaannya, B & J Machine Tool
Company. Mereka tidak tahu bahwa bos mereka tidak bisa membaca.
”Saya bekerja untuknya selama tujuh
tahun dan aku tak tahu bahwa dia tak bisa membaca,” kata Jack Sala yang
kini bekerja sebagai Manajer Teknik untuk Truckee Precision, kompetitor B
& J. ”Waktu bekerja dengan Jay, aku adalah General Manager-nya.
Jay selalu menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
urusan hukum kepada saya sambil berkata,’kau lebih jago dalam
urusan hukum ketimbang saya.’ Aku tak pernah menyangka bahwa
sebenarnya cuma saya sendiri yang membaca dokumen-dokumen itu.”
Hanya beberapa orang yang tahu tentang
ketidakmampuan Jay ini serta keinginannya yang paling mengebu-gebu:
untuk dapat membacakan dongeng sebelum tidur bagi cucu-cucunya. Namun
tak selamanya ia bisa menyimpan rahasia buta huruf-nya. “Lama-kelamaan
jadi terlalu berat untuk terus menyembunyikannya,” kata Jay, yang mulai
belajar membaca pada usia 56.
Ketidakmampuan Jay dalam membaca
sebenarnya bermula ketika ia duduk di kelas satu atau dua di McGill,
sebuah kota pertambangan kecil di pusat Nevada. “Seorang guru menyebut
saya bodoh karena saya kesulitan dalam membaca,” katanya. Selama masa
sekolah, ia menjadi murid pendiam yang duduk di bangku deretan belakang
di kelas.
“Sepertinya para guru kesal mengurusi
saya jadi saya diluluskan saja,” katanya. Dia lulus dari White Pine Ely
High School di tahun 1963, dengan nilai-nilai C, D dan F. Namun ia
pernah mendapatkan nilai A untuk mata pelajaran permesinan.
Sehari setelah lulus, Jay pindah ke
Reno, di mana 10 tahun kemudian ia mendirikan sebuah toko kecil dengan
sisa uangnya yang terakhir sebesar dua ratus dollar. Hari ini, B & J
dikenal sebagai perusahaan spesialis dalam pengelasan dan pengerjaan
lembaran logam. Dengan 50 karyawan, dan pemasukan lima juta dollar per
tahun, perusahaan ini kemudian melakukan ekspansi ke gedung baru yang
jauh lebih luas.
Walaupun dia sukses, cap sebagai orang
bodoh menghantuinya sampai dewasa. Untuk menutupi kelemahannya ini ia
menjadi seorang pendengar yang baik. Dia jarang lupa dengan
detail-detail, memiliki pemahaman yang kuat dalam matematika dan
angka-angka, suatu kualifikasi penting untuk industri ini.
Sebagian besar dari pekerjaan yang
dilakukan adalah teknis. Industri Ini lebih berkaitan dengan matematika,
bentuk-bentuk geometris, daripada kata-kata. Pada suatu hari Jay diajak bergabung
dalam organisasi lokal bernama The Executive Commitee, sebuah wadah bagi
CEO-CEO untuk saling berbagi tanpa rasa persaingan guna membahas
tantangan-tantangan dalam menjalankan bisnis mereka.
Awalnya Jay enggan bergabung. “Dia
khawatir kemampuannya di bawah anggota yang lain,” kata Randy Yost,
Ketua organisasi sekaligus dan mantan CEO sebuah bank di California.
“Sekitar 6 bulan setelah pertemuan, ia bilang kepada saya bahwa ia
kesulitan membaca,” kata Randy Yost. Beberapa waktu kemudian, Jay membuat
pengakuan kepada seluruh anggota organisasi itu. “Dia agak berkaca-kaca.
Suaranya gemetar,” kenang Doug Damon, seorang anggota kelompok dan CEO
sebuah produsen minuman. “Jelas ini merupakan hal yang sulit dilakukan.”
Ia terkejut atas pengakuan Jay.
“Saya tahu dia adalah lulusan sekolah
tinggi, jadi saya kira saya secara otomatis dia bisa membaca. Dia sangat
sukses dalam bisnisnya… Siapa yang menyangka ada sisi lain?” Jay takut mendapat ejekan dari
rekan-rekan sesama CEO yang berpendidikan perguruan tinggi. Namun,
sebaliknya, ia justru mendapat banyak dukungan. ”Selama ini saya
menghormatinya atas prestasinya, kini rasa hormat saya kepadanya semakin
bertambah,” kata salah seorang rekannya.
Setelah itu, Jay memanggil guru untuk
mengajar dia membaca selama satu jam sehari, lima hari seminggu. Saat
itulah ia memberi tahu para Manajer pabriknya kemudian kepada seluruh
karyawannya tentang rahasia yang ditutupinya selama ini. “Sejak saya
memutuskan untuk memberitahu semua orang tentang hal itu, saya merasa
lega sekali,” kata Jay.
Sumber : http://www.nusahati.com/2012/08/rahasia-seorang-ceo/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar