Minggu
lalu kita sudah memulai membahas surat Yakobus. Surat Yakobus ditujukan
kepada orang Yahudi yang tadinya begitu mementingkan Taurat, perbuatan,
tapi kemudian sudah percaya Kristus lewat iman. Apa hubungan antar iman
dan kelakuan? Itulah topik yang diutamakan oleh penulis Yakobus penulis
surat ini adalah adik kandung Yesus Kristus, yang percaya Yesus,
setelah Dia bangkit. Inilah contoh yang baik bagi kita: Yesuspun
menunggu 33 sekian tahun, barulah anggota keluargaNya mengakui Dia
adalah Anak Allah.
Saat Yakobus tua, dia dijuluki sebagai The pillar of the church. Karena
dia memelihara firman Tuhan dengan baik, memelihara iman yang sejati,
yang selaras dengan kelakuannya, maka dia dihormati oleh semua orang di
Yerusalem. Ada banyak orang yang imannya benar tapi kelakuannya tidak
benar, karena iman yang dia miliki hanyalah iman kognitif, menurut
Yakobus, iman seperti itu bagai tubuh yang tak berjiwa, mati adanya.
Sementara ada juga orang yang berkelakuan baik tapi tidak beriman,
kelakuannya tak akan dapat diperkenan Tuhan (Ibr. 11:6). Alkitab
mengajarkan dengan jelas: faith comes by hearing, hearing comes by the word of Jesus
Christ. Karena hanya iman yang didasarkan pada firman bisa menjadi
sumber kekuatan seseorang berkelakuan baik. Memang, ada banyak orang non
Kristen yang kelakuannya cukup baik, bahkan jauh lebih baik dari orang
yang mengaku diri Kristen, tapi kelakuan baik mereka didasarkan atas
respon mereka terhadap general revelation (wahyu umum) di
bidang moral. Sementara iman yang sejati didasarkan pada Firman, dan
kelakuan yang sejati didasarkan pada iman. Surat Yakobus membahas kedua
hal itu dengan begitu jelas dan tuntas. Taurat diberi agar manusia
menyadari dirinya sudah jatuh di dalam dosa, tak layak datang kepada
Allah yang begitu suci, adil dan bajik, kita butuh kekuatan Tuhan,
memampukan kita memandang pada Kristus, Pemberi Taurat. Prinsip itu kita
dapatkan secara tuntas, sinkron dan konsisten dari PL sampai PB. Orang
Israel tidak sanggup memenuhi tuntutan Tuhan di dalam Taurat, Petrus
mengakui hal itu di konsultasi teologi yang ke-1 di Yerusalem (Kis.15).
ltu sebabnya kita butuh Yesus. Dialah yang menggantikan kita
menggenapkan seluruh tuntutan Taurat. Maka kata Yesus kepada Nikodemus,
Kalau kau tidak diperanakkan dengan Roh Kudus dan air, kau tidak mungkin
masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kalimat Yesus pada Nikodemus itu hanya
diucapkan satu kali. Di sini kita belajar, Yesus tidak menunggu sampai
puluhan ribu orang berkumpul, baru Dia menyampaikan khotbah yang
penting. Dia bisa mengkhotbahkan satu prinsip kunci pada satu orang
kunci, untuk mempengaruhi seluruh dunia: Taurat adalah pemberian Allah,
tapi Roh Kuduslah yang dijanjikan untuk menggenapkan apa yang tidak
sanggup dilakukan oleh Taurat.
Setelah kita mengerti kunci-kunci ini,
saat kita membaca surat Yakobus, barulah kita jelas mengapa di surat
yang ditujukan pada dua belas suku yang beriman ini Yakobus berkata, kau
sudah beriman? Kau akan diuji. Saat diuji memang menderita sekali,
sampai mungkin kau bimbang: apa gunanya beriman pada Tuhan? Setelah aku
beriman, kesulitan yang ku alami lebih besar dari mereka yang tidak
beriman, where are You, God, when I suffer? Tapi pesan
Yakobus di awal suratnya ini, saat kau diuji, anggaplah sebagai satu
sukacita besar, suatu mentalitas yang sangat berbeda, yang membenarkan
kalimat Socrates “seorang yang tidak pernah diuji tidak layak hidup di
dunia”. Permisi tanya, mengapa ada banyak orang miskin tapi kemudian
menjadi kaya, sementara ada banyak kaya yang jatuh miskin? Karena Tuhan
merancang sifat manusia begitu rupa, perlu diuji baru bisa menjadi
kokoh, itu sebabnya Tuhan memberi batu, semak duri, kesulitan, musuh di
jalan kita, no exception, agar kita memiliki fighting spirit.
Saya bersyukur pada Tuhan yang telah melatih saya sejak kecil, hingga
saya sanggup makan makanan yang paling sederhana, pakai pakaian yang
murah, naik pesawat yang termurah. Saat pekerjaan Tuhan terwujud nanti,
kita akan tahu, bahwa kita bisa memberikan yang terbaik untuk Tuhan,
juga bisa menerima hal yang tersulit, yang Tuhan berikan. Itulah jiwa
dan iman Kristen yang sejati. Karena to suffer and to know why I suffer adalah dua hal: orang yang menyadari akan rencana Tuhan di tengah kesusahannya akan memuji Tuhan. Perhatikan: what you feel, what you know, what you conscious, what you learn from your suffering is more important than
the suffering itself. Sama-sama sebagai anak piatu, ada yang setelah
besar membuka panti asuhan, ada juga yang menjadi panculik anak orang.
Jadi, bukan pengalaman, tapi pengetahuanmu akan kesusahanlah yang akan
mengubah hidupmu. Ay.2, saat kau berada di dalam berbagai-bagai
pencobaan (lebih tepat: ujian) ….karena ujian berbeda dengan cobaan:
cobaan datang dari iblis, ujian datang dari Allah. Tuhan mengizinkan aku
mengalami sengsara, bukan karena Dia tidak ada, sebaliknya, justru
karena Dia ada, maka Dia memakai sengsara untuk melatih, mengolah,
membentuk kita menjadi orang yang lebih berguna. Jadi, waktu kita
sengsara, jangan kita berkata “dimana Kau, Tuhan?” Dia akan menjawab “I
was in your suffering, I know everything by detail” “Mengapa
Kau tidak membantu?” “Aku membantumu melewati kesedihan itu” Kalau
begitu, Tuhan itu kejam. Tidak! Pikiran Tuhan yang adil, yang punya
rencana agung jauh lebih tinggi dari pikiran kita. Maka kata Yakobus kau
harus menganggap ujian sebagai satu sukacita besar, karena kau tahu …….
inilah kuncinya: pengetahuan akan kesusahan adalah modal kita untuk
menang atas segala kesulitan yang menimpa kita. “….karena kamu tahu….”
artinya mereka pernah dididik, sekarang diingatkan. Apa yang mereka
tahu? ujian terhadap imanmu akan menghasilkan ketekunan. Sekali lagi
saya tandaskan, IQ bukanlah sesuatu yang terpenting, di dunia ini, ada
banyak orang yang 1Q nya tinggi tapi gagal. Kira-kira 10 tahun yang
lampau, orang Barat baru mulai menyadari pentingnya EQ. Apakah seorang
yang punya IQ & EQ saja sudah cukup? Belum, masih memerlukan WQ (will quo-tient). Padahal 2000 tahun yang lalu orang Tionghoa sudah tahu hal itu, pepatah mereka: you zhi zhe, shi jing cheng: orang
yang tekadnya bulat dan tekun pasti akan berhasil. Salah satu unsur
penting yang membuat seorang sukses adalah tekun, tekun yang tidak
mengenal kompromi; menyerah, hanya karena menemui kesulitan. WQ paling
sedikit mempunyai dua unsur:
- Consistency, dari awal sampai akhir tetap sama. Tentu saja bukan konsisten dalam kesalahan melainkan konsisten dalam kebenaran, dalam menjalani rencana Tuhan. Allah kita adalah Allah yang konsisten, karena Dia adalah kebenaran yang tidak perlu berubah.
- Fight. Sering kita menyaksikan orang fight untuk hal yang tidak benar, sementara orang benar malah tidak berani fight. Keduanya sama: dipakai oleh iblis. Orang yang konsisten di dalam kebenaran dan betul-betul fight untuk kebenaran, dialah orang yang mempunyai WQ. Konsisten dan ketekunan; fighting spirit yang tak pernah memudar, itulah yang Yakobus maksudkan di sini: karena kamu tahu, setelah imanmu diuji akan menghasilkan ketekunan, teologi Reformed menyebutnya: perseverance of the saint, orang suci akan setia dalam mempertahankan imannya, sampai hari dia bertemu Tuhan.
Di abad ke-20, kuasa politik yang paling
ganas bahkan melebihi kaum Nazi adalah Komunisme, mereka berani
menganiaya orang yang tidak menyetujui mereka begitu rupa, tapi
ketekunan orang Kristen membuat mereka kehabisan akal, walau dipukul,
dipenjara, dibunuhpun tetap tidak goyah, mereka tetap percaya Yesus.
Jadi, bukan orang yang pintar khotbah, melainkan mereka yang mengabarkan
Injil, tekun, setia sampai mati tetap menaati firman Tuhan, tidak
kompromi karena penderitaan, merekalah yang mengukir sejarah gereja,
melestarikan kekristenan.
Apa bedanya gereja di abad ke-1 dan
gereja di akhir zaman ini: gereja abad ke-1 tidak mempunyai bangunan,
organisasi, administrasi, dana, tapi mereka punya iman, ketekunan, api
penginjilan, sementara gereja sekarang memiliki segalanya, namun tidak
memiliki satu hal yang penting: iman. Tuhan berkata kepada gereja di
Laodekia, kau kira kau kaya, padahal kau miskin, telanjang, buta. Yesus
Kristus berkata kepada gereja di Sardis, kau kelihatannya hidup, tapi
sebenarnya mati. Biji matamu besar tapi buta, tidak melihat apa yang
Tuhan ingin kau lihat; mata rohaninya buta. Banyak wanita mengenakan
pakaian yang termahal, namun rohaninya telanjang. Banyak orang punya
banyak uang, tapi rohaninya miskin. Tuhan berkata, Akan menembusi hati
nuranimu sampai sedalam-dalamnya, tahu apa yang ada padamu. Yakobus
berkata, setelah diuji, kau akan menjadi perseverance. Mengapa
kita tidak menyukai barang-barang yang mudah rusak? Karena tidak tahan
lama. Di istana terdapat dua jenis ornamen yang tahan lama: emas dan
guci. Emas masih bisa berubah warna, tapi guci yang sudah diproses
pembakaran 1300 derajat, asalkan tidak pecah, bisa dipajang sampai
seribu tahun, warnanya tetap sama, tidak berubah. Tuhan sudah
menyelamatkan kita, once saved, save forever. Saya yakin, Tuhan
akan memelihara orang percaya sampai selama lamanya. Tapi siapa yang
Tuhan pelihara? Mereka yang tahan uji, yang tekun sampai akhir, yang
taat dalam penderitaan-penderitaan yang sesuai dengan rencana dan
kehendakNya. Kalau orang berpikir “Reformed mengajarkan predestinasi,
Tuhan sudah menetapkan siapa yang selamat, jadi kita tidak perlu
mengabarkan Injil”, dia adalah orang yang bodoh luar biasa. Kalau saya
sudah mendesain suatu bangunan, perlukah bangunan itu dibangun? Perlu.
Allah memang sudah menetapkan siapa yang akan Dia selamatkan, tapi Dia
tetap perlu mengirimkan Yesus datang ke dunia, menjadi manusia, dipaku
di atas kayu salib merealisasi rencanaNya di dalam proses sejarah yang
dinamis. Waktu tugu Pahlawan di Surabaya dibangun, setiap minggu sekali,
saya mengayuh sepeda ke samping kantor Gubernur, duduk di sana,
menyaksikan pembangunan tugu itu, saya belajar satu hal: sang mandor
selalu mencocokkan bangunan yang sedang berlangsung dengan denah
bangunan, antara rencana dan pelaksanaannya. Allah punya rencana atas
kita, pelaksanaan rencana itu adalah menggarap kau dan saya, menjadi
bahan bangunan (istilah yang Petrus pakai: living stone; batu hidup) di
dalam Kerajaan Allah yang kekal. Mengapa disebut batu hidup? Karena
batu-batu itu dipakai untuk membangun Bait Allah. Dan Tuhan berfirman, you are the temple of God. Berapa
indahnya sebuah gedung gereja bukanlah hal yang terlalu penting, tapi
orang yang rohaninya baik, mempunyai kebenaran, cinta Tuhan, menjalankan
kehendak Allah adalah harta gereja yang terpenting, adalah living stone.
Permisi tanya, saat kita membangun
rumah, mungkinkah batu besar, kecil ditumpuk sesuka hati? Tidak!
Batu-batu itu perlu dipotong, dipoles, disusun dengan rapi. Itulah yang
dimaksud, setelah imanmu diuji akan mem-buahkan ketekunan, kau sedang
digarap oleh Tuhan, dipotong, dirapikan, dipoles…..sesuai dengan apa
yang telah Allah rencanakan, bertekunlah sampai akhir, sampai Bait Allah
itu terwujud.
Apa yang dihasilkan lewat ujian? Dikatakan di sini, going to be complete, going to be accomplished, going to be perfect.
Hidup yang sempurna, utuh, tanpa kurang suatupun adalah hidup yang
seperti apa? Baca ay.2-4, ujian iman menghasilkan ketekunan, dan
ketekunan menghasilkan apa? Kematangan. Banyak orang baik dalam segala
hal, tapi masih kurang sesuatu. Kurang apa? Perfect of quantity toward the perfect of the quality. Saat
seekor ayam bertelur, telur itu sempurna. Tapi kalau lewat dua tahun
masih tetap berupa telur, balk atau tidak? Kalau ditinjau dari
pertumbuhan, tentu tidak baik. Mengapa? Dia belum mencapai tujuan:
menjadi seekor ayam. Maka telur butuh dierami; kehangatan tubuh sang
induk, agar bisa bertumbuh dan bertumbuh, sampai menjadi seekor anak
ayam. Setelah itu, apakah dia sudah sempurna? Belum, karena dia masih
kecil, dia perlu bertumbuh lagi — inilah pertumbuhan dari kualitas
mengarah ke kuantitas, lalu dari kuantitas mengarah pada kualitas.
Manusia yang pertumbuhan fisiknya sudah sempurna, sudah boleh menikah,
melahirkan bayi yang tidak bisa berjalan, tidak bisa berbicara sampai 12
bulan, barulah dia mulai belajar berjalan. Setelah dia bisa berjalan,
apakah dia sudah sempurna? Sempurna, tapi kesempurnaan secara kualitas
baru dicapai saat dia berusia 24 tahun, saat tubuhnya sudah bertumbuh
sempurna, boleh menikah – itulah kesempurnaan kuantitas, dia menjadi
orang dewasa. Apakah sudah cukup? Belum, dari kuantitas perlu dilatih,
diolah, diberi ujian, agar dia mencapai kesempurnaan kualitas yang lain.
Ada seorang bertanya pada seorang guru vokal, “dari sekian banyak
muridmu, murid mana yang terbaik?” “Yang itu, suaranya luar biasa”
“sudahkah kau puas akan apa yang dicapainya?” “belum” “Mengapa?” “Dia
memang sudah menguasai tehnik, potensinya ada “Jadi, masih kurang apa?”
“Kurang seni” “mengapa kau tidak membekalinya?” “Seni tidak bisa saya
turunkan, kecuali dia sendiri mengalami penderitaan” Tiga tahun kemudian
orang bertanya lagi pada guru itu, jawabnya “sekarang dia sudah
sempurna. Karena dia pernah mengalami patah hati, bahkan hampir bunuh
diri, maka waktu dia menyanyi, bukan hanya mengandalkan tehnik,
pengalaman, seni terpantul dari batinnya yang pernah menderita”. Itu
sebabnya, penderitaan memang penting. Asal penderitaan itu kau alami
karena kau menjalankan kehendak Tuhan, bukan karena kau berdosa. Jadi,
jangan hanya tekun. Karena tekun hanya untuk memelihara keselamatanmu
tidak hilang, kau perlu memiliki fighting spirit yang akan
membuatmu menjadi matang, sempurna, utuh, tidak kekurangan suatupun
(ay.4). Tak kurang suatu apapun jangan dimengerti sebagai tidak
kekurangan materi, melainkan Tuhan tidak lagi menemukan cacat cela,
kekurangan dalam dirimu, Dia merasa puas akan dirimu, karena kau tahan
uji. Maukah kau menjadi orang yang seperti itu di mata Tuhan? Biarlah
kita yang berada di dalam proses sejarah ini rela digarap, dibentuk,
dikikis, menerima penderitaan-penderitaan yang sesuai dengan rencanaNya
yang kekal, sampai kita berjumpa denganNya.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber :http://www.nusahati.com/2012/08/iman-ujian-dan-ketekunan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar