Sabtu, 30 Juni 2012

Sepuluh Hukum – Hukum Keenam (Part-3 Selesai)

Salah satu isu penting di dalam hukum keenam adalah mengapa Allah memerintahkan bangsa Israel untuk membunuh habis tujuh suku di Kanaan? Pada hari Sepuluh Hukum diturunkan, Musa memerintahkan orang Lewi untuk membunuh tiga ribu saudaranya sendiri. Sebagai suatu perbandingan yang unik, ketika Roh Kudus turun, tiga ribu orang diselamatkan. Ini sungguh suatu rahasia yang Alkitab bukakan kepada kita untuk mengerti bagaimana Tuhan bekerja. 

Konsistensi Allah dan Perintah-Nya

Seorang profesor Buddha dari Taiwan mengomentari hal di atas sebagai alasan bahwa Allah Kristen tidak konsisten dan tidak damai, karena mengizinkan untuk membunuh. Ajaran Buddha menekankan perdamaian. Di Bangkok, di kuil Yu Fu Miao ada satu patung Buddha yang terbuat dari batu giok yang dijuluki Patung Perdamaian. Mereka meyakini bahwa siapa pun yang memiliki patung itu akan menikmati kedamaian. Tetapi demi untuk mendapatkan patung itu, mereka tidak segan-segan berperang. Patung ini diperebutkan oleh Myanmar dan Thailand selama beratus-ratus tahun. Inikah kedamaian? Oleh karena itu, kita tidak boleh mempermainkan perintah “Jangan membunuh” dengan sembarangan. Untuk itu, kita perlu mendalami hukum keenam ini dengan teliti dan yang tidak banyak dibahas di banyak gereja.
  1. Tuhan memakai orang tua yang melanggar hukum. Tuhan memakai Musa yang dilahirkan dari orang tua yang tidak taat kepada hukum Mesir, sehingga Musa tidak sampai mati dibunuh oleh Firaun. Dari fakta ini, kita harus mempelajari sifat hukum Allah yang bersifat paradoks. Kita tidak boleh sembarangan menafsirkan firman Tuhan secara harfiah, tanpa memperhatikan konteks dan pengertian Alkitab secara keseluruhan, sesuai dengan kebenaran Allah.
  2. Tuhan memakai pembunuh untuk memerintahkan jangan membunuh. Sebelum menerima hukum ini, Musa sudah pernah membunuh. Hal ini mengajar Musa untuk tidak sombong karena dia sendiri gagal menjalankan Hukum Taurat. Dengan itu dia belajar mengerti kesulitan orang lain yang jatuh ke dalam dosa dengan melanggar hukum.
  3. Hari Sepuluh Hukum diturunkan, terjadi pembunuhan yang disetujui Tuhan. Hari ketika Musa membawa turun Sepuluh Hukum, orang Israel sedang berbuat dosa dengan menyembah patung lembu emas. Mereka mengira Musa sudah mati di atas gunung dan Yahweh tidak memimpin mereka lagi. Musa marah, membuang kedua loh batu, dan menantang mereka untuk kembali taat kepada Tuhan. Hanya suku Lewi yang waktu itu berdiri di pihak Musa. Maka Musa memerintahkan suku Lewi untuk menghabisi saudara-saudaranya sendiri. Hari itu ada tiga ribu orang yang mati. Mengapa Allah menyetujui Musa memerintahkan suku Lewi untuk membunuh saudaranya? Allah adalah Allah yang mencipta hidup sehingga hanya Dia juga yang berhak untuk mencabut hidup siapapun yang tidak taat kepada-Nya. Jika kita tidak mengerti prinsip-prinsip Kitab Suci, kita mudah sekali mempersalahkan Allah yang menyetujui, bahkan memerintahkan tindakan pembunuhan. Lalu kita merasa lebih benar, meninggalkan Tuhan, dan menjadi atheis. Itu adalah suatu tindakan bodoh dari orang yang tidak mau taat kepada Tuhan. Dia tidak bisa membedakan antara Allah Pencipta yang hidup dengan dirinya sebagai ciptaan.
Tuhan Allah memakai Musa yang pernah membunuh untuk membawa perintah “Jangan membunuh” agar ia sendiri sadar bahwa ia bukan orang benar. Setiap orang adalah pelanggar hukum dan patut dihukum. Orang yang memandang dirinya cukup baik tidak akan dipakai oleh Tuhan. Sebaliknya, orang yang dahulu begitu gagal dan jahat, bisa Tuhan ubah dan dijadikan hamba Tuhan yang tangguh.

Rauschenbusch pernah menulis: “Orang yang paling menentang Farisi adalah Paulus yang pernah menjadi orang Farisi; yang paling melawan militer adalah Tolstoy yang bekas militer; yang paling menentang perbudakan adalah William Wilberforce yang sebelumnya pernah menjadi budak.” Allah memakai orang yang pernah berzinah, tahu betapa bobroknya berzinah, untuk menganjurkan orang agar jangan berzinah. Tuhan memakai orang yang pernah bercerai, mengalami pahit getirnya perceraian guna memperbaiki banyak keluarga yang retak. Biarlah kita belajar cara Tuhan menangani hal-hal seperti ini. Inilah keajaiban Tuhan yang tidak kita sadari.

Musa yang pernah membunuh, akan merasa begitu tidak layak membawa perintah hukum seperti ini. Dia akan merasa gentar dan tidak layak menjadi hamba Tuhan. Tetapi Tuhan justru mau memakai dia. Inilah paradoks, suatu kelebihan Alkitab yang jarang kita temukan di semua ajaran agama. Sayang banyak orang mau mengerti iman Kristen dengan mental agama lain.

Setelah Tuhan memerintahkan orang Lewi untuk membunuh saudaranya hingga tiga ribu orang terbunuh, barulah murka Tuhan berhenti. Ini menyatakan bahwa keadilan Tuhan itu mutlak. Tidak mungkin Allah menghabisi hidup seseorang tanpa alasan cukup karena Dia adalah kebenaran yang absolut. Orang yang tidak mengerti akan berkesimpulan bahwa Allah orang Kristen adalah Allah yang kejam. Seorang profesor di Taiwan menulis buku untuk menghasut para mahasiswa agar jangan menjadi Kristen, karena Kristen adalah agama yang kejam, di mana Allahnya membunuh begitu banyak orang, dan Kitab Suci Kristen adalah Kitab Suci yang penuh darah, tidak seperti agama Buddha yang cinta damai. Di dalam sebuah KKR, seorang mahasiswa menanyakan kepada saya bagaimana komentar saya terhadap buku tersebut. Saya mengatakan kepada mereka, “Jika memang Allah Kristen begitu jahat seperti yang dia tuliskan, pasti dia sudah membunuh profesor itu dulu. Tetapi kenyataannya Allah membiarkan orang yang melawan Dia tetap hidup. Berarti Allah Kristen tidak sedemikian jahat seperti yang dituduhkan.”

Tuduhan terhadap Allah
Apakah Allah adalah Allah yang tidak konsisten dan plinplan karena sambil memerintahkan “Jangan membunuh” sambil melakukan pembunuhan? Allah tidak plinplan. Allah memerintahkan orang Lewi untuk membunuh saudaranya karena umat yang Allah harapkan untuk menurunkan kebenaran Allah harus dituntut dengan ketat agar tidak merusak seluruh dunia. Di sini Allah melakukan penyaringan atas umat-Nya. Suatu hal yang sangat memilukan, tetapi sebuah keharusan mutlak. Lihatlah, ketika Tuhan memilih Abraham, melanjutkan ke Ishak, dan Ismael dikesampingkan; memilih Yakub dan mengesampingkan Esau. Bagaimana dengan Saudara dan saya? Tuhan akan selalu melakukan penyaringan yang ketat kepada umat yang Dia mau pakai.

Ada hamba Tuhan kita yang ketika studi menulis surat kepada saya dan mengatakan bahwa kalau dia kembali, dia hanya mau mengajar dan mengelola sekolah theologi dan tidak mau melakukan lainnya. Saya tidak membalas surat itu karena kalau semua mahasiswa yang dia ajar mengikuti cara dan perbuatannya, seluruh gerakan ini akan hancur. Kalau dia datang pada saya dan berbicara dengan saya, saya akan memberitahukan apa yang seharusnya dia lakukan, bukan dengan cara saya harus mengikuti keinginannya. Akhirnya Tuhan menyaring dia dari gerakan ini. Gerakan ini akan berjalan terus dan Tuhan menyaring hamba-hamba-Nya. Saya harus belajar peka dan ketat memelihara prinsip-prinsip Tuhan di dalam hati. Demikian juga setiap Saudara harus belajar hidup dengan ketat menurut kehendak Tuhan sehingga tidak disaring oleh Tuhan.

Kita telah melihat suatu kondisi paradoks. Saat seorang raja kafir menyuruh Bileam untuk mengutuk orang Israel, Tuhan memutar lidah nabi yang tamak ini menjadi memberkati umat-Nya. Akhirnya Bileam mengaku tidak sanggup mengutuk karena Tuhan tidak memperkenankan. Tetapi ada cara untuk menghancurkan mereka, yaitu buat mereka berzinah sehingga nanti mereka dihukum oleh Tuhan. Dan benar, Tuhan menurunkan wabah kepada mereka yang berzinah, sampai Pinehas membunuh orang yang membawa pelacur ke perkemahan orang Israel. Ini adalah pembunuhan yang Tuhan izinkan karena sesuai dengan isi hati Tuhan. Baru setelah itu redalah murka Tuhan. Kita harus melihat dua macam pembunuhan. Ada pembunuhan yang menghentikan hidup, ada pembunuhan yang menghentikan pembunuhan. Yang satu didasarkan pada kemarahan manusia, sementara yang lain dilakukan atas kehendak Allah.

Maka di sini, kita tidak boleh membunuh diri kita sendiri karena membunuh diri identik dengan membunuh orang lain. Ada orang-orang yang karena penderitaan yang hebat akhirnya bunuh diri. Untuk kasus seperti ini saya mau mengerti kesulitannya, tetapi tetap itu tindakan yang tidak benar dan saya tidak bisa menyetujuinya. Hidup manusia adalah hidup yang sangat serius dan terhormat. Di sisi lain, ada orang yang sengaja terus memperpanjang hidup yang sebenarnya sudah mati, yaitu dengan menggunakan peralatan medis terus. Hendaklah kita belajar menghormati hidup dengan benar.

Hukum Keenam dan Pemikiran Liberal
Berbahaya jika melihat paradoks kehidupan tanpa mengerti dari sudut Tuhan sendiri. Akhirnya muncul tuduhan bahwa Alkitab penuh dengan kontradiksi. Para theolog Liberal yang berakademis tinggi tetapi tidak takut Tuhan lebih baik meninggalkan profesinya dan jangan menjadi orang Kristen. Apa jadinya jika gereja diajar oleh orang-orang seperti ini? Lebih baik kehilangan 400 nabi palsu, lebih baik tidak punya nabi selama 400 tahun, ketimbang diajar dan dikerumuni nabi palsu. Sebelum Paulus bertobat, semakin dia melayani semakin tindakannya melawan kehendak Tuhan. Semakin dia melayani, dia menganiaya umat Tuhan. Hari ini banyak gereja yang kelihatannya giat melayani, tetapi justru merusak nama Tuhan, merusak pekerjaan Tuhan, dan menyesatkan banyak orang. Mereka tidak mau belajar kebenaran Tuhan dengan sungguh-sungguh dan hidup takut akan Tuhan.

Ada dua sikap ketika seorang berhadapan dengan berita yang sulit di Alkitab, yaitu: 1) memanipulasi dan menafsir ayat itu menurut pikirannya sendiri; atau 2) mengabaikan dan tidak mau membahas bagian itu. Tetapi kita perlu menyadari bahwa banyak jemaat dan orang Kristen yang lebih banyak belajar. Mereka bukan orang bodoh. Tugas Reformed adalah mengisi kebutuhan mereka dengan bertanggung jawab. Tidak memutar balik firman atau menyisakan bagian-bagian yang sulit. Setiap orang yang pandai harus takluk pada pimpinan Roh Kudus. Theologi Reformed adalah theologi yang rasional, tetapi bukan rasionalis (memperilah rasio).

Seorang profesor filsafat di Taiwan, Chen Gu Ing, mempertentangkan antara Allah yang kejam dan Yesus yang penuh cinta kasih. Inilah ajaran Liberal. Atheisme dan Liberal adalah sama-sama musuh kekristenan. Atheisme adalah musuh yang jujur di luar sementara Liberal adalah musuh dalam selimut yang lebih jahat karena mengaku sebagai Kristen. Colin Brown memberi komentar, “Tillich di gereja beda dengan Tillich si penulis.” Paul Tillich adalah seorang yang begitu baik ketika berkhotbah di gereja, tetapi menjadi begitu melawan Kristen ketika dia menulis. Ketika berkhotbah dia berusaha menyenangkan jemaat pendengarnya dan mengikuti keinginannya, tetapi ketika menulis buku, ia melawan fondasi kekristenan yang paling ortodoks. Pernah seorang pendeta Liberal ketika akan ditahbiskan, ditanya apakah dia percaya Yesus adalah Anak Allah, dia menjawab “Ya!” dengan begitu yakin. Semua temannya terkejut dan menanyakannya kemudian. Dia berkata: “Sstt… bukankah semua orang juga anak Allah?” Kita perlu berhati-hati dengan pendeta-pendeta seperti ini. Jika orang-orang seperti ini yang mengajar gereja, kita bisa segera mengerti gereja itu akan menjadi seperti apa.

Memang ada bagian-bagian Alkitab yang sulit dimengerti. Tetapi justru di sini Alkitab dengan jujur memaparkan hal-hal yang penting bagi manusia tanpa menyembunyikannya atau mengesampingkannya. Tugas setiap orang percaya untuk belajar dan mengerti, lalu menolong kaum intelektual yang kesulitan ketika mereka mencari kebenaran. Sejak abad ke-19, para theolog Liberal sulit menerima pandangan paradoks Alkitab dan menganggapnya sebagai kontradiksi. Lalu mereka berusaha menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan evolusi. Mereka berpikir bahwa agama juga berevolusi sehingga pikiran-pikiran agama bisa berubah dan berevolusi juga. Sebenarnya pemikiran Evolusi sudah muncul sejak Aristoteles, tetapi berkembang meluas setelah terbitnya buku The Origin of the Species dari Charles Darwin pada tahun 1859. Pikiran ini dipasarkan oleh Sir Herbert Spencer dan Sir Thomas Henry Huxley. Gereja menertawakan teori evolusi namun tidak memberikan argumen yang kuat untuk melawan teori ini. Akibatnya dalam waktu 100 tahun, hampir tidak ada dunia akademis yang tidak menerima teori evolusi. Orang beriman dianggap tidak rasional sehingga sulit bagi kaum intelektual untuk beriman. Tetapi bagi Theologi Reformed, Roh Kudus tidak membunuh rasio tetapi membawa rasio yang sesat kembali patuh kepada kebenaran.

Allah menyuruh orang Israel menumpas tujuh suku di Kanaan. Kita sulit mengerti bagaimana penerapan cinta kasih Tuhan. Banyak orang tidak melihat ketuhanan Kristus, tetapi lebih mengedepankan moralitas Yesus. Akibatnya, agama hanya mengurus isu moral. Yesus hanya dilihat sebagai tokoh moral. Mengikuti Immanuel Kant, agama adalah sistem moral dan ibadah. Kita harus melihat agama sebagai sistem kehidupan berkenaan dengan pengharapan akan berkat kekekalan. Kristus yang kekal adalah Yesus yang lahir di palungan; Kristus yang Anak Allah adalah Yesus yang mati di kayu salib. Inilah orang Kristen sejati. Allah menumpas ketujuh suku di Kanaan karena tujuh suku ini adalah suku yang sangat rusak dan jahat. Ibadah mereka penuh dengan moral yang sangat keji. Mereka masuk ke kuil di mana ada musik dengan ritme yang sangat merangsang dan membangkitkan emosi. Lalu dengan dorongan para imam mereka, orang-orang mulai lupa diri, lalu menanggalkan baju dan bersetubuh satu dengan yang lain. Percabulan disetujui bahkan dilakukan saat ibadah. Itu sebabnya Allah memutuskan harus menumpas mereka agar umat Tuhan tidak tercemar oleh cara mereka yang mematikan. Kalau orang-orang seperti ini tidak ditumpas, dunia sudah penuh dengan semua penyakit kelamin dan juga AIDS. Ini bukan masalah evolusi agama atau Allah kurang bermoral. Justru demi menegakkan moral yang suci dan kudus, pembunuhan ini harus dilakukan. Penumpasan ketujuh suku ini adalah wujud kasih-Nya kepada umat manusia, dan otoritas-Nya di dalam mengatur dunia ciptaan-Nya.

Etika Berkenaan dengan Hukum Keenam
1. Peperangan
Perang bukanlah hal yang Tuhan restui, tidak menjadi berkat, dan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada agama yang menyetujui peperangan. Siapa yang melakukan kekerasan akan menuai kekerasan. Tetapi itu tidak berarti tidak ada peperangan dan tidak ada orang beragama yang berperang. Mao Zedong mengatakan kalau agama tidak menolong apa-apa dan tidak bisa menghentikan peperangan maka agama perlu dienyahkan. Tetapi dia sendiri akhirnya lebih kejam dan lebih suka kekerasan; seharusnya dia konsisten mengenyahkan dirinya. Bagi Theologi Reformed, agama adalah suatu bentuk anugerah umum yang Tuhan pakai untuk mencegah kejahatan yang lebih besar.

Apakah orang Kristen boleh berperang? Ketika menembak mati musuh, apakah melawan hukum keenam? Hanya satu kali pertanyaan ini muncul di Alkitab, ditanyakan oleh seorang serdadu Romawi yang bertobat dan dibaptis kepada Yohanes Pembaptis. Yohanes menjawab dua hal: 1) Cukupkan dengan apa yang ada padamu agar tidak menyalahgunakan pedang yang dipegangnya; 2) Jangan pakai pedang untuk menindas. Kedua hal ini adalah etika militer. Di sini jelas bahwa Yohanes tidak melarang orang untuk berperang. Terkadang perang diperlukan. Di dalam Alkitab Perjanjian Lama umat Tuhan juga berperang. Ini bagaikan tugas seorang algojo yang harus menjatuhkan hukuman mati demi untuk menghentikan kejahatan. Itulah cara Tuhan memelihara keadilan dan hak asasi manusia. Kalimat Yohanes mengindikasikan adanya just war (perang yang adil dan benar). Tuhan memang tidak menginginkan peperangan, tetapi peperangan terkadang diperlukan. Tuhan tidak melarang orang untuk berperang atau menjadi anggota militer.

Martin Luther melihat dua motivasi perang, yaitu 1) Defensif: Jika negaraku dijajah orang, aku tidak boleh melarikan diri dari tanggung jawab terhadap keluarga dan bangsaku yang terancam, sehingga aku harus maju berperang. Perang hanya dibenarkan jika motivasinya benar. Maka sebagai orang Kristen, kita harus menjaga hati nurani kita untuk senantiasa takut akan Tuhan. Dalam kasus ini, kalaupun seorang Kristen harus menembak atau membunuh, maka ia tidak berdosa karena ia sedang menjalankan keadilan Allah di bumi. 2) Agresif: Jika negaraku pergi menjajah negara asing maka sebagai orang Kristen aku tidak mau ikut berperang, walaupun dengan penolakan itu aku harus dihukum atau dibunuh sekalipun. Jadi, Martin Luther tidak menyetujui peperangan yang motivasinya salah. Martin Luther sangat mementingkan aspek hati nurani. Calvin lebih tajam melihat kasus ini, dalam hal ini pemegang tanggung jawab perang adalah yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Pelaksana atau prajurit hanya menjalankan tugas dengan setia, dia tidak menanggung dosa akibat kesalahan motivasi yang salah, karena dalam peperangan dia tidak berencana untuk membunuh karena urusan pribadinya. Inilah etika perang yang kita pegang.

2. Algojo
Bagaimana dengan orang yang mengeksekusi narapidana yang divonis mati oleh pengadilan, apakah juga terhitung sebagai membunuh? Dalam kasus ini, jawaban yang kita berikan sama seperti serdadu yang berperang untuk membela negaranya, dia hanya melakukan tugas. Dengan demikian dia bukan membunuh karena benci atau ada kepentingan pribadi, tetapi karena dia menjalankan tugas keadilan yang harus dilakukannya demi menjaga keamanan dan menegakkan keadilan masyarakat.

3. Eutanasia
Eutanasia adalah bunuh diri dengan alasan yang baik. Apakah orang yang tidak lagi punya pengharapan untuk sembuh dari penyakitnya boleh mengakhiri atau diakhiri hidupnya? Prinsip yang pertama adalah jangan menahan waktu kematian seseorang hanya karena faktor emosi. Kedua, kalau waktunya untuk meninggal secara alamiah sudah tiba, relakan dan serahkan dia pada Tuhan. Kalau engkau tidak rela, tetap memperpanjang hidupnya dengan mesin misalnya, satu saat nanti mungkin terpaksa harus melakukan eutanasia — tindakan yang tak bertanggung jawab.

Sekitar tahun 1965-1969 terjadi peristiwa gempar, yaitu suami istri rektor Union Theological Seminary di New York bunuh diri bersama. Ini adalah sebuah seminari Liberal di Amerika Serikat. Ini adalah seminari yang menghasilkan seorang John Sung. Rektor dan istrinya yang sama-sama sudah lanjut usia ini tidak tahan akan rongrongan penyakit, lalu bunuh diri. Hal ini sangat menggemparkan karena rektor seminari yang begitu besar menjadi contoh. Maka, seorang tua yang sudah waktunya untuk pulang, jangan ditolong dengan cara artifisial dengan bantuan mesin-mesin. Orang tua yang dipaksa hidup seperti ini akan sangat menderita. Ada orang tua yang “dipaksa hidup” sampai menghabiskan jutaan rupiah sehingga keluarganya harus berhutang ke sana-sini. Ketika ia meninggal, anak-anaknya harus menanggung hutang bertahun-tahun. Itu terjadi karena mesin-mesin yang menopang dan anak-anaknya tidak berani menghentikannya. Maka jangan pakai alat-alat seperti ini kalau memang waktunya untuk meninggal.

4. Aborsi
Orang berdosa cenderung melakukan aborsi ketika ia hamil di luar nikah. Hal itu dikarena­kan rasa malu dan sangat mengganggu kehormatan keluarga atau rencana studinya. Alasan aborsi adalah janin itu bukan manusia atau belum manusia. Di sini kita melihat bahwa aborsi adalah tindakan yang egois dan tidak bertanggung jawab. Maka perlu dengan tegas dinyatakan bahwa aborsi seperti ini adalah dosa dan sama sekali tidak boleh dilakukan, karena membunuh manusia yang tidak mempunyai kekuatan untuk melawan. Seks itu karunia Tuhan yang indah. Tetapi jika seks disalahgunakan maka akan menjadi hal yang paling bobrok di dalam sejarah manusia. Tuhan dengan bijaksana agungnya menciptakan tubuh manusia dengan sedemikian indah sehingga bisa bergerak dengan lincah ketika melakukan hubungan seks. Sayang manusia tidak menyadari anugerah ini, melainkan hanya mau menikmati seks tanpa mau bertanggung jawab. Itu sebabnya Theologi Reformed tidak merestui seks pranikah. Hubungan seks sebelum nikah cenderung membuat orang lari dari kewajibannya. Oleh karena itu jangan mencoba-coba untuk mencicipi buah terlarang dan memungkirinya di hadapan Tuhan. Hendaklah kita menjadi dewasa dengan: a) punya tanggung jawab cukup; b) mengasihi sesama tanpa ego; dan c) berani melewati keseng­saraan yang sanggup dia pikul. Mengapa orang tega membunuh janin yang tidak punya kekuatan untuk melawan? Karena dia tidak mau bertanggung jawab, takut aibnya diketahui orang.

Tetapi bagaimana jika seorang wanita melakukan aborsi karena tidak tahan akan kepedihan dan beban berat akibat diperkosa? Haruskah dia bertanggung jawab untuk benih pria yang dimasukkan secara paksa ke dalam rahimnya? Saya pernah memberikan jawaban ini dalam acara tanya jawab pada tahun 1998, bahwa bagi orang yang belum percaya atau lemah imannya, di mana ia tidak bisa menerima fakta ini dan melakukan aborsi, kita melihat bahwa Tuhan bisa mengerti keadaan itu, tetapi tetap merupakan dosa (Kis. 17:29-31). Ketika manusia masih belum mengerti, Allah memberikan toleransi, tetapi sekarang Allah memerintahkan semua orang untuk bertobat. Ini adalah pernyataan Paulus di Atena.

Bukankah Athena adalah kota orang-orang pandai? Tetapi pandai secara dunia dianggap bodoh oleh Allah karena mereka tidak mengerti wahyu Allah. Mereka merasa diri mereka pandai, tetapi itulah kebodohan. Mereka tidak mengerti sehingga Allah tidak memperhitungkannya sebagai dosa. Tetapi kesalahan mereka yang terbesar adalah kesalahan epistemologis, kesalahan theologis. Semua nilai kebenaran manusia dan semua ideologi manusia harus didasarkan kepada pengertian theologi yang benar.

Bagaimana dengan anak yang lahir cacat karena faktor keturunan? Apakah kita boleh menggugurkannya karena tidak rela dia lahir cacat? Saya percaya kita harus tetap membiarkan dia lahir. Kalau kemudian di dalam perkembangannya dia meninggal atau cacat, kita minta Tuhan memakainya untuk menggugah hati nurani masyarakat, asal saja cacat itu bukan karena ulah kita sebagai orang tuanya. Di satu kota ada seorang ibu yang lima anaknya bisu. Menurut orang di sana, itu karena mereka tidak ingin mempunyai anak maka ibu itu minum pil kina dalam dosis yang besar. Janinnya tidak gugur, tetapi lahir cacat. Saya tidak tahu apakah alasan ini benar atau tidak, tetapi upaya mengakhiri hidup anak dengan cara demikian adalah tindakan tidak bertanggung jawab. Aborsi adalah pembunuhan berdarah dingin sehingga kita mutlak tidak dapat menye­tu­juinya. Saya bisa mengerti ketika seseorang melakukan aborsi di dalam kebodohannya, buta, tidak memiliki pilihan lain, kecuali ia meminta dokter untuk menggugurkan kandungannya, maka Allah akan menoleransi perbuatan itu, tetapi tetap memandangnya sebagai dosa. Namun, setelah itu, Allah menuntut dia untuk bertobat karena ada hal yang lebih besar di belakang itu, yaitu hari penghakiman Tuhan. Dan sebagai dokter Kristen, engkau tidak boleh melakukan aborsi atau merujuk orang ke dokter yang bisa melakukan aborsi karena itu adalah dosa. Sebagai dokter Kristen engkau harus menjadi orang Kristen yang bertanggung jawab.

Membunuh adalah perkara keji di mata Allah. Di dalam 1 Yohanes 3:15 tertulis bahwa barangsiapa membunuh manusia, tidak ada hidup kekal di dalamnya. Saat kematian yang Allah tetapkan bagi kita telah tiba, maka tidak ada yang bisa memperpanjang hidupnya. Oleh karena itu, janganlah kita membunuh karena Allah sangat membenci pembunuhan. Amin.


Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : http://www.nusahati.com/2012/04/sepuluh-hukum-%E2%80%93-hukum-keenam-part-3-selesai/

Ringkasan Khotbah Sebelumnya :
Hukum pertama hingga keempat berbicara tentang hukum vertikal, menyatakan relasi antara Pencipta dan ciptaan.
Hukum 1 : Akulah Allah satu-satunya jangan ada ilah lain di hadapan-Ku
Hukum 2 : Jangan Menyembah Berhala
Hukum 3 : Jangan Menyebut Nama Tuhan Dengan Sembarangan
Hukum 4 : Kuduskan Hari Sabat
Hukum kelima mulai membahas relasi antara manusia dengan manusia yang Ia cipta.
Hukum 5 : Hormati Orang Tuamu
Hukum 6 : Jangan Membunuh

Tidak ada komentar: