Kematian dan kebangkitan Kristus merupakan dua hal yang menjadi fondasi Injil. Apakah itu Injil? Injil adalah satu-satunya kabar baik dari Tuhan Allah, yang Ditujukan bagi orang berdosa, bahwa Kristus yang diutus oleh Allah sudah mati dan sudah bangkit menjadi Penebus orang berdosa. Dia mati karena dosa kita masing-masing, dan Dia bangkit dengan tujuan memberikan kebenaran Allah kepada kita, yang datang kepadaNya. Ada sifat penting dalam Injil yang harus kita pertahankan. Gereja yang kehilangan pegangan atas sifat Injil yang penting ini, pasti akan menjadi gereja yang berkompromi. Sifat paling mendasar dari Injil adalah sifat penebusan — The redemptive nature of the Gospel –. Injil bukan satu pengajaran baru, bukan semacam perubahan moral, bukan satu popularisasi dari ajaran agama Kristen. Mengabarkan Injil bukan satu gerakan menambah anggota gereja, bukan suatu pidato mengenai keagamaan. Mengabarkan Injil merupakan peperangan yang membawa manusia keluar dari tangan setan masuk ke dalam tangan Allah.
Jikalau kita betul-betul mengetahui apakah artinya PI, kita tidak mungkin PI tanpa semangat, jikalau kita belum mengerti apa sifat Injil yang sejati, kita tidak mungkin membedakan kegiatan kita dengan kegiatan agama-agama yang lain. Sifat PI, berdasarkan sifat esensi dari Injil itu sendiri. Injil bersifat penebusan, yang tidak ada di dalam agama lain. Jikalau agama-agama mengajar manusia berbuat baik, dan orang-orang yang menganut agama itu taat pada pengajaran agamanya, maka mereka berbuat segala kebaikan sesudah menerima ajaran agama mereka. Ini tidak berarti perbuatan-perbuatan dosa sebelum itu sudah bisa diselesaikan. Jika seseorang berbuat baik menurut agama mereka, dan sampai mati tidak berbuat dosa lagi, tetap belum membereskan soal dosa kemarin, kemarin dulu dan tahun-tahun yang silam dan waktu-waktu yang sudah lalu.
Agama mengajar manusia bermoral baik, tetapi Kristus menebus manusia keluar dari kuasa dosa dan kuasa setan. Inilah perbedaan agama dan Injil Yesus Kristus. Jikalau orang Kristen tidak mengenal keunikan dan inti dari istilah penebusan ini, kita tidak mungkin berperang dengan semangat, api yang murni, dan ketekunan tanpa henti untuk melayani Tuhan.
Di dalam kematian Kristus, fokus terpenting adalah keunikan Oknum yang telah menderita kematian ini. Siapakah Dia yang dipaku di atas kayu salib? Golgota tidak hanya menyalibkan Yesus. Banyak orang yang dipaku di sana. Perampok-perampok yang diadili menurut hukum dari Romawi dipaku, digantung dan dibunuh di sana. Yesus bukan orang pertama yang disalibkan. Menurut catatan sejarah, pada waktu Yesus berusia 11 tahun sudah lebih dari 100 orang Israel yang dipaku di atas kayu salib di Nazaret. Berarti Yesus yang masih kecil sudah mempunyai kesan: inilah nanti pengalaman yang harus diterimaNya, pada waktu Dia mengakhiri perjalanan dalam melaksanakan kehendak Allah sebagai Mesias.
Tetapi kesengsaraan Kristus lebih dari kesengsaraan penjahat yang disalib, sehingga Dia berteriak, “Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Suatu kesengsaraan yang tidak mungkin dimengerti oleh rasio manusia, melampaui kemungkinan penganalisaan teologis. Martin Luther setelah berjam-jam merenungkan ayat itu pada satu hari Jumat Agung, tetap tidak mengerti, akhirnya dia berdiri, memukul meja dan berkata: “Siapakah yang dapat mengerti Allah Oknum Pertama meninggalkan Allah Oknum Kedua?” Siapakah yang mampu mengerti mengenai hal Allah meninggalkan Allah? Namun setiap orang Kristen yang tidak mengerti secara mutlak dan tuntas akan hal ini harus mengerti satu hal: Dia dibuang oleh Allah, supaya kita bisa diterima kembali oleh Tuhan Allah. Itulah Injil
Suatu kebenaran yang tidak ada di dalam agama-agama, di dalam filsafat, di dalam ilmu-ilmu pengetahuan mana pun yang ditemukan manusia melalui otak yang diberikan oleh Tuhan, untuk menyelidiki rahasia-rahasia kebenaran ciptaan Allah yang tersembunyi di dalam alam. Kematian Kristus harus kita renungkan terus menerus, menjadi dorongan kekuatan yang konsisten untuk menopang gereja. Salib Kristus adalah rahasia kemenangan dari jaman ke jaman bagi gereja Tuhan yang sejati.
Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib mengandung empat arti:
- The sacrifice of the substitution (Pengorbanan yang menggantikan), Di dalam Alkitab konsep yang penting ini keluar dari mulut Yesus Kristus sendiri, Dia berkata: “… Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45). Yesus Kristus sendiri menyatakan konsep penggantian ini, yang saya sebut — The sacrifice of substitution — karena penggantian ini tidak mungkin dikerjakan oleh orang lain. Tidak ada kematian malaikat yang bisa diterima untuk mengganti kita. Orang yang paling suci sekalipun, tidak ada yang cukup layak menjadi pengganti bagi kita kecuali Anak Allah sendiri. Allah mencari di tengah-tengah manusia adakah seorang yang cukup baik? Tidak seorangpun. Semua sudah berada di bawah murka Allah. Di mana lagi Allah mau mencari? Satu-satunya yang layak untuk menerima hukuman Allah menggantikan manusia adalah Oknum Kedua dari Allah Tritunggal itu sendiri. Konsep ini sudah keluar dari mulut Kristus, yang kemudian dikembangkan oleh Paulus di dalam teologinya. Paulus berkata: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita (II Korintus 5:21) Ini adalah salah satu ayat yang paling sulit dimengerti oleh rasio dan sulit dimengerti dan dijelaskan di dalam Hermenutika. Mengapa? Apa artinya yang tidak mengenal dosa dibuatNya menjadi dosa? Inilah penerobosan dari Yang Kekal ke sementara, dari Yang Tidak Berdosa menjadi berdosa. Allah sendiri yang bekerja. Kristus, yang tidak berdosa, menggantikan kita, yang berdosa. Kita yang berdosa sekarang boleh dilepaskan, dibebaskan dari hukuman dosa, karena Kristus telah menjadi penanggung dosa kita masing-masing. “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging (Roma 8:3), “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib….” (I Petrus 2:24). Jelas sekali, baik dari Petrus, Paulus, ataupun dari Yesus Kristus, maka substitution ini merupakan sesuatu penegakkan teologi yang tepat. Di dalam aliran teologi Liberal, khususnya teologi Jerman pada abad ke 19, banyak orang mulai menolak sifat substitusi ini. Mereka hanya mau mendirikan teologi di atas dasar moral Yesus. Teologi tidak boleh dibangun di atas dasar moral, sebaliknya moral harus dibangun di atas dasar teologi. Jika tidak maka tidak ada jalan yang sesungguhnya. Tuhan Yesus, bukan saja menjadi Guru moral yang terbaik atau Oknum yang hidup paling suci hidupNya di sepanjang sejarah, lebih dari itu, Yesus Kristus adalah Allah dan Tuhan yang datang menjadi manusia dan hamba, dengan tujuan untuk di salib. Suatu kematian yang bersifat mengganti.
- The sacrifice of the propitiation (Pengorbanan yang memulihkan), Propitiation berarti pemulihan. Istilah propitiation yang dipakai dalam Kitab Suci bersangkut paut dengan kemarahan Allah, Allah adalah Allah Yang Mahasuci dan Mahaadil.Yesus Kristus datang ke dalam dunia, Dia akan menjalankan dan melaksanakan keadilan dan kesucian Allah yang mutlak. Tuhan Allah adalah Tuhan yang tidak berkompromi ataupun menoleransi dosa. Itu sebabnya Allah sangat murka yang tidak mungkin ditanggung oleh manusia. Siapa yang bisa berdiri di hadapan Allah dan dombaNya pada waktu Anak Domba Allah murka? Tidak ada orang yang bisa tahan berdiri di hadapanNya.Pada waktu kemarahan Tuhan ditimpakan kepada orang berdosa, maka Kristus yang datang untuk menanggungnya. Di atas kayu salib Dia telah mengalami vakum kasih. Satu-satunya tempat, satu-satunya saat, satu- satunya peristiwa di mana tidak ada kasih sama sekali, adalah ketika Yesus disalib. Bukankah Allah mengasihi Dia? Pada waktu itu tidak. Saat itu Allah meninggalkanNya, sehingga Dia berteriak: “Eli, Eli lama sabakhtani? AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Yesus ditinggalkan Allah. Saat itulah vakum kasih. No love of God is there. Bukankah manusia-manusia yang bersimpati dan mengasihiNya mengelilingi salib dan memberikan hiburan kepadaNya? Saya menjawab: “Tidak!” Pada waktu Yesus berada di kayu salib, cinta dari manusia tidak mungkin sampai kepadaNya. Karena Dia sedang menanggung dosa mereka, sehingga dosa mereka yang datang kepada Kristus, kemurkaan Allah yang ditimpakan kepada Kristus. The absolute vacum of love is in the cross.
- The sacrifice of redemption (Pengorbanan yang menebus), Kematian Yesus Kristus bersifat penebusan. Apa artinya redemption? Apa artinya atonement? Di dalam bahasa Inggris atonement bisa dipisah menjadi at one ment yang berarti menjadi satu. Di dalam penebusan Dia membayar harga tunai yang tinggi dan sangat berharga sehingga nilai kita ditegakkan, dan kita mengetahui bahwa kita bernilai. Berapa besarkah nilai manusia? berapa mahalkah nilai jiwa manusia? Alkitab Perjanjian Lama memberikan sesuatu rumusan mengenai nilai jiwa manusia di dalam Kejadian 9:6: “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia….”, ini berarti man is equal to man, manusia nilainya sama dengan manusia. Di dalam Perjanjian Baru rumus yang lain diberikan mengenai nilai manusia, rumus yang baru dikatakan oleh Yesus Kristus: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” Di dalam kalimat tantangan dari Kristus ini, kita melihat betapa bernilainya jiwa. Seorang manusia lebih bernilai daripada seluruh dunia. Lebih jelas lagi di dalam I Petrus 1:18,19 yang berbunyi: “… kamu telah ditebus… bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus … yang tak bercacat.” Darah Kristus menjadi tebusan di mana jiwa kita boleh kembali kepada Tuhan Allah. Penetapan nilai jiwa manusia adalah setinggi darah Kristus. Hak azasi manusia yang diperjuangkan di PBB, yang diperjuangkan oleh Jimmy Carter, yang diperjuangkan di Helsinki, belum pernah menjadi standar yang lebih tinggi dari Kitab Suci. Mereka mengenal manusia tidak lebih tepat dari apa yang Tuhan katakan. Karena Allahlah yang menciptakan manusia, maka Dia yang paling tahu dimana dan berapa besar nilai manusia. Nilai manusia sedemikian berharga sampai jikalau bukan Anak Allah sendiri mati bagi mereka, mereka tidak bisa ditebus dan tidak bisa kembali kepada Tuhan.
- he sacrifice of the reconciliation (Pengorbanan yang mendamaikan), Reconciliation berarti memperdamaikan. Pada waktu Kristus mati, harga sudah dibayar, kita ditebus kembali. Pada waktu Yesus Kristus mati, kebencian sudah ditanggung, dan segala kemarahan sudah dihentikan, kita berdamai kembali dengan Tuhan Allah Bapa di dalam surga. Satu pertanyaan yang perlu kita pikirkan adalah Kristus membayar harga untuk menebus kita, harganya dibayar kepada siapa?Iblis atau Allah Bapa atau dunia? Pertanyaan ini baru pada abad ke X dapat dijawab tuntas. Abad I teolog-teolog mempunyai pikiran yang berbeda-beda. Tertullian (abad II) mengatakan: “Membayar harga yang tunai kepada setan, supaya tangan setan tidak lagi bisa memegang kita, dan kita keluar dari tangannya.” Tetapi abad XI seorang yang bernama Anselm menulis buku yang berjudul “Mengapa Allah Menjadi Manusia?” Di dalam bukunya mengatakan, “Kepada siapa kita berhutang?” Jika Allah membayar kepada setan, seolah-olah ada persekongkolan antara Allah dengan setan.Pada waktu kita berdosa, kita berhutang atas kemuliaan Allah. “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23) Hutang kemuliaan berarti kehilangan kemuliaan. Dosa tidak bisa dimengerti hanya dari sudut perbuatan dan etika yang kurang baik. Dosa harus dimengerti lebih dari etika dan perbuatan secara lahiriah ke dalam motivasi yang tidak benar. Tetapi Alkitab memberikan ajaran jauh lebih tinggi dari semua filsafat etika dunia dan agama-agama yang lain. Alkitab memberikan jawaban kepada kita, dosa adalah kekurangan kemuliaan, di mana kekurangan kemuliaan itu terjadi itulah dosa. Sekarang setelah kita berhutang kemuliaan Allah, siapa yang bisa membayar kembali? Manusia berhutang kepada Allah yang tidak terbatas. Kristus yang tidak terbatas satu-satunya yang mungkin membayar. Tetapi mengapa waktu Yesus Kristus membayar, kita terlepas dari tangan setan? Karena waktu setan memiliki kita itu bukan dengan hak milik asli. Hak milik setan bukan hak milik asli. Pada waktu kita dimarahi oleh Tuhan, kita dibuang, setan langsung menguasai kita dengan hak yang tidak sah. Dia telah merongrong, telah memiliki manusia dan memojokkan manusia untuk melawan Allah lagi. Tetapi Allah Yang Mahakuasa jauh lebih besar kuasaNya dari setan. Sehingga setelah Kristus membayar lunas hutang kemuliaan dan kesucian kita kepada Allah, di situ Allah berkata: “Aku menerima engkau kembali.”
Karena Allah menyatakan, “Aku menerima engkau kembali”, pemilik yang tidak sah harus melepas milik yang bukan miliknya. Itu sebab semacam kematian yang bersifat menebus kita, kematian yang bersifat memperdamaikan kita, yaitu Allah yang mempunyai keadilan, kesucian, sekarang karena telah disingkirkan melalui propisiasi itu. Maka Dia mampu memberikan pengampunan kepada kita, pengampunan itu mengakibatkan kita boleh berdamai lagi dengan Tuhan Allah, itu disebut reconciliation.
Saya membagikan perdamaian melalui Kristus dan salibNya didalam lima aspek:
- Perdamaian kita dengan Allah melalui Yesus Kristus.
- Perdamaian kita dengan kita melalui Yesus Kristus.
- Perdamaian kita dengan orang lain melalui Yesus Kristus.
- Memperdamaikan orang lain dengan orang lain melalui Kristus.
- Memperdamaikan orang lain dengan Allah melalui Kristus.
1. Perdamaian antara orang berdosa dengan Allah
Sebelumnya saya berdosa dan menjadi musuh Allah. Sebagai seteru Allah, saya dibenci dan dibuang Allah. Murka Allah ada pada saya, tetapi Kristus yang menanggung, sehingga di dalam Kristus saya kembali kepada Allah. “Oh, Bapa ampunilah saya,” dan Tuhan berkata, “Aku menerima engkau kembali. Sekarang kau bukan musuhKu. Aku memberikan hak kepadamu menjadi anak-anakKu.” Kita berdamai dengan Allah.
2. Perdamaian kita dengan kita melalui Yesus Kristus
Setelah pengampunan dosa kita terima, maka dengan sendirinya terjadi perdamaian kedua: kita berdamai dengan kita sendiri. Berapa banyak orang menjadi manusia yang tidak rela. Hidup tidak rela, terhadap isteri tidak rela, melihat anak nakal tidak rela hati, benci, jengkel terhadap dirimu. Mengapa? Karena ada perpecahan antara dirimu dan dirimu. Engkau menjadi musuh dirimu, engkau jengkel terhadap dirimu, benci diri, engkau begitu mendendam diri, tetapi tidak berani mati. Akhirnya terpaksa hidup terus di dunia. Orang gila, orang yang bunuh diri adalah mereka yang menjadi fanatik dan ekstrim. Melampaui batas, upnormal, terjadi permusuhan antara oknum diri dengan diri secara kelebihan, sehingga mereka menjadi gila dan bunuh diri. Kita yang mengalami kesulitan dan kesulitan terus menerus kadang-kadang tidak bisa mempunyai keharmonisan diri, kita memerlukan perdamaian diri Tuhan Yesus.
Kita boleh mencintai diri tapi kita tidak boleh egois. Mencintai diri menjadi dasar etika mencintai orang lain. Alkitab mengatakan, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Markus 12:31). Jadi, orang yang membunuh orang lain bukan karena membenci orang lain, tetapi karena membenci manusia dan dirinya adalah manusia. Karena membenci diri sekaligus membenci semua yang namanya manusia. Tetapi orang yang mencintai diri, lalu mempunyai konsep bahwa di dalam setiap orang ada diri, akan memperluaskan cinta ini menjadi cinta diri yang lain, itu menjadi dasar mencintai orang lain. Alkitab tidak salah. Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri.
3. Perdamaian kita dengan orang lain melalui Yesus Kristus
Perdamaian dengan diri mengakibatkan engkau mempunyai hidup yang limpah. Setelah berdamai dengan Allah dan berdamai dengan diri sendiri di dalam Kristus, dia mulai bisa melihat setiap orang itu bisa dicintai.
Seorang Kristen yang sudah mengalami kuasa Injil, mau tidak mau mempunyai perdamaian. Orang Kristen yang sudah mengalami Injil mau tidak mau berdamai dengan semua orang. Saya mencintai semua orang, saya harap saya bisa baik-baik hidup selama saya masih diberikan kesempatan bernapas di atas bumi ini, tidak menjadi musuh siapapun.
4. Memperdamaikan orang lain dengan orang lain melalui Kristus
Jika kemana saya pergi saya tidak membikin orang lebih benci satu dengan lain. Tidak menghasut melainkan memberikan benih perdamaian. Saya ke sini, di sini ada damai, ke sana sana ada damai. Inilah janji Tuhan: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Matius 5:9). Puji Tuhan!
5. Memperdamaikan orang lain dengan Allah melalui Kristus
Memperdamaikan orang lain dengan Allah dikerjakan oleh orang yang sudah mengalami perdamaian Allah dalam diri sendiri, mengalami perdamaian antara diri dengan diri, mengalami perdamaian diri dengan orang lain, mengalami memperdamaian orang lain dengan orang lain, puncaknya adalah memperdamaikan orang berdosa dengan Allah Yang Suci melalui penginjilan. Setiap kali engkau mengabarkan Injil berarti memperdamaikan manusia dengan Tuhan Allah melalui Yesus Kristus.
Ini empat sifat dasar dari Injil itu sendiri berdasarkan kematian Kristus. Kematian Kristus bersifat propitiation, berarti memulihkan Allah dari murka, kematian Kristus bersifat redemption, menebus dan membawa kita kembali kepada Tuhan, karena harga yang tunai yang sudah dibayar, kematian Kristus bersifat reconciliation memperdamaikan kita dengan Allah, memperdamaikan kita dengan diri, memperdamaikan kita dengan orang lain dan memungkinkan kita memperdamaikan orang lain dengan orang lain, dan membawa orang lain yang bermusuhan dengan Allah kembali berdamai dengan Tuhan Allah. Ini sifat nuklir dari Injil.
Sifat Unik Injil
a. Injil bersifat Esa Injil hanya satu.
Saya tidak percaya kita mungkin membandingkan Injil dengan yang lain, lalu menyetarakan Injil dengan kebudayaan-kebudayaan lain. Injil bukan berasal dari sejarah dan bersifat sementara. Bukan hasil dari kebetulan dan bukan produksi kebudayaan. Injil merupakan sesuatu yang timbul dari rencana Allah, yang dinyatakan di dalam proses dinamis sejarah. Injil itu Esa, satu- satunya kabar baik, satu-satunya Juruselamat, harus dipegang teguh oleh kaum Injili. Agama banyak, Injil hanya satu. Pendiri agama banyak, Juruselamat hanya satu. Pengajar moral banyak tetapi Pengantara hanya satu. Satu-satunya Pengantara di tengah-tengah manusia dengan Tuhan Allah; satu-satunya Juruselamat yang melepaskan kita dari kuasa dosa, kuasa setan, kuasa maut dan kuasa kutukan Taurat.
Hanya di dalam nama Yesus Kristus kita mendapatkan penebusan dan keselamatan serta hidup yang kekal. “Semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya.” (Yohanes 20:31). “Semua itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal.” (I Yohanes 5:13). Ini tidak ada di dalam kebenaran agama, sistem filsafat dan ideologi-ideologi manusia yang lain.
b. Injil bersifat sempurna Injil dan kuasa Injil sudah sempurna,
ini berarti jangan ditambah-tambah lagi. Kuasa Kristus, keselamatan yang digenapi oleh Kristus di dalam Injil sudah sempurna, mutlak tidak boleh ditambah-tambah lagi. Di dalam dunia, kita melihat ada dua macam agama, semacam agama yang menolak Kristus. Mereka berpendapat manusia boleh langsung datang kepada Allah tanpa Kristus, tidak perlu pengantara, tidak perlu Juruselamat.
Agama macam kedua, di antara Kristus dan manusia di tambah lagi yang lain: orang suci, rasul-rasul dsb. Mereka bukan hanya berdoa melalui Kristus kepada Bapa, tetapi mereka berdoa kepada bunda Maria, berdoa kepada rasul-rasul lain, berdoa kepada orang-orang suci lain untuk datang kepada Kristus. Yang tambah atau yang kurang, semua tidak menyadari bahwa Kristus sudah cukup dan sudah sempurna.
c. Injil bersifat mutlak Berarti dari kekal sampai kekal tidak ada perubahan.
Biarpun teologi berjalan terus, jangan melanggar kemutlakan Injil. Biarpun penyelidikan dan penafsiran Alkitab terus berkembang, jangan meniadakan Injil dari yang direncanakan oleh Tuhan. Injil mutlak adanya sehingga Paulus berkata: “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.” “Jikalau ada orang lain datang mengabarkan Injil kepadamu berlainan dengan apa yang kuajarkan kepadamu, bukan saja jangan terima dia, biar dia dijatuhkan kutukan.” “Jikalau ada orang datang kepadamu, memberitakan injil yang lain, injil yang berbeda dengan apa yang kuberitakan kepada engkau, meskipun malaikat. Jikalau malaikatpun datang mengabarkan injil berlainan dengan Injil di dalam Alkitab, biarlah malaikat itu juga dijatuhkan laknat.” Mengapa perkataan-perkataan begitu keras keluar dari mulut Paulus? Paulus berkata bahwa Injil adalah mutlak dan dipertahankan. Jikalau ada orang mengabarkan Injil kepadamu berlawanan dengan apa yang ku kabarkan, itu bukan Injil, dan mereka harus dijatuhkan laknat, berarti Paulus minta gereja mempertahankan kemurnian dan kemutlakan Injil.
Bagaimana dengan kaum Injili? Orang yang mencintai Injil, peliharalah Injil! Orang-orang yang betul-betul menamakan diri Injili bukan hanya mulut gembar-gembor tapi hati yang setia kepada Injil. Mengerti, memelihara, mencintai dan memelihara Injil dengan setia sampai Yesus Kristus datang kembali.
Dunia akan berubah. Paulus berkata: “Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu.” (Kisah Rasul 20:29), Paulus berkata: “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya.” (II Timotius 4:4).
Pada waktu kita memberitakan Injil, kita harus bijaksana. Bijaksana bukan berarti takut, bijaksana bukan berarti kompromi. Orang yang berkompromi, orang yang takut selalu mengatakan: “Ini bijaksana.”
Menurut pikiran Plato dan Socrates, orang Yunani mengatakan: “Suatu hal yang tidak mungkin! Bagaimana saya dapat percaya seorang bodoh seperti Yesus Kristus tersalib tanpa dapat menyelamatkan umat manusia? Bagi logika saya yang sudah dilatih oleh filsafat, saya tidak bisa terima.” Sementara orang Yahudi mengatakan: “Inikah Juruselamat? Inikah Mesias? Omong kosong! Mesias bersifat militer, Mesias bersifat politik, Mesias bersifat dendam, Mesias bersifat kemenangan. Kristus yang menang harus Kristus yang berpolitik, Kristus yang betul-betul mempunyai kekuasaan militer, yang melepaskan Israel itu bisa menjadi Kristus, itu bisa menjadi Juruselamat, tetapi yang dipaku di atas kayu salib ini tidak mungkin! mereka pergi.
Lalu Paulus berkata: “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang- orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan” (I Korintus 1:22), itu Injil.
Sekarang berapa banyak orang mengabarkan Injil mencoba berusaha dengan mujizat dan bijaksana untuk menarik orang datang kepada Tuhan. Saya percaya Tuhan lebih bijak dari siapapun, saya juga percaya Tuhan melakukan mujizat, betul-betul berkuasa sampai sekarang: Dia menyembuhkan orang lain, Dia melakukan mujizat, tetapi pusatnya adalah kayu salib Kristus.
Orang Yunani minta bijaksana, mereka menganggap salib itu bodoh, orang Yahudi minta mujizat, mereka merasa Golgota lemah. Paulus berkata: “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.” (I Korintus 1:25). Ini saya sebutkan sebagai sifat paradoks, berarti kelihatan salah tetapi benar, kelihatan konflik tetapi harmonis, itu disebut paradoks.
Paradoks pertama adalah salib yang paling lemah, menjadi kuasa terbesar di alam semesta. Karena salib adalah tempat paling bodoh maka melebihi segala bijaksana. Karena salib adalah tempat paling bodoh, tidak mampu membela diri maka di salib terjadi pembelaan terbesar bagi umat manusia. Salib adalah tempat yang memberikan pengampunan. Ketika paku menusuk Dia, pada saat yang bersamaan darah pengampunan keluar, itulah Injil.
Paradoks kedua Waktu kita mengabarkan Injil kepada yang membutuhkan, mereka tidak terima. Ingat waktu Paulus di Troas? Pada waktu Paulus di Troas di waktu malam, mungkin mimpi, mungkin penglihatan, ada orang Makedonia berkata: “Mari menyeberang ke sini, tolonglah kami!” Paulus menyangka pimpinan Tuhan, lalu dia pergi. Paulus pergi ke Makedonia. Kota pertama yang dikunjunginya adalah Filipi. Ia berkhotbah, hari kedua langsung masuk penjara. Ia tidak mengerti, di dalam visi disuruh ke sini, sudah datang, masuk penjara. Itulah Injil. Ketika pengabar Injil datang ke Irian Jaya, pergi, dimakan singa. Engkau bilang Sumatera perlu, ayo datang, Nommenson ke Sumatera hampir dibunuh mati. Jackson ke Birma, Hudson Taylor ke Tiongkok, David Braner ke India, William Carry ke India. Dalam sejarah dari misi, tidak ada satu tempat pun membuka kedua tangan secara luas untuk menyambut Injil. Jikalau mereka bisa begitu baik bereaksi kepada Allah, mereka tidak perlu Injil, justru Injil diperlukan oleh orang yang merasa tidak perlu, Injil dikabarkan kepada mereka yang tidak mau dikabarkan, Injil harus diberitakan kepada mereka yang menolak berita, itu Injil. Injil untuk orang yang belum menjadi Kristen, untuk orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus.
Kita harus hati-hati dan bijaksana sungguh-sungguh, menyediakan hati yang bersedia untuk menerima kesulitan. Tidak ada seorang lebih berat penderitaan dari Kristus. Yesus berkata: “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya….” Setiap kali kalimat itu diucapkan, dikaitkan dengan penderitaan. Jikalau Kristus sudah menderita begitu berat, maka tidak ada satu orang menderita lebih berat dari Yesus. Jikalau begini, apakah Dia tidak sanggup menghibur engkau? Barang siapa ingin memberitakan Injil, ia harus bersedia untuk masuk kemana saja termasuk penjara. Orang yang bersedia mengabarkan Injil harus mempersiapkan diri dengan mengerti sifat paradoks Injil
Paradok Ketiga, sifat Injil adalah berinisiatif. Tidak tunggu orang lain datang, engkau pergi …. Mentalitas pergi harus dipupuk di antara anggota gereja kita masing-masing. Berapa banyak gereja anggotanya hanya datang satu kali setiap minggu ke gereja. Tetapi itu bukan kehendak Allah. Kehendak Allah adalah setiap orang Kristen pergi. Beberapa tahun yang lalu saya bertemu dengan David Elis yang pernah menjadi ketua OMF Indonesia, dia berkata kepada saya, Stephen, I like to see my church empty. Saya kaget, dia ingin melihat gerejanya kosong? Dia mengatakan, “Saya menghargai gereja saya kosong. Saya tanya mengapa, “Mengapa engkau ingin gerejamu kosong?” Dia berkata, “Saya mau anggota saya semua pergi, pergi ke seluruh dunia, kabarkan Injil, sehingga tidak ada satu yang sisa di dalam gereja.” Pupuklah semangat ini, berikan kepada mereka dorongan seperti ini, biar gereja kita menjadi gereja misioner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar