Monotheisme adalah kontribusi terbesar kebudayaan Ibrani bagi dunia. Monotheisme dimulai dari seorang yang membangun relasi pribadi dengan Pribadi Allah, yaitu Abraham. Monotheisme dianut oleh tiga agama, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Banyak orang mengetahui bahwa Monotheisme dimulai ketika agama Yahudi percaya kepada Yehovah. Inilah Allah Abraham. Uniknya, Allah Abraham memang hanya satu, tetapi Allah orang Islam, Allah orang Kristen, dan Allah orang Yahudi berbeda. Hanya Allah orang Kristen yang adalah Allah Tritunggal. Allah Yahudi dan Islam bukan Allah Tritunggal. Meskipun sama-sama percaya Allah yang Esa, tetapi Allah yang kita percaya adalah Allah yang sejati dan hidup, yang menyatakan diri lewat inkarnasi Kristus di mana fakta Kristus masuk ke dalam sejarah adalah fakta mutlak. Dengan demikian, kita tidak bebas menganggap semua agama sama dan benar lalu memilih menurut apa yang kita suka.
Yesus disalib karena orang Yahudi memegang erat hukum pertama dan menolak Allah yang lain. Tetapi Yesus berkata: Jika engkau percaya akan Allah, engkau seharusnya percaya kepada-Ku (Yoh. 14:1). Mereka bisa menerima kalimat pertama, tetapi menolak kalimat kedua. Mereka bersikeras menganggap Yesus telah mengajarkan agama yang menyimpang dari hukum pertama dengan menduakan objek iman, tidak setia kepada Allah. Yesus yang berdarah daging, tidak mungkin bisa disamakan dengan Allah yang adalah Roh. Allah tidak mungkin dikurung di dalam tubuh. Maka, seperti dikatakan oleh Richard Niebuhr, penulis buku God was in Christ, menetapkan harus membunuh Yesus di kayu salib. Orang Yahudi tidak bisa mengerti bahwa Yesus adalah Allah yang berinkarnasi. Kita percaya Allah yang Esa, tetapi tidak seperti orang Yahudi dan Islam. Kita percaya Allah Tritunggal, yaitu tiga Pribadi namun beresensi tunggal. Inilah monotheisme Kristen yang berbeda dari yang lain.
Feuerbach tidak mengakui Allah adalah Pencipta. Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah mencipta manusia menurut peta teladan-Nya. Dia memutarbalikkan, manusia mencipta Allah menurut peta teladan manusia. Konsep keadilan, kesucian, kebajikan, cinta kasih, dan lainnya, yang manusia miliki, dia mutlakkan dan proyeksikan menjadi satu bayang-bayang besar yang ia sebut Allah. Dua ribu empat ratus tahun lalu, Plato mengajar: Ada orang dirantai di dalam gua yang gelap sekali. Dia tidak melihat apa yang ada di belakangnya, tetapi di belakangnya ada lubang dan sinar matahari masuk melalui lubang itu. Maka dia bisa melihat bayang-bayang dirinya di dinding gua. Namun, karena dia tidak tahu adanya sinar itu maka ia mengira bahwa bayang-bayang itu riil. Ini yang kemudian disebut sebagai Idea. Bagi Plato, idea adalah bayang-bayang, refleksi cahaya yang ditutupi oleh realita, yaitu dirinya. Pikiran ini kemudian membawa Feuerbach melihat bahwa Allah sebenarnya tidak ada karena itu hanya bayang-bayang proyeksi dari idea manusia. Dibandingkan dengan filsafat dari Cornelius Van Til, seorang Reformed: Sejak Aristoteles hingga kini, ilah para filsuf bukanlah Allah sejati karena yang mereka diskusikan adalah bayang-bayang, refleksi dari allah yang ada di dalam hati mereka, sementara mereka sama sekali tidak mengenal Allah. Kembali kepada Alkitab: Allah sejati bukanlah allah hasil proyeksi, bukan ciptaan, bukan pula dicipta, tetapi sebaliknya, Ia adalah Allah Pencipta yang mencipta manusia dengan daya cipta. Itu merupakan satu bagian dari peta teladan-Nya yang diberikan kepada manusia, ciptaan-Nya. Dengan demikian manusia, ciptaan-Nya bisa menyembah Allah, Sang Pencipta. Masalahnya, manusia yang diberi daya cipta malah mencipta sesuatu yang dia sebut sebagai “pencipta” lalu disembahnya. Inilah penyelewengan agama. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan daya cipta karena ia dicipta menurut peta teladan Allah. Bedanya, daya cipta Sang Pencipta adalah daya cipta asli, sementara daya cipta manusia adalah daya cipta ciptaan. Kita dicipta sebagai satu-satunya makhluk dengan daya cipta ciptaan untuk mencipta yang lebih rendah dari kita, bukan yang di atas kita. Tetapi ketika manusia menciptakan allah ciptaan, ia telah berusaha mencipta yang di atas dia, yaitu sang pencipta. Ini adalah penyelewengan kreativitas yang paling jahat, yang paling bejat. Maka Allah berfirman: Jangan ada ilah lain di hadapan-Ku. Mengganti Allah dengan allah yang dicipta adalah penghinaan dan penghujatan terhadap Allah.
Allah begitu keras karena Ia tidak mau membagi kemuliaan-Nya dengan siapa pun yang bukan Allah. Kita tentu tidak suka jika anak kita mengatakan bahwa dia punya lima ayah dan dia sayang kepada kelima ayahnya, maka dia membagi-bagi cintanya kepada kelima ayahnya. Maka ayah yang asli pasti akan tidak senang. Ayah yang asli hanya satu. Ketika kita mengakui orang lain sebagai ayah kita, maka itu adalah pelecehan terhadap ayah yang asli. Banyak orang mengritik Allah begitu diktator, meminta hanya diri-Nya yang diakui sebagai Allah. Pikiran sedemikian sudah diracuni oleh filsafat Relativisme Pencerahan (Enlightenment Relativism). Kita tidak boleh mengumbar toleransi, menerima segala yang tidak benar sebagai sesuatu yang benar. Toleransi hanya memperbolehkan perbedaan minor, bukan penyamaan perbedaan substansial. 2 + 2 = 4 itu adalah jawaban mutlak. Menjawab 5, 7, 100, bahkan 1 juta adalah jawaban yang salah. Itulah kebenaran. Jadi orang yang setia kepada kebenaran harus tekun dan konsisten. Kebebasan beragama yang Allah sejati berikan dibatasi dengan “di luar Aku tidak boleh ada allah lain”. Maka kita harus mengerti kebebasan agama sebagai upaya membebaskanmu dari menyembah allah yang palsu. Para penganut Relativisme dan Pluralisme menuding orang Kristen terlalu sempit, memutlakkan diri, dan pada ujungnya akan menuding Tuhan Yesus sebagai orang yang paling arogan karena Ia menyatakan diri sebagai “Jalan dan Kebenaran dan Hidup; tidak seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku”. Pernyataan seperti ini tidak pernah muncul dari mulut para pendiri agama lain ataupun para filsuf di dunia. Di sini kita melihat bahwa Yoh. 14:6 merupakan ekstensi dari hukum pertama (Kel. 20:3). Paulus berkata, “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus (1 Tim. 2:5). Yesus adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia, Immanuel, Allah beserta kita. Kita bersyukur kepada Tuhan karena definisi yang begitu tepat. Dengan demikian kita tidak mungkin menyimpang. Kita berada di jalur yang benar, mengarah ke tujuan yang mutlak dan benar. Itulah agama yang sejati. Jadi kita tidak menghina agama lain, namun kita perlu menyatakan apa yang yang benar dan mengharapkan orang kembali kepada yang benar sehingga ia bisa menikmati kebebasan pasti. Jika kita jelas akan konsep ini maka orang Reformed mungkin sekali dicaci maki, diejek, ditolak, sebagaimana Kristus ditolak, tetapi itu tidak membuatnya menyerah atau mengubah prinsip. Kristus adalah satu-satunya Pengantara selama-lamanya, tidak mungkin berubah karena bukan merupakan bayang-bayang, melainkan fakta yang tidak ada bandingnya. Kristus memiliki perbedaan kualitatif (qualitative difference) yang membuat-Nya tetap memegang kesucian dan dignitas-Nya tanpa kompromi.
Tiga Jenis Iman
1. Monotheisme
Monotheisme, bukan pilihan atau penemuan manusia melainkan wahyu Allah. Menurut Theologi Reformed, ada dua jenis wahyu Allah, yaitu:
- wahyu umum (general revelation). Semua orang memiliki kebenaran yang Tuhan tanam di hatinya (Rm. 1:19). Yang dimaksudkan dengan kebenaran adalah pengenalan akan Allah yang paling dasar yang ditanam Tuhan di dalam hati manusia. Semua orang di dalam hatinya mengetahui adanya Pencipta walaupun belum mengenal Siapa Pencipta itu;
- wahyu khusus (special revelation). Wahyu khusus membawa kita untuk mengenal Allah dengan lebih tepat. Jadi pada awalnya Allah menanamkan konsep Allah yang Esa sebagai bibit kebenaran yang paling dasar di dalam diri manusia sehingga tidak ada manusia yang bisa menghindar atau melarikan diri.
Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, tidak ada Atheis yang sejati. Sebenarnya Atheis adalah Theis Terbalik. Mereka mengetahui ada Allah, tetapi mereka tidak dapat mengerti sehingga mereka berusaha melarikan diri untuk mempercayai-Nya. Mereka tidak mau bertanggung jawab atas apa yang mereka telah lakukan di hadapan-Nya. Mereka mau berbuat dosa, tetapi tidak mau bertanggung jawab. Mereka berpikir jika Allah tidak ada maka mereka bisa lebih enak. Akhirnya, ketika mereka akan meninggal, mereka ketakutan luar biasa. Seperti burung unta yang membenamkan kepalanya di pasir sambil berkata “sekarang sudah aman, musuh tidak ada”. Atheisme tidak pernah jujur. Monotheisme adalah wahyu Allah yang merupakan subjektivitas Kebenaran secara Pribadi, di mana Pribadi Utama dengan otoritas utama-Nya memperkenalkan diri-Nya bahwa, “Hanya Akulah satu-satunya Allah. Jangan ada ilah lain di hadapan-Ku. Jangan ciptakan ilah lain di samping-Ku.”
2. Politheisme
Politheisme percaya adanya banyak Allah. Ketika ada sesuatu yang menakutkan, kita pun menyembahnya agar kita tidak mendapat malapetaka darinya. Orang Tionghoa menyembah tian gong (dewa langit), tu di gong (dewa tanah), zhao shen (dewa dapur), men shen (dewa pintu), lin shen (dewa hutan), lei shen (dewa halilintar), dan masih banyak lagi. Puncak dari Politheisme adalah Hinduisme. Mereka menyembah 360 juta dewa. Mereka percaya bahwa manusia bisa naik derajat menjadi dewa, ataupun dewa bisa menjadi manusia. Maka jangan membunuh babi, sapi, atau kambing karena mungkin saja itu adalah kakek, nenek, atau kerabatmu yang lain. Mereka percaya bahwa semua makhluk mempunyai sifat dewa. Itulah Politheisme, di mana semua berkuasa dan yang berkekuatan besar didewakan. Selain memuja dewa, mereka juga mendewakan nenek moyang atau tokoh-tokoh penting, seperti Guan Gong, Kong Ming, dan Konfusius. Konsep mereka tentang Allah tidak jelas karena mereka tidak mengenal bahwa Allah adalah Allah yang sejati. Di Jepang, jenderal dan kaisar yang dianggap berjasa besar maka setelah mati akan dipandang sebagai dewa. Sebenarnya, Asia adalah satu-satunya benua yang memproduksi agama-agama besar. Eropa memproduksi logika dan epistemologi yang baik, seni yang agung, dan musik yang bermutu, tetapi tidak memproduksi agama. Semua agama di Eropa diimport dari Asia, baik mitologi Yunani maupun agama-agama di Eropa. Maka, Politheisme membuktikan bahwa manusia berdosa telah membuat banyak ilah untuk disembah karena mereka tidak mengenal Allah yang sejati.
3. Deisme
Deisme dimulai oleh Herbert of Cherbury dari Inggris dan berpengaruh ke Perancis, Jerman, bahkan seluruh Eropa abad ke-18. Deisme mengajarkan: Allah mencipta segala sesuatu kemudian membiarkan ciptaan-Nya hidup mati, tak dipedulikan Iagi. Bagaikan arloji, setelah diputar sampai habis, arloji itu mulai berjalan, lalu menjadi semakin lambat sampai akhirnya berhenti total, itulah kiamat. Deisme tidak percaya kepada Allah yang mewahyukan diri. Deisme mempercayai allah bukan Allah di Alkitab. Itu sebabnya, Tuhan berkata: “Akulah Tuhan, Akulah Allah yang hidup, yang memberikan wahyu kepada manusia. Akulah satu-satunya Allahmu. Tidak ada ilah lain di hadapan-Ku.”
Dengan hukum pertama ini, Allah menginginkan kita untuk sungguh-sungguh setia pada-Nya. Hak bebas beragama bukanlah pemberian pemerintah melainkan pemberian Allah, yaitu agar manusia bebas dari penyembahan allah palsu dan beribadah pada Allah yang sejati. Bukan bebas memilih agama yang dimengerti oleh kaum Humanis yang mendasari pengertiannya kepada pengertian yang antroposentris. Itu sebabnya, Allah memberi perintah kepada Musa untuk membiarkan umat-Nya pergi agar bisa menyembah Allah sejati di padang belantara. Di padang tidak seenak di Mesir, tidak ada jaminan makanan seperti di Mesir. Mengapa dibebaskan, tetapi justru semakin sengsara? Inilah pimpinan dan pembentukan Tuhan bagi umat-Nya. Ketika Allah membawa seseorang keluar dari dosa, belum tentu Ia memberi hidup yang lebih nikmat. Musa harus menghadapi Firaun dengan mental baja, sangat berbeda dengan pendeta-pendeta masa kini yang begitu salah tingkah ketika menghadapi orang kaya atau polisi. Ketika Yakub ke Mesir, statusnya pengungsi kelaparan, tetapi dia memberkati Firaun. Inilah mental hamba Tuhan. Mental inilah yang diperlukan oleh para pemimpin gereja, yang tidak tunduk pada penguasa, tidak kompromi dengan orang kaya, dan tidak gemetar di hadapan pembesar.
Tuhan berfirman agar sekitar dua juta orang Israel keluar dari Mesir untuk menyembah Allah. Di Mesir orang menyembah yang bukan Allah. Inilah kebebasan beragama, yaitu menyembah Allah yang asli, Allah Pencipta. Bagi dunia, hukum itu mengikat; tetapi Alkitab berpandangan terbalik: Hukum itu akan memerdekakan kamu. Ini suatu paradoks. Hukum Allah didasarkan oleh kasih-Nya. Maka mereka yang menjalankannya dengan motivasi kasih akan mengasihi Allah dan sesama. Di sini hukum membatasi, tetapi sekaligus memerdekakan. Kebebasan itu hanya tertuju kepada Allah yang sejati karena firman-Nya: Akulah Allah, jangan ada ilah lain di hadapan-Ku. Ilah lain bukan Allah, ilah lain bukan Pencipta, ilah lain bukan pemelihara, bukan sumber berkat sejati, bukan pemberi pengampunan, keselamatan, dan kehidupan bagimu. Inilah hukum pertama.
Dooyeweerd, theolog Reformed yang besar sekali dari Belanda mengatakan, ada lima belas kategori ciptaan yang manusia anggap sebagai allah. Sebutan bisa sama, tetapi yang dimaksud bisa berbeda. Sekalipun sama-sama menyebut “Allah”, bukan berarti Allah sama dengan allah. Ketika manusia menyembah allah, maka ia telah menyeleweng atau berselingkuh. Ini adalah suatu penghujatan terhadap Allah yang asli. Maka Alkitab dua kali menegaskan: Aku tidak akan mengizinkan allah lain mencuri kemuliaan-Ku. Roma 1 menuliskan, “pikiran manusia yang jernih telah berubah menjadi begitu bodoh, mengganti Pencipta dengan ciptaan.” Kita telah membicarakan triple creation (manusia ciptaan, menggunakan daya cipta ciptaan dan benda ciptaan untuk mencipta ilah ciptaan, mengganti Allah Pencipta.) Ini suatu kebodohan. Secara sepintas, Yesus dan Yohanes kelihatan sama, bahkan Yesus dibaptis oleh Yohanes yang lahir enam bulan lebih dahulu, sehingga orang bisa melihat bahwa Yohanes lebih senior dari Yesus. Tetapi Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, sementara Yohanes hanya manusia yang dipenuhi Roh Allah. Maka orang yang tidak melihat esensi, substansi yang ada di balik fenomena luar akan mudah tertipu dan itu sangat berbahaya. Esensi yang tidak ada duanya adalah Kristus. Tidak ada pendiri agama yang lahir karena inkarnasi, hidupnya mutlak suci tanpa dosa, menjalankan kehendak Bapa-Nya yang di sorga, bahkan rela mati untuk dosa manusia, dan dibangkitkan. Salah satu tantangan Allah yang mengejutkan di dalam kitab Yesaya adalah: Dengan siapa engkau akan membandingkan Aku. Allah yang asli tidak dapat dibandingkan dengan ilah-ilah palsu atau dewa-dewa, atau ciptaan mana pun.
Diperallah, berarti suatu yang bukan Allah,tetapi dianggap sebagai Allah. Inilah allah ciptaan, berarti ada proses pengilahan. Semua yang berada di dalam proses berarti tidak bersifat mutlak karena yang mutlak tidak boleh terikat proses. Allah adalah yang mutlak absolut sehingga tidak mungkin diabsolutkan; dan ciptaan yang berada di dalam proses bukan Pencipta Absolut. Hanya Kristus, yang adalah Allah, rela berinkarnasi memasukkan diri-Nya ke dalam proses dunia ini demi menjadi Penebus umat manusia. Ini merupakan satu-satunya pengecualian. Allah tidak terikat proses karena Ia mutlak. Salah satu theologi yang rusak adalah Theologi Proses. Dimulai dari Filsafat Proses (Philosophy of Process) dari Alfred North Whitehead, lalu diadopsi oleh Hartshorne dari Chicago School of Theology menjadi Theologi Proses. Theologi Proses mengatakan bahwa Allah pun tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Padahal Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa Allah adalah Alpha dan Omega. Celakalah para theolog yang hanya mengutamakan akademis tetapi tidak membaca dan mengutamakan Alkitab. Bagi Hartshorne, Allah pun terikat oleh proses. Tahun 1981, Witness Lee mengadopsi pikiran ini. Dalam khotbahnya di Los Angeles ia berkata, “Dulu Allah mentah, sekarang Allah matang bagai telur mentah yang dimasak menjadi matang.” Ini pikiran bidat. Bagi Witness Lee, Allah yang mentah menjadi matang melalui proses inkarnasi. Dia bangkit menjadi Kristus, lalu baru menjadi Allah Tritunggal. Ini bukan ajaran Alkitab.
Hanya Kristus satu-satunya pengecualian karena Yesus harus masuk ke dalam sejarah, menggenapkan rencana dan kehendak Bapa-Nya yang telah ditetapkan di dalam kekekalan. Ketika saya ditanya oleh orang agama lain, “Mengapa orang Kristen berani memperallah Yesus hanya karena Dia bisa melakukan mujizat?” Saya berdoa karena harus menjawab dengan tegas, tetapi bijak. Saya menjawab, “Mengapa setelah engkau mengetahui Dia mengadakan mujizat dan mengetahui Dia adalah Allah, malah mempermanusiakan Dia?” Orang Kristen bukan memperallah manusia. Orang Kristen mengakui Yesus sebagai Allah karena Dia memang Allah. Allah sendiri pernah dua kali memperkenalkan Yesus dengan kalimat: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, dengarkanlah akan Dia.” (Mat. 3:17, dan Mat. 17:5)
Melalui Roma 3:19-20 kita harus menyadari bahwa iman Kristen bukanlah iman sembarangan karena Firman yang ajaib sudah Allah nyatakan kepada kita. Allah sejati adalah Allah Tritunggal. Allah yang Esa dengan komposisi Tritunggal ini kita bisa mengerti dari wahyu Allah, bukan spekulasi dan konklusi logika manusia. Ini merupakan wahyu dari Allah yang menuntut ketaatan. Banyak orang berkata, “Kita sama menyembah Allah. Kamu menyembah Allah, saya juga menyembah Allah.” Tetapi sebenarnya yang perlu ditanya lebih jauh adalah Allah yang mana yang engkau percaya? Apakah itu Allah yang sejati, yang mewahyukan diri: ‘Akulah Allah. Jangan ada allah lain selain Aku.’
Dua puluh tahun silam, orang Taiwan percaya dan menyembah dewa-dewa yang terbuat dari tanah liat. Ada yang mohon untuk menang lotere dan menjadi kaya. Ketika nomor lotere diumumkan, selisih satu angka saja, dia marah dan melempar allah yang dia sembah sampai hancur berantakan, lalu beli allah yang baru untuk disembah lagi dan mohon bulan depan bisa dapat lotere dan menjadi kaya. Mengapa bisa berbuat seperti itu? Ilah yang disembah, mulai dari malaikat, matahari, bulan, bumi, dan seterusnya. Bumi disembah karena memberikan kebutuhan manusia, seperti makanan, air, oksigen, dan lain-lain. Orang Tionghoa menyembah gunung, dapur, pintu, sungai, pohon sebagai dewa. Di Bali saya melihat seorang wanita membawa satu tampah berisi bungkusan-bungkusan kecil dari daun pisang yang berisi nasi dan bunga. Ini adalah ritual yang biasa dilakukan di sana. Setiap beberapa langkah ia meletakkan bungkusan kecil itu di belakangnya dan melangkah lagi. Yang menarik, di belakang dia ada seekor anjing yang menguntit dan memakan nasi di setiap bungkusan yang diletakkan. Ditinjau dari sudut penyembahan dan theologis, hal ini tentu tidak benar. Tetapi mengapa manusia melakukan itu? Saya ingin mengingatkan bahwa penyembahan berhala sudah merasuk ke dalam otak dan hati manusia sampai uang pun didewakan oleh manusia. Ada banyak orang demi menjadi kaya tidak segan-segan mengorbankan kejujurannya, imannya, takutnya akan Tuhan. Maka, jangan kita hanya melihat dewa-dewa sebagai ilah manusia. Sebenarnya banyak ilah dalam kehidupan manusia, bisa istri kita, suami kita, anak kita, harta kita yang menjadi ilah. Yesus berkata, “Barangsiapa tidak mengasihi Aku melebihi ayahmu, ibumu, isterimu, suamimu, anakmu, tidak layak mengikut Aku.” (Mat.10:37) Perkenankan saya bertanya, “Siapakah ilah palsu yang selama ini telah merebut kemuliaan Allah di dalam hidupmu?” Kiranya pertanyaan ini boleh mengusik dan mengajak kita melihat Hukum Allah yang pertama: “Akulah Allah. Jangan ada ilah lain di hadapan-Ku.” Amin.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/sepuluh-hukum-hukum-pertama-bagian-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar