Manusia : Peta Teladan Allah (Part-12)
Righteousness of God lebih tepat diterjemahkan sebagai “kebenaran-keadilan” Allah. Righteousness berbeda dari Truth yang adalah Kebenaran hakiki Allah. Namun, secara umum kita memang menerjemahkan juga sebagai kebenaran atau keadilan Allah.
Di dalam Roma 7:12 dikatakan, melalui pemberian Taurat, manusia mengetahui sifat Allah yang suci, baik, dan adil. Kita mengenal Allah melalui Taurat, yang menjadi cermin merefleksikan kesucian Allah. Kesucian Ilahi ini yang menjadi dasar manusia menuntut moral yang tinggi, sehingga ketika ada sesuatu yang menajiskan kita, yang membuat hati nurani kita bereaksi, kita tidak merasa damai sejahtera. Hidup yang najis, hidup yang kotor, seharusnya menyebabkan jiwa kita berontak, karena di dalam jiwa kita ada hati nurani, sebagai sesuatu yang menguji kebersihan moral dan pikiran kita. Kita dicipta menurut peta teladan kesucian Tuhan. Manusia dicipta pertama-tama dengan sifat kebajikan, yang membuatnya mirip dengan Sang Pencipta. Sehingga kalau kita melakukan kejahatan, tidak melakukan kebajikan, kita merubah diri kita sendiri, menjadi musuh dari diri kita sendiri, karena kita menyeleweng dari kehendak Tuhan.
Allah sudah memberitahukan kepada umat manusia apa itu kebajikan, yaitu ketika kita menjalankan keadilan, kebenaran, penuh dengan cinta kasih, belas kasihan kepada orang lain, dan dengan rendah hati berjalan bersama Tuhan. Kebanyakan filsuf-filsuf yang membahas konsep yang penting ini tanpa mengerti wahyu Tuhan. Akibatnya mereka memakai standar yang sudah jatuh di dalam dosa, untuk mengukur apa itu baik, apa itu tidak baik. Dan semua ukuran itu tidak sesuai dengan target yang ditentukan oleh Tuhan.
Hari ini kita masuk tema Allah itu adil adanya. Karena Allah itu adil, yang dicipta di dalam gambar dan rupa Allah juga mempunyai bibit keadilan. Manusia mempunyai bibit keadilan Allah yang tertanam dalam dirinya. Allah yang suci, yang baik, juga Allah yang adil. Keadilan itu menjadi suatu sifat yang hakiki dari Tuhan Allah sendiri yang menjadikan manusia berbeda dari binatang. Kita bisa marah kalau melihat sesuatu yang tidak adil, kita bisa merasa memihak jika ada yang ditindas. Ini semua merupakan semacam refleksi dan reaksi yang berdasarkan dari potensi keadilan yang sudah ditanam di dalam diri manusia. Engkau bergaul, bersahabat dengan banyak orang, lambat laun engkau akan menemukan, ada orang yang tidak tajam di dalam hal ini dan ada orang yang sangat tajam di dalam hal ini.
Sejak kecil kita menuntut orang tua kita untuk adil (fair). Papa mama miskin tidak apa, tidak ganteng atau cantik tidak apa, asalkan adil. Jangan mencintai kakak lebih daripadaku, jangan memanjakan adik lebih daripada aku. Keadilan inilah yang membuat orang tua dihormati anak-anaknya. Jika anak-anak tidak hormat pada orang tua, kemungkinan besar karena mereka tidak diperlakukan dengan adil. Anak-anak kecil yang menuntut keadilan dari orang tua, mereka sebelumnya belum pernah mendengar khotbah mengenai keadilan. Mereka belum pernah tahu istilah keadilan. Mereka belum pernah dididik tentang keadilan. Tetapi mengapa anak kecil bisa menuntut untuk diperlakukan dengan adil? Karena mereka dicipta menurut peta dan teladan Allah. Anak kecil merasa dilukai jika diperlakukan tidak adil. Perlakuan tidak adil terhadap anak-anak bisa menjadi pembunuhan batiniah secara perlahan tanpa disadari. Anak-anak kecil yang belum sekolah, bisa mengetahui siapa orang baik, siapa tidak baik dari naluri yang melampaui rasio. Tetapi jangan lupa, karena polusi dan distorsi dosa, naluri (instinct) ini menjadi tidak mutlak. Kita bisa ditipu dan diperdaya, karena kita menilai dengan standar yang salah.
Siapakah orang baik? Siapakah orang jahat? Di dalam dinasti Ming, ada cerita seorang kaisar memanggil seorang sida-sida yang akhirnya menjadi perdana menteri. Di sana ia ditanya, „Apakah definisinya orang baik dan orang jahat?“ Karena dia terlalu percaya diri, dengan standar yang sangat sederhana dia menjawab: “Bagi saya, orang baik adalah orang yang baik kepada saya, orang jahat adalah orang yang jahat kepada saya.” Teori dari Wei Zhong Xian ini menjadi tertawaan di dalam kebudayaan Tiongkok, jawaban ini terlalu egois dan dangkal, dianggap tidak mewakili kebudayaan Tiongkok. Orang-orang yang jahat, seringkali bersikap baik karena mau mendapatkan sesuatu untuk dirinya sendiri, misalnya penculik anak merayu anak agar anak itu ikut dan bisa ia culik.
Kita yang sudah berusia dan menjadi pemimpin bisa melihat, siapa yang egois dan siapa yang tidak egois. Tanpa banyak kesulitan orang mudah melihat siapa yang mementingkan diri, yang mau membangun kerajaannya sendiri. Kita tidak percaya Tuhan akan memakai orang seperti itu. Siapa yang berhati luas, memikirkan seluruh kerajaan Allah, memperhatikan seluruh gerakan, tidak mementingkan diri, dan mempunyai jiwa rela berkorban, baru bisa dipakai oleh Tuhan.
Bagaimana kita mengetahui apa itu kebajikan? Apa itu keadilan? Apa itu standar yang benar? Kita sering sekali salah tafsir, kita sering salah menilai, sehingga kita dirugikan dan ditipu oleh kesalahan penilaian itu sendiri. Kita membuang banyak waktu, melalui perjalanan hidup yang rusak, yang tidak perlu, dan merugikan diri sendiri. Istilah keadilan kebenaran, bukan 'truth', dan bukan hanya 'justice', tetapi 'righteousness'. Sesuatu istilah yang menggabungkan kebenaran dan keadilan, yang betul dan lurus. Di dalam Kitab Suci, righteousness itu disebut dikaiosune.
Paling sedikit ada lima aspek yang perlu kita lihat, siapakah orang yang benar, siapa orang yang righteous. Lima aspek atau sudut ini saya simpulkan dari seluruh Kitab Suci, dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Di cerita Tiongkok ada seorang yang namanya Bao Jing Tian, yang terkenal dari generasi ke generasi, karena dia seorang hakim sangat adil, tidak memandang bulu, dan keputusannya selalu tepat luar biasa. Orang Reformed mengatakan hal itu sebagai common grace (anugerah umum). Orang Cina mengatakan dia mengambil keputusan seperti dewa. Maksudnya, keputusannya selalu tepat dan bijaksana, karena mempunyai kepekaan akan keadilan. Semoga Tuhan memberikan kita kepekaan akan keadilan, sehingga kita mengambil keputusan sesuai dengan keadilan kebenaran Tuhan, sebagai salah satu sifat dari peta dan teladan Allah di dalam hati kita. Jika kita adalah orang Kristen, ada 3 tahap di dalam mengambil keputusan. Tahap pertama adalah, peka akan kompas di dalam hati. Kedua, sesuaikan dengan ajaran seluruh Kitab Suci. Ketiga, taat pada pimpinan Roh Kudus. Dengan ketiga prinsip ini, kemana saja kita akan jadi orang yang beres, menjadi berkat bagi orang lain, dan menjadi pertolongan bagi orang lain yang memerlukan petunjuk. Dengarlah nasihat-nasihat yang baik, terimalah prinsip-prinsip yang benar, bentuklah dirimu dengan kepekaan keadilan, selalu cari semua prinsip dan unsur Alkitab untuk mendukung dirimu, peka pada pimpinan Roh Kudus di dalam seluruh hidupmu. Sehingga engkau menjadi orang yang benar dan adil (righteous) demi memuliakan Tuhan. Amin.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/manusia-peta-teladan-allah-bagian-12
Righteousness of God lebih tepat diterjemahkan sebagai “kebenaran-keadilan” Allah. Righteousness berbeda dari Truth yang adalah Kebenaran hakiki Allah. Namun, secara umum kita memang menerjemahkan juga sebagai kebenaran atau keadilan Allah.
Di dalam Roma 7:12 dikatakan, melalui pemberian Taurat, manusia mengetahui sifat Allah yang suci, baik, dan adil. Kita mengenal Allah melalui Taurat, yang menjadi cermin merefleksikan kesucian Allah. Kesucian Ilahi ini yang menjadi dasar manusia menuntut moral yang tinggi, sehingga ketika ada sesuatu yang menajiskan kita, yang membuat hati nurani kita bereaksi, kita tidak merasa damai sejahtera. Hidup yang najis, hidup yang kotor, seharusnya menyebabkan jiwa kita berontak, karena di dalam jiwa kita ada hati nurani, sebagai sesuatu yang menguji kebersihan moral dan pikiran kita. Kita dicipta menurut peta teladan kesucian Tuhan. Manusia dicipta pertama-tama dengan sifat kebajikan, yang membuatnya mirip dengan Sang Pencipta. Sehingga kalau kita melakukan kejahatan, tidak melakukan kebajikan, kita merubah diri kita sendiri, menjadi musuh dari diri kita sendiri, karena kita menyeleweng dari kehendak Tuhan.
Allah sudah memberitahukan kepada umat manusia apa itu kebajikan, yaitu ketika kita menjalankan keadilan, kebenaran, penuh dengan cinta kasih, belas kasihan kepada orang lain, dan dengan rendah hati berjalan bersama Tuhan. Kebanyakan filsuf-filsuf yang membahas konsep yang penting ini tanpa mengerti wahyu Tuhan. Akibatnya mereka memakai standar yang sudah jatuh di dalam dosa, untuk mengukur apa itu baik, apa itu tidak baik. Dan semua ukuran itu tidak sesuai dengan target yang ditentukan oleh Tuhan.
Hari ini kita masuk tema Allah itu adil adanya. Karena Allah itu adil, yang dicipta di dalam gambar dan rupa Allah juga mempunyai bibit keadilan. Manusia mempunyai bibit keadilan Allah yang tertanam dalam dirinya. Allah yang suci, yang baik, juga Allah yang adil. Keadilan itu menjadi suatu sifat yang hakiki dari Tuhan Allah sendiri yang menjadikan manusia berbeda dari binatang. Kita bisa marah kalau melihat sesuatu yang tidak adil, kita bisa merasa memihak jika ada yang ditindas. Ini semua merupakan semacam refleksi dan reaksi yang berdasarkan dari potensi keadilan yang sudah ditanam di dalam diri manusia. Engkau bergaul, bersahabat dengan banyak orang, lambat laun engkau akan menemukan, ada orang yang tidak tajam di dalam hal ini dan ada orang yang sangat tajam di dalam hal ini.
Sejak kecil kita menuntut orang tua kita untuk adil (fair). Papa mama miskin tidak apa, tidak ganteng atau cantik tidak apa, asalkan adil. Jangan mencintai kakak lebih daripadaku, jangan memanjakan adik lebih daripada aku. Keadilan inilah yang membuat orang tua dihormati anak-anaknya. Jika anak-anak tidak hormat pada orang tua, kemungkinan besar karena mereka tidak diperlakukan dengan adil. Anak-anak kecil yang menuntut keadilan dari orang tua, mereka sebelumnya belum pernah mendengar khotbah mengenai keadilan. Mereka belum pernah tahu istilah keadilan. Mereka belum pernah dididik tentang keadilan. Tetapi mengapa anak kecil bisa menuntut untuk diperlakukan dengan adil? Karena mereka dicipta menurut peta dan teladan Allah. Anak kecil merasa dilukai jika diperlakukan tidak adil. Perlakuan tidak adil terhadap anak-anak bisa menjadi pembunuhan batiniah secara perlahan tanpa disadari. Anak-anak kecil yang belum sekolah, bisa mengetahui siapa orang baik, siapa tidak baik dari naluri yang melampaui rasio. Tetapi jangan lupa, karena polusi dan distorsi dosa, naluri (instinct) ini menjadi tidak mutlak. Kita bisa ditipu dan diperdaya, karena kita menilai dengan standar yang salah.
Siapakah orang baik? Siapakah orang jahat? Di dalam dinasti Ming, ada cerita seorang kaisar memanggil seorang sida-sida yang akhirnya menjadi perdana menteri. Di sana ia ditanya, „Apakah definisinya orang baik dan orang jahat?“ Karena dia terlalu percaya diri, dengan standar yang sangat sederhana dia menjawab: “Bagi saya, orang baik adalah orang yang baik kepada saya, orang jahat adalah orang yang jahat kepada saya.” Teori dari Wei Zhong Xian ini menjadi tertawaan di dalam kebudayaan Tiongkok, jawaban ini terlalu egois dan dangkal, dianggap tidak mewakili kebudayaan Tiongkok. Orang-orang yang jahat, seringkali bersikap baik karena mau mendapatkan sesuatu untuk dirinya sendiri, misalnya penculik anak merayu anak agar anak itu ikut dan bisa ia culik.
Kita yang sudah berusia dan menjadi pemimpin bisa melihat, siapa yang egois dan siapa yang tidak egois. Tanpa banyak kesulitan orang mudah melihat siapa yang mementingkan diri, yang mau membangun kerajaannya sendiri. Kita tidak percaya Tuhan akan memakai orang seperti itu. Siapa yang berhati luas, memikirkan seluruh kerajaan Allah, memperhatikan seluruh gerakan, tidak mementingkan diri, dan mempunyai jiwa rela berkorban, baru bisa dipakai oleh Tuhan.
Bagaimana kita mengetahui apa itu kebajikan? Apa itu keadilan? Apa itu standar yang benar? Kita sering sekali salah tafsir, kita sering salah menilai, sehingga kita dirugikan dan ditipu oleh kesalahan penilaian itu sendiri. Kita membuang banyak waktu, melalui perjalanan hidup yang rusak, yang tidak perlu, dan merugikan diri sendiri. Istilah keadilan kebenaran, bukan 'truth', dan bukan hanya 'justice', tetapi 'righteousness'. Sesuatu istilah yang menggabungkan kebenaran dan keadilan, yang betul dan lurus. Di dalam Kitab Suci, righteousness itu disebut dikaiosune.
Paling sedikit ada lima aspek yang perlu kita lihat, siapakah orang yang benar, siapa orang yang righteous. Lima aspek atau sudut ini saya simpulkan dari seluruh Kitab Suci, dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
- Orang yang righteous adalah orang yang sungguh-sungguh lurus dan jujur. Bukan orang yang liku-liku, bukan orang yang licik, bukan orang yang samar-samar, tetapi orang yang betul-betul bertanggung jawab atas apa yang dia katakan. Righteous man, pertama-tama dia harus mempunyai ketulusan dan sikap yang lurus. Orang yang kalau bicara, berputar-putar, akhirnya tidak tahu apa yang dia bicarakan. Saya berumur 60 lebih baru sadar, ada orang yang kelihatan baik, padahal sebenarnya tidak. Kalau kita bicara dengan dia, dia mudah mengatakan ya, gampang, setuju terus. Orang seperti itu yang paling tidak gampang. Mendadak dia berubah, baru sadar bahwa dia sebenarnya tidak jujur. Itu bukan orang yang righteous. Orang righteous berani bertanggung jawab atas apa yang dia katakan, setia, karena dia lurus dan jujur.
- Seorang yang righteous adalah orang yang memperlakukan orang lain dengan adil, tidak memandang bulu. Ia menghormati baik orang kaya maupun yang miskin. Kepada orang berkuasa besar, dia baik-baik bersahabat. Kepada orang yang tidak mempunyai kuasa sama sekali, dia sama menghormati. Melalui aspek kedua ini, kita gampang melihat, siapa orang yang benar atau tidak. Dunia ini adalah dunia yang terlalu memandang pentingnya keuntungan. Saya sangat tidak menghormati beberapa macam orang. Semacam orang, terhadap atasan bersifat budak, terhadap bawahan bersikap menekan. Kedua, terbalik, terhadap atasan selalu berontak, terhadap bawahan merayu mencari dukungan. Orang-orang semacam ini tidak beres, karena tidak memperlakukan orang lain sewajarnya. Bisakah engkau memberitahukan kesalahan atasanmu dengan hati yang sungguh mengasihi dia? Bisakah engkau terhadap pembantumu memuji dia kalau dia bekerja dengan baik? Bisakah engkau menghormati anak orang yang miskin tetapi punya semangat berjuang? Bisakah engkau menegur anak orang kaya yang bisanya bermalas-malasan? Sikap yang lurus ini adalah sikap dari orang benar. Be righteous, bersikaplah adil kepada semua orang maka engkau akan menjadi lebih mirip Tuhan. Tuhan Yesus waktu di dunia tidak pernah menolak orang yang berdosa paling besar. Berapa besar dosa mereka, jika mereka datang kepada Kristus, Kristus tidak menghina mereka, Kristus menerima mereka. Tapi Yesus tidak pernah menerima dosa yang paling kecil sekalipun. Inilah keadilan dan kebenaran Kristus yang terus menerus menjadi Tuhan, teladan dan standar bagi seluruh dunia selama-lamanya. Bandingkan Yesus dengan pendiri-pendiri agama yang lain, tidak ada yang dapat dibandingkan dengan Tuhan Yesus.
- Ketiga, orang yang righteous adalah orang yang mengisi hidupnya dengan kebenaran. Sehingga dia melakukan segala sesuatu berdasarkan kebenaran. Dia tidak sembarangan, karena dia memiliki prinsip kebenaran. Saya terus berkhotbah, karena mau membentuk suatu generasi yang benar, mau mengisi kebenaran ke dalam hatimu. Di dalam kantong jiwamu, ada tempat untuk mengisi kebenaran. Tetapi banyak orang tidak mengisi kantong itu, melainkan mengisi kantong yang lain, yaitu kantong nafsu. Tidak ada hal yang bisa kita berikan untuk bisa memuaskan nafsu yang tidak pernah puas. Tuhan memberikan seks sebagai kenikmatan yang terbesar bagi tubuh jasmani, di dalam jalur yang benar. Jikalau engkau mengisi kantong kebenaran terlebih dulu, tidak mungkin Tuhan meninggalkanmu, Dia juga akan memberikan kepadamu kenikmatan jasmani di dalam jalur yang benar. Isilah dulu kantong kebenaran sampai penuh, engkau akan memiliki pengendalian diri untuk menikmati seks di dalam jalur yang benar, dan engkau akan menikmati seks lebih daripada makhluk apapun. Mari kita belajar menjadi pemuda pemudi yang terus mengisi pengertian kebenaran, kita akan mengerti hal-hal yang melampaui pengetahuan alam. Kita akan mengerti pengertian supra natural tentang makna hidup, pengertian supra natural akan kekekalan, dan relevansinya terhadap hidup kita yang sementara ini. Akibatnya kita juga akan mengerti pengertian supra natural akan etika, moralitas dan tanggung jawab kita kepada Sang Pencipta. Pengertian-pengertian ini dan kebenaran yang diisi membuat kita menjadi orang yang benar, lurus, jujur, dan bertanggung jawab.
- Orang yang benar adalah orang yang mempunyai ketegasan terhadap dosa. Kalau ada orang main-main dengan kelakuan yang tidak senonoh, dengan semacam usulan yang tidak beres, dia akan menjadi marah, dan dia akan tolak. Dia mempunyai sifat melawan, menolak, meniadakan yang tidak benar. Itulah sikap yang benar dari orang benar. Saat ini kita sangat mengharapkan ada orang-orang seperti ini di Indonesia untuk menjadi presiden, menteri, dan pejabat pemerintah. Ini adalah sifat dari peta dan teladan Allah. Pemuda-pemudi jangan mempunyai ambisi untuk menjadi orang penting, orang besar, tetapi setelah jadi orang penting, tidak dapat memberikan teladan hidup yang baik untuk menjadi contoh bagi yang lebih muda. Jika demikian, engkau adalah orang yang gagal. Apa gunanya engkau menjadi paling besar dan penting, tidak ada gunanya kalau tidak disertai moral yang tinggi. Biarlah engkau juga memiliki moral yang tinggi, sehingga semua pengikut mengatakan, dia patut dihormati dan dia patut duduk di tempat yang tinggi itu. Tetapi orang berjiwa kerdil, bukan orang yang mencari moral yang tinggi, dia mencari posisi yang tinggi, bagaimana jadi orang penting dan punya kuasa besar. Orang yang duduk di posisi yang tinggi, tetapi tidak bermoral akan mempermalukan diri sendiri. Orang yang punya gelar yang tinggi, tetapi tidak mempunyai bobot akan mempermalukan dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang berbobot, tetapi tidak ada gelar, tidak apa-apa. Berbobot tidak bergelar, sayang sedikit. Bergelar tidak berbobot, sangat memalukan.
- Seorang yang benar adalah seorang yang menuntut diri dan mau hidup di dalam kesucian, kerohanian yang tertinggi. Orang yang selalu menuntut diri untuk hidup di dalam standar kesucian yang tertinggi. Orang yang tidak mau dosa mengotori hidupnya. Orang benar akan senantiasa menjaga agar kehidupannya tidak dipengaruhi dan dicemari dosa. Hidupnya memiliki kompas, dia tidak gampang dipengaruhi, dirayu, digoda, atau dijerumuskan ke dalam dosa. Kalau engkau melihat ada orang miskin diperlakukan tidak adil oleh orang kaya, lalu engkau menjadi marah, kemarahan itu adalah reaksi daripada sifat righteous, dikaiosune, yang ada di dalam dirimu.
Di cerita Tiongkok ada seorang yang namanya Bao Jing Tian, yang terkenal dari generasi ke generasi, karena dia seorang hakim sangat adil, tidak memandang bulu, dan keputusannya selalu tepat luar biasa. Orang Reformed mengatakan hal itu sebagai common grace (anugerah umum). Orang Cina mengatakan dia mengambil keputusan seperti dewa. Maksudnya, keputusannya selalu tepat dan bijaksana, karena mempunyai kepekaan akan keadilan. Semoga Tuhan memberikan kita kepekaan akan keadilan, sehingga kita mengambil keputusan sesuai dengan keadilan kebenaran Tuhan, sebagai salah satu sifat dari peta dan teladan Allah di dalam hati kita. Jika kita adalah orang Kristen, ada 3 tahap di dalam mengambil keputusan. Tahap pertama adalah, peka akan kompas di dalam hati. Kedua, sesuaikan dengan ajaran seluruh Kitab Suci. Ketiga, taat pada pimpinan Roh Kudus. Dengan ketiga prinsip ini, kemana saja kita akan jadi orang yang beres, menjadi berkat bagi orang lain, dan menjadi pertolongan bagi orang lain yang memerlukan petunjuk. Dengarlah nasihat-nasihat yang baik, terimalah prinsip-prinsip yang benar, bentuklah dirimu dengan kepekaan keadilan, selalu cari semua prinsip dan unsur Alkitab untuk mendukung dirimu, peka pada pimpinan Roh Kudus di dalam seluruh hidupmu. Sehingga engkau menjadi orang yang benar dan adil (righteous) demi memuliakan Tuhan. Amin.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/manusia-peta-teladan-allah-bagian-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar