Saudara
mau tidak mau dipanggil Tuhan untuk memimpin sekelompok orang. Namun
dari manakah asalnya seorang pemimpin itu? Pemimpin itu dilahirkan atau
dibentuk? Hal ini selalu menjadi pertanyaan di dalam ilmu kepemimpinan.
Orang yang percaya pemimpin dilahirkan dan tidak memerlukan pembentukan
atasnya, menjadikan mereka pesimistik dan tidak akan terjun di dalam
melatih pemimpin. Orang yang percaya bahwa pemimpin bukan dilahirkan
tetapi hasil pendidikan, akan selalu kurang melihat apa yang Tuhan tanam
di dalam diri orang-orang tertentu yang bertugas menjalankan mandat
surgawi yang penting.
Saya sendiri percaya secara potensi
pemimpin dilahirkan. Secara aktualisasi, pemimpin perlu dibentuk. Jadi
setiap pemimpin yang besar, ada unsur potensinya, tetapi kalau unsur
potensi tidak diperkembangkan akan menjadi bakat yang mati.
Maka Yesus sendiri selama 33,5 tahun di
dunia meluangkan seluruh waktu pelayanannya 3,5 tahun untuk melatih
pemimpin. Pemimpin harus dilatih di dalam banyak aspek. Seorang
pemimpin memerlukan hati yang lebar dan lapang. Kesempitan seseorang
akan membatasi kekuatan kepemimpinan orang itu. Sampai di mana takaran
kemungkinan menampung orang lain dalam dirimu, itu menjadi potensi
kemungkinan engkau memimpin berapa banyak orang. Ini dalil dan prinsip yang penting sekali.
Ketika Salomo dipilih menjadi pemimpin,
dari saudara-saudaranya yang sama-sama keturunan Daud, ia adalah yang
kecil, bukan kakak yang besar. Tapi mandat surga beserta panggilan dan
pelantikan Tuhan datang kepadanya sehingga mengakibatkan kakaknya iri
hati. Lalu di antara permintaannya kepada Tuhan sebelum menjabat sebagai
raja Israel, Salomo berkata dalam 2 Tawarikh 1:10, “Berilah sekarang
kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk
sebagai pemimpin bangsa ini, sebab siapakah yang dapat menghakimi
umat-Mu yang besar ini?” (bnd. 1Raj. 3:9), karena Salomo tahu bahwa dia
akan memerintah dan memimpin rakyat yang banyaknya seperti pasir laut.
Ini adalah satu permintaan dan satu doa yang sangat sesuai dari seorang
yang bersiap menjadi pemimpin. Kalau hatimu hanya bisa menampung lima
orang, besok kamu akan menjadi pemimpin untuk paling banyak lima orang.
Kalau hatimu bisa menampung lima juta orang, kamu mungkin berpotensi
memimpin lima juta orang. Krisis kekristenan selalu terjadi berawal dari
krisis kepemimpinan.
Seorang pemimpin yang hatinya sempit
bukan saja menyusahkan orang yang dipimpin, namun terlebih dahulu
menyusahkan diri sendiri. Apakah perbedaan Saul dan Daud sebagai
pemimpin umat Allah? Perbedaanya adalah Saul tidak bisa mengalahkan
musuh yang ada di dalam hatinya, yaitu kesempitannya. Salah satu dosa
yang paling sulit kita kalahkan, salah satu kelemahan yang paling sulit
kita atasi adalah pada saat kita mendengar penilaian orang lain yang
membandingkan diri kita dengan penilaian orang lain terhadap orang lain.
Saat terjadinya penilaian orang terhadap dirimu, tidak sebaik penilaian
orang terhadap orang lain, itu sebenarnya menjadi saat engkau memikul
salib.
Tetapi kalau kita lupa bahwa kita
dipanggil untuk memikul salib, langsung kita terjerumus di dalam kuasa
kematian dan tidak akan melihat kuasa kebangkitan. Kalimat yang didengar
oleh Saul waktu melihat Daud berhasil mengalahkan dan membunuh Goliat
adalah “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.”
(1Sam. 18:7). Perkataan ini menanamkan suatu kebencian dan suatu dendam
yang tidak pernah selesai di dalam sisa hidup Saul. Mulai saat itu
kepemimpinannya goncang.
Saya minta
kepada saudara-saudara untuk meminta kepada Tuhan memberikan hati yang
lapang untuk melihat keunggulan orang lain. Kalau itu tidak saudara
selesaikan, saudara akan memikul salib yang tidak perlu dan tidak ada
pahalanya. Saudara akan menyiksa diri di dalam kepahitan yang
terus merongrong tidak habis-habisnya. Saya merasakan ada beban untuk
membicarakan tema ini kepada saudara yang mungkin di antara kalian ada
yang dibangkitkan Tuhan menjadi pemimpin-pemimpin yang penting untuk
abad 21.
Toleransi dan Menghargai Keunggulan Orang Lain
Saudara-saudara, hati yang lapang
memiliki toleransi dan menghargai keunggulan orang lain. Kesuksesan
orang lain bukan menjadi penyebab untuk iri tetapi seharusnya menjadi
penyebab kita belajar. Di belakang
kesuksesan yang diraih orang lain, ada banyak air mata yang pernah
dialirkan yang kita tidak melihatnya. Di belakang kesuksesan orang lain,
berapa banyak jalan yang berliku-liku yang ditempuh, kita tidak tahu.
Tetapi tidak ada kesuksesan yang tidak
membayar harga. Ini satu pengertian yang harus tertanam di dalam hati
kita masing-masing untuk mengagumi fondasi yang tidak kelihatan lebih
daripada mengagumi bangunan yang kelihatan. Bangunan yang tinggi kalau
tidak mempunyai fondasi yang mendalam, akan memiliki kemegahan yang
sementara. Bangunan yang tinggi harus mempunyai fondasi yang memadai
untuk menjamin dan mendukung yang kelihatan. Jikalau manusia hanya
mementingkan bagian yang kelihatan dan selalu melalaikan bagian yang
tidak kelihatan, maka saatnya kita sebagai hamba Tuhan menyatakan
perbedaan kita dengan yang lain.
Kita harus lebih mementingkan dasar yang
tidak kelihatan daripada fenomena yang kelihatan karena dasar itulah
yang menunjang keberadaan fenomena, bukan fenomena yang menjadi
penunjang dasar yang tidak kelihatan itu. Hati yang lapang selain
toleransi dan menghargai keunggulan orang lain, juga harus rendah hati
dan bersedia mempelajari segala upaya yang dikorbankan sebelum meraih
kemenangan itu. Hati yang lapang dan yang luas juga adalah hati yang
menoleransi kelemahan orang yang kurang dan gagal. Jikalau
seseorang mengagumi kesuksesan orang lain tetapi menghina kegagalan
orang lain, dia tetap tidak bisa menjadi pemimpin yang baik.
Kepada atasan, kepada mereka yang lebih mencapai kesuksesan dari kita,
kita bersyukur kepada Tuhan yang memberi karunia yang begitu besar, kita
bersyukur kepada Tuhan memberi potensi yang begitu baik, kita bersyukur
kepada Tuhan memberi kesempatan yang begitu indah, dan kita bersyukur
kepada Tuhan memberikan niat perjuangan yang begitu berharga, kita
bersyukur kepada Tuhan karena Tuhan telah memimpin kesulitan yang begitu
lama sehingga ada hari kesuksesan orang lain.
Sebaliknya, pada saat kita melihat orang
lain mengalami kegagalan, kelemahan, dan kekurangan, reaksi pertama
yang seharusnya ada dari hati orang yang luas adalah: mau menemukan
kekurangan kita di dalam kewajiban menolong dia lebih dari melihat
kekurangan dia yang tidak mencapai kesuksesan. Setiap kali kita
menyadari kelemahan kita melalui kegagalan orang lain, saat itu kita
masih mungkin maju di dalam kerohanian. Setiap kali kita melalaikan
kewajiban kita, hanya insaf kegagalan orang lain, di situ kita
kemungkinan diperalat setan untuk menghina yang lain dan merebut
kemuliaan Tuhan. (Bersambung)
Sumber : http://www.nusahati.com/2014/01/hati-seorang-pemimpin/
Sumber : http://www.nusahati.com/2014/01/hati-seorang-pemimpin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar