Kasih Yang Sempurna (Bagian III)
Tingkatan Kasih Kepada Manusia
Kini kita perlu secara khusus membahas
lebih terperinci tentang cinta kasih yang terjadi di antara sesama
manusia. Cinta kasih yang terjadi di antara sesama manusia ini masih
perlu kita bagi lagi menjadi beberapa tingkatan.
Mengasihi Yang Agung
Tingkatan yang pertama adalah bagaimana
kita harus mengasihi orang yang agung, yang tinggi, dan hormat. Kita
perlu mengasihi orang-orang yang dari mereka kita bisa belajar banyak.
Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang melampaui zaman.
Orang-orang agung ini adalah orang-orang yang lintas zaman, mereka
senantiasa dikenang, dihormati, dan dipelajari oleh orang-orang di
segala zaman. Mungkinkah orang di abad ke-21 mencintai orang yang sudah
meninggal tiga ribu tahun yang lalu? Mungkin saja. Kita bisa mencintai
Musa, Daud, Abraham, atau tokoh-tokoh lainnya. Kita bisa belajar dari
teladan hidup mereka, karena mereka begitu anggun, begitu terhormat,
begitu bernilai sampai sekarang. Walaupun mereka sudah meninggal sekian
lama, sudah menjadi mayat, sudah menjadi tulang belulang, bahkan sudah
tidak adalagi bekasnya, namun pikiran dan hidup mereka tetap
mempengaruhi manusia dari zaman ke zaman. Itulah kasih manusia yang
melampaui pergerakan zaman dan melampaui waktu. Kita menghormati dan
mengasihi Paulus, Petrus, dan murid-murid Tuhan Yesus lainnya atau
tokoh-tokoh besar yang kita pelajari satu persatu dalam Ibarani pasal
13. Kita dapat mencintai manusia, bahkan mencintai orang sudah mati
ribuan tahun yang lalu. Cinta itu bisa melampaui zaman, melampaui segala
bentuk fenomena. Orang mengatakan bahwa Socrates adalah orang yang
wajahnya bagaikan badut, tetapi memiliki jiwa Tuhan Allah. Jadi, ketika
kita melihat wajahnya, kita akan melihat sedemikian buruknya, tetapi di
lain pihak, seluruh dunia menghormatinya karena dia mempunyai jiwa yang
anggun sekali. Inilah cinta kepada manusia, yang melampaui zaman,
bangsa, suku, keelokan (penampilan fisik). Inilah cinta yang sungguh;
cinta kepada orang yang anggun, tinggi, hormat. Jadikanlah
dirimu seorang yang patut dikasihi umat manusia; bahkan setelah kamu
meninggal beratus tahun lamanya, kiranya hidupmu boleh menjadi hidup
yang dirindukan dan diteladani disepanjang segala zaman.
Mengasihi Yang Setara
Tingkatan kedua dari mengasihi sesama
adalah bagaimana kita bisa mengasihi sesama kita yang sederajat dengan
kita. Itu yang kita kenal sebagai kasih persaudaraan, kasih
persahabatan. Sama-sama menjadi Kristen, sama-sama menjadi majelis,
sama-sama menjadi hamba Tuhan, sama-sama hidup di dalam satu negara,
sama-sama di dalam satu zaman, di tempat dan waktu yang sama. Mari kita
mengasihi dengan kasih persaudaraan dan persahabatan sebagai kawan
dengan kawan. Ini adalah cinta kasih yang sejajar. Kita tidak mutlak
harus luar biasa menghormati seseorang baru dapat mencintainya. Ada
orang yang hanya melihat ke atas dan tidak melihat ke bawah; dia
menghina orang yang sedikit kalah intelektualitasnya dibandingkan
dirinya. Itu tidak boleh dan tidak baik dilakukan. Sebagai seorang
pendeta senior, bahkan jauh lebih senior daripada kebanyakan rekan kerja
saya di Gereja, saya tetap berusaha untuk mau melihat kebaikan mereka
satu per satu. Setiap rekan kerja yang saya undang untuk bersama
berjuang dalam pelayanan adalah orang yang saya nikmati kelebihan
mereka. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya tidak bisa memakai
orang pandai, saya rasa kalimat itu bohong, fitnah. Dan saya marah
sekali, karena di antara rekan kerja yang saya panggil, banyak orang
pintar. Dan sepintar apa pun mereka, jika mereka merasa lebih pintar dan
tidak mau bekerja sama dengan saya, itu berarti merekalah yang tidak
mau bekerja sama dengan saya. Bukan saya yang tidak mau bekerja sama
dengan orang pintar.
Mari kita belajar, jangan karena melihat
orang memiliki sedikit kekurangan dibandingkan dengan kita, maka kita
menghina dia. Ketika saya memanggil rekan-rekan kerja saya, mereka
menjadi teman baik saya. Namun, antara teman baik saya dan teman baik
saya yang lain, ternyata bisa tidak baik. Si A adalah teman baik saya,
demikian pula si B, tetapi A dan B ternyata tidak menjadi teman baik.
Saya sangat berharap teman baik saya juga akan berteman baik dengan
teman baik saya yang lain. Dengan demikian mereka juga bisa belajar
saling mengasihi, saling menghargai, saling menghormati. Dengan
demikian, teman baiki saya yang satu dengan teman baik yang lain menjadi
teman. Jika saya yang lebih senior mau menjadi teman dari rekan-rekan
yang lebih senior mau menjadi teman dari rekan-rekan yang lebih junior,
melainkan bisa menikmati kelebihan mereka masing-masing, kiranya
teman-teman junior saya juga boleh saling menghormati dan tidak menghina
sesama rekan dan juga boleh menikmati kelebihan mereka masing-masing.
Kalau bisa, saya mau memupuk, mengoreksi, dan memberi tahu supaya mereka
bisa maju dengan sikap yang sama. Tuhan mau dicintai oleh kita, dan
Tuhan mau kita juga saling mencintai. Yesusberkata,”Sebagaimana Bapa
mencintai Aku, demikian Aku mencintai kamu. Dan Aku memberi perintah
kepadamu untuk saling mengasihi.”
Di dalam mengasihi sesama, hal terbaik yang diperlakukan adalah terjadinya saling menerima (coacceptance),
kita harus memposisikan diri dalam posisi sejajar dengan orang yang
kita kasihi, sehingga kita tidak menjadi superior di hadapan dia. Kita
perlu menghargai kelebihan-kelebihan yang dia miliki, sama seperti dia
juga menghargai kelebihan-kelebihan yang kita miliki. Jika
kita menghina orang lain karena kita anggap kita lebih superior
daripada dia, itu berarti kita tidak bisa melihat kelebihan yang ada
pada dia, dan malah mengukur dia menurut kelebihan-kelebihan kita.
Bentuk relasi seperti ini tidak mencerminkan kasih kepada sesama.
Khususnya ketika kita mau belajar menerima orang-orang yang sulit kita
terima, dibutuhkan suatu kesabaran yang sangat besar. Tetapi hal ini
sangat penting, karena dari sini nanti akan terbentuk suatu harmoni
masyarakat. Kalau kita hanya menerima yang mudah kita terima, akan
terbentuk pengelompokan masyarakat dan akan berakhir dengan pertikaian
dan peperangan. Kasih yang baik kepada sesama merupakan rahasia
keharmonisan masyarakat. Maka kata kunci yang penting di dini adalah sinkronisasi.
Perlu ada kinerja dan gerak bersama. Saya menerima kamu sebagaimana
adanya, dan kamupun menerima saya sebagaimana adanya. Menerima seseorang
berarti menerima kelebihan dan sekaligus kelemahannya. Jika kita hanya
mau menerima yang baik, lalu menghina semua kekurangan. Itu bukanlah
sikap kasih. Tetapi kasih adalah ketika kita menerima seseorang, kita
melihat ada kelemahan-kelemahan pada dirinya, dan kita tidak suka pada
kelemahan-kelemahan itu, namun kita tetap mengasihi dia dan menerima
dia. Itulah kasih yang Tuhan Yesus terapkan dan lakukan terhadap
umat-Nya. Dengan demikian, jika kita bisa mengasihi seperti itu, kita
baru belajar mengasihi orang yang hebat, yang sangat baik, itu bukan
kasih, itu hanyalah suatu kekaguman. Dan sering kali, perasaan kekaguman
akan kehebatan orang bisa mengarah kepada motivasi ingin memperalat dan
mendapatkan keuntungan dari dirinya. Siapa yang tidak mau menyayangi
orang yang sangat cantik, siapa yang tidak mau mencintai orang yang
sangat ganteng, siapa yang tidak mau dekat dengan orang yang pandai.
Lalu, apakah orang kurang cantik boleh dihina, yang kurang pandai boleh
disisihkan? Mengasihi adalah belajar belajar memberikan sesuatu kepada
yang tidak patut menerima.
Pada suatu saat, saya membaca sebuah
artikel yang menceritakan bagaimana seorang suami begitu mengasihi
istrinya, sekalipun istrinya mengalami kecelakaan dan hidungnya hancur.
Saya saat itu mencoba mengevaluasi kerohanian saya, apakah saya bisa
bersikap seperti suami itu. Suami istri ini mempunyai anak-anak yang
baik. Secara teori saya belajar bagaimana mengasihi, tetapi secara
praktis ternyata sedemikian sulit bagi kita untuk bisa mengasihi orang
yang sulit dikasihi. Saya minta Tuhan mengampuni saya.
Kita harus belajar mengasihi yang tidak
patut dikasihi. Kita harus belajar menghormati seseorang karena dia juga
manusia. Kita tidak menghormati dia pandai atau baik atau punya
keunggulan tertentu. Kita perlu menghormati dia karena dia adalah
manusia. Seorang ibu harus menerima bagaimanapun keadaan anaknya, karena
memang dia tidak berhak memilih. Memang hal ini tidak terlalu terasa
jika anak kita sehat, lahir dengan utuh sempurna, dan rupawan. Tetapi
bagaimana jika anak kita lahir cacat? Apakah kita masih bisa tetap
mengasihinya? Saya pernah melihat seorang ibu yang menggendong anaknya
yang idiot sampai sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, ibu ini tidak
bisa bertahan lagi, lalu menyerahkan anaknya kepada pemerintah Amerika
Serikat. Tapi paling tidak ibu ini sudah bisa bertahan sepuluh tahun.
Itu bukanlah keadaan yang mudah untuk dijalani. Tuhan telah mengasihi
kita, maka kita perlu belajar saling mengasihi. Kalau Tuhan mau mencari
kelemahan dan kekurangan kita, pasti setiap kita sudah dibuang ke
neraka. Jika Tuhan bisa mengasihi kita yang tidak layak dikasihi ini,
sebaliknya kita tidak bisa mengasihi orang lain, lalu kita mengatakan
bahwa kita adalah orang Kristen, maka kita adalah penipu dan pembohong.
Kita harus belajar mengasihi mereka yang tidak patut kita kasihi,
sehingga tidak ada seorangpun yang kita hina atau kita benci. Memang
sangat tidak mudah untuk mengasihi yang tidak mengasihi kita, tetapi
itulah yang Tuhan kehendaki.
Mengasihi Yang Lebih Rendah
Ketiga, kita juga harus mengasihi mereka
yang lebih rendah posisinya daripada kita. Bukan persahabatan, bukan
perkawanan, tetapi suatu perasaan belas kasihan. Kita mengagumi orang
yang lebih tinggi posisinya daripada kita. Kita mengasihi orang yang
sejajar dengan kita, dan kita memberikan belas kasihan kepada mereka
yang berada lebih rendah daripada kita. Alkitab mengatakan jika
seseorang menutup hatinya dan tidak mau memberi belas kasihan kepada
orang lain. Tuhan pun akan menutup hati-Nya dan tidak memberikan belas
kasihan kepadanya. Berbahagialah mereka yang memberikan belas kasihan
kepada orang lain, karena mereka juga akan mendapatkan belas kasihan
Tuhan. Inilah emosi yang begitu tinggi dan anggun dari Tuhan Yesus
Kristus. Ketika Tuhan Yesus berinkarnasi di dunia, Alkitab sepuluh kali
mencatat Dia tergerak oleh belas kasihan kepada manusia. Memang orang
yang bertindak dengan cara yang tidak jujur dan bersifat memeras harus
kita didik dan kita hajar, namun mereka yang jujur perlu mendapatkan
belas kasihan. Kita harus mengasihani mereka yang betul-betul jujur,
tulus dan yang posisinya lebih rendah daripada kita.
Di tengah masyarakat, apalagi belakangan
ini, kejahatan semakin merajalela. Ada pegemis-pengemis yang luar
biasanya jahatnya. Mereka sengaja memakai pakaian kotor supaya kelihatan
miskin untuk mendapatkan uang lebih banyak daripada mereka yang bekerja
keras banting tulang. Orang seperti ini bukan memerlukan belas kasihan,
tetapi memerlukan hajaran yang keras. Di suatu kota di Indonesia, saya
mengetahui ada orang yang menyewakan pakaian seharga dua puluh ribu
rupiah sehari. Pakaian itu adalah pakaian yang kotor dan compang
camping. Tetapi dengan memakai pakaian itu dan meminta-minta, orang bisa
mendapatkan uang lima puluh ribu rupiah sehari. Maka ada orang-orang
yang mau menyewa pakaian ini karena berfikir akan mendapatkan keuntungan
dengan meminta-minta. Yang lebih jahat lagi, ada orang-orang yang
sengaja mematahkan tangan anaknya dan menggendong anak itu untuk
mendapatkan uang. Adalah tugas pemerintah untuk menghukum dan
membereskan orang-orang seperti ini, karena ini merupakan tindak
kejahatan, yaitu melakukan manipulasi terhadap orang-orang yang memiliki
hati nurani yang baik.
Alkitab mengatakan, jika kamu memiliki
kelebihan uang, berikanlah itu kepada mereka yang patut menerimanya.
Tetapi siapakah yang patut menerima itu? Bagi saya, orang yang berhak
menerima belas kasihan dan uang kita adalah kepada mereka yang sudah
bekerja keras membanting tulang tapi masih tetap hidup dalam kekurangan,
dan merasa tidak patut menerima pemberian kita. Orang-orang seperti
inilah yang justru patut menerima pemberian kita. Orang yang tidak mau
bekerja, yang hanya mau meminta-minta, mengambil keuntungan dari belas
kasihan orang, justru patut menerima belas kasihan kita. Kita harus
memiliki kebijaksanaan yang cerdik dan cerdas untuk bisa mengatur semua
pemberian kita, agar kasih kita tidak dipermainkan dan belas kasihan
kita tidak diperalat oleh mereka yang jahat. Banyak anak muda yang penuh
dengan rasa belas kasihan akhirnya tertipu oleh orang-orang jahat ini.
Saya juga pernah ditipu oleh orang yang mengaku menjadi Krsiten dan mau
dibunuh, ternyata dia berbohong. Namun, dosen saya pernah
mengatakan,”Lebih baik terus membantu orang lain sekalipun ditipu,
daripada tidak pernah membantu karena takut ditipu.” Yang paling jahat
adalah kita menipu orang lain yang berbelas kasihan. Yang membahagiakan
saya adalah sekalipun sering kali salah dan tertipu, tetapi saya tidak
menipu. Namun, kita perlu terus belajar sehingga kita tidak mudah
ditipu, dan lebih jauh lagi, bisa menemukan siapa penipunya dan ikut
membereskan kerusakan di dalam masyarakat.
Mengasihi Musuh
Dan kasih yang paling besar bukan lah
mengasihi yang lebih tinggi, yang sejajar, atau yang lebih rendah,
tetapi mengasihi musuh. Ini adalah pengajaran yang luar biasa dari
Alkitab. Kasih inilah yang diajarkan dan dijalankan oleh Yesus Kristus.
Tuhan Yesus Kristus mengatakan. “Ampunilah mereka karena mereka tidak
tahu apa yang telah mereka perbuat,”. Selain Tuhan Yesus, tidak pernah
disepanjang sejarah ada teori kasih seperti itu. Mengasihi musuh dimulai
dari pengajaran Yesus Krsitus. Ajaran kasih seperti ini tidak bisa kita
temukan dalam filsafat Aristotle, atau Plato, atau Socrates. Demikian
juga tidak ada dalam pengajaran Lao Tze, Mao Ze Dong, konfisius, atau
Hindusme. Ada pengajaran Lao Tze yang mencoba mendekati ajaran itu. Lao
Tze mengajarkan :”Terhadap orang yang baik kepadamu, baiklah juga
padanya, dan juga baik kepada orang yang tidak baik kepadamu.” Ini
adalah puncak ajaran moral Lao Tze. Etika Konfusius belumlah setinggi
itu. Konfusius mengajarkan :”Moral dibalas moral: dengan kebajikan
membalas kebajikan; dengan tegas dan lurus membalas kejahatan.” Jadi,
kalau ada orang yang tidak baik kepadamu, kamu harus tegas dan jujur
membalas kejahatannya. Tetapi kalau orang itu baik kepadamu, kamu juga
harus baik kepadanya.
Memang Lao Tze mengatakan agar kita juga
berbuat baik kepada orang yang tidak baik kepada kita. Tetapi dia sama
sekali tidak sampai ketingkat bagaimana kita bukan hanya baik, tetapi
mengasihi musuh kita, dan mendoakan dia, mendoakan orang-orang yang
menganiaya kita. Tuhan Yesus bukan hanya menjalankan keduanya, yaitu
mengasihi musuh dan mendoakan yang menganiaya Dia, tetapi Tuhan Yesus
juga mengusahakan pengampunan mereka. Dan Dia rela mati untuk mereka
yang membunuh-Nya. Orang yang agung adalah
orang yang hidupnya bisa melampaui teorinya yang sedemikian tinggi.
Orang yang hina adalah orang yang teorinya lebih tinggi daripada
hidupnya. Orang biasa adalah orang yang tahu teori yang sulit, tetapi
lebih sulit lagi menjalankannya dalam hidupnya. Yesus Kristus
mati bagi orang-orang yang membunuh-Nya. Dia digantung di kayu salib,
tetapi Dia justru mendoakan mereka yang memaku-Nya disana. Itulah Sang
Juruselamat.
Penutup
Hambatan dalam mengasihi
Dalam bagian yang terakhir ini, apakah
yang menghambat kita untuk mengasihi? Ada tiga hal yang menyebabkan kita
terhambat untuk mengasihi. Pertama, Yesus berkata, pada akhir zaman,
pelanggaran hukum akan semakin banyak sedangkan kasih semakin sedikit.
Mengapa cinta kasih kita hilang. Karena kita berani melanggar hukum. Semakin berani kita melanggar hukum semakin tidak ada cinta kasih.
Kedua, mengapa kita tidak ada cinta kasih? Karena terlalu diisi cinta
kepada dunia sehingga akhirnya tidak ada lagi cinta untuk orang lain.
Orang yang semakin mencintai dunia, semakin meneladani dunia, dan
semakin tidak mencintain Tuhan Allah. Ketiga, orang yang semakin
memperhatikan diri sendiri, sehingga tidak ada waktu dan kesempatan
untuk mencintai orang lain, tentu juga tidak sempat lagi mencintai
Tuhan.
Membangkitkan Kembali Cinta Kasih Yang Pudar
Bagaiman kita kembali membangkitkan
cinta kasih yang telah redup? Pertama, kita perlu penyangkalan diri.
Penyangkalan diri mengakibatkan kita mengetahui bagaimana mengasihi
orang lain. Kalau diri kita menjadi pusat segala sesuatu, bahkan
Allahpun harus melayani kita, maka tidak mungkin kita dapat membagikan
sesuatu untuk orang lain.
Kedua, kita harus meneladani Yesus
Kristus. Yesus berkata,”Pikulah kuk-Ku dan tanggunglah beban-Ku.
Belajarlah dari-Ku. Akulah peta teladan yang menjadi contoh bagimu.
Ikutlah teladan-Ku, pikullah Kuk Ku, tanggung bebanKu, beban-Ku ringan
adanya.”
Ketiga, kita perlu dipenuhi Roh Kudus,
ketika Roh Kudus berbuah, buah pertama yang muncul adalah kasih, Di
dalam sembilan citra buah Roh Kudus, justru tidak ada sifat”kudus.”
Karena itu adalah sifat essensi paling dasar yang melekat pada Roh Kudus
itu sendiri. Buah pertama dari Roh Kudus adalah kasih. Kasih, sukacita,
damai sejahtera dan seterusnya. Orang yang dipenuhi Roh Kudus pasti
dipenuhi dengan kasih. Jikalau ada yang mengatakan orang ini penuh
dengan Roh Kudus, tetapi kamu melihat dia penuh dengan Roh Kudus, tetapi
kamu melihat dia penuh dengan kebencian, janganlah kamu melihat dia
penuh dengan kebencian, janganlah kamu percaya kepadanya, karena Buah
Roh Kudus yang pertama adalah kasih.
Terakhir, kita perlu senantiasa
mengingat anugerah-Nya. Kasih itu hilang karena orang lupa bagaimana dia
telah menerima anugerah dari Allah. Yesus berkata kepada jemaat
Effesus.”Janganlah kehilangan cinta yang semula.” Cinta yang mula-mula
selalu bodoh, tetapi cinta yang mula-mula itu selalu murni. Masih ingat
cinta pertama anda? Ketika anak saya pertama kali mengatakan.” Pa, saya
senang kepada seseorang.” Saya cuman menjawab.”Jangan-jangan itu cinta
monyet.” Sebab saat itu dia baru berusia 17 Tahun. Kebanyakan cinta
pertama tidak jadi. Kebanyakan cinta pertama juga tidak terlalu bahagia.
Cintanya sungguh-sungguh namun bodoh karena tidak berpengalaman.
Walaupun demikian, waktu Tuhan mencintai kita, Dia tidak bodoh. Cinta
Allah adalah cinta yang murni. Cinta yang diberikan Tuhan di dalam diri
kita juga memiliki kemurnian. Pada saat cinta itu tiba pada kita, kita
memang masih bodoh, tetapi kita mencintai dengan cinta yang murni. Kita
ingat juga bagaimana kita menerima berkat Allah yang sedemikian besar.
Dengan itu kita memupuk cinta kasih kepada orang lain. Kiranya Tuhan
membersihkan cinta kita, baik kepada Tuhan Allah, kepada manusia dan
kepada segala sesuatu, sebagai berkat-Nya dan pernyataan kasih-Nya. Amin
...
Diambil dan disalin kembali dari buku Pdt. Dr. Stephen Tong , DLCE: Pengudusan Emosi (Hal 384 s.d 397)
Sumber : http://www.nusahati.com/2014/01/kasih-yang-sempurna-bagian-iii/