Pdt. Dr. Stephen Tong |
Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. Ibrani 10:35
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Yohanes 16 : 33
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Yohanes 16 : 33
Perasaan takut adalah suatu emosi.
Setiap orang bisa takut, karena ketakutan adalah emosi yang memang ada
pada diri manusia. Perasaan atau emosi takut adalah lawan dari dua hal,
yaitu Kasih dan Kebenaran. Di dalam kasih tidak ada ketakutan. Orang
yang berani juga tidak perlu takut. Sekarang kita akan membicarakan
masalah “takut” ini. Ibrani 10 : 35 juga bisa diterjemahkan sebagai
“Janganlah kamu kehilangan keberanianmu, karena orang yang mempunyainya
akan mendapatkan upah yang besar.” Juga di dalam Yohanes 16 :33, frasa
“kuatkanlah hatimu” juga bisa diterjemahkan “janganlah takut di dalam
hatimu, karena Aku telah mengalahkan dunia.”
Apakah Ketakutan Itu?
Pernahkah Tuhan Yesus menangis di dunia?
Pernah. Pernahkah Alkitab mencatat Tuhan Yesus menyanyi? Pernah, hanya
satu kali dicatat. Alkitab pernah mencatat Tuhan sedih, Alkitab pernah
mencatat Tuhan marah, tetapi pernahkah Alkitab mencatat Tuhan takut?
Saya pribadi berulang kali takut, takut
sekali kalau setelah saya mengerjakan semua, saya akhirnya ditolak oleh
Tuhan. Mungkin anda mengatakan: “Mengapa Pdt Stephen Tong bisa takut?”
Ada ayat yang sangat berbeda dengan pengertian kita, yaitu dalam Markus
14 :33 “Dan Ia membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes sertaNya. Dia sangat takut dan gentar.”
Siapakah “Dia” yang disebutkan disini? Tuhan Yesus. Ini adalah
satu-satunya ayat dimana diungkapkan bahwa Yesus takut. Tidak pernah
lagi dalam ayat lain atau kitab lain. Hal ini sangat berbeda dengan
konsep yang ada di dalam diri banyak orang. Hampir tidak ada pendeta
yang mengupas ayat ini. Karena seolah-oleh akan merusak citra kita
tentang Tuhan.
Mengapa Yesus bisa sangat takut? Mengapa Allah bisa takut? Kalau
Yesus juga dilanda oleh ketakutan yang sangat besar, bagaimana Dia bisa
mengatakan kepada murid-murid-Nya “Jangan takut, percaya saja”? Apakah
itu berarti, Tuhan Yesus hanya bisa memberi perintah yang Dia sendiri
tidak bisa melakukannya? Dan Tuhan Yesus memaksakan perintah itu
kepada orang lain yang mengikut Dia? Maka ada orang-orang yang berasumsi
bahwa tidak aneh jika pendeta-pendeta ketakutan, karena Tuhan sendiri
takut dan gentar. Jika Tuhan Yesus ketakutan, bagaimana pendeta-pendeta
harus berani? Ketika di Indonesia terjadi penganiayaan, ada pendeta yang
lari ke Amerika Serikat, meninggalkan domba-dombanya di Indonesia.
Ketika kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, banyak gereja-gereja di Jakarta
yang mengumumkan bahwa hari Minggu itu tidak ada kebaktian, karena
kebaktian diliburkan. Jikalau demikian, apa yang bisa dicela dari
mereka, karena Yesus sendiri sedemikian ketakutan. Begitu Tuhan Yesus
masuk ke Getsemani bersama murid-murid-Nya, Dia menjadi sedemikian takut
dan gentar. Jika Yesus mempunyai emosi ketakutan seperti ini, ada hak
apa sehingga kita harus tunduk untuk “tidak takut.”
Saya berharap kita sebagai orang
Kristen tidak hanya sekedar membaca Alkitab untuk menghafalkannya saja,
lalu menjadikan kita sombong karena menghafal lebih banyak ayat Alkitab.
Kita juga perlu mencoba mengerti secara
kritis, membandingkan dan menggumulkan semua prinsip kebenaran Firman
Tuhan dengan cermat dan baik. Kita perlu mempelajari apa yang Alkitab
nyatakan, apa yang sulit kita mengerti, dan apa yang berbeda dari konsep
normal kita di dalam beragama.
Yesus takut karena Dia betul-betul
memiliki sifat manusia. Yesus takut bukan seperti ketakutan yang manusia
katakan dan pikirkan. Yesus takut, tetapi Dia berjalan terus masuk ke
taman getsemani. Di dalam tempat yang paling berbahaya, Yesus sama
sekali tidak melarikan diri. Perasaan takut merupakan reaksi dari
susunan saraf kita ketika menghadapi bahaya. Perasaan takut sedemikian
adalah yang normal. Ketakutan sedemikian adalah hal yang normal.
Ketakutan sedemikian bukanlah ketakutan yang abnormal atau ketakutan
yang aneh. Itu merupakan sifat manusia yang sadar. Di dalam keadaan
tertentu, manusia normal pasti memiliki refleksi saraf sedemikian, yang
menyebabkan dia merasa takut.
Tuhan Yesus memang takut dan gentar. Dia
begitu takut menghadapi keadaan yang akan terjadi dihadapan-Nya. Tetapi
Dia tidak mundur, Dia tidak berhenti, Dia tetap maju, Dia masuk ke
dalam taman, dan menanti orang-orang yang akan menangkapnya. Refleksi
ketakutan sedemikian adalah ketakutan normal.
Ketakutan yang terdapat dalam diri
manusia itu normal, hanya setelah takut, apa reaksi berikutnya? Inilah
yang sangat menentukan isi dan bentuk ketakutan itu. Ketika emosi atau
perasaan takut itu muncul secara mendadak, apa yang akan kita kerjakan. Jikalau
Yesus tidak merasakan ketakutan apapun di Getsemani, itu berarti Dia
tidak sungguh-sungguh inkarnasi. Kalau Yesus tidak memiliki ketakutan,
berarti Dia hanya memiliki sifat kesempurnaan ilahi yang tidak terganggu
oleh aspek kehidupan fisik di dunia ini. Ketika emosi ketakutan itu
muncul, berarti Yesus adalah manusia sejati.
Kristus takut, tetapi Dia terus maju
menggenapkan rencana Bapa-Nya di atas kayu salib. Ini bukanlah ketakutan
yang melarikan diri, melainkan suatu refleks saraf yang natural. Ini
hanya membuktikan bahwa Yesus betul-betul manusia sejati yang
berinkarnasi dari Allah. Inilah tema yang penting. Setiap tema saya
bahas secara serius, karena saya ingin kita mendalami suatu tema dengan
benar. Apa yang sedang kita pelajari akan terus mendorong dan merangsang
pikiran kita untuk semakin mengerti Firman Tuhan. Harap kita bisa
dikoreksi untuk menuju kepada kesempurnaan yang dituntut oleh Tuhan.
Hak Istimewa
Di dalam pelayanan kita, sering kali
kita harus menghadapi situasi yang sama atau mirip dengan situasi yang
dihadapi oleh para nabi, oleh para rasul, bahkan berbagai ancaman dan
kesulitan yang mirip seperti yang alami oleh Yesus Kristus. Di dalam
pelayanan sering kali kita mengalami umpatan, ejekan, bahkan difitnah,
dan ditimpa hal-hal lain yang mungkin dialami seorang manusia yang hidup
di dalam dunia. Pernah hidup di dunia merupakan hak istimewa. Pernah
hidup sebagai manusia adalah suatu hak yang sangat istimewa. Kita
memerlukan keberanian untuk hidup miskin. Kita memerlukan keberanian
untuk hidup dalam bahaya. Kita memerlukan keberanian ketika harus
menghadapi penyakit atau bahkan kematian.
Kita adalah manusia yang pernah hidup di
dunia. Hidup di dunia berarti hidup sebagai suatu proses. Kita hidup
sebagai suatu pengalaman, harus dimengerti secara mendasar, Yaitu
sebagai hak yang Tuhan berikan kepada kita, untuk pernah hidup sebagai
manusia. Puji Tuhan, ketika dilahirkan, kita bukan dilahirkan sebagai
kucing, atau anjing, atau sapi, tetapi manusia. Pernahkah kita bersyukur
kepada Tuhan karena dilahirkan sebagai manusia. Ini adalah suatu hak
istimewa. Tetapi dilahirkan sebagi manusia jauh lebih sulit daripada
dilahirkan sebagai sapi. Dalam hal perasaan sakit, manusia mengalami
rasa sakit jauh lebih hebat dan panjang dibandingkan binatang. Sakit
sedemikian lebih menderita daripada sakit yang diderita binatang.
Menjadi manusia itu sangat berbahaya, tetapi sangat berbahagia. Menjadi
manusia itu sangat sakit, tetapi juga menikmati banyak hak istimewa.
Sungguh suatu anugerah dan hak istimewa bagi kita untuk menjadi manusia.
Sebagai manusia kita dimungkinkan untuk
memiliki moral yang sedemikian besar, dan akhirnya mempengaruhi
berjuta-juta manusia. Tetapi kita juga bisa menjadi rusak, merusak moral
banyak orang sampai dikutuki oleh bergenerasi manusia selama beratus
tahun. Itu hanya bisa terjadi karena kita adalah manusia.
Binatang tidak mungkin bermoral, mempesona, mempengaruhi, memberikan
inspirasi kepada bangsa-bangsa, dan memberikan teladan hidup. Atau,
bermain-main dengan kehidupan dan menjadi tidak jujur dan merusak.
Manusia yang hanya mempermainkan diri, mencari keuntungan diri sendiri,
dan merugikan orang lain, akan dikutuk oleh berjuta-juta manusia selama
beratus-ratus tahun.
Apa arti menjadi manusia? Dan bagaimana
menjadi manusia? Konfusius berkata, bahwa setelah dia berusia tujuh
puluh tahun, barulah dia tahu bagaimana caranya tidak melanggar
peraturan. Itu berarti sampai enam puluh tahun dia masih melanggar
peraturan. Dia mau terus belajar bagaimana hidup menjadi manusia yang
baik. Sampai usia tujuh puluh tahun dia baru tahu bagaimana menjadi
manusia yang baik, lalu dua tahun kemudian dia meninggal. Konfusius baru
betul-betul mengerti menjadi manusia selama dua tahun. Itulah manusia.
Manusia yang paling agung dan yang diakui sebagai orang paling saleh
oleh orang Tionghoa, mengakui keterbatasannya. Dia mengaku bahwa pada
usia lima belas tahun, dia baru menetapkan untuk sungguh-sungguh mau
belajar; pada usia tiga puluh tahun baru betul-betul bisa mempunyai
pendirian dan bisa berdiri sendiri di dalam hidup; pada usia empat puluh
tahun mulai tidak mungkin bisa diganggu oleh hal-hal yang sesat atau
ajaran yang tidak beres; pada usia lima puluh tahun dia sudah mulai bisa
mengerti mandat sorga, sehingga tidak sembarangan mengerjakan hal-hal
duniawi; pada usia enam puluh tahun, telinganya sudah tidak lagi
dipengaruhi oleh kritik dari berbagai orang; dan pada usia tujuh puluh
tahun dia mengerti bagaimana tidak melanggar aturan dan hidup secara
benar. Lalu meninggal pada usia tujuh puluh dua tahun.
Berbeda total dengan Tuhan Yesus
Kristus, Seumur hidup Dia tidak bercacat cela. Dari lahir sampai mati
Dia hidup suci mutlak, sampai Dia bisa menantang para musuh-Nya,
“Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yohanes
8 : 46). Tidak ada yang seperti Tuhan Yesus.
Tetapi Yesus Kristus yang hidup
sedemikian suci, di dalam markus 14 : 33 dicatat, “Ia sangat takut dan
gentar.” Kita perlu mengerti apa itu ketakutan Kristen dan bagaimana
hidup sebagai seorang kristen dalam kaitannya dengan perasaan takut.
Ketakutan adalah suatu perasaan yang muncul secara impuls, lalu disimpan
di bawah sadar manusia. Dan pada saat-saat tertentu, perasaan itu bisa
kembali muncul, dan memberikan kesadaran ketakutan kepada orang
tersebut.
Apakah itu ketakutan? Alkitab mengatakan
jangan takut. Kalau kita beriman, kita tidak takut. Di dalam seluruh
Kitab Suci, kata-kata “jangan takut,” kuatkanlah hatimu,”berulang kali
muncul, seluruhnya 365 kali. Itu berarti cukup sepanjang tahun, setiap
hari kita boleh mendapat satu kali pernyataan “jangan takut.” Kita harus
bersyukur kepada Tuhan, karena firman-Nya cukup untuk mempertumbuhkan
kita, dan menjadikan kita hidup baik. Tetapi banyak orang, setelah
mendegar Firman Tuhan, kemudia segera melupakannya. Jika
firman yang sedemikian baik dan menjadi patokan kebenaran bagi manusia,
dengan mudah dilupakan, bagaimana dia bisa hidup baik?
Ada sebuah kisah yang diceritakan oleh
Pdt. Dr. Andrew Gih. Seekor monyet naik ke atas pohon dan memetik buah
apel. Lalu monyet ini bingung apelnya mau diletakan di mana, karena
monyet tidak mengenakan baju yang ada kantongnya. Setelah monyet ini
berfikir beberapa lama, maka dijepitnya buah itu dengan ketiaknya.
Monyet ini berfikir itulah cara menyimpan yang paling aman. Lalu monyet
ini mencari buah lagi. Ketika mengambil buah itu, buah yang ada
diketiaknya jatuh. Lalu buah berikutnya itu diletakan lagi di ketiaknya.
Begitu seterusnya. Dan ketika monyet ini mau pulang, dia tidak
mempunyai satu buah pun, karena semua buah yang dikumpulkannya telah
dijatuhkannya. Demikianlah orang yang mendengarkan khotbah, lalu segera
melupakannya. Ingatlah akan Firman Tuhan, dan simpanlah baik-baik,
sehingga selama hidupmu memiliki kekayaan sorgawi yang tidak
habis-habis.
Diambil dan disalin kembali dari buku Pdt. Dr. Stephen Tong , DLCE: Pengudusan Emosi (Hal 106 s.d 115)
Sumber : www.nusahati.com
Sumber : www.nusahati.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar