(Rom 13:8) Janganlah kamu
berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling
mengasihi. Sebab barang siapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah
memenuhi hukum Taurat.
Tuhan
berkata kepada Abraham ketika ia berumur sembilan puluh sembilan tahun,
“Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak
bercela” (Kej. 17:1). “Akulah Allah Yang Mahakuasa” di dalam bahasa
Ibrani adalah El-Shaddai. El-Shaddai dimengerti sebagai kelimpahan,
seperti seorang dewa daripada orang Kanaan yang dikisahkan sebagai
seorang ibu yang memiliki banyak payudara. Tetapi El-Shaddai ialah Allah
sendiri, bukan dewa itu. Dan Allah berkata, “Aku Mahakuasa dan Aku bisa
memberikanmu segala sesuatu. Sebab itu, engkau harus menjadi orang yang
sempurna di hadapan-Ku.” Waktu Bapa mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus,
ke dalam dunia, Yesus berkata, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama
seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat. 5:48). Baik dalam PL
maupun PB, Tuhan menuntut manusia untuk menjadi sempurna.Ada dua
pertanyaan patut kita ajukan.
Yang pertama, mungkinkah manusia menjadi sempurna dan hidup sempurna? Konfusius mengatakan bahwa tidak ada kebajikan yang lebih besar daripada orang yang berbuat salah, lalu mengaku, lalu berubah.
Tidak ada orang yang tidak berbuat salah, karena itu berarti tak
mungkin ada orang yang sempurna. Jikalau tak mungkin, lalu mengapa Tuhan
menuntut orang untuk menjadi sempurna? Mungkinkah manusia sempurna?
Tidak! Tidak ada seorang pun dalam sejarah manusia yang dapat menjadi
sempurna dalam moral, karakter, dan keadilan.
Pertanyaan kedua, apabila tidak ada
kemungkinan untuk mencapai kesempurnaan, mengapa Tuhan menuntut suatu
hal yang tidak logis? Jika tidak ada orang yang mungkin mencapai
kesempurnaan, kenapa Tuhan menuntut manusia untuk menjadi sempurna? Ini
tidak logis dan tidak masuk akal. Jawabannya, jika dalam PL, karena progressive revelation,
memang belum sempurna. Tetapi dalam PB pun Yesus menuntut kita untuk
sempurna. Akhirnya, kita melihat tokoh-tokoh dalam PB melakukan dosa dan
merasa diri berdosa. Tidak ada orang yang sempurna, bukan? Tetapi ini
tuntutan Tuhan.
Kalau begitu, sempurna memiliki arti
yang lebih dalam dari pikiran kita yang terikat oleh dosa. Kesempurnaan
bukan sesuatu yang utuh sempurna, yang kalau tidak utuh berarti tidak
sempurna. Dalam Filipi pasal 3, Paulus mengajak orang sempurna yaitu
orang Kristen untuk bermental merasa tidak sempurna. Ini namanya
paradoks. Paradoks berarti kelihat konflik, tetapi sebenarnya tidak.
Kelihatan tidak harmonis, tetapi sebenarnya harmonis.
Apa paradoksnya? Yaitu orang sempurna harus selalu bersedia mengaku bahwa dirinya tidak sempurna.
Orang yang tidak sempurna dan tidak mengaku dirinya tidak sempurna,
berpura-pura sempurna, akan terus tidak sempurna, dan akhirnya tidak
mungkin sempurna. Orang yang tidak sempurna, namun mengaku bahwa dirinya
tidak sempurna, selalu mengkoreksi diri untuk menuju kesempurnaan,
akhirnya menjadi sempurna. Orang yang rendah hati tidak merasa dirinya
rendah hati. Sayangnya, orang yang sombong tidak pernah sadar dia
sombong. Maka dalam Filipi 3, Paulus berkata. “Bukan seolah-olah aku
telah memperoleh hal ini atau telah sempurna… Karena itu marilah kita,
yang sempurna, berpikir demikian.” (Flp 3:12; 15).
Saya pernah berkotbah mengenai kesempurnaan sebanyak empat kali di Amerika, yaitu The perfection in the original creation; The perfect lost after the fall; The perfection in Jesus Christ as a promise; dan The perfection after eternity totally redeemed. Inilah empat tahap dari teologi Agustinus, yaitu pada permulaan ialah posse peccare, posse non peccare (bisa berdosa, bisa tidak berdosa), kemudian setelah manusia jatuh, non posse non peccare (tidak bisa tidak berdosa), setelah ditebus oleh Kristus, posse non peccare (bisa tidak berdosa), dan setelah disempurnakan oleh Kristus dalam kekekalan, non posse peccare (tidak bisa berdosa).
Mari kita mengerti Kitab Suci dengan
tuntas dan memegang teologi yang ketat. Hanya dalam teologi Reformed
kita dapat mempelajari kebenaran. Hargailah semua ini, yaitu
pengertian-pengertian yang bermutu dan mendalam yang diwarisi dari para
nabi dan rasul, dari Yesus dan Paulus, dari Agustinus dan Calvin, karena
disinilah kita bisa mendapat pengertian yang paling tuntas, jernih, dan
baik.
Paulus berkata, “Aku merasa diri tidak
sempurna, aku hanya menuju terus kepada sasaran yang terakhir yaitu
Kristus sebagai telos” (Flp. 3:14). Telos berarti the ultimate goal. Telos dalam filsafat Latin berarti the highest good. Who is the highest good? The highest good is only in the only begotten Son of God, Jesus Christ.
Kita dituntut untuk menjadi sempurna, namun kita berada dalam
keberdosaan. Karena itu kita melihat ada perbedaan kualitas di dalam
teologi John Wesley dari teologi John Calvin. Kesempurnaan bagi John
Wesley merupakan asumsi apabila manusia suci 100% di dunia. Kesucian
bagi Calvin ialah hal yang tidak mungkin, namun kita harus terus
menuntut dengan kualitas kesempurnaan. The quality and mentality of perfection as the basis. To achieve the quality of perfection in the Scripture is not easy. Itu sebabnya, kita harus selalu mengaku apabila kita tidak sempurna, berdosa, dan perlu belajar terus.
Dengan demikian, kerendahan hati dan
keadaan memuliakan Tuhan menjadi mungkin. Apabila tidak ada kerendahan
hati yang memegang kualitas kesempurnaan dan mengaku diri tidak
sempurna, seseorang tidak mungkin rendah hati, selalu sombong, menghina
orang lain, lalu merebut kemuliaan Tuhan Allah. Apabila orang-orang
Kristen tidak rendah hati, gereja-gereja pasti akan selalu bertarung
dan manusia pasti saling menghina. Perdamaian dan saling mengasihi tidak
mungkin tercapai. Sebab itu, Paulus dalam Roma 13:8 mengatakan,
“Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah
kamu saling mengasihi.”
Saya dilahirkan dalam kondisi yang
susah. Ibu saya pernah mengatakan, “Sekarang miskin, tidak apa-apa.
Namun, jangan sampai hati menjadi miskin. Kantong boleh kosong, jantung
tidak boleh kosong. Tidak ada uang, itu soal kecil. Tidak ada niat
perjuangan, itu soal besar.” Saya ingat terus dari kecil, dalam kondisi
sesusah apapun, tidak boleh meminjam uang. Lalu ketika saya membaca Roma
13:8, saya mengerti ini Firman Tuhan, yaitu jangan berhutang di dalam
hal apapun kepada siapapun, tetapi hanya dalam cinta kasih, harus selalu
merasa berhutang dan harus membayar.
Apabila kita merasa kurang memberi
kasih, kita akan selalu menuntut diri agar tidak boleh sembarangan,
tidak boleh sombong, harus rendah hati, dan membayar harga untuk
menolong orang lain. Apabila engkau tidak pernah menuntut diri, hanya
menuntut dari orang lain, Konfusius pun mengatakan bahwa engkau orang
kecil. Di dalam filsafat Konfusius, manusia dibagi di dalam dua lapisan,
gentleman dan little man. Gentleman is seeking after righteousness, little man is seeking for profit.
Orang kecil, demi mencari untung, membunuh orang. Tetapi orang besar
tidak peduli untung rugi pribadi, hanya mementingkan bagaimana
melaksanakan keadilan dan kebenaran. Orang besar menuntut diri, orang
kecil menuntut orang lain.
Di dalam gereja, kita juga melihat dua
macam orang Kristen. Ada orang yang selalu merasa diri penting,
sedangkan ada orang Kristen yang selalu merasa kurang mencintai Tuhan,
berkorban, dan menyangkal diri, dan harus lebih melayani. Cinta yang
tidak pernah merasa cukup adalah cinta yang selalu berkorban. Apabila
seseorang merasa dia kurang melayani, maka dia akan melayani terlebih
dahulu. Selalu ingin bersumbangsih, ini orang Kristen. Namun ada orang
yang tidak mau melayani, tetapi masih ingin dihargai dan membuat orang
lain melihat kepada dirinya, bukan kepada Tuhan, betapa buruknya hati
orang tersebut. Di dalam melayani, marilah kita belajar bagaimana
merendahkan diri dan meninggikan Kristus. Yohanes Pembaptis berkata
bahwa Kristus harus semakin besar, tetapi ia harus semakin kecil (Yoh.
3:30).
Kenapa saya, meskipun sudah tua,
melayani lebih berat daripada orang lain? Karena saya tahu bahwa saya
telah diberi banyak berkat, bakat, dan karunia. Alkitab mengatakan yang
diberi banyak, dituntut banyak (Luk. 12:48). Yang diberi sedikit,
dituntut sedikit. Apabila saya tidak bekerja lebih berat, bagaimana saya
menghadapi Tuhan nanti? Saya tidak merasa orang berhutang kepada saya,
saya merasa saya berhutang kepada dunia dan orang lain. Di dalam cinta
kasih, harus selalu merasa diri berhutang, baru kita bisa menuntut diri,
menyangkal diri, dan minta diri untuk berkorban banyak bagi orang lain.
Dunia akan mendapatkan berkat dari orang seperti ini. Itu sebab saya
mengambil tiga langkah untuk menjelaskan kesempurnaan. Pertama,
barangsiapa yang merasa diri sempurna, pasti tidak sempurna. Kedua,
barangsiapa yang meanggap diri tidak sempurna, mungkin dia memang belum
sempurna. Ketiga, barangsiapa yang sempurna, pasti tidak pernah
menganggap diri sempurna. No one is perfect, only God is perfect.
Kalau demikian, apa artinya sempurna di
dalam Kitab Suci menurut teologi Reformed? Apabila John Wesley
menyimpulkan bahwa kita di dunia bisa mencapai kesempurnaan, maka
menurut teologi Reformed, kita tidak mungkin mencapai kesempurnaan,
namun kita harus menjadi orang sempurna. Apa artinya hal ini? Pertama, perfection in quality.
Seekor ayam kecil sempurna karena merupakan ayam asli dan memiliki
kesempurnaan ayam. Setiap orang jangan melihat orang lain lebih hebat
dan kaya, namun harus bisa menuntut kesempurnaan yang telah diberikan
oleh Tuhan sebagai the seed of the essential foundation of perfection.
Setiap orang memiliki kesempurnaan dalam kualitas. Jangan menghina
diri. Kita harus menggali diri kita sendiri menurut kualitas
kesempurnaan sebagai potensi yang telah Tuhan berikan.
Kedua, kita harus memiliki motivasi kesempurnaan, the motivation of perfection.
Maksudnya, kita harus memiliki suatu motivasi yang jelas, suatu hati
yang murni dan tidak ada embel-embel lain ingin menjadi sempurna. This motivation becomes the greatest impulse in your efforts. Manusia yang memiliki potensi namun tidak memiliki motivasi susah sekali. The quality of perfection has been given and implanted in everybody. Namun, motivasi kesempurnaan harus dicari dan dipupuk oleh masing-masing orang.
Ketiga, the progressive perfection.
Di dalam mencari kesempurnaan, harus maju. Maju sedikit-sedikit,
meskipun perlahan, harus maju terus. Aesop Fables mengajarkan bahwa
kura-kura bisa menang daripada kelinci karena kura-kura maju terus,
sedangkan kelinci tidur. Ini merupakan pengajaran yang sangat besar.
Jangan mengira diri hebat. Kebanyakan anak pintar menjadi anak malas,
karena dia sombong dan tidak menjalankan tugas dengan rajin. Kebanyakan
orang sukses adalah orang yang ulet dan tekun. The quality of
perfection as the seed of perfection. The motivation of perfection as
the impulse, the driving power. The perfection of achievement slowly,
step by step, as perfection of progress.
Keempat, the perfection of always
living upon God and His promises. Our God is God Almighty, the living
God, the God of promises. What is promise? Istilah promise dalam
bahasa Latin mempunyai dua arti. Pertama, sebelum, dan kedua, janji.
Sebelum terjadi suatu misi, diberi janji terlebih dahulu. Promise can be divided into two parts, pre- and mission. Before God grant you a mission, He first tells what it is going to be. Dengan iman melihat suatu kemungkinan, maka terlihat sebelum misi. Itu yang namanya pre-misi, promise.
Saya bersyukur saya telah memikirkan
banyak hal jauh-jauh hari. Saya tidak hidup dalam dunia ini dengan
sia-sia dan hidup foya-foya. Meskipun saya telah tua dan akan menjadi
tambah tua, tidak apa-apa. The growth inside is better than the decay outside.
Waktu di luar semakin tua dan jelek, Paulus berkata, hati semakin
diperbarui. Waktu tua saya akan menjadi orang yang mengeluarkan
mutiara-mutiara, karena saya memupuk bijaksana. Progressive
perfection is the goal as our telos. Uncompromised, we go forward, with
our effort and struggle and with the promise of God and with the hope
and hold on Him to guide us. Orang tua yang selalu berbicara hal yang sama akan tidak disukai. Orang muda yang berbicara hal yang sama berarti sudah tua. The secret of keeping you young is always speaking and thinking something fresh, inspiring others.
Puji Tuhan, Alkitab mengatakan bahwa
kita bisa sempurna. Sasaran tidak boleh terlalu rendah, harus tinggi.
Semakin tinggi, semakin merambat, terus naik. Sukarno mengatakan,
“Jangan memiliki sasaran di bumi, harus memiliki sasaran di langit.
Harus mempunyai ide yang paling tinggi di langit. Kalau bisa, di langit
lapisan ketujuh! Apabila tidak bisa capai, hanya bisa dilapisan pertama,
toh di langit.” Banyak anak muda hidup tidak ada sasaran, hidup untuk
foya-foya. Hidup akan hancur. Milikilah sasaran dan berkatalah, “God, I want to have goal that high, I want to achieve that high.”
I am not joking. I have very high goals, I want to achieve and achieve.
Setiap tahun adalah aset saya untuk maju. Setiap kalori dalam hidup
saya adalah aset untuk mewujudkan apa yang Tuhan mau saya laksanakan di
dalam hidup saya. Biarlah semua anak muda di GRII belajar dari orang tua
yang sekarang berdiri di depan, karena dia belajar bagaimana mencapai
sasaran yang tinggi. Paulus berkata, “Aku tidak berhenti-henti menuntut
mencapai tujuan yang dipanggil Tuhan dari atas bagi diriku dan sasaranku
ialah Yesus Kristus.” Saya harap malam ini kita mendengar Firman Tuhan
dan belajar menjadi orang yang tidak puas diri, merasa diri kurang,
tidak pernah merasa sempurna, maka mau maju. The quality in
perfection as a potential, with a motivation to be perfect, and with the
progress, step by step growth to be perfect, and with a high goal with
Jesus Christ as the model of our perfection, kita akan menjadi orang Kristen yang selalu maju. Start from today, ask God to guide you.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar