Setiap orang memiliki perasaan yang berbeda-beda ketika menyongsong tahun yang baru. Orang tua akan memiliki perasaan yang berbeda dari anak muda. Anak muda akan menyongsong tahun baru dengan perasaan begitu sukacita karena usianya bertambah dan ia menjadi semakin besar. Anak-anak senang dengan tahun baru karena sering kali ada banyak hadiah dan baju baru yang akan mengiringinya. Tetapi bagi orang tua, tahun baru sering berarti semakin tipisnya waktu, semakin menurunnya kesehatan, kesempatan semakin sempit, dan hari depan makin mendekat menuju kuburan.
Perasaan seperti ini tidak harus dimiliki atau dimonopoli oleh setiap orang tua. Seharusnya perasaan ini juga ada pada anak muda yang menghargai waktu yang sisa dalam hidupnya. Hidup, kata Agustinus mengutip Yesaya, adalah titik awal Allah menentukan dan terus berjalan sampai pada akhir. Sejak saat itu, konsep waktu ini mengubah seluruh sejarah dan kebudayaan manusia untuk lebih bertanggung jawab, lebih serius, dan memiliki perasaan eksistensi diri di hadapan Allah dalam menggunakan waktu. Waktu menjadi begitu penting sebagai salah satu dari dua wadah terpenting yang Tuhan karuniakan kepada kita sebagai wadah keberadaan kita. Wadah keberadaan seluruh ciptaan adalah waktu dan ruang.
Di dalam waktu yang bersifat abstrak terdapat proses yang tidak kelihatan. Di dalam tempat, ada wilayah yang bisa diukur. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain disebut gerak. Ketika bergerak, ada waktu gerak, ada wilayah yang tidak kelihatan yang disebut waktu.
Apa itu waktu? Sulit menjelaskan waktu karena waktu begitu abstrak, tidak kelihatan, tetapi begitu riil, faktual, dan realistis. Kita berada di dalamnya. Lingkup waktu bisa mengisi berbagai kesempatan, bisa membuat sejarah, dan memiliki ingatan. Bagi Agustinus, ingatan membuat kita bisa berkait dengan kekekalan. Kekekalan bukan perpanjangan waktu, tetapi melampaui (transcend) waktu. Ketika Tuhan menciptakan manusia, Ia membubuhkan unsur kekekalan ke dalam unsur waktu yang menjadi wadah manusia sebagai ciptaan. Dengan demikian manusia menjadi satu-satunya makhluk yang bisa meninjau waktu dengan subjektivitas yang tidak terikat oleh waktu. Manusia adalah satu-satunya eksistensi yang melihat diri berada di dalam waktu sambil melihat Allah di luar waktu. Allah itu kekal adanya dan Allah menciptakan manusia menurut peta dan teladan Allah. Dengan demikian manusia juga memiliki sifat transenden yang melampaui waktu. Ini menjadikan manusia sangat bersifat paradoks.
Manusia hidup paradoks karena kekekalannya terkurung waktu. Ketika hidup bertubuh, manusia menjadi lebih kecil dari waktu dan waktu menggeser manusia membawanya ke ajal, akhir dari eksistensi materi di dalam waktu. Namun kekekalan yang berada di dalam manusia lebih besar dari waktu sehingga manusia mengeluh dan memiliki rasa tidak puas. Ini menyebabkan adanya motivasi agama yang mau melepaskan diri dari waktu dan masuk ke dalam kekekalan. Manusia mau menerobos ikatan waktu menuju ke dunia yang lain. Pergumulan, kemelut, dan kesulitan ini muncul di banyak syair dari kebudayaan-kebudayaan yang tinggi di mana manusia mau melepaskan diri dari keterbatasan dan melepaskan diri dari konflik hidup karena Tuhan menciptakan manusia dengan kekekalan yang berada di dalam waktu.
Perjuangan untuk keluar melepaskan diri dari belenggu waktu dan ruang merupakan tuntutan yang sangat dasar dan hakiki bagi setiap pribadi yang sadar bahwa dia adalah manusia. Hidup bijaksana adalah hidup yang mampu menguasai waktu yang mengikat diri; dan hidup yang bodoh adalah hidup yang membiarkan kekekalan diri diikat oleh waktu dan dikuasai oleh waktu yang akan lewat. Alkitab adalah satu-satunya yang memberikan prinsip yang mengaitkan tiga hal sebagai satu keutuhan, yaitu waktu, kebijaksanaan, dan moralitas. Orang bijaksana adalah orang yang hidup menebus waktu dalam kesucian. Baik di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru, ditekankan bahwa orang yang ingin mengerti kehendak Tuhan harus memiliki kebijaksanaan. Dunia ini adalah dunia yang jahat karena itu menuntut kita untuk hidup bijaksana. Orang yang bijak akan berhati-hati berkawan dengan orang lain. Orang bijak akan takut akan Tuhan dan mengasihi Tuhan. Ia akan mempergunakan waktu dengan bertanggung jawab kepada Allah yang kekal.
Di dalam filsafat Yunani Kuno ada tiga hal yang dikaitkan, tetapi ketiga unsur ini sangat dangkal jika dibandingkan dengan Alkitab. Bagi filsafat Yunani kuno, Plato dan Sokrates menekankan bahwa orang yang bijak adalah orang yang bermoral tinggi dan orang sedemikian akan hidup bahagia. kebijaksanaan sejati membawa kebajikan sejati; dan kebajikan sejati menghasilkan kebahagiaan sejati. Namun pemikiran Yunani kuno ini jika dibawa ke bawah terang Alkitab akan terlihat kehilangan dua unsur yang paling penting, yaitu waktu dan kekekalan. Pemikiran Kitab Suci jauh lebih tinggi dari semua filsafat manusia. Maka, Theologi Reformed mengharuskan kita untuk selalu kembali kepada Alkitab. Terang dunia secara natural yang berasal dari filsafat, rasio, kebudayaan, dan agama tidak cukup untuk menerangi hidup manusia, tetapi sinar cahaya wahyu Tuhan Allah yang merupakan kebenaran, hikmat, dan moralitas tertinggi akan membawa manusia menemukan apa yang disebut kebahagiaan. Kebahagiaan harus bersifat kekal karena kebahagiaan tidak terjadi hanya dalam kesementaraan, dan kesementaraan hanya dicipta sebagai wadah keberadaan manusia selama di dunia. Maka, baik konsep agama dari Immanuel Kant maupun konsep kebahagiaan dari filsafat Yunani kuno sama-sama kehilangan unsur penting yaitu kekekalan, dan akibatnya adalah kurangnya kesadaran akan perlunya bertanggung jawab di hadapan Allah.
Di masa tuanya, Kant menulis pada temannya bahwa sebenarnya ada 4 hal yang ia ingin ketahui, yaitu: 1) siapa saya, 2) apa yang dapat saya ketahui, 3) apa yang harus saya lakukan. Semua ini menelurkan buku-buku agung seperti The Critique of Pure Reason, The Critique of Practical Reason, dan The Critique of Judgement. Tetapi sebenarnya ada unsur keempat yang paling ia ingin ketahui, yaitu tentang iman, yang terungkap dalam satu buku kecilnya, Religion within the Limits of Reason Alone. Kant melihat pada agama ada dua unsur penting, yaitu sistem moral dan sistem ibadah. Sistem ibadah membawa manusia lepas dari wadah terbatas untuk menjangkau objek yang lebih tinggi dan lebih besar dari manusia. Ini membawa seluruh Jerman ke arah idealisme Jerman (Hegel). Pemikiran ini membuat Kierkegaard memberontak. Kierkegaard menerobos filsuf sebelumnya karena ia adalah yang pertama yang mengaitkan waktu dengan kekekalan. Saya menambahkan pemikiran Kant menjadi: “Agama adalah sistem moral dan ibadah yang berkaitan dengan pengharapan akan kekekalan.” Ini yang hilang dari pemikiran Kant. Empat pertanyaan Kant menjadi: 1) wadah antropologi; 2) wadah epistemologi; 3) wadah etika; dan 4) wadah agama. Tetapi karena kurang unsur kekekalan maka agama Kant hanya berada dalam sistem moral dan ibadah. Karena itu di setiap wisuda di Königsburg, semua dosen masuk dan melakukan kebaktian namun Kant selalu beralasan ke kamar mandi dan menghilang. Ia kehilangan kekekalan dalam hidupnya.
Jika dibandingkan dengan Kant, Alkitab lebih dari 3.300 tahun sebelumnya sudah mencatat tulisan Musa, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami mempunyai hati yang bijaksana” (Mzm. 90:12). Mungkin ini salah satu kalimat yang paling jelas mengaitkan waktu dan kekekalan. Mazmur ini ditulis di tengah padang gurun di mana umat Israel berada dalam pengembaraan. Mazmur ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berbicara tentang pengertian kesementaraan, di mana hidup penuh keluh kesah; bagian kedua adalah doa yang keluar dari lubuk hati orang yang sadar akan kekekalan Allah. Ayat pertama mengatakan bahwa dari zaman ke zaman, sebelum ada langit dan bumi, sebelum gunung diciptakan, Allah adalah Tuhan. Di sini kita melihat bahwa iman menerobos batas waktu menuju ke kekekalan. Dari pengenalan akan Allah dan kekekalan, kini mau mencoba mengerti dan menghitung apa itu waktu. Di sini kita melihat pemikiran Musa sudah jauh menerobos seluruh pikiran filsafat Sokrates, Plato, maupun Aristoteles. Menghitung waktu harus dilihat dari sudut pandang kekekalan. Kekal itu tidak terbatas sementara waktu itu merupakan batasan maka kita harus meminta pertolongan Tuhan untuk mengerti waktu.
Setiap kali kita memasuki tahun yang baru seharusnya kita menyadari bahwa ada orang-orang yang tidak diperkenankan melewatinya. Ketika Tuhan mengizinkan kita memasuki tahun ini, apa sebenarnya yang Tuhan inginkan? Apa hubungan saya dengan tahun ini? Dan apa yang harus saya pertanggungjawabkan di tahun yang sementara ini kepada Tuhan Allah yang kekal? Setiap orang bijak akan mengubah kronos menjadi kairos. Setiap orang bijak akan memperalat modal yang disebut waktu untuk mendapatkan nilai yang kekal. Kronos adalah waktu biologis, waktu yang berjalan secara kontinu. Kairos adalah kesempatan. Semua kronos tidak diingat kecuali dia sudah bergabung dengan kairos. Saat penting yang Tuhan catat, itulah kairos. Ketika engkau pertama kali percaya kepada Tuhan dan mau taat pada panggilan Tuhan, saat itu Tuhan catat. Tetapi saat engkau pacaran lalu patah hati, Tuhan tidak catat, tetapi engkau yang mencatat. Apa-apa yang terkait dengan rencana Tuhan, itulah kairos. Setiap orang sama-sama memiliki waktu 24 jam sehari dan 365 hari setahun. Ada yang dapat menggunakannya sebagai modal, tetapi ada yang tidak. Modal bukan selalu uang. Kita memiliki modal keterampilan, modal kesehatan, modal intelektual, dan banyak lagi. Salah satu modal penting yang Tuhan beri adalah waktu. Setiap modal harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, berapa banyak yang sudah kita investasikan dalam kekekalan. Orang yang pandai dan berbijaksana adalah orang yang bisa menggunakan waktu yang dapat lewat - dan memang harus lewat - dan tidak kembali lagi, untuk mencapai sesuatu yang menggugurkan sejarah dan tidak bisa dihapuskan lagi. Banyak orang hanya sibuk dengan modal uangnya, untung berapa atau rugi berapa, namun itu tidak banyak dicatat oleh Tuhan di dalam sejarah. Tuhan melihat secara lain. Seberapa banyak waktu yang diberikan Tuhan telah kita boroskan untuk hal yang tidak bernilai kekekalan.
Saya sering mengingat akan Yohanes Pembaptis. Ia hidup hanya sekitar 31 tahun lebih dan menjadi martir. Ia mempunyai waktu efektif berkarya sekitar delapan bulan saja, tetapi hampir tidak ada orang yang menginvestasikan hidup lebih indah dan lebih bijaksana dari Yohanes Pembaptis. Dia sepertinya tahu bahwa kesempatannya sangat sedikit maka dalam waktu yang sedemikian singkat dia harus mengatakan, melakukan, menegur, menguraikan, membangun apa, dia tidak mengabaikan sedikit pun juga. Paul Tillich di dalam bukunya The History of Christian Thought, mengatakan “Martin Luther was a great reductionist.” Martin Luther memiliki pengetahuan dan theologi yang begitu banyak dan dalam, tetapi mampu mengungkapkannya dengan begitu sederhana. Melihat itu, saya langsung berpikir bahwa Yohanes Pembaptis adalah reduksionis terbesar dalam sejarah. Bukankah berjuta-juta orang mempelajari kitab Taurat, tetapi Yohanes Pembaptis mampu menyuarakan inti Kitab Suci dengan begitu sederhana, tegas, dan tepat. Berita Kitab Suci di dalam Perjanjian Lama yang begitu limpah diambil dan direduksi oleh Yohanes Pembaptis dengan kekentalan yang paling fokus. Banyak ahli Taurat yang merasa belajar lebih banyak, tahu lebih banyak, tetapi tidak lebih jelas mengerti ketimbang Yohanes Pembaptis. Ia mempunyai daya analitik, kristalisasi, dan reduksi yang paling cermat dan tajam dari banyak ahli di Yerusalem. Apa yang Yohanes Pembaptis katakan tentang Allah, tentang Kristus, tentang diri, dan tentang dunia begitu tepat. “Lihatlah Anak Domba Allah yang akan menghapus dosa umat manusia.” (Yoh. 1:29). Belum pernah ada ahli Kitab yang mengeluarkan kalimat seperti ini. Suatu kondensasi pengenalan theologis yang begitu dalam dan tepat. Mengutip Paul Tillich: Kedatangan Kristus adalah suatu kesimpulan bahwa semua agama dan usaha agama mencari kebenaran harus dihentikan secara total. Yohanes Pembaptis adalah orang yang hanya diberi waktu enam bulan untuk mempersiapkan Yesus, dan dalam waktu itu ia telah mempersiapkan ratusan ribu orang dan mengarahkan mereka untuk mempersiapkan kedatangan Kristus. Setelah itu ia dimasukkan ke dalam penjara dan dipenggal. Waktu hidupnya selesai, tetapi semua waktu yang ada dan telah dipakai, telah dicatat oleh Tuhan menjadi kairos dalam kekekalan. Agustinus mengatakan bahwa dengan adanya ingatan, kita harus mengakui adanya Allah dan jiwa yang bersifat kekal. Pemikiran Agustinus ini melompat jauh melampaui pemikiran Plato atau Aristoteles dalam bidang antropologi. Yang disebut ingatan berarti jiwa kita melihat ke belakang. Yang disebut harapan berarti jiwa kita melihat ke depan. Ini adalah dua arah yang tidak mungkin terjadi pada binatang. Binatang tidak pernah mencatat sejarah atau membayangkan pengharapan. Binatang tidak mengenal apa yang disebut far future (masa depan yang jauh) karena jiwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk melihat ke belakang atau ke depan secara jauh. Mereka hanya makhluk yang dimatikan di dalam kronos. Namun manusia tidak demikian, dengan ingatannya manusia bisa menelusur waktu. Dengan ingatannya manusia bisa menggeser waktu, menjadikan unsur-unsur yang kita ingat tidak dapat dihapus di dalam sejarah. Dan melalui semua itu manusia bisa membayangkan masa depan, berharap apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Inilah sifat kekekalan yang melampaui waktu. Manusia berbeda dari semua makhluk karena engkau dan saya dicipta menurut peta dan teladan Allah. Engkau dan saya adalah satu-satunya makhluk ciptaan yang bisa mengubah kronos menjadi kairos.
Kita belajar sejarah karena kita mau menerima peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dan menjadi inspirasi yang tidak habis-habisnya bagi setiap generasi. Di dalam sejarah kita akan menemukan kegagalan atau kesuksesan yang memberi inspirasi agar kita mengetahui sebab-sebab kegagalan dan kesuksesan mereka dan menjadi rahasia kebijaksanaan bagi kita. Untuk itu kita belajar sejarah, kita perlu belajar cara mengukur waktu, cara menghitung hidup agar kita menjadi bijaksana. Kita perlu belajar dan berdoa seperti Musa, bagaimana kita bisa menghitung hari-hari kita sehingga kita memiliki hati yang bijaksana.
Ada beberapa cara menghitung waktu. Anak kecil akan selalu menghitung waktu dengan pertambahan. Ia hanya melihat bahwa waktunya sedang bertambah satu tahun lagi. Jika kita bisa menghitung hari-hari kita seperti orang tua yang semakin dekat dengan kuburan, kita akan memiliki kepekaan akan keterbatasan waktu kita, dan kita akan semakin belajar bertanggung jawab untuk setiap waktu yang Tuhan berikan. Orang tua akan menghitung waktu secara pengurangan. Seluruh tahun yang lewat sudah lewat dan tidak akan kembali lagi. Apa yang sudah kita lewatkan, kita sesali namun tidak dapat kita raih dan bayar untuk dikembalikan. Cara ketiga adalah menghitung waktu secara multiplikasi atau perkalian. Cara perkalian adalah cara bagaimana waktu yang sama dipergunakan untuk menghasilkan hasil yang berkali lipat besarnya. Kita bukan hanya memakai waktu, tetapi menjadikan waktu itu lebih efektif lagi sehingga kita bisa menghasilkan 30 kali, 60 kali, bahkan 100 kali lipat sehingga hidup kita menjadi hidup yang berkelimpahan. Sama-sama hidup, tetapi ada yang miskin sekali dan waktunya begitu banyak dibuang, sementara ada yang limpah sekali, melakukan begitu banyak hal dan menghasilkan begitu banyak hal.
Alkitab mengajar kita untuk menebus waktu kita. Orang menebus waktu karena sadar betapa berharganya waktu. Sesuatu yang tidak bernilai, tidak akan ditebus. Ini konsep Paulus. Maka, waktu itu mengandung kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita ketahui.
Keempat, kita juga harus menghitung waktu dengan membagi. Membagi berarti hidup kita dan waktu kita dibagi (share) dengan banyak orang melalui kaderisasi. Dengan jalan kita menjadi berkat bagi banyak orang maka waktu kita telah terbagi ke banyak orang. Adalah bijaksana kalau kita bisa melatih dan mendidik orang lain. Guru yang bisa berbagi dan mengader banyak murid sehingga akhirnya mereka bisa mengerjakan lebih banyak pekerjaan daripada dirinya adalah seorang guru yang bijaksana. Betapa indahnya ketika kita melihat murid-murid kita telah melakukan pekerjaan yang jauh lebih banyak dan lebih besar dari apa yang kita telah dan dapat kerjakan. Gerakan Reformed ingin mendidik Anda semua agar kita bisa mengejar kecepatan perkembangan penduduk. Paling sedikit gereja-gereja harus mempertahankan persentasi orang Kristen di dunia. Jika tidak, kita akan tergeser. Mari kita menggunakan wadah Gerakan ini agar kita bisa memakai waktu kita menjadi kairos yang diingat oleh Tuhan di dalam Kerajaan-Nya. Syair tua, - yang lebih tua dari syair Homer, dari syair Lie Pai, atau dari Upanishads, ataupun syair dari Buddha, - adalah syair dari Musa:
“Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun. Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.”
“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”
(Maz. 90:1-2, 12)
Kiranya Tuhan memberkati kita sehingga kita bisa mengisi waktu dengan rencana kekal Allah, sehingga setiap kita boleh kembali kepada kehendak Allah dan menggenapkannya. Hidup bukan untuk berfoya-foya atau melakukan hal-hal yang sia-sia. Semakin sadar betapa dahsyatnya waktu yang Tuhan berikan, kita bisa semakin mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan. Segala kemuliaan bagi Tuhan. Amin.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.buletinpillar.org/transkrip/waktu-dan-kekekalan#hal-4