Cara Pandang Yesus
Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat
yang saya kagum luar biasa, “Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh
manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan.” Yang dianggap mulia
dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan
dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian;
semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan?
Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga
puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua).
Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang bisa
disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak
muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita
tidak mengerti, padahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau
ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan
saja, asal semua yang diperooleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban
etika yang baik.
Sikap Melawan Iri Hati
Kita harus memiliki beberapa sikap
terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani
menemukan kelebihan orang lain. Temukanlah kebaikan orang lain,
kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan
lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain,
harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan
hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan
pernah bisa maju. Ada seorang yang mendengar khotbah D. L. Moody, lalu
mengatakan,”Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan
gramatika dalam khotbahmu?” Bagaimana jawab Moody? Ia berkata,”Saya kira
lebih dari 28 kali,” lalu ditambahkan satu kalimat,”namun saya sudah
berusaha melakukan yang sabaik mungkin, bagaimana dengan mu?”
Ada jenis orang yang suka mencari
kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu gereja dan mau
mencari kelemahan gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak
sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di gereja
yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan
itu kepada saya, maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak.
Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja
setengah mati dengan kekuatan minim, dengan uang yang minim, dan daya
yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat
kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu
zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana dengan mu ? Jadi
kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut,
dikritik juga tidak usaha takut.
Kalau ada orang yang tahunya hanya
mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena
dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa
mengatakan, “zhui mao qiu ci “ artinya, ada orang yang
mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati ; dan karena
tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan
cara meniup bulunya, barang kali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu.
Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari
kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang
lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam
hati saya dihadapan Tuhan, saya bertanya, “Tuhan, sinarilah hatiku,
apakah dihatiku ada iri ?” Jawabannya adalah, setahu saya hampir tidak
pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani.
Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau iri hati, dan tidak merasa
perlu iri hati.
Waktu saya masih muda sekali, saya
memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus
belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa
yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah
belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka
lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita
pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri
hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada
tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.
Pada usia delapan tahun, saya sudah
mencoba belajar membordir. Saya membordir dengan rapi. Ketika saya
berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru mama terlalu sibuk, sehingga
tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam
sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya
saya memakai baju buatan sendiri. Itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya
dan bertanya, “baju dari mana ini?” “Baju buatan saya sendiri.” Mama
tidak melihatmu membuatnya?” “Karena mama sudah tidur saat itu.” “Ini
kan pekerjaan perempuan?” Pekerjaan laki-laki saya bisa semuanya, apa
salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini
mamasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah
laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling
baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri. Yang
orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya
juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat
senantiasa mau belajar. Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis
kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis
kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi
sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa
belajar, belajar.
Iri Yang Positif
Ada orang berkata kepada saya, Enak ya,
apapun kamu bisa.“ Mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah saya
pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin
mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar
habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahu hanya iri, kenapa dia bisa,
saya tidak bisa?“ maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan
pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau
iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam
pembelajaran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah
penganiyaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa
banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak
melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga
sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati
akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.
Saya ingin bertanya, antara orang yang
memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan
dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya?
Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati
mendapatkan uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal
membayar saja?“ Kita sering kali beranggapan tentu lebih kaya yang
membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia
kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang
Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal
sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang
yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah SD dan SMP
tidak beres, sampai SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar
baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara
memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kuat dan kaya? Kalau
dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan
diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat,
dan mau bekerja setengan mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi
adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah
anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, hanya mau enak dan tidak mau hal
yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar
mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka
orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.
Mesin yang paling baik, jika ada satu
persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi baik. Orang
yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan
orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan
penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota unggul
dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer
Toyota, tetapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari
keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu.
Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada
anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24
persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam
modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir
tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes,
tetapi mesinnya tidak rewel.
Dulu di Hongkong, mengherankan sekali
semua taksi menggunakan Mercedes. Tapi kira-kira tiga puluh lima tahun
yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai
yang dipakai dijalanan Hongkong yang berbukit dan bergunung itu
membuat heran sopir mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil
apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes
berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi,
berani bekerja, berani berkorban.
Kalau kamu
iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai
suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekunan bekerjanya, dan irilah
semangat banting tulangnya. Itulah iri suci, iri yang baik. Kalau
saya mengatakan jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya
mengatakan, iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin, iri kalau
orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang
berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang
yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri
mati-matian, iri bagaimana berbanting-banting tulang. Itu iri hati yang
diperlukan.
Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi
rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain
yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud,
akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan,
karena mau mempertahankan status quo. Itu semua tidak ada gunanya.
Bagian ini saya akhiri dengan sebuah
cerita yang mungkin pernah kamu dengar, tetapi sangat diperlukan. Suatu
kali kota Athena memberikan sebua meja marmer dari Italia Selatan yang
bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai “the honored citizen of Athens”
(warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang
semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan
minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato
yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor dan penuh
dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia
berkata,“Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya
karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi
anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang
begitu indah.“ Kemudian dia langsung melompat ke atas meja itu, dan
dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, “supaya Plato tidak
sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya
menginjak-injak kesombongan Plato,“ Sesudah itu orang tersebut turun
dari meja, Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena
diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan
bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau
tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita
merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah
yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang
filsuf, Setelah diam, dia masuk kamar keluar dengan sebuah sapu, menyapu
meja tersebut. Kata Plato,“Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang
begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk
merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih
berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku,
tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.“
Dia menginjak kesombonganku, dan aku
menyapu iri hatinya.“ Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri
hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan
sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong
itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak
,“Kamu sombong, kamu sombong,“ tetapi kamu sebenarnya tidak sombong,
berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan
karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan
sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut
dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti,
ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai
sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai satu juta. Uang lima
puluh ribu, adalah uang lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu,
warna sama tapi percuma nilainya berbeda. Manusia juga berbeda.
Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama,
menemukan kepintarannya, kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat,
belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua,
menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa
menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup
kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga,
bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur
melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau
juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu
sehat. Keempat, memuji kepintarannya, kita boleh memberitahukan
keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat
belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga
bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu.
Kita bisa belajar dari semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita
bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal
yang bisa kita pelajari dan perkembangan. Kalau kelima hal ini ada
padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua
kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu
yang hanya bisa terus menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri
lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi mirip dengan setan. Saya
rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk
menjadi lebih baik daripada saya. Beritahukanlah semua kelemahan saya,
dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya,
pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata, Teladanilah
aku sebagaimana aku meneladani Tuhan.“ Saya betul-betul dengan jujur di
hadapan Tuhan berkata,“Marilah kita belajar semakin lama semakin suci,
dan semakin mencintai Tuhan. Amin.“
- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/iri-hati-bagian-ii/#sthash.mMOnMVDQ.dpuf
Cara Pandang Yesus
Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat
yang saya kagum luar biasa, “Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh
manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan.” Yang dianggap mulia
dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan
dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian;
semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan?
Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga
puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua).
Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang bisa
disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak
muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita
tidak mengerti, padahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau
ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan
saja, asal semua yang diperooleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban
etika yang baik.
Sikap Melawan Iri Hati
Kita harus memiliki beberapa sikap
terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani
menemukan kelebihan orang lain. Temukanlah kebaikan orang lain,
kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan
lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain,
harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan
hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan
pernah bisa maju. Ada seorang yang mendengar khotbah D. L. Moody, lalu
mengatakan,”Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan
gramatika dalam khotbahmu?” Bagaimana jawab Moody? Ia berkata,”Saya kira
lebih dari 28 kali,” lalu ditambahkan satu kalimat,”namun saya sudah
berusaha melakukan yang sabaik mungkin, bagaimana dengan mu?”
Ada jenis orang yang suka mencari
kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu gereja dan mau
mencari kelemahan gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak
sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di gereja
yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan
itu kepada saya, maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak.
Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja
setengah mati dengan kekuatan minim, dengan uang yang minim, dan daya
yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat
kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu
zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana dengan mu ? Jadi
kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut,
dikritik juga tidak usaha takut.
Kalau ada orang yang tahunya hanya
mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena
dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa
mengatakan, “zhui mao qiu ci “ artinya, ada orang yang
mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati ; dan karena
tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan
cara meniup bulunya, barang kali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu.
Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari
kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang
lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam
hati saya dihadapan Tuhan, saya bertanya, “Tuhan, sinarilah hatiku,
apakah dihatiku ada iri ?” Jawabannya adalah, setahu saya hampir tidak
pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani.
Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau iri hati, dan tidak merasa
perlu iri hati.
Waktu saya masih muda sekali, saya
memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus
belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa
yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah
belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka
lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita
pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri
hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada
tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.
Pada usia delapan tahun, saya sudah
mencoba belajar membordir. Saya membordir dengan rapi. Ketika saya
berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru mama terlalu sibuk, sehingga
tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam
sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya
saya memakai baju buatan sendiri. Itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya
dan bertanya, “baju dari mana ini?” “Baju buatan saya sendiri.” Mama
tidak melihatmu membuatnya?” “Karena mama sudah tidur saat itu.” “Ini
kan pekerjaan perempuan?” Pekerjaan laki-laki saya bisa semuanya, apa
salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini
mamasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah
laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling
baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri. Yang
orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya
juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat
senantiasa mau belajar. Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis
kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis
kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi
sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa
belajar, belajar.
Iri Yang Positif
Ada orang berkata kepada saya, Enak ya,
apapun kamu bisa.“ Mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah saya
pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin
mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar
habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahu hanya iri, kenapa dia bisa,
saya tidak bisa?“ maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan
pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau
iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam
pembelajaran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah
penganiyaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa
banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak
melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga
sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati
akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.
Saya ingin bertanya, antara orang yang
memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan
dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya?
Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati
mendapatkan uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal
membayar saja?“ Kita sering kali beranggapan tentu lebih kaya yang
membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia
kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang
Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal
sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang
yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah SD dan SMP
tidak beres, sampai SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar
baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara
memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kuat dan kaya? Kalau
dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan
diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat,
dan mau bekerja setengan mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi
adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah
anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, hanya mau enak dan tidak mau hal
yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar
mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka
orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.
Mesin yang paling baik, jika ada satu
persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi baik. Orang
yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan
orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan
penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota unggul
dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer
Toyota, tetapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari
keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu.
Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada
anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24
persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam
modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir
tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes,
tetapi mesinnya tidak rewel.
Dulu di Hongkong, mengherankan sekali
semua taksi menggunakan Mercedes. Tapi kira-kira tiga puluh lima tahun
yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai
yang dipakai dijalanan Hongkong yang berbukit dan bergunung itu
membuat heran sopir mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil
apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes
berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi,
berani bekerja, berani berkorban.
Kalau kamu
iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai
suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekunan bekerjanya, dan irilah
semangat banting tulangnya. Itulah iri suci, iri yang baik. Kalau
saya mengatakan jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya
mengatakan, iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin, iri kalau
orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang
berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang
yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri
mati-matian, iri bagaimana berbanting-banting tulang. Itu iri hati yang
diperlukan.
Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi
rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain
yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud,
akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan,
karena mau mempertahankan status quo. Itu semua tidak ada gunanya.
Bagian ini saya akhiri dengan sebuah
cerita yang mungkin pernah kamu dengar, tetapi sangat diperlukan. Suatu
kali kota Athena memberikan sebua meja marmer dari Italia Selatan yang
bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai “the honored citizen of Athens”
(warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang
semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan
minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato
yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor dan penuh
dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia
berkata,“Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya
karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi
anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang
begitu indah.“ Kemudian dia langsung melompat ke atas meja itu, dan
dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, “supaya Plato tidak
sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya
menginjak-injak kesombongan Plato,“ Sesudah itu orang tersebut turun
dari meja, Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena
diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan
bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau
tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita
merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah
yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang
filsuf, Setelah diam, dia masuk kamar keluar dengan sebuah sapu, menyapu
meja tersebut. Kata Plato,“Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang
begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk
merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih
berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku,
tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.“
Dia menginjak kesombonganku, dan aku
menyapu iri hatinya.“ Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri
hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan
sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong
itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak
,“Kamu sombong, kamu sombong,“ tetapi kamu sebenarnya tidak sombong,
berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan
karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan
sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut
dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti,
ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai
sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai satu juta. Uang lima
puluh ribu, adalah uang lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu,
warna sama tapi percuma nilainya berbeda. Manusia juga berbeda.
Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama,
menemukan kepintarannya, kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat,
belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua,
menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa
menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup
kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga,
bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur
melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau
juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu
sehat. Keempat, memuji kepintarannya, kita boleh memberitahukan
keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat
belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga
bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu.
Kita bisa belajar dari semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita
bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal
yang bisa kita pelajari dan perkembangan. Kalau kelima hal ini ada
padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua
kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu
yang hanya bisa terus menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri
lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi mirip dengan setan. Saya
rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk
menjadi lebih baik daripada saya. Beritahukanlah semua kelemahan saya,
dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya,
pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata, Teladanilah
aku sebagaimana aku meneladani Tuhan.“ Saya betul-betul dengan jujur di
hadapan Tuhan berkata,“Marilah kita belajar semakin lama semakin suci,
dan semakin mencintai Tuhan. Amin.“
- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/iri-hati-bagian-ii/#sthash.mMOnMVDQ.dpuf
|
|
Cara Pandang Yesus
Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat
yang saya kagum luar biasa, “Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh
manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan.” Yang dianggap mulia
dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan
dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian;
semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan?
Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga
puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua).
Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang bisa
disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak
muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita
tidak mengerti, padahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau
ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan
saja, asal semua yang diperooleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban
etika yang baik.
Sikap Melawan Iri Hati
Kita harus memiliki beberapa sikap
terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani
menemukan kelebihan orang lain. Temukanlah kebaikan orang lain,
kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan
lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain,
harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan
hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan
pernah bisa maju. Ada seorang yang mendengar khotbah D. L. Moody, lalu
mengatakan,”Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan
gramatika dalam khotbahmu?” Bagaimana jawab Moody? Ia berkata,”Saya kira
lebih dari 28 kali,” lalu ditambahkan satu kalimat,”namun saya sudah
berusaha melakukan yang sabaik mungkin, bagaimana dengan mu?”
Ada jenis orang yang suka mencari
kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu gereja dan mau
mencari kelemahan gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak
sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di gereja
yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan
itu kepada saya, maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak.
Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja
setengah mati dengan kekuatan minim, dengan uang yang minim, dan daya
yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat
kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu
zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana dengan mu ? Jadi
kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut,
dikritik juga tidak usaha takut.
Kalau ada orang yang tahunya hanya
mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena
dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa
mengatakan, “zhui mao qiu ci “ artinya, ada orang yang
mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati ; dan karena
tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan
cara meniup bulunya, barang kali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu.
Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari
kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang
lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam
hati saya dihadapan Tuhan, saya bertanya, “Tuhan, sinarilah hatiku,
apakah dihatiku ada iri ?” Jawabannya adalah, setahu saya hampir tidak
pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani.
Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau iri hati, dan tidak merasa
perlu iri hati.
Waktu saya masih muda sekali, saya
memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus
belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa
yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah
belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka
lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita
pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri
hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada
tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.
Pada usia delapan tahun, saya sudah
mencoba belajar membordir. Saya membordir dengan rapi. Ketika saya
berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru mama terlalu sibuk, sehingga
tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam
sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya
saya memakai baju buatan sendiri. Itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya
dan bertanya, “baju dari mana ini?” “Baju buatan saya sendiri.” Mama
tidak melihatmu membuatnya?” “Karena mama sudah tidur saat itu.” “Ini
kan pekerjaan perempuan?” Pekerjaan laki-laki saya bisa semuanya, apa
salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini
mamasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah
laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling
baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri. Yang
orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya
juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat
senantiasa mau belajar. Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis
kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis
kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi
sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa
belajar, belajar.
Iri Yang Positif
Ada orang berkata kepada saya, Enak ya,
apapun kamu bisa.“ Mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah saya
pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin
mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar
habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahu hanya iri, kenapa dia bisa,
saya tidak bisa?“ maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan
pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau
iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam
pembelajaran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah
penganiyaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa
banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak
melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga
sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati
akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.
Saya ingin bertanya, antara orang yang
memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan
dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya?
Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati
mendapatkan uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal
membayar saja?“ Kita sering kali beranggapan tentu lebih kaya yang
membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia
kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang
Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal
sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang
yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah SD dan SMP
tidak beres, sampai SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar
baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara
memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kuat dan kaya? Kalau
dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan
diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat,
dan mau bekerja setengan mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi
adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah
anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, hanya mau enak dan tidak mau hal
yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar
mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka
orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.
Mesin yang paling baik, jika ada satu
persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi baik. Orang
yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan
orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan
penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota unggul
dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer
Toyota, tetapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari
keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu.
Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada
anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24
persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam
modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir
tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes,
tetapi mesinnya tidak rewel.
Dulu di Hongkong, mengherankan sekali
semua taksi menggunakan Mercedes. Tapi kira-kira tiga puluh lima tahun
yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai
yang dipakai dijalanan Hongkong yang berbukit dan bergunung itu
membuat heran sopir mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil
apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes
berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi,
berani bekerja, berani berkorban.
Kalau kamu
iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai
suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekunan bekerjanya, dan irilah
semangat banting tulangnya. Itulah iri suci, iri yang baik. Kalau
saya mengatakan jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya
mengatakan, iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin, iri kalau
orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang
berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang
yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri
mati-matian, iri bagaimana berbanting-banting tulang. Itu iri hati yang
diperlukan.
Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi
rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain
yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud,
akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan,
karena mau mempertahankan status quo. Itu semua tidak ada gunanya.
Bagian ini saya akhiri dengan sebuah
cerita yang mungkin pernah kamu dengar, tetapi sangat diperlukan. Suatu
kali kota Athena memberikan sebua meja marmer dari Italia Selatan yang
bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai “the honored citizen of Athens”
(warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang
semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan
minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato
yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor dan penuh
dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia
berkata,“Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya
karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi
anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang
begitu indah.“ Kemudian dia langsung melompat ke atas meja itu, dan
dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, “supaya Plato tidak
sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya
menginjak-injak kesombongan Plato,“ Sesudah itu orang tersebut turun
dari meja, Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena
diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan
bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau
tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita
merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah
yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang
filsuf, Setelah diam, dia masuk kamar keluar dengan sebuah sapu, menyapu
meja tersebut. Kata Plato,“Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang
begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk
merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih
berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku,
tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.“
Dia menginjak kesombonganku, dan aku
menyapu iri hatinya.“ Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri
hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan
sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong
itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak
,“Kamu sombong, kamu sombong,“ tetapi kamu sebenarnya tidak sombong,
berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan
karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan
sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut
dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti,
ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai
sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai satu juta. Uang lima
puluh ribu, adalah uang lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu,
warna sama tapi percuma nilainya berbeda. Manusia juga berbeda.
Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama,
menemukan kepintarannya, kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat,
belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua,
menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa
menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup
kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga,
bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur
melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau
juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu
sehat. Keempat, memuji kepintarannya, kita boleh memberitahukan
keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat
belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga
bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu.
Kita bisa belajar dari semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita
bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal
yang bisa kita pelajari dan perkembangan. Kalau kelima hal ini ada
padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua
kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu
yang hanya bisa terus menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri
lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi mirip dengan setan. Saya
rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk
menjadi lebih baik daripada saya. Beritahukanlah semua kelemahan saya,
dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya,
pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata, Teladanilah
aku sebagaimana aku meneladani Tuhan.“ Saya betul-betul dengan jujur di
hadapan Tuhan berkata,“Marilah kita belajar semakin lama semakin suci,
dan semakin mencintai Tuhan. Amin.“
- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/iri-hati-bagian-ii/#sthash.mMOnMVDQ.dpuf