Hukum keenam merupakan hukum yang
menyangkut relasi manusia dengan manusia secara umum tanpa kualifikasi
khusus, seperti orang tua dan anak, atau pimpinan dan anak buah.
Demikian ini berlaku untuk seluruh sisa hukum Taurat ini.
Mengapa setelah perintah hormati ayah dan ibu,
lalu dilanjutkan dengan “Jangan membunuh”? Allah ingin manusia
menghargai sesamanya. Apalagi yang sedang dibicarakan tentang membunuh
atau dibunuh adalah makhluk yang dicipta menurut peta teladan Allah.
Semua kesulitan di dalam kehidupan masyarakat, baik itu ketidakadilan
atau ketidakharmonisan antara seseorang terhadap orang lain adalah
karena manusia kurang menghargai sesamanya. Setelah Adam jatuh ke dalam
dosa, kejahatan merajalela di bumi dan mendarah-daging dalam sifat
manusia. Ketika manusia menjadikan dirinya pusat dari segalanya,
egosentris menjadi motivasi utama, dorongan hidup, dan kriteria
kelakukan kita, muncullah ketidakadilan.
Orang membunuh orang lain karena merasa
dirinya pantas hidup di dunia sementara orang lain tidak pantas hidup di
dunia; atau kehadiran orang lain telah mengganggu keberadaan dirinya
sehingga ia meniadakan orang itu. Itu sebabnya, setelah Allah memberikan
perintah untuk menghormati orang tua, segera disusul dengan perintah
jangan membunuh. Manusia tidak boleh membunuh karena yang menetapkan
nilai setiap manusia bukanlah manusia, melainkan Allah. Allah yang
mencipta, memberi, dan mengizinkan seseorang hidup, memahkotai dengan
kehormatan dan kemuliaan, maka setiap orang patut dihargai. Tidak ada
satu agama yang menetapkan nilai, harkat, identitas manusia lebih tinggi
dari yang Allah berikan di Kitab Suci. Tidak ada filsafat,
kebijaksanaan, dan kebudayaan dari zaman apa pun atau negara mana pun
memberi nilai lebih tinggi dari yang Alkitab berikan. Sebelum Allah
menciptakan manusia, Ia berkata, “Marilah kita menciptakan manusia
menurut peta teladan Kita.” Maka diciptakan-Nya laki-laki dan perempuan
seturut peta teladan-Nya. Tidak ada dan tidak mungkin ada agama yang
mengajarkan seperti ini. Sebelum manusia dicipta sudah diberi harkat,
nilai, dan harga. Pada umumnya, kita harus mengerjakan sesuatu terlebih
dahulu barulah diberi nilai. Misalnya, seorang seniman menciptakan lagu,
barulah orang menentukan harga jualnya. Begitu pula produsen mobil
merancang dan memproduksi mobil baru, barulah orang menetapkan harga
jualnya. Tetapi Tuhan tidak demikian. Ia telah menciptakan nilai sebelum
menciptakan manusia.
Manusia diciptakan paling akhir dan
mendapat nilai yang tertinggi. Allah menciptakan manusia sebagai tuan
alam semesta juga sebagai makhluk yang menikmati semua yang telah Allah
ciptakan sebelumnya baginya. Semua ciptaan dicipta untuk manusia dan
manusia dicipta untuk Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Allah berada di
atas manusia dan manusia berada di atas seluruh alam. Siapapun tidak
berhak untuk mengubah urutan posisi ini. Barang siapa bergeser dari
posisi yang Allah telah tetapkan, seumur hidup ia akan kacau, penuh
kekhawatiran, bahkan merasa hidupnya tidak berarti. Allah menciptakan
segalanya untuk dinikmati dan dipakai manusia untuk melayani manusia.
Maka, kucing, sapi, langit, bumi, udara, oksigen, dan semua makanan yang
bernutrisi diciptakan untuk manusia. Manusia boleh memiliki, menikmati,
dan mengalami anugerah Tuhan yang begitu limpah, melampaui segala
ciptaan-Nya yang mengisi semua kebutuhan tubuh maupun batinnya. Alam
yang begitu indah diciptakan Allah untuk manusia, bahkan malaikat
diciptakan untuk melayani anak-anak Tuhan yang mewarisi keselamatan. Itu
sebabnya kita harus sadar dan bangga akan posisi yang Allah tetapkan
yakni lebih tinggi dari segalanya. Jangan sekali-kali kita menurunkan
derajat diri kita menjadi budak materi, budak uang. Orang kaya yang
hidup hanya mencari uang dan tidak bisa hidup tanpa uang banyak adalah
budak harta. Tetapi orang yang berpotensi menduduki jabatan tinggi, lalu
rela menjadi guru yang honornya kecil, dia sudah terlepas dari belenggu
harta. Itu sebabnya, orang Reformed tidak memandang berapa banyak
kekayaan yang seorang miliki lalu mengagungkan dia sambil
menginjak-injak orang miskin. Kita harus sadar bahwa setiap manusia
sama-sama diciptakan menurut peta teladan Allah.
Tuhan menciptakan segala sesuatu
termasuk materi untuk mencukupi kebutuhan kita. Jadi materi bersifat
pasif dan rendah sedangkan manusia bersifat aktif dan tinggi derajatnya.
Tetapi setinggi apa pun manusia, dia tetap berada di bawah Allah. Maka
jika kita meletakkan sesuatu selain Allah di atas kita, kita telah
menghina dan merampas kemuliaan Allah. Ajaran seperti ini tidak mungkin
ada di ajaran agama lain bahkan Taurat karena pasti akan meletakkan
manusia lebih rendah atau menjadi paling tinggi di atas segalanya.
Atheisme meletakkan diri begitu tinggi sehingga tidak ada tempat bagi
Allah di atas; dan materialisme meletakkan manusia begitu rendah menjadi
budak materi, membiarkan materi berkuasa atas hidupnya. Maka seseorang
yang konsep nilainya salah akan kacau, bingung, dan tersesat hidupnya.
Manusia adalah wakil Tuhan sehingga ia
diciptakan menurut peta teladan-Nya. Inilah nilai manusia yang tepat.
Manusia memancarkan dan merefleksikan kemuliaan dan kehormatan Allah. Di
dalam Simfoni Ketiga, Kelima, Ketujuh dan Kesembilan dari Beethoven,
kita bisa merasakan bagaimana dia berjuang melawan nasibnya yang malang
tanpa kompromi. Ini ciri khas Beethoven yang tidak ditemui dalam karya
Haydn dan Mendelssohn karena mereka hidup begitu nyaman dan lebih kaya.
Sekalipun akhirnya Beethoven menjadi kaya, ia meninggal sebelum sempat
menikmati kekayaannya. Karya Beethoven bisa kita lihat sebagai peta
teladan Beethoven; karya Mozart memiliki peta teladan Mozart; karya
Haydn memiliki peta teladan Haydn. Setiap orang besar meletakkan peta
teladan mereka di dalam karya mereka. Dari manakah kita mengenal Tuhan?
Dari manusia. Dari mana kita melihat aksi melawan Tuhan? Juga dari
manusia. Maka manusia dapat menyatakan ketaatannya kepada Allah sehingga
merefleksikan peta teladan-Nya, tetapi juga dapat memberontak, melawan,
dan merefleksikan pembangkangan terhadap peta teladan Allah. Maka adalah bohong jika seseorang mengatakan ia mencintai Tuhan tetapi membenci sesamanya.
Omong kosong jika seseorang yang tidak menghargai karya Allah yang
memiliki peta teladan-Nya mengaku berbakti kepada Tuhan. Orang yang
membunuh manusia demi agama adalah orang yang sama sekali tidak mengerti
Tuhan dan tidak mengerti hukum keenam yang Ia berikan, yaitu: Jangan membunuh.
“Jangan membunuh” bukan berarti kita
tidak boleh membunuh binatang. Sejak sebelum hukum keenam diberikan,
Tuhan sudah mengizinkan manusia untuk makan daging binatang. Allah tidak
mengizinkan manusia membunuh manusia, tetapi mengizinkan membunuh
binatang. Manusia yang membunuh sesamanya jauh lebih kejam dari
binatang. Hampir tidak ada (hanya sebagian kecil) binatang yang membunuh
binatang yang sejenis dengannya, maka lebih tidak patut lagi jika
manusia membunuh sesamanya. Tidak ada binatang yang sekejam manusia.
Binatang ketika membunuh mangsanya, ia membunuh dengan cepat dan
memangsanya; atau menggigit punuknya, bagian saraf utamanya, sehingga
kehilangan rasa sakit, baru memangsanya. Manusia sering kali membunuh
dengan begitu keji.
Tuhan Yesus berkata, “Apa gunanya
seorang memperoleh seluruh isi dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (Mat.
16:26). Itu berarti manusia jauh lebih tinggi nilainya dari seluruh isi
dunia ini. Oleh karena itu, Tuhan mengajarkan kepada manusia untuk
menghargai sesamanya, mulai dari menghargai orang tua, lalu menghargai
semua orang lain.
Peta dan teladan merupakan alfa dan
omega manusia. Peta adalah potensi diri sementara teladan merupakan
tujuan. Peta (potensi) Allah menyebabkan tujuan hidupnya seperti Allah,
meneladani Kristus. Di dalam Perjanjian Lama, manusia setara dengan
manusia lainnya. Di dalam Perjanjian Baru, manusia lebih besar dari
dunia dan seluruh isinya. Oleh karena itu, manusia tidak bisa membunuh
manusia lalu menggantinya dengan uang sebesar Rp. 200 juta atau $200
juta karena manusia tidak identik dengan uang. Allah berkata kepada
Musa, “Barangsiapa menumpahkan darah orang lain, darahnya sendiri juga
akan ditumpahkan” (Kej. 9:6). Kita harus melihat manusia secara utuh.
Ini merupakan hak asasi manusia, tidak peduli dia kaya atau miskin,
berkedudukan tinggi atau rakyat jelata, orang yang sempurna atau cacat,
pria atau wanita. Di hadapan Tuhan setiap manusia dipandang setara
dengan semua manusia lainnya. Itu sebabnya, Allah berfirman, “Marilah
Kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita,” yang diikuti ayat
berikutnya, “lalu diciptakanlah mereka, laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka menurut peta teladan-Nya” (Kej. 1:26-27). Maka
yang pertama kali mencetuskan kesetaraan pria dan wanita di dalam
sejarah adalah Alkitab, bukan perjuangan filsafat manusia, apalagi
feminisme yang memperjuangkan kesetaraan wanita dengan pria saat ini.
Di dalam Perjanjian Baru, manusia
bernilai begitu tinggi melampaui seluruh dunia dan isinya. Itu sebabnya
Kristus rela mati untuk kita. Jika di dunia ini hanya ada satu orang
maka Kristus tetap akan datang ke dunia untuk mati baginya, karena hanya
Dialah nilai tertinggi yang dapat menebus dosa manusia. Itu membuat
kita sadar, betapa besar cinta Tuhan bagi kita sampai Kristus mati di
kayu salib. Nilai investasi Allah saat menciptakan manusia begitu besar.
Orang yang mempermainkan diri sendiri dengan berjudi, berzina,
melampiaskan nafsu dosanya, bukan hanya menurunkan harkat dirinya juga
sangat melukai hati Allah yang begitu mencintainya dengan menciptakan
dia menurut peta teladan-Nya. Hanya orang yang menyadari bahwa nilai
manusia begitu tinggi yang tidak akan sembarangan menghancurkan diri dan
hidup orang lain. Tuhan tidak mengizinkan kita merusak hidup orang
lain. Bahkan di kitab Yohanes tertulis, “Barang siapa membunuh, dia
tidak memiliki hidup kekal.” Bunuh diri juga harus dilihat dengan
prinsip yang sama. Saat engkau membunuh orang lain, engkau membunuh
manusia; saat engkau membunuh dirimu sendiri, engkau tetap membunuh
manusia. Maka manusia tidak punya hak untuk membunuh orang lain maupun membunuh dirinya sendiri.
Di kebudayaan Gerika ada tiga aliran filsafat yang dominan, yaitu:
1. Epicureanism. Filsafat ini
mengajarkan bahwa tujuan hidup adalah berbahagia. Pendirinya yaitu
Epicurus adalah pencari bahagia. Bagi dia, bahagia identik dengan damai.
Dia melihat a) damai dengan diri sendiri, b) damai dengan orang lain,
dan c) damai dengan dunia. Apabila seluruh relasi kita damai maka kita
bisa tidur nyenyak. Ketika engkau diperlakukan tidak adil, engkau mulai
merasa relasi tidak beres, maka itu membuat engkau menjadi jengkel dan
susah tidur. Menurut Epicurus, manusia baru bahagia jika berdamai dengan
diri, sesama, dan alam. Itu sebabnya, seseorang harus menanam dan
menuai sesuai musimnya, karena jika tidak maka tidak akan damai. Namun
kemudian, Epicureanism diteruskan menjadi Hedonism,
suatu pelampiasan nafsu liar dengan berzina dan menyebutnya bahagia.
Pada masa kini, banyak pemuda pemudi yang merasa bahagia jika tidak
dikekang oleh orang tua atau guru sehingga bisa menonton film porno,
melakukan perbuatan terlarang dengan bebas. Ini bukan pikiran asli
Epicurus. Epicurus hidup begitu sederhana, jauh dari hidup mewah karena
bagi dia damai tidak diikat oleh segala nafsu dan kenikmatan pribadi.
Pemikirannya mirip dengan Buddhism. Maka, banyak orang sakit,
susah, khawatir, datang kepadanya, lalu mendapatkan ketenangan dan damai
karena dilepaskan dari nafsu. Ini adalah konseling yang pertama di
dunia. Tetapi konseling Kristen berbeda dari konseling yang berdasarkan
filsafat atau psikologi yang hanya memberikan ketenangan.
2. Stoicism. Stoicism
mengajarkan bahwa bahagia dicapai melalui perbuatan baik. Tokoh utama
aliran ini adalah Zeno. Ajaran ini dimulai di Stoa, di mana mereka
mendiskusikan bahagia dan berkesimpulan bahwa seseorang harus berbuat
baik dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Filsafat ini menjadi arus
utama hingga 300 tahun setelah Aristoteles meninggal. Saat itu dunia
tidak lagi mengutamakan astronomi, biologi, kosmologi, dan lain-lain,
tetapi fokus kepada manusia. Di zaman Socrates, orang berhenti mencari
tahu tentang alam semesta, lalu berusaha mengenal diri sendiri. Dan pada
zaman Plato, berbalik orang mulai mengutamakan kosmologi. Di zaman
Aristoteles orang mengutamakan epistemologi dan logika. Tiga ratus tahun
setelah Aristoteles, di zaman Kristus dan Paulus, orang Gerika tidak
lagi mementingkan kosmologi, epistemologi, astronomi, tetapi mulai
mencari makna hidup. Manusia mulai mencari bahagia. Orang yang
kehilangan makna hidup akan bunuh diri. Orang yang dianggap tidak ada
maknanya akan dibunuh.
3. Skepticism. Skepticism
adalah pikiran yang selalu meragukan semua kebenaran. Mereka meragukan
semua definisi dan menganggap tidak ada yang bisa dipastikan sebagai
benar.
Tiga pandangan ini mendominasi seluruh
pengertian manusia tentang nilai hidupnya. Dari sini kita akan menelaah
bagaimana hubungan manusia dengan manusia yang dikaitkan dengan nilai
hidup diri dan orang lain.
1. Saya OK, kamu OK. Di sini saya dan engkau bisa hidup bersama karena kita sama-sama suka yang berbeda tetapi tidak memengaruhi satu terhadap yang lain. Saya suka bayam, kamu suka buncis, saya suka Islam, kamu suka Kristen, itu tidak menjadi masalah di mana apa pun juga OK.
2. Saya OK, kamu tidak OK. Saya beres, kamu tidak beres. Ini pandangan sebagian besar manusia. Hal ini yang membuat akhirnya terjadi perseteruan. Semua menjadi tidak benar, hanya saya yang benar.
3. Kamu OK, saya tidak OK. Pandangan ini selalu melihat orang lain yang beres, yang benar, sementara diri kita pasti salah, pasti kurang.
4. Kamu tidak OK, saya juga tidak OK. Itu berarti sama-sama merasa tidak beres dan melihat semuanya tidak ada yang beres.
1. Saya OK, kamu OK. Di sini saya dan engkau bisa hidup bersama karena kita sama-sama suka yang berbeda tetapi tidak memengaruhi satu terhadap yang lain. Saya suka bayam, kamu suka buncis, saya suka Islam, kamu suka Kristen, itu tidak menjadi masalah di mana apa pun juga OK.
2. Saya OK, kamu tidak OK. Saya beres, kamu tidak beres. Ini pandangan sebagian besar manusia. Hal ini yang membuat akhirnya terjadi perseteruan. Semua menjadi tidak benar, hanya saya yang benar.
3. Kamu OK, saya tidak OK. Pandangan ini selalu melihat orang lain yang beres, yang benar, sementara diri kita pasti salah, pasti kurang.
4. Kamu tidak OK, saya juga tidak OK. Itu berarti sama-sama merasa tidak beres dan melihat semuanya tidak ada yang beres.
Seseorang membunuh orang lain karena ia
membenci orang itu; orang membunuh diri karena ia membenci dirinya
sendiri. Jadi membunuh, baik membunuh diri maupun membunuh orang lain,
terjadi karena salah menilai hidup manusia. Itu sebabnya, bagaimanapun
susahnya hidupmu, begitu banyak hal yang tidak dapat engkau capai,
begitu banyak kesulitan yang engkau hadapi, engkau tetap harus hidup.
Jangan pernah mempunyai pikiran bunuh diri. Niat bunuh diri itu datang
dari Iblis yang selalu mau melecehkan manusia, ciptaan Tuhan yang
diciptakan menurut peta teladan-Nya. Di sini kita melihat bahwa konsep
dan pengertian orang Kristen berbeda dari semua ajaran agama dan pikiran
orang sekuler yang belum mengenal firman Tuhan.
Selama di dalam kaitan ini kita tidak
terlalu memutlakkan salah satu dan tidak terlalu ekstrem, maka kita bisa
hidup. Masalahnya, sikap OK dan tidak OK ini bisa berubah bahkan hingga
ke tingkat radikal. Jika kita merasa kita mutlak OK dan kamu mutlak
tidak OK, maka ini menjadi masalah yang sangat berbahaya. Orang bisa
sama sekali tidak peduli akan semua kerusakan masyarakat karena
menganggap semua itu OK. Sebaliknya, ada orang yang berjuang agar cepat
kiamat dan berusaha menghancurkan seluruh dunia karena dia berpandangan
semua dunia ini tidak OK. Ini bisa menjadi penyebab dari terorisme dan
pembunuhan. Orang yang menganggap diri lebih penting dari orang lain,
bahkan merasa punya hak lebih dari orang lain, akan menghancurkan orang
lain. Negara Amerika Serikat, yang memiliki paling banyak sekolah
tinggi, tidak banyak bisa menghasilkan orang Kristen yang berkarakter
baik. Itu sebabnya Abraham Kuyper dan semua tokoh Reformed menyadari
pentingnya pendidikan Kristen. Bagi saya, pendidikan Kristen yang serius
harus dimulai dengan Theologi Reformed.
Ketika seseorang sudah mulai memutlakkan
tidak OK, maka itu akan mulai mengarah kepada kemungkinan terjadinya
pembunuhan. Orang membunuh orang lain karena beberapa sebab utama:
1. Dia beranggapan bahwa orang lain
tidak beres sehingga lebih baik hidupnya dihentikan. Pada saat itu, si
pembunuh sedang tidak beres karena memosisikan diri sebagai Allah yang
berhak dan berkuasa untuk menghentikan hidup orang lain.
2. Dia membenci orang tertentu sehingga
keberadaan orang itu dianggap mengganggu dan mengancam dirinya. Maka
“keberadaannya menjadi neraka bagiku”, itu pernyataan Jean-Paul Sartre,
filsuf eksistensialis Perancis. Kebencian itu bisa berakhir dengan
pembunuhan. Maka, di sini kita melihat Alkitab menyamakan membenci
dengan membunuh.
3. Ketika yang dibenci adalah diri sendiri maka ia akan membunuh dirinya sendiri.
4. Karena terjepit di dalam situasi
sulit. Ada peribahasa mengatakan, “Tidak bisa sama-sama hidup di bawah
kolong langit. Kalau engkau ada, aku harus tidak ada; kalau aku ada,
engkau harus tidak ada.” Maka kesimpulannya adalah engkau harus tidak
ada. Di dalam sejarah politik, Kaisar Yongle dari Dinasti Ming pada
tahun 1402 merebut kekuasaan dari keponakannya. Untuk menjaga supaya
tidak ada balas dendam, ia mengirim Zheng He untuk mengejar dan
memenggal keponakannya di depan matanya. Begitu juga setelah Lenin
meninggal di tahun 1924, Rusia memiliki dua pemimpin besar, yaitu Stalin
dan Trotsky. Akhirnya Stalin yang berkuasa dan ia mencari Trotsky yang
menghilang bersembunyi, sampai akhirnya ditemukan dan yang mati di
Meksiko. Orang begitu membenci orang lain dan membunuh dia, karena tidak
mengizinkan dia hidup bersamanya di bawah kolong langit. Kebencian
adalah emosi yang tidak terkendali, yang merusak seluruh kedamaian
dunia. Kebencian adalah investasi Iblis
untuk merobohkan seluruh keberadaanmu, nilai hidupmu, dan mengarahkan
engkau kepada perbuatan membunuh manusia.
Sebelum seseorang membunuh orang lain,
ia selalu tidak memikirkan terlebih dahulu apa akibatnya, sampai setelah
membunuh, di mana dia pikir dia sudah mendapatkan jalan keluar dari
masalahnya, kini ia sadar bahwa ia menghadapi masalah yang lebih besar. Semua tindakan pembunuhan itu sia-sia karena masalah yang dihadapinya jauh lebih besar.
Setelah ia mengenyahkan musuhnya, banyak orang justru berbalik memusuhi
dia. Sungguh suatu tindakan kebodohan yang tidak pernah dia bayangkan
sebelumnya. Oleh karena itu, Alkitab memerintahkan kita untuk jangan
membunuh. Kiranya dengan mengenal nilai manusia terlebih dahulu, lalu
kita mengetahui batasan hak yang kita miliki, kita bisa meminta kepada
Tuhan untuk memberikan kita kasih, menjauhkan kita dari rasa benci, iri
hati, dengki, dan dendam – api yang menghancurkan baik diri kita maupun
orang lain. Kiranya Tuhan memimpin dan menolong hidup kita. Amin.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.nusahati.com/2012/02/sepuluh-hukum-hukum-keenam-part-1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar