Berbicara adalah salah satu hak terbesar yang Tuhan berikan kepada manusia. Tidak ada satu pun binatang yang dapat berbicara, karena mereka tidak dapat mengerti apa itu makna. Dengan sendirinya, mereka tidak mungkin mengutarakannya melalui suatu bahasa. Makna yang sejati didasarkan atas firman, yaitu Logos. Logos sejati itu adalah Tuhan sendiri. Manusia menjadi satu-satunya makhluk yang bisa berbahasa dengan makna adalah karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang dicipta menurut peta teladan Allah, sehingga manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat mengerti firman.
Dari penemuan arkeologi, semua penemuan fosil binatang yang disebut sebagai nenek moyang manusia, tidak ditemukan adanya rongga untuk pita suara. Hanya dari hal ini saja sudah terbukti bahwa teori evolusi adalah teori yang kosong. Teori evolusi hanyalah sebuat hipotesis atau imajinasi manusia yang dipakai sebagai dasar untuk menolak fakta bahwa manusia dicipta oleh Allah. Hal itu terjadi karena mereka tidak percaya kepada Allah yang menciptakan manusia, dan mereka harus menjelaskan dari mana hadirnya manusia. Untuk itu mereka mencoba mencari kemiripan antara manusia dengan binatang, agar dapat menjelaskan keberadaan manusia. Dari sini direkayasa sebuah teori bahwa manusia berasal dari makhluk-makhluk yang lebih rendah, yang terus berevolusi hingga menjadi makhluk yang berderajat tinggi, padahal upaya memakai persamaan manusia dengan binatang, dengan mengaitkan hubungan darah dan hereditas adalah suatu keberanian yang terlalu besar dan tanpa dasar yang sah. Kita perlu selalu mengingat bahwa orang yang pandai adalah orang yang bisa menemukan perbedaan-perbedaan yang kecil sekalipun, sementara orang bodoh akan melihat semua hal sama adanya. Misalnya, orang yang hidungnya mirip dengan aku, pasti adalah keponakanku. Kesimpulan seperti ini adalah kesimpulan yang terlalu berani. Orang-orang yang mengerti perbedaan kualitatif (qualitative difference) akan terus memacu diri untuk mencari tahu rahasia besar yang terkandung di dalamnya. Maka dengan demikian ia menjadi orang yang pandai. Seseorang dari pedalaman yang dibawa ke kota akan melihat semua mobil sama. Itu terjadi karena dia melihat berdasarkan persamaan kasar saja. Tetapi orang yang betul-betul memahami mobil, tentu dapat membedakan mobil yang satu dengan mobil yang lain. Memang untuk itu tidak mudah, karena dibutuhkan pengetahuan yang rinci dan mendalam.
Ketika para evolusionis menyatakan kesamaan manusia dengan binatang hanya karena ada kemiripan bentuk, itu adalah suatu tindakan yang sangat gegabah dan berani. Fosil yang dinyatakan sebagai fosil manusia purba, ternyata tidak memiliki rongga pita suara. Hal ini menunjukkan bahwa itu bukanlah fosil manusia.
Ketika binatang marah, dia akan mengeluarkan suara yang keras sebagai pernyataan kemarahannya. Manusia tidak perlu menggunakan kekuatan suara, cukup dengan suara yang lembut dan perlahan, tetapi dengan penggunaan bahasa yang keras dan tegas. Manusia bisa menyatakan cinta, rindu, sedih, atau marah, tanpa perlu menggunakan kekuatan atau kelemahan suara, tetapi dengan kemampuan ungkapan bahasa yang dimilikinya. Perkataan manusia adalah perkataan pembahasaan yang di dalamnya mengandung makna, dan di balik makna tersebut ada Firman, dan Firman itu adalah Tuhan. Jadi, hanya Kitab Suci yang memberikan kepada kita pengertian akan relasi antara satu dengan yang lain.
Allah adalah Logos, dan Logos itu beserta dengan Dia. Dia menciptakan manusia sebagai logikos yang memiliki peta teladan-Nya, sehingga menjadi satu-satunya makhluk yang mampu mengutarakan kehendaknya. Itulah inti pentingnya bahasa. Maka orang yang memakai mulutnya untuk mengutarakan kepentingan dirinya sendiri adalah orang yang rendah. Apalagi kalau dia memakai mulutnya untuk melawan kebenaran, dia adalah orang yang hina dan keji. Jika seseorang memakai mulutnya untuk mengatakan kalimat yang membangun, dia melakukan hal yang mulia. Itu sebabnya, kita harus memakai mulut kita sebagai anggota tubuh yang hormat, mulia, dan menjadi berkat bagi banyak orang. Untuk itulah Allah memberikan hukum kesembilan.
Hukum kesembilan bukan sekadar masalah berbohong atau tidak. Pengertian yang membatasi arti hukum kesembilan sedemikian adalah pengertian dan tafsiran yang terlalu sederhana. Hukum ini juga memaparkan bagaimana pentingnya kita tidak mengucapkan kata-kata yang berakibat mencelakakan orang lain. Hak asasi manusia menegaskan bahwa kita harus saling menghormati. Ini jauh lebih penting dari sekadar berbohong atau tidak. Hukum ini secara esensial berbicara tentang relasi timbal balik antara satu pribadi dengan pribadi lainnya. Setiap orang harus belajar dan berusaha menghormati sesamanya. Setiap orang berbeda-beda, tetapi semua dicipta menurut peta teladan Allah, maka seharusnya ia tahu bagaimana menghormati dan menghargai sesamanya. Sayang, manusia tidak seperti itu. Dosa telah menodai manusia sedemikian rupa, sehingga hanya memikirkan untung rugi sendiri dan tidak memikirkan dampaknya terhadap keuntungan atau kerugian orang lain. Dia tidak mau tahu apakah tindakannya akan merugikan orang lain atau tidak.
Ketika berusia belasan tahun, saya pernah mendengar Dr. Andrew Gih dalam sebuah Kebaktian Kebangunan Rohani berkata, “Jika aku mempunyai seratus potong baju dan aku kenakan semua, tentu aku akan mati kepanasan. Jika aku mempunyai seratus buah tempat tidur dan setiap hari berpindah tempat tidur, maka aku tidak akan ingat lagi tempat tidur mana yang pernah kupakai. Jika aku mempunyai banyak makanan dan aku habiskan semuanya, tentu aku akan mati kekenyangan. Jadi apakah sesuatu yang berlebih pantas kita banggakan?” Kelebihan yang tidak wajar, yang sangat berlebihan, adalah tanda dari dosamu. Apalagi jika kelebihan itu engkau dapatkan dari cara yang tidak benar, maka jiwamu akan terus menegur engkau. Kita harus belajar memikirkan orang lain, bukan hanya menghitung keuntungan atau kerugian diri sendiri. Di sini kita belajar untuk saling menghormati, saling mengerti, yang akan menjadi dasar keharmonisan masyarakat.
Mengapa Ada Orang yang Berniat dan Tega Mencelakakan Orang Lain?
Ada orang-orang yang menganggap dirinya yang paling penting, sementara orang lain tidak penting. Dirinya yang harus mendapat untung, sementara orang lain boleh dirugikan. Ada orang berpikir dirinya pantas hidup mewah, sementara orang lain seharusnya hidup sederhana. Jika kita dapat mengerti sebab-sebab mengapa orang mencelakakan orang lain, maka kita harus bersyukur untuk karunia Tuhan memberikan hadiah besar untuk kita, yaitu otak.
Sayang, karakteristik masyarakat sekarang ini adalah masyarakat yang mudah dan suka membuat orang lain susah dan menderita dengan memfitnah, mengumpat, menuduh orang lain dengan cara-cara yang tidak jujur. Di sini pentingnya hukum kesembilan yang menegaskan bahwa kita tidak boleh mengatakan sesuatu yang dapat mencelakakan orang lain.
Kita telah membahas sebelumnya, bahwa karena kesalahan seorang pemuda menafsirkan pemberhentian kereta, telah menyebabkan seorang nenek meninggal kedinginan di tengah salju. Akibat kejadian itu, pemuda ini terus mempersalahkan dirinya sehingga ia tidak memiliki rasa damai lagi. Jika kita memelihara diri sedemikian rupa, kita tidak pernah mencelakakan orang lain, tentu kita lebih dapat tidur nyenyak setiap malam. Tetapi ada orang-orang yang setelah mencelakakan orang lain tetap bisa tidur nyenyak. Itu orang yang dosanya ganda. Ada juga orang-orang yang ketakutan pembunuhan yang dilakukan akan ketahuan, maka ia memotong-motong korbannya, lalu memasak dagingnya. Ini adalah orang yang hatinya sudah bejat, bahkan lebih jahat daripada binatang. Kita tidak boleh memarahi orang dengan mempersamakan dia dengan binatang, karena dengan itu kita telah menghina binatang di seluruh dunia. Tidak ada binatang yang lebih jahat dari manusia. Binatang hanya membunuh karena lapar atau diganggu. Jika dia sudah kenyang, dia tidak akan membunuh. Sementara manusia lebih jahat puluhan kali dari binatang. Saat dia membenci bangsa lain, dia bisa melakukan pembasmian etnis, membunuh semua orang dari suku tertentu (genocide). Apa yang terjadi di Afrika beberapa tahun lalu, tidak kalah jahat dengan apa yang dilakukan Hitler di masa Perang Dunia II, di mana ia membunuh lebih dari enam setengah juta orang Yahudi. Maka kita tidak boleh mencelakakan orang lain, karena niat mencelakakan orang pasti berasal dari Iblis yang tidak memiliki cinta kasih dan hanya dikuasai oleh kebencian.
Lebih celaka lagi, hal membunuh orang dengan sadar bisa saja dilakukan oleh para pemimpin agama. Maka orang yang kelihatan begitu saleh, malah mungkin jauh dari Tuhan. Sebaliknya, orang yang dekat dengan kebenaran mungkin bisa dibenci orang. Oleh karena itu, setiap kali kita mengalami kesulitan, kita harus bertanya, “Tuhan apa yang Engkau kehendaki? Dan apa yang harus aku pelajari dari kesulitan ini?” Jangan sibuk bertanya, “Mengapa aku hidup begitu sulit?” Kita harus belajar dan mengerti bahwa di balik semua kesulitan ada rencana Tuhan yang lebih besar. Anugerah Allah itu gratis, tetapi bukan berarti anugerah Allah itu murah adanya. Siapa yang dipilih oleh Tuhan saja yang berhak menikmati anugerah khusus-Nya. Itulah sebabnya, cara berpikir orang Reformed harus dimulai dengan melihat takhta Tuhan sebagai titik pusat alam semesta dan sebagai sumber anugerah. Orang yang menolak Kristus adalah orang yang telah menolak hidup yang kekal. Dengan demikian kita menyadari betapa besar nilai orang yang boleh menerima Kristus. Orang yang menolak anugerah adalah orang yang menolak hak untuk menerima anugerah. Dengan demikian kita tidak perlu dirisaukan oleh banyak hal. Kita hanya hidup mencari dan menjalankan apa yang menjadi kehendak Allah.
Ada orang yang mengerti anugerah dan ada orang yang tidak mengerti anugerah. Itu sebab Tuhan Yesus berkata, “Apakah dengan Aku mengatakan kebenaran, engkau mau membunuh Aku?” Namun, kita menyadari bahwa bagaimanapun dunia membutuhkan kebenaran. Apakah karena manusia tidak suka dan menolak kebenaran, maka kebenaran menjadi tidak bernilai? Tidak. Kebenaran adalah kebenaran dan sedemikian bernilai tanpa tergantung orang menyukai atau tidak menyukai, karena kebenaran adalah kebutuhan absolut umat manusia. Itulah yang kita terima dari prinsip Theologi Reformed, di mana firman Allah yang berdaulat harus dikabarkan ke seluruh dunia sampai Kristus datang kembali.
Seseorang yang menghargai orang lain haruslah memakai mulutnya untuk mengatakan hal yang benar. Inilah prinsip kebenaran. Jangan ada sedikit pun motivasi ingin merugikan orang lain. Sekalipun dia tidak ada hubungan dekat dengan kita, dia bukan keluarga kita, bukan orang sebangsa atau sesuku dengan kita, kita harus tetap mau menjadi berkat baginya. Perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati menerobos kebudayaan orang Yahudi. Orang Samaria adalah bangsa yang dimusuhi dan dilecehkan oleh bangsa Yahudi, tetapi justru dia menjadi berkat bagi orang Yahudi yang baru saja dirampok, tanpa memedulikan siapa dia, bahaya apa yang akan mengancam dirinya. Dia rela menaikkan orang Yahudi itu ke atas keledainya, mengolesi minyak pada lukanya, serta membayar biaya penginapan dan pengobatannya. Inilah sikap yang benar bagi relasi antarmanusia.
Kata-Kata Mencelakakan yang Tidak Sengaja
Apa jadinya, jika kata-kata kita yang tidak bermotivasi mencelakakan orang lain, akhirnya berakibat pada kecelakaan orang lain? Tuhan akan mengerti hal itu. Dari segi kedaulatan Tuhan, peristiwa itu adalah kesempatan bagi orang itu untuk menerima latihan, yang di dalam rencana Allah, dan tidak ada sangkut pautnya dengan diri Anda. Tetapi bagimu, peristiwa itu akan mengoreksi dirimu, sehingga membuat engkau lebih berhati-hati di dalam berbicara.
Orang yang sengaja mempunyai motivasi mencelakakan orang, telah melanggar hukum kesembilan. Alkitab mengatakan tentang orang-orang yang suka berbohong, memfitnah, atau berbelit-belit sebagai orang yang ditusuk lidahnya dengan panah, dan dia harus dihukum. Tuhan sangat membenci kata-kata yang tidak bertanggung jawab. Wang Ming Dao dalam bukunya “Pepatah bagi Etika Orang Kristen” menuliskan, “Jangan mengatakan kata-kata yang tidak membangun, jangan menyebarkan apa yang kita dengar tetapi tidak ada buktinya, karena akibatnya akan seperti yang digambarkan dalam peribahasa Tiongkok kuno, ‘Meski menggunakan tenaga empat ekor kuda sekalipun, tetap tidak sangggup kita tarik kembali.’” Kalimat yang sudah keluar dari mulut kita bisa menjadi malapetaka besar bagi orang lain.
Alkitab mencatat ada seorang bernama Herodes, yang ketika merayakan ulang tahunnya, anak tirinya, Salome menari. Richard Strauss menggubah satu opera yang berjudul “Salome”. Opera ini mengisahkan bagaimana Salome menari sambil menanggalkan pakaiannya satu per satu, sampai hampir telanjang. Ini adalah cerita Salome versi komponis non-Kristen yang memperalat Alkitab. Salome adalah anak perempuan dari istri Herodes yang dirampas dari kakaknya. Herodes sebagai raja bisa menggunakan hak dan kekuasaannya untuk melakukan apa saja yang ia inginkan. Ia hanya memikirkan kesenangan, nafsu, dan keinginan dirinya, tidak peduli telah merugikan kakaknya. Herodes senang sekali melihat tarian Salome dan mengatakan bahwa apa saja yang dimintanya akan diberikan, sekalipun sampai separuh kerajaannya. Salome meminta nasihat kepada ibunya yang sangat membenci Yohanes Pembaptis. Maka ibunya berkata kepada Salome untuk meminta kepala Yohanes Pembaptis. Di sini kita melihat bahwa nyawa hamba Tuhan yang turut campur urusan orang lain bisa saja terancam. Itu sebabnya, banyak hamba Tuhan memilih untuk memberi berkat saja dan tidak mau tahu urusan yang lain. Kita juga perlu waspada kepada perempuan yang dilanda kebencian, dia selalu menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam. Istri Herodes meminta kepala Yohanes Pembaptis diletakkan di atas pinggan. Sungguh sangat jahat. Bisa dibayangkan betapa dilematiknya keadaan yang Herodes alami. Dia adalah raja, dan dia gentar dengan teguran Yohanes Pembaptis. Dia juga takut karena Yohanes Pembaptis memiliki banyak pengikut, dan apa yang dikatakannya benar. Tetapi kini ia tidak bisa lagi mencabut perkataannya.
Herodes marah karena dia ditegur oleh Yohanes, dan menjebloskannya ke dalam penjara. Akibatnya banyak orang tidak bisa mendengar lagi khotbah Yohanes Pembaptis. Dia telah merugikan banyak orang demi kepentingannya. Sekarang dengan permintaan Salome, ia membunuh Yohanes Pembaptis. Perkataannya telah menyebabkan orang lain celaka. Di lain pihak, dengan semua ini, Tuhan memakai setiap peristiwa untuk mendemonstrasikan bagaimana Yohanes Pembaptis telah menjadi hamba Tuhan yang setia sampai mati. Ia telah menjadi teladan selama beribu-ribu tahun terus berbicara di hati setiap hamba Tuhan. Tuhan tidak pernah terganggu oleh kejahatan manusia. Dia justru bisa memakai setiap peristiwa, termasuk peristiwa ini untuk membuktikan hamba-Nya begitu setia. Sebaliknya Herodes hidupnya menjadi sangat tidak tenang. Yohanes Pembaptis adalah hamba Tuhan yang tidak pernah berkompromi, tidak seperti banyak nabi palsu yang hanya membicarakan hal yang menyenangkan telinga untuk mendapat keuntungan. Richard Strauss membuat opera yang sangat berbeda. Digambarkan Salome jatuh cinta pada Yohanes, tetapi ketika Salome merayu, Yohanes bergeming. Salome sampai nekat datang ke penjara supaya bisa mencium dan bercinta, tetapi ditolak oleh Yohanes. Maka akhirnya Salome berpikir bahwa Yohanes harus mati. Saya menonton satu kali opera itu dan tidak akan mau menonton lagi, apalagi mementaskannya.
Kalimat yang telah keluar dari mulut Herodes tidak dapat ia tarik kembali, dan akhirnya mencelakakan Yohanes Pembaptis. Itulah sebabnya, berhati-hatilah saat berbicara. Berhati-hatilah ketika berjanji pada seseorang, karena bisa saja kata-kata kita mengikat dan membelenggu kita seumur hidup, dan bisa membawa malapetaka bagi orang lain. Kiranya jangan ada kalimat yang keluar dari mulut kita yang melukai orang lain, tetapi sebaliknya, bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : http://www.nusahati.com/2013/01/sepuluh-hukum-hukum-kesembilan-bagian-3/