Jumat, 31 Oktober 2014

Kasih Yang Sempurna (Bagian III)



Kasih Yang Sempurna (Bagian III)
Tingkatan Kasih Kepada Manusia
Kini kita perlu secara khusus membahas lebih terperinci tentang cinta kasih yang terjadi di antara sesama manusia. Cinta kasih yang terjadi di antara sesama manusia ini masih perlu kita bagi lagi menjadi beberapa tingkatan.

Mengasihi Yang Agung

Tingkatan yang pertama adalah bagaimana kita harus mengasihi orang yang agung, yang tinggi, dan hormat. Kita perlu mengasihi orang-orang yang dari mereka kita bisa belajar banyak. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang melampaui zaman. Orang-orang agung  ini adalah orang-orang yang lintas zaman, mereka senantiasa dikenang, dihormati, dan dipelajari oleh orang-orang di segala zaman. Mungkinkah orang di abad ke-21 mencintai orang yang sudah meninggal tiga ribu tahun yang lalu? Mungkin saja. Kita bisa mencintai Musa, Daud, Abraham, atau tokoh-tokoh lainnya. Kita bisa belajar dari teladan hidup mereka, karena mereka begitu anggun, begitu terhormat, begitu bernilai sampai sekarang. Walaupun mereka sudah meninggal sekian lama, sudah menjadi mayat, sudah menjadi tulang belulang, bahkan sudah tidak adalagi bekasnya, namun pikiran dan hidup mereka tetap mempengaruhi manusia dari zaman ke zaman.  Itulah kasih manusia yang melampaui pergerakan zaman dan melampaui waktu. Kita menghormati dan mengasihi Paulus, Petrus, dan murid-murid Tuhan Yesus lainnya atau tokoh-tokoh besar yang kita pelajari satu persatu dalam Ibarani pasal 13. Kita dapat mencintai manusia, bahkan mencintai orang sudah mati ribuan tahun yang lalu. Cinta itu bisa melampaui zaman, melampaui segala bentuk fenomena. Orang mengatakan bahwa Socrates adalah orang yang wajahnya bagaikan badut, tetapi memiliki jiwa Tuhan Allah. Jadi, ketika kita melihat wajahnya, kita akan melihat sedemikian buruknya, tetapi di lain pihak, seluruh dunia menghormatinya karena dia mempunyai jiwa yang anggun sekali. Inilah cinta kepada manusia, yang melampaui zaman, bangsa, suku, keelokan (penampilan fisik). Inilah cinta yang sungguh; cinta kepada orang yang anggun, tinggi, hormat. Jadikanlah dirimu seorang yang patut dikasihi umat manusia; bahkan setelah kamu meninggal beratus tahun lamanya, kiranya hidupmu boleh menjadi hidup yang dirindukan dan diteladani disepanjang segala zaman.
Mengasihi Yang Setara

Tingkatan kedua dari mengasihi sesama adalah bagaimana kita bisa mengasihi sesama kita yang sederajat dengan kita. Itu yang kita kenal sebagai kasih persaudaraan, kasih persahabatan. Sama-sama menjadi Kristen, sama-sama menjadi majelis, sama-sama menjadi hamba Tuhan, sama-sama hidup di dalam satu negara, sama-sama di dalam satu zaman, di tempat dan waktu yang sama. Mari kita mengasihi dengan kasih persaudaraan dan persahabatan sebagai kawan dengan kawan. Ini adalah cinta kasih yang sejajar. Kita tidak mutlak harus luar biasa menghormati seseorang baru dapat mencintainya. Ada orang yang hanya melihat ke atas dan tidak melihat ke bawah; dia menghina orang yang sedikit kalah intelektualitasnya dibandingkan dirinya. Itu tidak boleh dan tidak baik dilakukan. Sebagai seorang pendeta senior, bahkan jauh lebih senior daripada kebanyakan rekan kerja saya di Gereja, saya tetap berusaha untuk mau melihat kebaikan mereka satu per satu. Setiap rekan kerja yang saya undang untuk bersama berjuang dalam pelayanan adalah orang yang saya nikmati kelebihan mereka. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya tidak bisa memakai orang pandai, saya rasa kalimat itu bohong, fitnah. Dan saya marah sekali, karena di antara rekan kerja yang saya panggil, banyak orang pintar. Dan sepintar apa pun mereka, jika mereka merasa lebih pintar dan tidak mau bekerja sama dengan saya, itu berarti merekalah yang tidak mau bekerja sama dengan saya. Bukan saya yang tidak mau bekerja sama dengan orang pintar.

Mari kita belajar, jangan karena melihat orang memiliki sedikit kekurangan dibandingkan dengan kita, maka kita menghina dia. Ketika saya memanggil rekan-rekan kerja saya, mereka menjadi teman baik saya. Namun, antara teman baik saya dan teman baik saya yang lain, ternyata bisa tidak baik. Si A adalah teman baik saya, demikian pula si B, tetapi A dan B ternyata tidak menjadi teman baik. Saya sangat berharap teman baik saya juga akan berteman baik dengan teman baik saya yang lain. Dengan demikian mereka juga bisa belajar saling mengasihi, saling menghargai, saling menghormati. Dengan demikian, teman baiki saya yang satu dengan teman baik yang lain menjadi teman. Jika saya yang lebih senior mau menjadi teman dari rekan-rekan yang lebih senior mau menjadi teman dari rekan-rekan yang lebih junior, melainkan bisa menikmati kelebihan mereka masing-masing, kiranya teman-teman junior saya juga boleh saling menghormati dan tidak menghina sesama rekan dan juga boleh menikmati kelebihan mereka masing-masing. Kalau bisa, saya mau memupuk, mengoreksi, dan memberi tahu supaya mereka bisa maju dengan sikap yang sama. Tuhan mau dicintai oleh kita, dan Tuhan mau kita juga saling mencintai. Yesusberkata,”Sebagaimana Bapa mencintai Aku, demikian Aku mencintai kamu. Dan Aku memberi perintah kepadamu untuk saling mengasihi.”

Di dalam mengasihi sesama, hal terbaik yang diperlakukan adalah terjadinya saling menerima (coacceptance), kita harus memposisikan diri dalam posisi sejajar dengan orang yang kita kasihi, sehingga kita tidak menjadi superior di hadapan dia. Kita perlu menghargai kelebihan-kelebihan yang dia miliki, sama seperti  dia juga menghargai kelebihan-kelebihan yang kita miliki. Jika kita menghina orang lain karena kita anggap kita lebih superior daripada dia, itu berarti kita tidak bisa melihat kelebihan yang ada pada dia, dan malah mengukur dia  menurut kelebihan-kelebihan kita. Bentuk relasi seperti ini tidak mencerminkan kasih kepada sesama. Khususnya ketika kita mau belajar menerima orang-orang yang sulit kita terima, dibutuhkan suatu kesabaran yang sangat besar. Tetapi  hal ini sangat penting, karena dari sini nanti akan terbentuk suatu harmoni masyarakat. Kalau kita hanya menerima yang mudah kita terima, akan terbentuk pengelompokan masyarakat dan akan berakhir dengan pertikaian dan peperangan. Kasih yang baik kepada sesama merupakan rahasia keharmonisan masyarakat. Maka kata kunci yang penting di dini adalah sinkronisasi. Perlu ada kinerja dan gerak bersama. Saya menerima kamu sebagaimana adanya, dan kamupun menerima saya sebagaimana adanya. Menerima seseorang berarti menerima kelebihan dan sekaligus kelemahannya. Jika kita hanya mau menerima yang baik, lalu menghina semua kekurangan. Itu bukanlah sikap kasih. Tetapi kasih adalah ketika kita menerima seseorang, kita melihat ada kelemahan-kelemahan pada dirinya, dan kita tidak suka pada kelemahan-kelemahan itu, namun kita tetap mengasihi dia dan menerima dia. Itulah kasih yang Tuhan Yesus terapkan dan lakukan terhadap umat-Nya. Dengan demikian, jika kita bisa mengasihi seperti itu, kita baru belajar mengasihi orang yang hebat, yang sangat baik, itu bukan kasih, itu hanyalah suatu kekaguman. Dan sering kali, perasaan kekaguman akan kehebatan orang bisa mengarah kepada motivasi ingin memperalat dan mendapatkan keuntungan dari dirinya. Siapa yang tidak mau menyayangi orang yang sangat cantik, siapa yang tidak mau mencintai orang yang sangat ganteng, siapa yang tidak mau dekat dengan orang yang pandai. Lalu, apakah orang kurang cantik boleh dihina, yang kurang pandai boleh disisihkan? Mengasihi adalah belajar belajar memberikan sesuatu kepada yang tidak patut menerima.

Pada suatu saat, saya membaca sebuah artikel yang menceritakan bagaimana seorang suami begitu mengasihi istrinya, sekalipun istrinya mengalami kecelakaan dan hidungnya hancur. Saya saat itu mencoba mengevaluasi kerohanian saya, apakah saya bisa bersikap seperti suami itu. Suami istri ini mempunyai anak-anak yang baik. Secara teori saya belajar bagaimana mengasihi, tetapi secara praktis ternyata sedemikian sulit bagi kita untuk bisa mengasihi orang yang sulit dikasihi. Saya minta Tuhan mengampuni saya.

Kita harus belajar mengasihi yang tidak patut dikasihi. Kita harus belajar menghormati seseorang karena dia juga manusia. Kita tidak menghormati dia pandai atau baik atau punya keunggulan tertentu. Kita perlu menghormati dia karena dia adalah manusia. Seorang ibu harus menerima bagaimanapun keadaan anaknya, karena memang dia tidak berhak memilih. Memang hal ini tidak terlalu terasa jika anak kita sehat, lahir dengan utuh sempurna, dan rupawan. Tetapi bagaimana jika anak kita lahir cacat? Apakah kita masih bisa tetap mengasihinya? Saya pernah melihat seorang ibu yang menggendong anaknya yang idiot sampai sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, ibu ini tidak bisa bertahan lagi, lalu menyerahkan anaknya kepada pemerintah Amerika Serikat. Tapi paling tidak ibu ini sudah bisa bertahan sepuluh tahun. Itu bukanlah keadaan yang mudah untuk dijalani. Tuhan telah mengasihi kita, maka kita perlu belajar saling mengasihi. Kalau Tuhan mau mencari kelemahan dan kekurangan kita, pasti setiap kita sudah dibuang ke neraka. Jika Tuhan bisa mengasihi kita yang tidak layak dikasihi ini, sebaliknya kita tidak bisa mengasihi orang lain, lalu kita mengatakan bahwa kita adalah orang Kristen, maka kita adalah penipu dan pembohong. Kita harus belajar mengasihi mereka yang tidak patut kita kasihi, sehingga tidak ada seorangpun yang kita hina atau kita benci. Memang sangat tidak mudah untuk mengasihi yang tidak mengasihi kita, tetapi itulah yang Tuhan kehendaki.

Mengasihi Yang Lebih Rendah

Ketiga, kita juga harus mengasihi mereka yang lebih rendah posisinya daripada kita. Bukan persahabatan, bukan perkawanan, tetapi suatu perasaan belas kasihan. Kita mengagumi orang yang lebih tinggi posisinya daripada kita. Kita mengasihi orang yang sejajar dengan kita, dan kita memberikan belas kasihan kepada mereka yang berada lebih rendah daripada kita. Alkitab mengatakan jika seseorang menutup hatinya dan tidak mau memberi belas kasihan kepada orang lain. Tuhan pun akan menutup hati-Nya dan tidak memberikan belas kasihan kepadanya. Berbahagialah mereka yang memberikan belas kasihan kepada orang lain, karena mereka juga akan mendapatkan belas kasihan Tuhan. Inilah emosi yang begitu tinggi dan anggun dari Tuhan Yesus Kristus. Ketika Tuhan Yesus berinkarnasi di dunia, Alkitab sepuluh kali mencatat Dia tergerak oleh belas kasihan kepada manusia. Memang orang yang bertindak dengan cara yang tidak jujur dan bersifat memeras harus kita didik dan kita hajar, namun mereka yang jujur perlu mendapatkan belas kasihan. Kita harus mengasihani mereka yang betul-betul jujur, tulus dan yang posisinya lebih rendah daripada kita.

Di tengah masyarakat, apalagi belakangan ini, kejahatan semakin merajalela. Ada pegemis-pengemis yang luar biasanya jahatnya. Mereka sengaja memakai pakaian kotor supaya kelihatan miskin untuk mendapatkan uang lebih banyak daripada mereka yang bekerja keras banting tulang. Orang seperti ini bukan memerlukan belas kasihan, tetapi memerlukan hajaran yang keras. Di suatu kota di Indonesia, saya mengetahui ada orang yang menyewakan pakaian seharga dua puluh ribu rupiah sehari. Pakaian itu adalah pakaian yang kotor dan compang camping. Tetapi dengan memakai pakaian itu dan meminta-minta, orang bisa mendapatkan uang lima puluh ribu rupiah sehari. Maka ada orang-orang yang mau menyewa pakaian ini karena berfikir akan mendapatkan keuntungan dengan meminta-minta. Yang lebih jahat lagi, ada orang-orang yang sengaja mematahkan tangan anaknya dan menggendong anak itu untuk mendapatkan uang. Adalah tugas pemerintah untuk menghukum dan membereskan orang-orang seperti ini, karena ini merupakan tindak kejahatan, yaitu melakukan manipulasi terhadap orang-orang yang memiliki hati nurani yang baik.
Alkitab mengatakan, jika kamu memiliki kelebihan uang, berikanlah itu kepada mereka yang patut menerimanya. Tetapi siapakah yang patut menerima itu? Bagi saya, orang yang berhak menerima belas kasihan dan uang kita adalah kepada mereka yang sudah bekerja keras membanting tulang tapi masih tetap hidup dalam kekurangan, dan merasa tidak patut menerima pemberian kita. Orang-orang seperti inilah yang justru patut menerima pemberian kita. Orang yang tidak mau bekerja, yang hanya mau meminta-minta, mengambil keuntungan dari belas kasihan orang, justru patut menerima belas kasihan kita. Kita harus memiliki kebijaksanaan yang cerdik dan cerdas untuk bisa mengatur semua pemberian kita, agar kasih kita tidak dipermainkan dan belas kasihan kita tidak diperalat oleh mereka yang jahat. Banyak anak muda yang penuh dengan rasa belas kasihan akhirnya tertipu oleh orang-orang jahat ini. Saya juga pernah ditipu oleh orang yang mengaku menjadi Krsiten dan mau dibunuh, ternyata dia berbohong. Namun, dosen saya pernah mengatakan,”Lebih baik terus membantu orang lain sekalipun ditipu, daripada tidak pernah membantu karena takut ditipu.” Yang paling jahat adalah kita menipu orang lain yang berbelas kasihan. Yang membahagiakan saya adalah sekalipun sering kali  salah dan tertipu, tetapi saya tidak menipu. Namun, kita perlu terus belajar sehingga kita tidak mudah ditipu, dan lebih jauh lagi, bisa menemukan siapa penipunya dan ikut membereskan kerusakan di dalam masyarakat.

Mengasihi Musuh

Dan kasih yang paling besar bukan lah mengasihi yang lebih tinggi, yang sejajar, atau yang lebih rendah, tetapi mengasihi musuh. Ini adalah pengajaran yang luar biasa dari Alkitab. Kasih inilah yang diajarkan dan dijalankan oleh Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus mengatakan. “Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat,”. Selain Tuhan Yesus, tidak pernah disepanjang sejarah ada teori kasih seperti itu. Mengasihi musuh dimulai dari pengajaran Yesus Krsitus. Ajaran kasih seperti ini tidak bisa kita temukan dalam filsafat Aristotle, atau Plato, atau Socrates. Demikian juga tidak ada dalam pengajaran Lao Tze, Mao Ze Dong, konfisius, atau Hindusme. Ada pengajaran Lao Tze yang mencoba mendekati ajaran itu. Lao Tze mengajarkan :”Terhadap orang yang baik kepadamu, baiklah juga padanya, dan juga baik kepada orang yang tidak baik kepadamu.” Ini adalah puncak ajaran moral Lao Tze. Etika Konfusius belumlah setinggi itu. Konfusius mengajarkan  :”Moral dibalas  moral: dengan kebajikan membalas kebajikan; dengan tegas dan lurus membalas kejahatan.” Jadi, kalau ada orang yang tidak baik kepadamu, kamu harus tegas dan jujur membalas kejahatannya. Tetapi kalau orang itu baik kepadamu, kamu juga harus baik kepadanya.
Memang Lao Tze mengatakan agar kita juga berbuat baik kepada orang yang tidak baik kepada kita. Tetapi dia sama sekali tidak sampai ketingkat bagaimana kita bukan hanya baik, tetapi mengasihi musuh kita, dan mendoakan dia, mendoakan orang-orang yang menganiaya kita. Tuhan Yesus bukan hanya menjalankan keduanya, yaitu mengasihi musuh dan mendoakan yang menganiaya Dia, tetapi Tuhan Yesus juga mengusahakan pengampunan mereka. Dan Dia rela mati untuk  mereka yang membunuh-Nya. Orang yang agung adalah orang yang hidupnya bisa melampaui teorinya yang sedemikian tinggi. Orang yang hina adalah orang yang teorinya lebih tinggi daripada hidupnya. Orang biasa adalah orang yang tahu teori yang sulit, tetapi lebih sulit lagi menjalankannya dalam hidupnya. Yesus Kristus mati bagi orang-orang yang membunuh-Nya. Dia digantung di kayu salib, tetapi Dia justru mendoakan mereka yang memaku-Nya disana. Itulah Sang Juruselamat.

Penutup

Hambatan dalam mengasihi
Dalam bagian yang terakhir ini, apakah yang menghambat kita untuk mengasihi? Ada tiga hal yang menyebabkan kita terhambat untuk mengasihi. Pertama, Yesus berkata, pada akhir zaman, pelanggaran hukum akan semakin banyak sedangkan kasih semakin sedikit. Mengapa cinta kasih kita hilang. Karena kita berani melanggar hukum. Semakin berani kita melanggar hukum semakin tidak ada cinta kasih. Kedua, mengapa kita tidak ada cinta kasih? Karena  terlalu diisi cinta kepada dunia sehingga akhirnya tidak ada lagi cinta untuk orang lain. Orang yang semakin mencintai dunia, semakin meneladani dunia, dan semakin tidak mencintain Tuhan Allah. Ketiga, orang yang semakin memperhatikan diri sendiri, sehingga tidak ada waktu  dan kesempatan untuk mencintai orang lain, tentu juga tidak sempat lagi mencintai Tuhan.

Membangkitkan Kembali Cinta Kasih Yang Pudar
Bagaiman kita kembali membangkitkan cinta kasih yang telah redup? Pertama, kita perlu penyangkalan diri. Penyangkalan diri mengakibatkan kita mengetahui bagaimana mengasihi orang lain. Kalau diri kita menjadi pusat segala sesuatu, bahkan Allahpun harus melayani kita, maka tidak mungkin kita dapat membagikan sesuatu untuk orang lain.

Kedua, kita harus meneladani Yesus Kristus. Yesus berkata,”Pikulah kuk-Ku dan tanggunglah beban-Ku. Belajarlah dari-Ku. Akulah peta teladan yang menjadi contoh bagimu. Ikutlah teladan-Ku, pikullah Kuk Ku, tanggung bebanKu, beban-Ku ringan adanya.”

Ketiga, kita perlu dipenuhi Roh Kudus, ketika Roh Kudus berbuah, buah pertama yang muncul adalah kasih, Di dalam sembilan citra buah Roh Kudus, justru tidak ada sifat”kudus.” Karena itu adalah sifat essensi paling dasar yang melekat pada Roh Kudus itu sendiri. Buah pertama dari Roh Kudus adalah kasih. Kasih, sukacita, damai sejahtera dan seterusnya. Orang yang dipenuhi Roh Kudus pasti dipenuhi dengan kasih. Jikalau ada yang mengatakan orang ini penuh dengan Roh Kudus, tetapi kamu melihat dia penuh dengan Roh Kudus, tetapi kamu melihat dia penuh dengan kebencian, janganlah kamu melihat dia penuh dengan kebencian, janganlah kamu percaya kepadanya, karena Buah Roh Kudus yang pertama adalah kasih.

Terakhir, kita perlu senantiasa mengingat anugerah-Nya. Kasih itu hilang karena orang lupa bagaimana dia telah menerima anugerah dari Allah. Yesus berkata kepada jemaat Effesus.”Janganlah kehilangan cinta yang semula.” Cinta yang mula-mula selalu bodoh, tetapi cinta yang mula-mula itu selalu murni. Masih ingat cinta pertama anda? Ketika anak saya pertama kali mengatakan.” Pa, saya senang kepada seseorang.” Saya cuman menjawab.”Jangan-jangan itu cinta monyet.” Sebab saat itu dia baru berusia 17 Tahun. Kebanyakan cinta pertama tidak jadi. Kebanyakan cinta pertama juga tidak terlalu bahagia. Cintanya sungguh-sungguh namun bodoh karena tidak berpengalaman. Walaupun demikian, waktu Tuhan mencintai kita, Dia tidak bodoh. Cinta Allah adalah cinta yang murni. Cinta yang diberikan Tuhan di dalam diri kita juga memiliki kemurnian. Pada saat cinta itu tiba pada kita, kita memang masih bodoh, tetapi kita mencintai  dengan cinta yang murni. Kita ingat juga bagaimana kita menerima berkat Allah yang sedemikian besar. Dengan itu kita memupuk  cinta kasih kepada orang lain. Kiranya Tuhan membersihkan cinta kita, baik kepada Tuhan Allah, kepada manusia dan kepada segala sesuatu, sebagai berkat-Nya dan pernyataan kasih-Nya. Amin

...

Diambil dan disalin kembali dari buku  Pdt. Dr. Stephen Tong , DLCE:  Pengudusan Emosi (Hal 384 s.d 397)


Sumber : http://www.nusahati.com/2014/01/kasih-yang-sempurna-bagian-iii/

Tidak ada komentar: