Sabtu, 30 November 2013

The Trouble Tree

I hired a carpenter to help me restore an old farmhouse, and after he had just finished a rough first day on the job…a flat tire made him lose an hour of work, his electric saw quit…and now his ancient pickup truck refused to start.

While I drove him home, he sat in stony silence. On arriving, he invited me in to meet his family. As we walked toward the front door, he paused briefly at a small tree, touching tips of the branches with his hands.
When opening the door, he underwent an amazing transformation. His tanned face was wreathed in smiles and he hugged his two small children and gave his wife a kiss.
Afterward he walked me to the car. We passed the tree and my curiosity got the better of me. I asked him about what I had seen him do earlier.
“Oh, that’s my trouble tree,” he replied.
“I know I can’t help having troubles on the job and in my life, but one thing’s for sure, troubles don’t belong in the house with my wife and the children. So I just hang them up on the tree every night when I come home. Then in the morning I pick them up again.”
“Funny thing is,” he smiled, “When I come out in the morning to pick ‘em up, there aren’t nearly as many as I remember hanging up the night before.”


- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/the-trouble-tree/#sthash.ss3dUCT0.dpuf

Cukupkah Berbuat Baik?


Kata Yesus kepadanya:”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14 : 6)

Ketika kita masih di Taman Kanak-kanak, guru biasanya berkata kepada kita. “Anak-anak, setiap kalian melakukan satu perbuatan baik, guru akan menghadiahkan kalian selembar sticker.” Setiap akhir minggu anak-anak akan menghitung dengan penuh semangat. “satu, dua, tiga,…” untuk melihat siapa yang mendapatkan sticker paling banyak. Sesampainya dirumah, ibu juga akan memberi permen dan kue-kue seraya memuji perbuatan kita. Lihat! Sejak masa kanak-kanak kita sudah dididik bahwa manusia harus berbuat baik.
Beranjak dewasa, kita sering mendengar orang mengatakan “Semua agama adalah baik, karena semuanya mengajarkan manusia berbuat baik,”. Kita juga biasa mendengar orang berkata “Perbuatan baik mendapat pahalanya. Perbuatan jahat mendapat balasannya.” Mencius, seorang bijak juga berkata “Manusia pada dasarnya memiliki sifat yang baik.”
Dengan demikian kita melihat bahwa bukan masalah apakah engkau adalah orang percaya atau tidak karena orang akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa hanya orang yang berbuat baik adalah orang baik.
Mengejar Kebaikan : Bagian Dari Sifat Dasar Manusia
Mengapa manusia ingin untuk mengejar kebaikan? Karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, sehingga kita dapat melihat kebaikan Allah pada semua orang. Akan tetapi mengejar kebaikan tidak sama dengan berbuat baik. Berusaha untuk mencapai kebaikan adalah sebuah mimpi yang tidak bisa membuat hidup kita suci.
Konfusius berkata. “Tambahkan beberapa tahun kepadaku, lima puluh tahun untuk belajar kebenaran, maka aku tidak akan melakukan kesalahan besar apapun.”
Kaum intelektual berkata. “Siapakah orang yang tidak pernah berbuat salah dalam hidupnya? Ketika orang mampu untuk memperbaiki kesalahannya, hal itu sendiri adalah suatu kebaikan.
Rasul Paulus mengatakan, “Keinginan berbuat baik ada padaku. Tetapi apa yang aku ingini aku tidak sanggup melakukannya.
Apa yang dilakukan menusia justru bukan kebaikan yang diinginkannya; malahan kejahatan yang tidak ingin ia perbuat, itulah  yang terus ia lakukan. Manusia sudah jatuh kedalam dosa, dan telah menjadi berfokus kepada diri, berzinah, membenci, iri hati, berbohong, dan lain-lain.
Manusia kerap mengartikan dosa berdasarkan berapa seriusnya akibat dari sebuah tindakan. Misalnya, membunuh disebut dosa; namun mendendam itu bukan dosa. Mencuri itu dosa; tetapi tamak itu bukan dosa dan sebagainya. Demikianlah standar manusia. Tetapi di mata Tuhan baik dosa besar atau dosa kecil, baik dosa berat atau dosa ringan, semuanya tetaplah dosa. Dosa adalah apa yang membuat manusia terpisah dari Allah, dan karenanya membawa manusia kepada kematian.
Ayub mengaku, “Dosaku lebih tinggi daripada kepalaku,” Raja Daud yang agung berkata. “Sejak di dalam rahim ibuku aku telah berdosa.” Paulus dengan jujur berkata,” Diantara orang berdosa, aku adalah yang paling berdosa.
Hanya Manusia sempurna yang tidak berdosa; yaitu Sang Firman yang menjadi daging, Anak Allah, Yesus Kristus, dapat berdiri di hadapan manusia dan berkata, “Siapa di antara kamu yang dapat menunjukan bahwa Aku sudah berdosa?” Tidak ada guru atau pendiri agama manapun yang bernai menantang orang lain seperti ini.
Alkitab berkata,”Semua manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Alkitab juga mengatakan, “Allah menghakimi setiap orang seturut perbuatannya, kebaikan atau kejahatan.”
Dapatkah manusia menggunakan perbuatan baik untuk mengurangi perbuatan jahat? Agama-agama di dunia lazimnya akan berkata. “Dapat.” Namun Kekristenan justru dengan jelas menunjukan bahwa tidak ada perbuatan baik apapun yang dapat membawamu kembali kepada Allah. Sebaik apapun seseorang ia tetap tidak layak untuk diselamatkan. Perbuatan baik itu penting tetapi perbuatan baik tidak dapat memberi hidup kekal kepada manusia. Jika manusia ingin diselamatkan, ia hanya dapat bersandar kepada rencana keselamatan Allah yang digenapi melalui Yesus Kristus.
Allah Mengutus Yesus Kristus
Firman yang menjadi manusia, datang ke dalam dunia untuk menderita, dan akhirnya disalibkan, menumpahkan darah-Nya untuk membayar hutang dosa dan menggenapi rencana keselamatan. Karena Allah demikian mengasihi dunia, Ia menyerahkan Yesus Kristus sebagai Anak Domba Kurban.
Apakah manusia perlu membayar untuk keselamatan yang demikian mahal? Tidak, karena keselamatan diberikan gratis kepada manusia berdasarkan anugerah-Nya. Dia hanya minta supaya manusia melakukan satu hal, yaitu menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat mereka secara pribadi dan percaya bahwa Yesus sudah menebus semua dosa kita.  Allah sudah menyiapkan jalan bagi kita. Apalagi yang masih engkau tunggu?

- See more at: http://www.nusahati.com/2013/10/cukupkah-berbuat-baik/#sthash.m3qrYfKs.dpuf

A Glass Of Milk


One day, a poor boy who was selling goods from door to door to pay his way through school, found he had only one thin dime left, and he was hungry.

He decided he would ask for a meal at the next house. However, he lost his nerve when a lovely young woman opened the door. Instead of a meal he asked for a drink of water.
She thought he looked hungry so brought him a large glass of milk He drankit slowly, and then asked, “How much do I owe you?” “You don’t owe me anything,” she replied “Mother has taught us never to accept payment for a kindness.”

He said… “Then I thank you from my heart.”
As Howard Kelly left that house, he not only felt; stronger physically, but his faith in God and man was strong also. He had been ready to give up and quit.

Years later that young woman became critically ill. The local doctors were baffled.They finally sent her to the big city, where they called in specialists to study her rare disease. Dr. Howard Kelly was called in for the consultation.
When he heard the name of the town she came from, a strange light filled his eyes. Immediately he rose and went down the hall of the hospital to her room. Dressed in his doctor’s gown he went in to see her.
He recognized her at once. He went back to the consultation room determined to do his best to save her life. From that day he gave special attention to the case.

After a long struggle, the battle was won. Dr. Kelly requested the business office to pass the final bill to him for approval.
He looked at it, then wrote something on the edge and the bill was sent to her room.She feared to open it,for she was sure it would take the rest of her life to pay for it all. Finally, she looked, and something caught herattention on the side as she read these words…… ” Paid in full with one glass of milk.” (Signed) Dr. Howard Kelly.

Tears of joy flooded her eyes as her happyheart prayed: “Thank You, GOD, that Your love has spread abroad through human hearts and hands.”

“It is the supreme art of the teacher to awaken joy in creative expression and knowledge.” – Albert Einstein

- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/a-glass-of-milk/#sthash.R1FQ29DS.dpuf

Iri Hati (Bagian II)

Cara Pandang Yesus
Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat yang saya kagum luar biasa, “Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan.” Yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian; semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan? Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua). Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang bisa disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita tidak mengerti, padahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan saja, asal semua yang diperooleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban etika yang baik.
Sikap Melawan Iri Hati
Kita harus memiliki beberapa sikap terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani menemukan  kelebihan orang lain. Temukanlah kebaikan orang lain, kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain, harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan pernah bisa maju. Ada seorang yang mendengar khotbah D. L. Moody, lalu mengatakan,”Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan gramatika dalam khotbahmu?” Bagaimana jawab Moody? Ia berkata,”Saya kira lebih dari 28 kali,” lalu ditambahkan satu kalimat,”namun saya sudah berusaha melakukan yang sabaik mungkin, bagaimana dengan mu?”
Ada jenis orang yang suka mencari kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu gereja dan mau mencari kelemahan gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di gereja yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan itu kepada saya,  maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak. Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja setengah mati dengan kekuatan minim, dengan uang yang minim, dan daya yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana dengan mu ? Jadi kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut, dikritik juga tidak usaha takut.
Kalau ada orang yang tahunya hanya mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa mengatakan, “zhui mao qiu ci “  artinya, ada orang yang mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati ; dan karena tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan cara meniup bulunya, barang kali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu. Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam hati saya dihadapan Tuhan, saya bertanya, “Tuhan, sinarilah hatiku, apakah dihatiku ada iri ?” Jawabannya adalah, setahu saya hampir tidak pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani. Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau iri hati, dan tidak merasa perlu iri hati.
Waktu saya masih muda sekali, saya memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.
Pada usia delapan tahun, saya sudah mencoba belajar membordir. Saya membordir dengan rapi. Ketika saya berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru mama terlalu sibuk, sehingga tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya saya memakai baju buatan sendiri. Itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya dan bertanya, “baju dari mana ini?” “Baju buatan saya sendiri.” Mama tidak melihatmu membuatnya?” “Karena mama sudah tidur saat itu.” “Ini kan pekerjaan perempuan?” Pekerjaan laki-laki saya  bisa semuanya, apa salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini mamasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri.  Yang orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat senantiasa mau belajar.  Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa belajar, belajar.
Iri Yang Positif
Ada orang berkata kepada saya, Enak ya, apapun kamu bisa.“ Mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah saya pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahu hanya iri,  kenapa dia bisa, saya tidak bisa?“ maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam pembelajaran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah penganiyaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.
Saya ingin bertanya, antara orang yang memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya? Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati mendapatkan uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal membayar saja?“ Kita sering kali beranggapan tentu lebih kaya yang membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah SD dan SMP tidak beres, sampai SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kuat dan kaya? Kalau dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat, dan mau bekerja setengan mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, hanya mau enak dan tidak mau hal yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.
Mesin yang paling baik, jika ada satu persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi baik. Orang yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota unggul dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer Toyota, tetapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu. Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24 persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes, tetapi mesinnya tidak rewel.
Dulu di Hongkong, mengherankan sekali semua taksi menggunakan Mercedes. Tapi kira-kira tiga puluh lima tahun yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai  yang dipakai dijalanan Hongkong yang berbukit dan bergunung itu membuat heran sopir mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi, berani bekerja, berani berkorban.
Kalau kamu iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekunan bekerjanya, dan irilah semangat banting tulangnya. Itulah iri suci, iri yang baik. Kalau saya mengatakan jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya mengatakan, iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin, iri kalau orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri mati-matian, iri bagaimana berbanting-banting tulang. Itu iri hati yang diperlukan.
Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud, akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan, karena mau mempertahankan  status quo. Itu semua tidak ada gunanya.
Bagian ini saya akhiri dengan sebuah cerita yang mungkin pernah kamu dengar, tetapi sangat diperlukan. Suatu kali kota Athena memberikan sebua meja marmer dari Italia Selatan yang bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai  “the honored citizen of Athens” (warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor dan penuh dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia berkata,“Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang begitu indah.“ Kemudian dia langsung melompat ke atas meja itu, dan dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, “supaya Plato tidak sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya menginjak-injak kesombongan Plato,“ Sesudah itu orang tersebut turun dari meja, Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang filsuf, Setelah diam, dia masuk kamar keluar dengan sebuah sapu, menyapu meja tersebut. Kata Plato,“Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku, tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.“
Dia menginjak kesombonganku, dan aku menyapu iri hatinya.“ Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak ,“Kamu sombong, kamu sombong,“ tetapi kamu sebenarnya tidak sombong, berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti, ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai satu juta. Uang lima puluh ribu, adalah uang lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu, warna sama tapi percuma nilainya berbeda. Manusia juga berbeda.
Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama, menemukan kepintarannya, kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat, belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua, menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga, bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu sehat. Keempat, memuji kepintarannya, kita boleh memberitahukan keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu. Kita bisa belajar dari semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal yang bisa kita pelajari dan perkembangan. Kalau kelima hal ini ada padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu yang hanya bisa terus menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi  mirip dengan setan. Saya rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk menjadi lebih baik daripada saya. Beritahukanlah semua kelemahan saya, dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya, pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata,  Teladanilah aku sebagaimana aku meneladani Tuhan.“ Saya betul-betul dengan jujur di hadapan Tuhan berkata,“Marilah kita belajar semakin lama semakin suci, dan semakin mencintai Tuhan. Amin.“
- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/iri-hati-bagian-ii/#sthash.mMOnMVDQ.dpuf
Cara Pandang Yesus
Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat yang saya kagum luar biasa, “Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan.” Yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian; semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan? Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua). Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang bisa disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita tidak mengerti, padahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan saja, asal semua yang diperooleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban etika yang baik.
Sikap Melawan Iri Hati
Kita harus memiliki beberapa sikap terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani menemukan  kelebihan orang lain. Temukanlah kebaikan orang lain, kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain, harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan pernah bisa maju. Ada seorang yang mendengar khotbah D. L. Moody, lalu mengatakan,”Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan gramatika dalam khotbahmu?” Bagaimana jawab Moody? Ia berkata,”Saya kira lebih dari 28 kali,” lalu ditambahkan satu kalimat,”namun saya sudah berusaha melakukan yang sabaik mungkin, bagaimana dengan mu?”
Ada jenis orang yang suka mencari kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu gereja dan mau mencari kelemahan gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di gereja yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan itu kepada saya,  maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak. Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja setengah mati dengan kekuatan minim, dengan uang yang minim, dan daya yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana dengan mu ? Jadi kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut, dikritik juga tidak usaha takut.
Kalau ada orang yang tahunya hanya mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa mengatakan, “zhui mao qiu ci “  artinya, ada orang yang mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati ; dan karena tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan cara meniup bulunya, barang kali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu. Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam hati saya dihadapan Tuhan, saya bertanya, “Tuhan, sinarilah hatiku, apakah dihatiku ada iri ?” Jawabannya adalah, setahu saya hampir tidak pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani. Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau iri hati, dan tidak merasa perlu iri hati.
Waktu saya masih muda sekali, saya memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.
Pada usia delapan tahun, saya sudah mencoba belajar membordir. Saya membordir dengan rapi. Ketika saya berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru mama terlalu sibuk, sehingga tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya saya memakai baju buatan sendiri. Itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya dan bertanya, “baju dari mana ini?” “Baju buatan saya sendiri.” Mama tidak melihatmu membuatnya?” “Karena mama sudah tidur saat itu.” “Ini kan pekerjaan perempuan?” Pekerjaan laki-laki saya  bisa semuanya, apa salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini mamasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri.  Yang orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat senantiasa mau belajar.  Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa belajar, belajar.
Iri Yang Positif
Ada orang berkata kepada saya, Enak ya, apapun kamu bisa.“ Mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah saya pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahu hanya iri,  kenapa dia bisa, saya tidak bisa?“ maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam pembelajaran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah penganiyaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.
Saya ingin bertanya, antara orang yang memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya? Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati mendapatkan uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal membayar saja?“ Kita sering kali beranggapan tentu lebih kaya yang membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah SD dan SMP tidak beres, sampai SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kuat dan kaya? Kalau dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat, dan mau bekerja setengan mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, hanya mau enak dan tidak mau hal yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.
Mesin yang paling baik, jika ada satu persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi baik. Orang yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota unggul dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer Toyota, tetapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu. Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24 persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes, tetapi mesinnya tidak rewel.
Dulu di Hongkong, mengherankan sekali semua taksi menggunakan Mercedes. Tapi kira-kira tiga puluh lima tahun yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai  yang dipakai dijalanan Hongkong yang berbukit dan bergunung itu membuat heran sopir mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi, berani bekerja, berani berkorban.
Kalau kamu iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekunan bekerjanya, dan irilah semangat banting tulangnya. Itulah iri suci, iri yang baik. Kalau saya mengatakan jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya mengatakan, iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin, iri kalau orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri mati-matian, iri bagaimana berbanting-banting tulang. Itu iri hati yang diperlukan.
Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud, akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan, karena mau mempertahankan  status quo. Itu semua tidak ada gunanya.
Bagian ini saya akhiri dengan sebuah cerita yang mungkin pernah kamu dengar, tetapi sangat diperlukan. Suatu kali kota Athena memberikan sebua meja marmer dari Italia Selatan yang bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai  “the honored citizen of Athens” (warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor dan penuh dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia berkata,“Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang begitu indah.“ Kemudian dia langsung melompat ke atas meja itu, dan dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, “supaya Plato tidak sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya menginjak-injak kesombongan Plato,“ Sesudah itu orang tersebut turun dari meja, Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang filsuf, Setelah diam, dia masuk kamar keluar dengan sebuah sapu, menyapu meja tersebut. Kata Plato,“Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku, tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.“
Dia menginjak kesombonganku, dan aku menyapu iri hatinya.“ Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak ,“Kamu sombong, kamu sombong,“ tetapi kamu sebenarnya tidak sombong, berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti, ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai satu juta. Uang lima puluh ribu, adalah uang lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu, warna sama tapi percuma nilainya berbeda. Manusia juga berbeda.
Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama, menemukan kepintarannya, kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat, belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua, menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga, bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu sehat. Keempat, memuji kepintarannya, kita boleh memberitahukan keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu. Kita bisa belajar dari semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal yang bisa kita pelajari dan perkembangan. Kalau kelima hal ini ada padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu yang hanya bisa terus menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi  mirip dengan setan. Saya rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk menjadi lebih baik daripada saya. Beritahukanlah semua kelemahan saya, dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya, pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata,  Teladanilah aku sebagaimana aku meneladani Tuhan.“ Saya betul-betul dengan jujur di hadapan Tuhan berkata,“Marilah kita belajar semakin lama semakin suci, dan semakin mencintai Tuhan. Amin.“
- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/iri-hati-bagian-ii/#sthash.mMOnMVDQ.dpuf
Cara Pandang Yesus
Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat yang saya kagum luar biasa, “Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan.” Yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian; semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan? Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua). Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang bisa disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita tidak mengerti, padahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan saja, asal semua yang diperooleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban etika yang baik.
Sikap Melawan Iri Hati
Kita harus memiliki beberapa sikap terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani menemukan  kelebihan orang lain. Temukanlah kebaikan orang lain, kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain, harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan pernah bisa maju. Ada seorang yang mendengar khotbah D. L. Moody, lalu mengatakan,”Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan gramatika dalam khotbahmu?” Bagaimana jawab Moody? Ia berkata,”Saya kira lebih dari 28 kali,” lalu ditambahkan satu kalimat,”namun saya sudah berusaha melakukan yang sabaik mungkin, bagaimana dengan mu?”
Ada jenis orang yang suka mencari kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu gereja dan mau mencari kelemahan gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di gereja yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan itu kepada saya,  maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak. Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja setengah mati dengan kekuatan minim, dengan uang yang minim, dan daya yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana dengan mu ? Jadi kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut, dikritik juga tidak usaha takut.
Kalau ada orang yang tahunya hanya mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa mengatakan, “zhui mao qiu ci “  artinya, ada orang yang mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati ; dan karena tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan cara meniup bulunya, barang kali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu. Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam hati saya dihadapan Tuhan, saya bertanya, “Tuhan, sinarilah hatiku, apakah dihatiku ada iri ?” Jawabannya adalah, setahu saya hampir tidak pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani. Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau iri hati, dan tidak merasa perlu iri hati.
Waktu saya masih muda sekali, saya memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.
Pada usia delapan tahun, saya sudah mencoba belajar membordir. Saya membordir dengan rapi. Ketika saya berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru mama terlalu sibuk, sehingga tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya saya memakai baju buatan sendiri. Itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya dan bertanya, “baju dari mana ini?” “Baju buatan saya sendiri.” Mama tidak melihatmu membuatnya?” “Karena mama sudah tidur saat itu.” “Ini kan pekerjaan perempuan?” Pekerjaan laki-laki saya  bisa semuanya, apa salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini mamasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri.  Yang orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat senantiasa mau belajar.  Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa belajar, belajar.
Iri Yang Positif
Ada orang berkata kepada saya, Enak ya, apapun kamu bisa.“ Mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah saya pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahu hanya iri,  kenapa dia bisa, saya tidak bisa?“ maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam pembelajaran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah penganiyaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.
Saya ingin bertanya, antara orang yang memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya? Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati mendapatkan uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal membayar saja?“ Kita sering kali beranggapan tentu lebih kaya yang membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah SD dan SMP tidak beres, sampai SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kuat dan kaya? Kalau dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat, dan mau bekerja setengan mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, hanya mau enak dan tidak mau hal yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.
Mesin yang paling baik, jika ada satu persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi baik. Orang yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota unggul dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer Toyota, tetapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu. Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24 persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes, tetapi mesinnya tidak rewel.
Dulu di Hongkong, mengherankan sekali semua taksi menggunakan Mercedes. Tapi kira-kira tiga puluh lima tahun yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai  yang dipakai dijalanan Hongkong yang berbukit dan bergunung itu membuat heran sopir mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi, berani bekerja, berani berkorban.
Kalau kamu iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekunan bekerjanya, dan irilah semangat banting tulangnya. Itulah iri suci, iri yang baik. Kalau saya mengatakan jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya mengatakan, iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin, iri kalau orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri mati-matian, iri bagaimana berbanting-banting tulang. Itu iri hati yang diperlukan.
Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud, akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan, karena mau mempertahankan  status quo. Itu semua tidak ada gunanya.
Bagian ini saya akhiri dengan sebuah cerita yang mungkin pernah kamu dengar, tetapi sangat diperlukan. Suatu kali kota Athena memberikan sebua meja marmer dari Italia Selatan yang bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai  “the honored citizen of Athens” (warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor dan penuh dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia berkata,“Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang begitu indah.“ Kemudian dia langsung melompat ke atas meja itu, dan dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, “supaya Plato tidak sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya menginjak-injak kesombongan Plato,“ Sesudah itu orang tersebut turun dari meja, Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang filsuf, Setelah diam, dia masuk kamar keluar dengan sebuah sapu, menyapu meja tersebut. Kata Plato,“Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku, tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.“
Dia menginjak kesombonganku, dan aku menyapu iri hatinya.“ Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak ,“Kamu sombong, kamu sombong,“ tetapi kamu sebenarnya tidak sombong, berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti, ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai satu juta. Uang lima puluh ribu, adalah uang lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu, warna sama tapi percuma nilainya berbeda. Manusia juga berbeda.
Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama, menemukan kepintarannya, kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat, belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua, menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga, bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu sehat. Keempat, memuji kepintarannya, kita boleh memberitahukan keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu. Kita bisa belajar dari semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal yang bisa kita pelajari dan perkembangan. Kalau kelima hal ini ada padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu yang hanya bisa terus menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi  mirip dengan setan. Saya rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk menjadi lebih baik daripada saya. Beritahukanlah semua kelemahan saya, dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya, pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata,  Teladanilah aku sebagaimana aku meneladani Tuhan.“ Saya betul-betul dengan jujur di hadapan Tuhan berkata,“Marilah kita belajar semakin lama semakin suci, dan semakin mencintai Tuhan. Amin.“
- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/iri-hati-bagian-ii/#sthash.mMOnMVDQ.dpuf

Wang Qianjin Sang Novelis


Meski keadaannya telah membatasi ruang gerak bagi dirinya, namun Wang Qianjin tetap optimis jika banyak jalan menuju Roma. Impiannya untuk menjadi seorang penulis novel, dibuktikannya dengan kondisi yang tak memungkinkan sekalipun. Gadis 18 tahun asal Zhenjiang, Provinsi Jiangsu, China bagian timur itu telah menderita lumpuh otak yang mengakibatkan kelumpuhan termasuk tangannya. Meski begitu, Wang tetap bisa menulis kisahnya huruf demi huruf ke layar komputer. Untuk menyelesaikan novelnya, Wang hanya mengandalkan bibirnya. Karena penyakit tersebut, Wang kesulitan untuk menggerakkan tangannya, bahkan ia juga kesulitan dalam berkomunikasi. 


Untuk berhubungan dengan dunia luar, Wang hanya mengandalkan sebuah komputer di rumahnya. Meski tak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah, ia sangat fasih berkomunikasi dalam bahasa China, walau lewat ketikan di layar komputer. Ia juga memahami bahasa Jepang dan Korea. “Saya banyak menonton drama yang ada tulisan terjemahannya di layar. Saya mempelajari itu sekaligus pengucapannya. Saya selalu ingat semua setelah menontonnya sekali,” katanya seperti dikutip dari laman orange.co.uk. 
Hanya bisa berkomunikasi melalui komputer, Wang sangat menikmati dunia maya. Ia menulis banyak kisah dengan nama samaran ‘The Exiles Fairy’. Karya terbarunya, kisah cinta sepanjang 200 ribu karakter yang menggambarkan perjalanan seorang gadis dari keluarga kaya yang jatuh cinta dengan seorang gangster.
Ia mengunggah kisahnya bab demi bab. Mendatangkan lebih 340 ribu pengakses. “Banyak pembaca meninggalkan pesan untuk saya, meminta saya untuk meng-update lebih cepat, tapi saya hanya bisa menulis secepat saya bisa,” katanya. Kini, ia berjuang keras menyelesaikan novelnya sesuai kontrak dengan seorang penerbit online yang menggandengnya. “Saya menulis mulai jam 9 pagi hingga 1 malam. Selain makan dan tidur, saya menghabiskan seluruh waktu saya di depan komputer.”
Ayahnya, Wang Yunqi, baru menyadari bakat dan kehebatan putrinya setelah seorang penerbit online menawarkan kontrak kerja sama untuk sebuah novel. “Dia hanya tinggal di rumah dan tidak pernah sekolah. Sulit untuk percaya bahwa dia dapat menulis, bahkan menulis novel,” kata sang ayah. Celebral palsy merupakan penyakit yang ditandai dengan terganggunya fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan berpikir.
Penyebabnya belum dapat dipastikan. Namun, banyak yang beranggapan terjadi akibat kelahiran prematur sehingga bagian otak belum berkembang sempurna, bayi lahir tidak langsung menangis sehingga otak kekurangan oksigen, atau adanya cacat tulang belakang dan pendarahan di otak. Terlepas tingkat keparahan penyakit itu, sosok Wang telah menginspirasi banyak orang untuk tak menyerah dengan keadaan.

- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/wang-qianjin-sang-novelis/#sthash.hsXHQtpB.dpuf

Iri Hati (Bagian I)


Firman ini menceritakan sebuah peristiwa penting yang melukiskan betapa beragamnya hati manusia, yaitu : antara hati Saul dan hati Daud. Saul adalah seorang raja yang diangkat secara demokratis yang pertama dalam sejarah. Bukan Tuhan yang mengangkat, tetapi manusia yang mengangkat. Alkitab mencatat, ini merupakan satu-satunya permintaan manusia dengan suara rakyat meminta Tuhan mengikuti permintaan manusia, dan dikabulkan oleh Tuhan. Berbeda sekali dengan Tiananmen, ketika orang-orang Republik Cina meminta demokrasi atau lebih baik mati. Deng Xiao Ping mengatakan,”Saya tidak akan memberikan demokrasi, dan akan memberikan pilihan kedua yang kalian minta, yaitu mati.”

Firman : 1 Samuel 18:6-9

(1 Samuel 18 :6 – 9)
(1 Samuel 18 :6 – 9)
(1 Samuel 18 :6 – 9)
(1 Samuel 18 :6 – 9)

Ketidaktaatan Manusia
Ketika orang Israel meminta Tuhan mendengarkan mereka, mereka menginginkan seorang raja. Maka Samuel dengan sedih datang kepada Tuhan, “Apakah permintaan mereka dikabulkan? Tuhan, bukankah Engkau Raja Israel?” Sekarang rakyat dengan suara dewan perwakilan rakyat seluruhnya meminta Tuhan mendengar mereka, bukan mereka mendengar Tuhan. Mereka meminta raja, ini suara demokrasi. Tuhan bilang,”Dengarkan saja.” Di sini kita melihat bahwa Tuhan tidak pernah membunuh kebebasan. Tuhan tidak pernah mengikat kebebasan manusia. Tuhan memberikan kebebasan yang berakibat mematikan kebebasan.  Ada keliaran kebebasan berdasarkan ambisi kebebasan yang tidak mau taat kepada Tuhan. Disitulah pertama kali demokrasi membunuh demokrasi. Ini ironi yang kita pelajari dalam Alkitab untuk menjadi cermin setiap zaman,
Demokrasi tidak dibunuh oleh theokrasi. Demokrasi juga tidak dibunuh oleh monarki. Demokrasi dibunuh oleh demokrasi itu sendiri. Maka berdirilah sebuah kerajaan yang tidak menjadikan Tuhan sebagai pemimpin yang paling penting dan utama. Rakyat berkeinginan memimpin sendiri dengan memilih seorang raja berdasarkan ukuran atau standar manusia. Apa syaratnya? Bertubuh tinggi dari yang lain, mempunyai tubuh yang kekar, mempunyai postur fisik yang melebihi orang lain. Saul menjadi raja karena kehendak rakyat, karena kebolehan fisik, dan karena anugerah Tuhan. Tapi dia tidak mengembalikan kemuliaan Tuhan.
Alkitab mengatakan, Tuhan yang begitu bijaksana menyatakan kebodohan manusia. Manusia memilih pemimpin yang bertubuh besar. Tuhan mengirim Goliat yang lebih besar lagi dari pemimpin yang mereka pilih  agar mereka jera. Manusia selalu berfikir dirinya pintar. Barang siapa berpikir dirinya pintar, dia sedang bersandiwara, dia akan dikucilkan oleh Tuhan. Kalau kita menganggap diri pintar, mengira dapat mengelabui orang, dan selalu menyimpan motivasi yang tidak jujur dibalik setiap tindakan kita, apakah Tuhan tidak tahu? Orang yang menganggap diri pintar  adalah orang yang menganggap semua orang lain bodoh dan bisa ditipu olehnya, tapi akhirnya semua dipermainkan Tuhan karena dia mempermainkan diri terlebih dahulu. Ketika orang Israel memilih raja yang bertubuh besar. Tuhan mengirim Goliat agar raja Israel yang bertubuh besar itu ketakutan tidak berani keluar. Berbulan-bulan orang Israel mendegar hujatan orang kafir yang mempermalukan Allah mereka. “Jika Yehovah Allahmu, jikalau Dia Tuhanmu, kirimlah seorang yang berani berperang dengan saya.” Kata-kata itu tidak dapat dijawab.
Bukankah pada hari-hari ini kita mendengar suara Amerika, suara Irak, suara-suara saling mengadu kuasa? (Konteks kalimat ini adalah perang Irak 2003, di mana Amerika dan sekutunya menyerang Irak dan berusaha untuk menangkap Sadam Hussein, yang diperkirakan menyembunyikan senjata-senjata pemusnah massal, yang akhirnya tidak terbukti). Itulah suatu kerutinan yang terus terjadi dalam sejarah. Manusia mau menyatakan bahwa diri mereka lebih hebat daripada yang lain. Tapi setelah mendengar suara yang lebih hebat dari yang”paling hebat.” maka yang”paling hebat” itu menjadi kerdil, menyembunyikan diri dengan tidak bersuara. Sekalipun saat itu nama Tuhan diejek dan dihujat. Tuhan berkata,”Aku mengirim Goliat dari barisan musuh yang begitu besar untuk menakuti kamu, dan Aku mengirim Daud yang lebih kecil dari siapa pun untuk melawan yang paling besar, untuk membuktikan bahwa bersandar pada Tuhan adalah lebih penting daripada bersandar pada manusia.”
Pikiran Tuhan VS Pikiran Manusia
Daud adalah seorang anak bungsu. Daud seorang yang kurang dipandang. Bahkan ayahnya sendiri melupakannya. Waktu Samuel bertanya, “Inikah anakmu semuanya?” Ayahnya menjawab, “Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang mengembalakan kambing domba.” Ketika Daud dibawa kepada Samuel, Tuhan berkata, “ Inilah dia yang berkenan kepada-Ku, yang menjadi raja Israel.” Pimpinan Tuhan mengherankan sekali. Tuhan kadang membangkitkan anak kecil yang kamu hina untuk menjadi pemimpin yang paling penting. Saya sungguh-sungguh mau mempelajari semua prinsip Alkitab. Ketika mempelajari, saya merasa gentar, karena  cara kerja Tuhan sangat berbeda dengan cara kerja kita.
Kemudian Daud diberi pakaian perang Saul  untuk berperang. Raja pada zaman dahulu harus maju berperang. Raja zaman sekarang hanya berada di istana, lalu memerintahkan serdadu berperang sampai mati, sementara raja bersembunyi di belakang. Pada zaman dahulu, orang yang berani dibarisan depan, yang berani maju berperang, dialah yang boleh menjadi raja. Gerakan Reformed Injili harus kembali kepada Alkitab. Orang-orang yang berani berjuang dari nol baru boleh menjadi pemimpin. Mereka yang hanya mau menerima yang enak saja, silahkan pergi. Bekerja dari tidak ada menjadi ada, menginjili orang dari bukan Kristen sampai menjadi Kristen, baru boleh menjadi pemimpin. Ini prinsip Alkitab. Kalau semua prinsip Alkitab ini tidak dijalankan,  gereja ini boleh tidak ada di dalam dunia. Setiap khotbah yang tidak saya jalankan, lebih baik tidak saya khotbahkan. Saul mempunyai baju besi yang begitu kuat, sangat defensif, sangat menolong agar tidak celaka oleh panah musuh. Tetapi Daud mengatakan bahwa baju itu  terlalu berat dan membuatnya tidak bisa bergerak. Cara Tuhan adalah menanggalkan hal-hal yang terlalu memberatkan secara duniawi. Gereja-gereja yang terlalu mementingkan organisasi, keuangan, orang kaya, tidak akan disertai oleh Tuhan. Tetapi gereja yang bersandar pada Tuhan, walaupun tidak memiliki baju baja, akan disertai Tuhan, seperti Tuhan menyertai Daud. Banyak orang kaya telah menggunakan begitu banyak uang menjalankan begitu banyak usaha, dan memiliki serta mengerjakan banyak talenta untuk memperkaya diri sendiri, tetapi berapa banyak yang mereka pakai untuk melebarkan kerajaan Tuhan? Berapa banyak waktu uang, talenta, anugerah Tuhan yang kamu pakai untuk memperkembangkan usahamu, dan berapa banyak waktu yang kamu pakai untuk berdoa mengembangkan kerajaan Tuhan?
Saul berbaju baja, Saul berorganisasi, Saul memiliki tentara. Tapi Tuhan bertanya, di manakah kamu? Bersembunyi dan tidak berani keluar. Di luar ada suara setan, suara Goliat yang berkata, “Yehovah, jika Engkau Allah, di mana umat-Mu? Keluarlah dan berperang melawan saya!” Tuhan tidak memakai jenderal, tidak memakai organisasi, tidak memakai tentara, tetapi memakai Daud yang berkata, “Tuhan, aku mau dipakai oleh-Mu.” Kalau besok ada seorang Daud yang usianya masih muda menjadi pemimpinmu, apakah kamu bisa menerima? Saul berkata, “Tidak! Kalau saya yang menjadi raja, maka seharusnya terus saya yang menjadi raja. Saya dipilih oleh MPR, oleh rakyat, tidak ada orang yang  boleh mengganggu status quo saya.”  Ini semua terus  terjadi dalam sejarah. Tapi manusia sengaja membutakan diri, sengaja melawan Tuhan, sengaja bermain dengan Pencipta langit dan bumi.
Di manakah Saul? Di atas taktha, takhta apa? Takhta yang goncang. Karena hanya menghadapi suara kafir yang berteriak-teriak, dia sudah tidak bisa melawan. Dimanakah kuasa rakyat?  Kalau rakyat melihat raja tidak berjuang, mereka juga tidak berjuang. Mereka hanya menunggu sampai ada seseorang yang dapat melawan Goliat, agar mereka mendapatkan  kemerdekaan yang kokoh. Tapi Saul tidak keluar. Akhirnya Daud berkata, “Aku yang keluar. Aku yang pergi,” Daud memang masih muda, kurang berpengalaman, tidak mempunyai gelar, tidak mempunyai prestasi akademis, tetapi mempunyai Tuhan. Sejak sejarah gereja dimulai sampai sekarang, silahkan Anda melihat dan mempelajari, apakah orang-orang yang memajukan gereja  adalah orang akademisi, atau  orang kaya, atau orang yang mempunyai kekuatan organisasi, atau justru adalah orang-orang yang sepenuhnya bersandar pada Tuhan? Anak-anak yang sekolah  theologi, silahkan sekolah lebih banyak, silahkan studi sebanyak mungkin, tetapi kalian perlu belajar untuk bersandar pada Tuhan lebih dari semua itu. Saya bukan anti akademis, saya pribadi memiliki lebih dari 10.000 buku, tetapi saya senantiasa bergumul untuk setiap khotbah, dan tidak mencuplik dari lembaran buku-buku karya orang lain.
Kemenangan Cara Tuhan
Kita harus mengerti, hanya Tuhan yang memberkati sejarah, memberkati gereja, memberkati pekerjaan-Nya sendiri, tidak ada unsur lain. Daud maju berperang dengan mengambil lima batu kecil dari sungai Yordan. Menurut Wang Ming Dao, karena batu itu bundar, maka sebenarnya tidak mudah untuk batu demikian menusuk masuk ke dalam tubuh orang lain. Bukankah seharusnya yang lancip lebih baik? Tapi justru Tuhan menyuruh Daud mengambil batu yang licin. Batu menjadi licin karena terasah oleh alam dan air di tepi sungai selama ribuan tahun. Sampai kehebatannya sendiri sudah dihancurkan, menjadi licin, menjadi tidak lagi mempunyai “tanduk-tanduk.” Mengapa banyak hamba Tuhan yang tidak bisa dipakai Tuhan? Karena terlalu banyak “tanduk-tanduk,” terlalu hebat, terlalu pintar, dan terlalu sadar dirinya pintar. Tuhan memakai orang yang mau dilatih, mau diasah, mau dilicinkan sampai tidak ada lagi tanduk untuk menjadi alat di tangan Tuhan sendiri.
Begitu Daud melempar batu itu, segera Goliat jatuh. Ini adalah hal yang mengubah sejarah, yang mengubah hukum alam, yang mengubah hukum militer, yang mengubah situasi politik. Yang selama ini menangis menjadi tertawa, yang tertawa menjadi menangis.  Karena Tuhan mengubah iklim. Tuhan bisa memakai hanya 300 orang anak buah Gideon sementara dua puluh dua ribu orang lainnya disuruh pulang. Tuhan bisa memakai satu Daud untuk menghancurkan Goliat dan mengubah Israel dari kalah menjadi menang. Apa gunanya demokrasi? Apa gunanya Saul? Apa gunanya tentara? Apa gunanya baju baja yang begitu besar? Ketika Tuhan  mau mengerjakan sesuatu, jangan kita berasumsi cara kita lebih baik daripada cara Tuhan.
Daud tidak berhenti sampai disana. Daud yang kecil memenggal kepala Goliat dengan pedang Goliat. Memakai senjata musuh untuk membunuh musuh. Ini  yang dikatakan sebagai senjata makan tuan. Pedang Goliat yang semula mau menghancurkan Daud akhirnya menjadi pedang yang memenggal kepala Goliat sendiri. Kepala Goliat yang penuh dengan darah dibawa Daud pulang  dan semua orang Israel berseru, “Saul membunuh beribu-ribu…” Saul mendengar , dan dia senang karena berfikir rakyat masih taat kepadanya. Tetapi Tuhan tahu siapa pemenang sebenarnya, bukan organisasinya, bukan rajanya, tetapi ada unsur X yang tidak diketahui dunia, yaitu seorang muda yang taat kepada pimpinan Roh Kudus dan yang bersandar pada Tuhan. Setiap gerakan akan timbul dari orang-orang yang  betul-betul bersandar pada Tuhan, dan dari situ akan ada kelanjutan dan kelestarian kemenangan yang diijinkan Tuhan.
Iri Hati Saul
“Saul membunuh beribu-ribu, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Pada saat ini X-Ray  Tuhan memunculkan hasil, jiwa seorang pemimpin. Saul memikirkan satu hal, “ beribu-ribu untuk saya, berlaksa-laksa untuk Daud. Kalau demikian, apalagi yang tersisa dari takhtaku? Tunggu dia yang naik, matilah saya.” Mulai hari itu, Saul dengki, takut, marah, benci, dan berencana membunuh Daud. Semua ini tercatat dalam Alkitab . Iri hati itu begitu jahat. Iri hati bukan anak tunggal, iri hati adalah nenek moyang yang melahirkan cucut buyut yang tidak habis-habis. Orang yang iri pasti akan mendengki, mulai marah, membenci, membunuh, dan tidak berhenti pada iri saja. Orang yang iri tidak mungkin tidak akan mendengki. Sesudah mendengki, pasti menganggap yang dengki itu musuh, meskipun sudah banyak ditolong. Sesudah menjadikan orang itu musuh, dia mulai marah kepada orang itu. Ketika kamu mengamati segala gerak-geriknya, kamu mulai takut, benci, dan berusaha membunuhnya.
Pemimpin yang berjiwa demikian, apakah bisa disebut seorang pemimpin? Bukankah seluruh Israel sekarang boleh hidup terus hanya seorang Daud yang membunuh Goliat? Seharusnya Daud ditinggikan dan dimuliakan, tetapi Daud hanya diangkat sebagai perdana menteri. Kalau Daud diangkat menjadi Jenderal dari semua Jenderal, maka semua jenderal pun akan membenci Daud. Seorang muda yang mempunyai talenta khusus bersandar pada Tuhan akan menjadi sasaran penindasan oleh mereka yang lebih senior. Kalau kita benar-benar mau diberkati oleh Tuhan, kita harus belajar melihat pimpinan Tuhan, belajar memuliakan Tuhan yang patut dimuliakan, dan taat kepada apa yang diatur oleh Tuhan.
Ada empat hal yang ditulis dalam Roma 13. Yang sering dikhotbahkan dari Roma 13 adalah taat pada penguasa. Pemerintah-pemerintah dunia paling senang kalau gereja mengkhotbahkan ini. Tapi saat saya mengkhotbahkan ayat ini, versi saya berbeda. Ada empat butir penting, yaitu :
  1. Yang kepadanya harus diserahkan pajak.
  2. Yang harus ditakuti,takutilah
  3. Yang harus dihormati, hormatilah dan
  4. Yang harus dikasihi, kasihilah
Di sana ada kewajiban, ada obligasi, ada tanggung jawab. Kalau seseorang harus dihormati, hendaklah kita menghormati dia, jangan kita tidak menghormatinya. Kalau seseorang harus ditakuti, takutilah dia, jangan dimusuhi. Kita harus takut kepada orang yang patut ditakuti. Kita harus menghormati orang yang patut dihormati. Kita harus memuji orang yang patut dipuji. Ketika kamu memuji seseorang, dan ada orang yang benci pada orang yang dipuji, maka di situ ada iri hati. Kalau memang patut dipuji, pujilah. Itu namanya kebesaran hati.
Ada orang yang dari mulutnya hanya muncul kritik, tidak pernah pujian, karena di dalam hatinya tidak ada tempat untuk menerima, melihat, mendengar, menampung kelebihan orang lain. Kalau ada orang lebih baik dari saya, bagaimana saya harus bersikap? Saya harus mengakuinya. Kalau ada orang lebih cantik, lebih tampan, lebih cakap dari kita, kita harus mengakuinya, lalu kita bersukacita , dan bersyukur. Jangan kita membenci dan mengharapkan dia cepat mati. Kebesaran hati dan hati yang lapang adalah sumber kebahagiaan. Milikilah hati yang besar, hati yang bisa menerima kelebihan orang lain, hati yang bisa menikmati kelebihan orang lain, hati yang mengakui kelebihan orang lain, hati yang berani memuji orang lain.
Bukan berarti kalau kita memuji orang lain, kita tidak boleh mengkritiknya. Bukan berarti kalau kita memuji orang lain. Kita tidak bisa menikmati kelebihan orang lain. Semua ada waktunya dan harus pada  tempatnya. Yang patut dipuji, pujilah. Yang patut ditakuti, takutilah. Yang patut dihormati, hormatilah. Yang patut dikritik, kritiklah. Tetapi barang siapa mengkritik orang lain, sebelum melakukannya, harus mengisi dan mendoakan orang yang dikritik tersebut. Janganlah kamu tidak pernah menangisi dia, tidak pernah benar-benar terbeban untuk memperbaiki dia, tetapi hanya mengkritik dan mengkritik saja. Ini suatu sikap yang sepatutnya ditunjukan oleh setiap orang karena menerima pengaturan Tuhan yang memang tidak memberikan talenta kepada setiap orang secara merata. Tidak ada anugerah yang merata. Anugerah yang merata adalah ide komunisme yang tidak pernah terjadi.
Tuhan  memberikan talenta kepada setiap orang secara unik dan berbeda-beda, ada yang dua ribu, ada yang lima ribu, ada yang sepuluh ribu. Setiap orang tidak diberi secara sama rata. Ada orang yang lebih kaya, ada orang yang lebih miskin, itu lumrah. Ada orang yang lebih bodoh, itu wajar. Ada orang yang lebih sehat, ada orang yang lebih sakit, itu tidak apa. Apakah saya yang batuk iri kepada kamu yang tidak batuk? Apakah saya harus mendoakan agar kamu juga batuk, baru saya menerima bahwa Tuhan itu adil? Itu tidak benar. Kalau saya batuk, itu adalah bagian saya. Saya akan mencari obat untuk menyembuhkan, tetapi kalau tidak ada dan harus mati, ya tidak apa-apa juga, karena memang manusia harus mati. Tetapi sebelum mati marilah kita membandingkan, saya yang batuk-batuk sambil terus berkhotbah, sedangkan yang tidak batuk malah ketiduran, manakah yang lebih baik? Kalau mau membandingkan, kita harus membandingkan dengan cara demikian.
Ditiongkak ada seorang bernama Lu Xun, yang saat ini dijunjung tinggi oleh Komunis. Padahal kalau dia masih hidup, dia pasti mengkritik Komunisme habis-habisan. Dia salah seorang pujangga terbesar pada abad kedua puluh. Dia salah seorang pujangga terbesar pada abad kedua puluh. Di dalam sebuah ceritanya, dia menceritakan seorang yang bernama Ah Qi, yang selalu iri hati dalam hal apa pun. Dia selalu menginginkan apa yang dimiliki orang lain. Kalau dia tidak bisa memilikinya, dia akan marah besar. Satu kali dia duduk disebelah seorang pengemis yang kotor sekali, lalu dia iri hati karena dia kurang kotor. Pengemis itu mendadak mengeluarkan seekor kutu busuk yang besar, memencet kutu itu sampai darahnya keluar. Ah Qi tidak mau kalah, mencari-cari sampai menemukan seekor kutu busuk yang lebih besar lagi, dan juga memencet kutu itu sampai keluar darah yang lebih banyak lagi. Orang yang iri hati bisa menjadi gila seperti ini, sampai-sampai dalam masalah kutu busukpun tidak mau kalah dengan orang lain, karena dia memiliki jiwa seekor kutu busuk.
Alkitab mengatakan, Saul setelah mendengar kalimat itu, menjadi takut, marah, dan ingin membunuh. Ketiga hal tersebut menjadi “anak-anak” keturunan dari emosi iri hati. Sekarang Daud menjadi orang yang berposisi dalam kesulitan; dia tidak salah, dia cinta Tuhan, dia diberkati oleh Tuhan, dia mengalahkan Goliat, itu  tidak salah kalau diiri. Susah bukan?Jangan. Saudara-saudara, lebih baik diiri daripada mengiri. Diiri tidak perlu susah. Kalau diri merasa susah, itu bodoh. Ketika kita diiri, kita seharusnya bersyukur kepada Tuhan karena ternyata posisi kita superior sampai diiri oleh orang lain. Tapi jangan membenci orang yang mengiri kepada kita, sebaliknya harus kasihan padanya, “Tuhan, ampuni dia karena dia tidak memiliki sesuatu yang saya miliki yang diiri olehnya. Berarti anugerah Tuhan besar bagi saya, biar anugerah Tuhan juga besar baginya agar dia tidak perlu iri lagi kepada saya.”
Orang yang suka iri mudah sakit. Mengapa? Karena Amsal 14:30 mengatakan, iri hati membusukkan tulang. Dalam terjemahan lain, iri hati adalah kerusakan dari tulang seseorang. Kanker kulit tidak sulit diketahui, karena langsung terlihat. Saya mengenal seseorang yang terkena kanker tulang. Dia tidak mengetahui kondisi tulangnya yang rusak dan keropos, satu hari dia mengangkat barang yang berat, lalu tulangnya langsung patah di dalam. Mengapa? Karena tulangnya tidak memiliki kekuatan untuk menahan berat apapun. Orang yang iri hati bagaikan tulangnya kena kanker. Tulangnya dibusukan oleh iri hati.
Penyebab Iri Hati        
Hal-hal apa yang menjadikan kita mudah iri hati? Pertama, talenta yang kita miliki tidak sebanding dengan talenta yang dimiliki oleh orang lain. Apakah kamu menjadi iri hati ketika menyadari bahwa kamu tidak memiliki talenta sebanyak talenta orang lain. Apakah kamu menjadi iri hati ketika menyadari bahwa kamu tidak memiliki talenta sebanyak talenta orang lain? Saya sudah bekerja setengah mati tetap tidak bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Sementara dia bekerja sedikit saja sudah jadi. Kehebatan orang lain itu menjadi  penyebab manusia iri. Kedua, keindahan penampilan orang lain selalu menjadikan iri hati. Ketika kamu melihat diri sendiri begitu bagus, lalu mendadak datang orang lain yang lebih bagus, maka sekarang kamu kelihatan tidak secantik itu lagi, maka kamu menjadi iri dan membenci dia. Ketiga, keuangan kita tidak semapan atau sekaya yang dimiliki orang lain. Kalau kamu melihat orang kaya, dia membeli apa pun mudah, kamu membeli apapun sulit. Kamu mempunyai keuangan yang tidak cukup bahkan untuk hal-hal yang sederhana, sementara dia mempunyai kelebihan keuangan yang bahkan bisa dipakai untuk berbuat dosa atau untuk merusak orang lain, maka kamu iri dengan keuangannya dan mulai bersungut-sungut kepada Tuhan Allah.
Kitab Mazmur dan Amsal berkali-kali memperingatkan manusia untuk tidak iri kepada kekayaan orang lain. Meskipun orang lain lebih kaya daripada kita, jangan kita iri atau cemburu kepadanya. Mungkin mereka berada di jalan yang lancar, tetapi merupakan jalan yang licin dan mudah jatuh. Pemazmur dengan jelas mengatakan , “Aku melihat mereka begitu cepat bertumbuh, begitu cepat lancar, mereka cepat sekali menjadi kaya. Tetapi setelah aku masuk ke dalam Bait Allah, aku baru sadar, Tuhan membiarkan mereka berjalan di dalam jalan licin kebawah.
Waktu Henry Kissinger datang ke Tiongkok yang saat itu masih miskin, dia sengaja memakai kalimat bertanya kepada Chou En Lai, “Mengapa orang Cina kalau berjalan semua membungkuk? Kita orang Amerika semua berjalan dengan tegak dan gagah.” Chou En Lai dengan pintar menjawab, “ Sebab orang Cina sedang mendaki gunung, sedangkan orang Amerika sedang menuruni gunung,” Kissinger memang pandai tetapi dia menghadapi Chou En Lai yang lebih pandai lagi.
Pada saat kamu susah, janganlah iri hati. Orang yang susah mungkin sedang mendaki gunung. Orang lancar, mungkin itu terakhir kalinya lancar. Banyak orang kaya dalam dua generasi kemudian menjadi orang miskin. Jangan sombong, tetapi juga jangan iri. Orang yang cepat kaya, apakah kekayaan itu diperoleh dari kelakuan yang bersih dan etika yang bersih? Kamu tidak tahu. Hanya Tuhan yang tahu. Kalau kekayaan diperoleh dari kecurangan, penipuan, kejahatan, dan ketidakjujuran, maka kekayaan itu tidak bisa tahan lama. Bisa dipegang di dalam tangan orang demikian juga tidak lebih dari tiga generasi. Peribahasa Tionghoa mengatakan, “Fu qui bu quo san dai” (Kekayaan tidak lewat dari tiga generasi). Kalau kekayaan diperoleh secara tidak jujur atau tidak beres; di dalam dua generasi sudah hancur.
Kamu tidak perlu iri dengan orang kaya, karena di sana Tuhan memberikan ujian kepada dia, apakah dia benar-benar layak memiliki kekayaan. Kalau tidak, akan diambil kembali. Uang hanya pinjaman saja, dipinjamkan oleh Tuhan. Kalau kamu miskin, tapi kamu jujur, kamu tidak perlu takut; mungkin Tuhan sedang menumpuk kekayaan yang sementara tidak diberikan kepadamu, tetapi untuk anak cucumu yang harus kamu didik baik-baik. Ini semua ajaran penting di dalam Alkitab. Melihat orang kaya jangan iri, melihat orang cantik jangan iri, melihat orang pintar jangan iri, melihat orang berkuasa jangan iri. Tetapi justru karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa, hal-hal ini selalu membuat  kita iri dan menjadi sumber dan penyebab peperangan dunia. Mulai dari merebut kekayaan, kecantikan, kepintaran dan kekuasaan, inilah hal-hal yang mengakibatkan kita iri dan mau merebut kemuliaan.

- See more at: http://www.nusahati.com/2013/11/iri-hati-bagian-i/

Minggu, 29 September 2013

All the Difference in The World

Every Sunday morning I take a light jog around a park near my home.  There’s a lake located in one corner of the park.  Each time I jog by this lake, I see the same elderly woman sitting at the water’s edge with a small metal cage sitting beside her.

This past Sunday my curiosity got the best of me, so I stopped jogging and walked over to her.  As I got closer, I realized that the metal cage was in fact a small trap.  There were three turtles, unharmed, slowly walking around the base of the trap.  She had a fourth turtle in her lap that she was carefully scrubbing with a spongy brush.

“Hello,” I said.  “I see you here every Sunday morning.  If you don’t mind my nosiness, I’d love to know what you’re doing with these turtles.” She smiled.  “I’m cleaning off their shells,” she replied.  “Anything on a turtle’s shell, like algae or scum, reduces the turtle’s ability to absorb heat and impedes its ability to swim.  It can also corrode and weaken the shell over time.”

“Wow!  That’s really nice of you!” I exclaimed.

She went on: “I spend a couple of hours each Sunday morning, relaxing by this lake and helping these little guys out.  It’s my own strange way of making a difference.” “But don’t most freshwater turtles live their whole lives with algae and scum hanging from their shells?” I asked.

“Yep, sadly, they do,” she replied.

I scratched my head.  “Well then, don’t you think your time could be better spent?  I mean, I think your efforts are kind and all, but there are fresh water turtles living in lakes all around the world.  And 99% of these turtles don’t have kind people like you to help them clean off their shells.  So, no offense… but how exactly are your localized efforts here truly making a difference?”

The woman giggled aloud.  She then looked down at the turtle in her lap, scrubbed off the last piece of algae from its shell, and said, “Sweetie, if this little guy could talk, he’d tell you I just made all the difference in the world.”

The moral:  You can change the world – maybe not all at once, but one person, one animal, and one good deed at a time.  Wake up every morning and pretend like what you do makes a difference.  It does. 

Source: http://www.marcandangel.com/2013/05/21/4-short-stories-change-the-way-you-think/

Malaikat Berseragam

Ini adalah kisah keluarga yang diceritakan ayahku tentang ibunya, yakni nenekku.

Pada tahun 1949, ayahku baru pulang dari perang. Di setiap jalan raya Amerika, terlihat tentara berseragam meminta tumpangan pulang ke keluarganya, seperti kebiasaan di Amerika saat itu. Sedihnya, kegembiraan reuni bersama keluarganya kemudian dinaungi kegelapan. 

Nenekku sakit parah dan harus masuk rumah sakit. Ginjalnya sakit, dan para dokter memberitahu ayahku bahwa nenek harus segera ditransfusi darah atau ia tak akan bertahan melewati malam itu. Masalahnya, golongan darah nenek itu AB, golongan yang langka, bahkan juga sekarang, tapi waktu itu lebih sulit lagi diperoleh karena tak ada bank darah maupun pesawat untuk mengirimkannya. Semua anggota keluarga dites, tapi tak satu pun memiliki golongan darah yang cocok. Jadi para dokter tak memberi harapan pada keluarga, nenekku akan meninggal.

Sambil menangis, ayahku meninggalkan rumah sakit untuk menghimpun seluruh anggota keluarga, supaya semuanya bisa mendapat kesempatan untuk berpamitan dengan nenek. Saat ayahku mengendarai mobil di jalan raya, ia melewati seorang tentara berseragam yang minta tumpangan pulang. Dengan duka yang dalam, saat itu ayahku tak beniat beramal. Tapi, seakan ada sesuatu di luar dirinya yang menyuruhnya berhenti, dan ia menunggu orang asing itu naik mobil.

Ayahku terlalu sedih untuk menanyakan nama tentara itu sekalipun, tapi tentara itu langsung melihat air mata ayahku dan menanyakannya. Sambil menangis ayahku bercerita pada orang asing ini bahwa ibunya terbaring sekarat di rumah sakit karena dokter tak dapat menemukan golongan darahnya, AB dan jika sampai malam tiba golongan darah itu belum ada, ibunya tentu akanmati.

Suasana di mobil menjadi hening. Lalu, tentara tak dikenal ini menjulurkan tangannya pada ayahku, telapak menengadah. Pada telapak tangannya terdapat kalung tentara dari lehernya. Golongan darah pada kalung itu adalah AB. Tentara itu menyuruh ayahku membalikkan mobil dan membawanya ke rumah sakit.

Nenekku hidup hingga tahun 1996, empat puluh tujuh tahun kemudian, dan sampai saat ini tak seorangpun keluarga kami yang mengetahui nama tentara itu. Tapi ayahku sering bertanya-tanya, apakah orang itu tentara atau malaikat berseragam?

Jeannie Ecke Sowell

Sumber : http://www.michaelyamin.net

Rabu, 31 Juli 2013

Jendela Kereta Api



Hari itu, di kereta api terdapat seorang pemuda bersama ayahnya. Pemuda itu berusia 24 tahun, sudah cukup dewasa tentunya. Di dalam kereta, pemuda itu memandang keluar jendela kereta, lalu berkata pada ayahnya.

“Ayah lihat, pohon-pohon itu sedang berlarian”
Sepasang anak muda duduk berdekatan. Keduanya melihat pemuda 24 tahun tadi dengan kasihan. Bagaimana tidak, untuk seukuran usianya, kelakuan pemuda itu tampak begitu kekanakan.
Namun seolah tak peduli, si pemuda tadi tiba-tiba berkata lagi dengan antusiasnya, ”Ayah lihatlah, awan itu sepertinya sedang mengikut kita!”
Kedua pasangan muda itu tampak tak sabar, lalu berkata kepada sang Ayah dari pemuda itu. ”Kenapa Anda tidak membawa putra Anda itu ke seorang dokter yang bagus?
Sang Ayah tersebut hanya tersenyum, lalu berkata. “Sudah saya bawa, dan sebenarnya kami ini baru saja dari rumah sakit. Anak saya ini sebelumnya buta semenjak kecil, dan ia baru mendapatkan penglihatannya hari ini”
Sahabat, setiap manusia di planet ini memiliki ceritanya masing-masing. Jangan langsung kita men-judge seseorang sebelum kita mengenalnya benar. Karena kebenaran boleh jadi mengejutkan kita. Selalu berprasangka baik kepada setiap orang, karena itu yang  diajarkan kitab suci, dan itulah cara yang baik untuk hidup…

Sumber :  http://www.nusahati.com/2013/02/jendela-kereta-api/