Selasa, 30 April 2013

For Richer or Poorer

The wives who lived within the walls of the Weinsberg Castle in Germany were well aware of the riches it held: gold, sliver, jewels, and wealth beyond belief.

Then the day came in 1141 A. D. when all their treasure was threatened. And enemy army had surrounded the castle and demanded the fortress, the fortune, and the lives of the men within. There was nothing to do but surrender.

Although the conquering commander had set a condition for the safe release of all the women and children, the wives of Weinsberg refused to leave without having one of their own conditions met, as well. They demanded that they be allowed to fill their arms with as many possessions as they could carry out with them. Knowing that the women couldn’t possibly make a dent in the massive fortune, their request was honored.

When the castle gates opened, the army outside was brought to tears. Each woman had carried out her husband.

The wives of Weinsberg, indeed, were well aware of the riches the castle held.


Source : http://www.nusahati.com/2012/11/for-richer-or-poorer/

Empat Statement Penting Di Depan Kubur Lazarus

Nats : Yoh. 11 : 36 – 44
Reaksi para pemimpin agama Yahudi setelah menyaksikan Yesus membangkitkan Lazarus: resah, terancam dan mulai memikirkan strategi untuk membunuhNya. Sebenarnya niat itu sudah ada di Yoh.5 & 9, tapi di Yoh. 11 jadi meningkat, ingin merealisasinya. Memang, sebelum Lazarus dibangkitkan, kita tak habis mengerti: mengapa Yesus tak segera menyembuhkan Lazarus, orang yang dikasihiNya itu sebelum dia terlanjur mati, malah menunggu sampai setelah dia dikubur empat hari baru muncul di Betania? Karena itu adalah saat, Dia menyatakan mujizat terbesar diantara tiga puluh lima mujizat, yang Dia lakukan sepanjang hidupNya di dunia. Karena mujizat di Yoh.11 ini bukan sekedar mengisi kebutuhan jasmani ribuan orang, melainkan mujizat yang sekaligus juga perang dengan kuasa setan dan kuasa maut: merebut kembali orang yang dikuasai oleh maut. Membuktikan bahwa Dia adalah Penghulu hidup. Karena sesungguhnya, tidak pernah ada seorang manusia yang berkuasa mengalahkan maut. Sebab kuasa yang manusia miliki, termasuk kuasa yang dimiliki oleh negara adidaya: Amerika, Rusia… adalah sama: kuasa untuk membunuh. Bahkan seiring dengan kemajuan tehnologi, senjata yang manusia pakai untuk membunuh juga terus berkembang: dari batu, panah, panah berapi, senapan, bom atom, bom hydrogen, bom nuklir…. Semakin besar kuasa seseorang, bukan semakin besar kemampuannya untuk mengubah orang jahat jadi orang bermoral, melainkan semakin besar kemampuannya untuk menghancurkan; membunuh.
Itu juga yang kita saksikan dalam diri orang Parisi, setelah mereka menyaksikan Yesus membangkitkan Lazarus, justru semakin berniat untuk membunuh Yesus. Mengapa? Karena orang berdosa hanya memikirkan kesenangan dan keuntungan diri. Bahkan tak segan-segan menyingkirkan sang Penghulu hidup. Istilah yang terdapat di Kis.3:15, “kau telah membunuh Penghulu hidup. Tapi Allah membangkitkan Dia dari kematian”. Mengerikan, bukan? Dan yang lebih mengerikan adalah: berani memperalat agama, yang seharusnya memberi pengharapan, cinta kasih, damai, rasa saling menghormati…. pada manusia itu untuk membunuh sang Pemberi hidup. Di Yoh. 11, kita menemukan beberapa statemen penting yang Yesus ucapkan sebelum dan sesudah Dia membangkitkan Lazarus: “singkirkan batu itu!” “Lazarus, keluar!” “Bukalah ikatan yang membelenggu dia, agar dia dapat berjalan”. Tiga point itulah yang kita implimentasikan dalam penginjilan, minta Tuhan menyingkirkan batu yang menghalangi manusia, agar mereka mampu keluar dari kematian dan melepaskan mereka, agar mereka dapat menikmati hidup bebas di dalam Roh Kudus. Selain ketiga statemen diatas, juga ada statemen yang Yesus katakan pada Allah; BapaNya: “Aku bersyukur padaMu, karena Kau sudah mendengarkan Aku….”. Di seluruh Alkitab terdapat belasan catatan tentang orang mati dibangkitkan. Di P.L., dua orang nabi: Elia dan Elisa, masing-masing pernah membangkitkan seorang anak di masa hidupnya. Setelah Elisa mati, pernah ada satu mayat yang terkena pada tulang-belulangnya dan bangkit. Yehezkiel melihat akan visi orang-orang yang dibangkitkan. Lalu di P.B., Yesus membangkitkan tiga orang: Anak perempuan Yairus yang berusia 12 tahun. Anak dari janda di kota Nain, seorang pemuda, yang jasadnya sedang diusung ke kubur. Lazarus yang sudah dikubur empat hari. Saat Yesus disalib, ada sekelompok orang yang bangkit, menyatakan diri pada banyak orang di Yerusalem. Yesus sendiri bangkit dari kematian. Setelah Yesus naik ke sorga, Petrus membangkitkan Dorkas, wanita Kristen dewasa yang sangat murah hati, suka mendermakan uangnya pada orang-orang miskin. Paulus membangkitkan Eutikhus, pemuda yang mengantuk saat mendengar khotbah dan terjatuh dari lantai tiga. Di hari Kiamat, ada dua orang yang akan dibangkitkan. Jadi, sebelum Yesus inkarnasi ada dua orang nabi yang pernah membangkitkan tiga orang. Dan setelah Yesus naik sorga, ada dua rasul yang pernah membangkitkan dua orang. Tapi Yesus sendiri, membangkitkan tiga orang; rekor tertinggi di sejarah. Bukan saja demikian, saat Yesus membangkitkan orang mati juga sangat berbeda dengan saat Elia dan Elisa, Petrus dan Paulus. Karena sebelum keempat orang itu membangkitkan, selalu berdoa dulu pada Allah. Mengapa? Karena mereka bukan Allah, hanya manusia Allah cipta dan Allah panggil jadi hambaNya, melayani Dia. Maka sebelum mereka membangkitkan harus minta pertolongan, konfirmasi, penyertaan Allah dulu. Apakah sebelum Yesus Kristus membangkitkan juga perlu berdoa? Tidak pernah dan tidak perlu. Karena Dia adalah Allah. Maka, kalau kita tak dapat membedakan Yesus dan pendiri agama, nabi, rasul, iman kita buta adanya. Ingat: Christ need not to pray for the power to rais the death. Because He Himself is God, Dia dapat mengerjakan pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Maka saat Dia membangkitkan anak Yairus, cukup mengatakan: “talitakum”; Aku memerintahkan kau bangun! Dan kepada anak tunggal dari janda di kota Nain, yang sedang diusung ke kubur itu, Dia cukup dengan memegang kayu pengusung sambil berkata: hai anak muda, Aku memerintahkan kau bangkit. Demikian juga saat membangkitkan Lazarus, orang ketiga yang Dia bangkitkan, Dia juga tak berdoa. Mungkin kau berdalih: bukankah Dia mengatakan sesuatu yang cukup panjang pada BapaNya (ay.41)? Perhatikan: what did Jesus say, before He raises Lazarus, who had buried for four days? Dia menengadah ke atas dan berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepadaMu….” — Dia bukan berdoa tapi bersyukur. Apa bedanya berdoa dan bersyukur? Doa seorang panjatkan saat dia membutuhkan sesuatu. Tapi syukur adalah pernyataan terimakasih seorang. Bandingkan dengan doa Elia sebelum menaikkan korban bakaran: “Tuhan, turunkan api sorga dan bakar habis korban bakaran ini. Show Your people, that You are the only God and I am Your servant”. Yesus bukan berdoa, tapi bersyukur, karena Bapa selalu mendengarkan Dia.
Kita pernah membahas tentang tata bahasa yang Alkitab pakai dalam menuliskan janji Tuhan, yang Dia sampaikan dalam bentuk nubuat; prophecy: sesuatu yang belum terjadi (not yet happen) tapi pasti akan terjadi (will happen in the future). Alkitab bukan menggunakan future tense tapi past tense — indah luar biasa, bukan? Karena saat Allah mengatakan: “Aku akan…” yang seharusnya mengacu pada future itu justru menggunakan past tense; bagai kita sudah mendapatkannya. Mengapa begitu? Guna menegaskan bahwa janjiNya tak akan pernah berubah. Sama seperti hal-hal yang telah terjadi di sejarah, yang sudah lewat, tak ada yang dapat mengubahnya. Begitu juga janji Tuhan, pasti akan terwujud. Itulah yang Yesus maksudkan: “you had heard Me” — Lazarus pasti bangkit, maka Aku tak perlu berdoa minta untuk hal itu. Itu sebab, banyak kebenaran yang tersimpan di dalam peristiwa besar ini, yang harus kita pelajari. Ada kalanya kita juga bertanya-tanya: Tuhan, mengapa Kau tunggu sampai anakku sudah mati baru Kau kirim hambaMu datang?…. karena kita tak mengerti apa yang sedang Tuhan kerjakan dan tak sabar menunggu, langsung marah-marah padaNya, mengeritik Dia, dan menuding Dia salah. Begitu juga dalam pelayanan saya, kadang-kadang saya harus “sabar” terhadap orang-orang yang berkata: “pak Tong mesti begini – begitu”, karena pikirnya, saya tidak tahu. Padahal sesungguhnya, sebelum saya mengerjakan sesuatu, sudah lama memikirkan dan mempertimbangkan semua kemungkinan. Jadi, apa yang saya kerjakan sekarang sebenarnya sudah saya rencanakan tiga puluh tahun silam. Dan apa yang saya rencanakan sekarang, kelak, kau yang mewujudkan. Jadi, saat kau melihat saya mengconduct Symphony Orchestra, mungkin kau kira saya baru mempelajarinya. Padahal empat puluh lima tahun silam, saya sudah menghafalnya. Dengan kata lain, saya sudah mempersiapkan secara matang baru mewujudkannya. Contoh, setelah sepuluh tahun bekerja-sama dengan Pelayanan Bagi Yesus di Surabaya menyelenggarakan Surabaya Seminar. Baru memulai SPIK (Seminnar Pembinaan Iman Kristen) di Jakarta. SPIK pertama, kedua dan ketiga diadakan di Gedung Granada. SPIK keempat baru pindah ke Balai Sidang. Begitu juga rencana mendirikan Gereja Reformed. Awalnya, hanya saya lontarkan pada nyonya saya. Kapan? Th. 1979. Kapan baru diwujudkan? Th. 1989 — selang sepuluh tahun. Mengapa begitu lama? Menunggu waktu Tuhan. Itu sebab, meski saya lambat dalam banyak hal: menikah, mendirikan gereja, sekolah Kristen….. Tapi, hampir tak ada yang saya sesali di kemudian hari. Karena tidak terlalu cepat melangkah, tapi juga tak menunda-nunda terus. When the God’s time is up, do it with no hesitate, no delay, no compromise. Dari mana saya dapatkan cara kerja ini? Pasal ini, setelah Yesus Kristus mendengar Lazarus sakit, terkesan menunda-nunda waktu. Sebenarnya tidak! Tapi His time is not yet up. His timetable is different from us. Dan ketika waktuNya tiba, Dia datang di kuburnya. Meski bagi manusia, Dia datang terlambat; sudah tak ada yang bisa Dia perbuat. Tapi Dia tahu, You have heard Me; rencana Allah pasti digenapi. Maka saat Marta mengeluh: “Tuhan, dia sudah dikubur empat hari….”, Dia tidak minta maaf. Karena Dia tahu, semua itu terjadi guna membuktikan: Lazarus memang sudah betul-betul mati. Kalau Lazarus baru mati dua menit lalu dibangkitkan, orang pasti mengira dia hanya mati suri; tak percaya akan kuasa kebangkitanNya. Dunia medis pernah beberapa melakukan hal yang konyol: terlanjur melakukan sesuatu yang sangat fatal atas orang yang dikiranya sudah mati.
Pernah ada seorang menulis surat wasiat: setelah aku mati, aku ingin mendonorkan mataku untuk orang buta. Maka suatu hari, saat dia menunjukkan tanda-tanda kematian, orang tak mengeceknya lebih lanjut, langsung mencungkil matanya. Membuatnya dia bangun dalam keadaan buta. Maka setelah mendengar keluhan Marta, Yesus justru menegur dia: “bukankah Aku pernah mengatakan padamu: if you got faith, you will see the glory of God?” He did not say, if you see the glory of God, then you should have faith — konsep Karismatik, kaum injili yang dangkal. Sementara Reformed presupposition is: you should have faith, then you will…; you should have faith first. Iman harus mendahului pengetahuan, pengalaman, perasaan, mujizat… taat dulu, pegang janjiNya, baru Dia menyatakan kemuliaanNya, penyertaanNya, anugerahNya dan kuasaNya pada kita. Mengapa Tuhan Yesus menegur Marta, bukankah setiap kali Dia berkunjung, Marta selalu sibuk menjamuNya? Karena Marta sama dengan banyak orang Kristen lain, mengaku diri cinta Tuhan, giat melayani, tapi tak mengerti doktrin Reformed; imannya kacau. Maka Yesus menegur dia: “I’d told you already…What does it means? You never listen carefully to the word of God. Jadi, dengarlah firman Tuhan dengan seksama, jangan sambil mendengar firman sambil menoleh ke sana – ke mari: siapa yang hari ini tak hadir, pakaian siapa yang paling bagus.., mana mungkin dapat mendengar dengan konsentrasi? Biar kita meneladani Maria: mendengar firman dengan teliti, sungguh-sungguh ingin mengerti, agar firman Tuhan masuk ke dalam hati kita, membuat kita tidak terus mengulang-ulang kegagalan yang pernah kita perbuat. Saat Yesus ingin ke kubur Lazarus, Marta sempat berpikir: untuk apa ke sana, jasadnya saja sudah berbau busuk? Tapi Yesus tak peduli akan apa yang Marta pikirkan. Karena He had His schedule. Dia tetap ke kubur, dan wibawaNya yang besar membuat orang-orang Yahudi tak bisa tak mengikut Dia. Meski mungkin ada juga yang berpikir dalam hatinya: gila! Lazarus sudah dikubur empat hari, apa yang bisa Dia lakukan? Hanya saja tak berani bicara. Begitu Yesus tiba di kubur, Dia memerintahkan: “singkirkan batu itu!”. Karena orang Yahudi meletakkan jenazah di dalam gua dan menutup rapat-rapat dengan batu besar, yang paling sedikit harus didorong oleh tujuh orang, sehingga bau bangkai tak merebak ke luar. Jadi, untuk menjalankan perintah Yesus itu paling sedikit membutuhkan tujuh orang. Tentu tidak mudah, bukan? Karena ketujuh orang itu selain harus sehati, juga harus siap untuk tahan napas, karena setelah batu digulingkan, bau bangkai yang sangat menyengat pasti akan keluar dari sana. Tapi karena Yesus yang memberi perintah, ada saja orang-orang yang siap menjalankan perintahNya. Setelah batu disingkirkan, Yesus mengatakan statemen yang kedua: “Lazarus, keluar!” — perintah yang Dia tujukan pada orang mati. Mungkinkah orang yang sudah mati mendengar perintahNya? Ini adalah sesuatu yang transcend logic, illogical. Tapi itu adalah fakta, Tuhan memanggil kita pada saat kita masih mati. Dan itu juga merupakan paham dari Reformed theology: the grace of God is prior to human’s response. Orang Kristen Baptis mengeritik: “Reformed, Presbiterian salah: membaptis anak yang belum bisa percaya” Kalau ditanya: “salahnya dimana?” “Alkitab mengatakan, barangsiapa percaya dan dibaptiskan, dia diselamatkan” “baca kalimat berikutnya” “tetapi barangsiapa tak percaya, dia binasa” “Jadi, apa yang ditekankan: baptis atau percaya?” “Percaya. Tapi seorang anak toh belum dapat menyatakan percaya pada Tuhan” “Mana mungkin dia, yang mati rohani dapat berrespon pada Tuhan? Kecuali kita beroleh anugerahNya. Maka Tuhan Yesus memanggil Lazarus, waktu dia mati; terbaring di kubur. Mana mungkin dia mendengar? Ingat: di hadapan Allah, tak ada orang mati; semua orang hidup. Hanya saja: ada yang hidup di dalam kematian, ada yang hidup di dalam kehidupan? Apa maksudnya? Ada yang hidup di dalam kematian; dosa, ada yang hidup di dalam hidup baru yang Roh Kudus karuniakan. Maka saat kita mati di dalam dosa: berzinah, berjudi, pencandu narkotik….. Tuhan memanggil kita dan kita dan harus memberikan respon. Sama seperti Lazarus, waktu dia mati, Tuhan Yesus memanggil dia: “Lazarus, keluar!” dan kata Alkitab: orang mati itupun keluar — mengandung arti yang sangat dalam. Ini adalah kali keempat dalam hidup saya membahas Injil Yohanes. Dan semakin membahas justru semakin kagum akan firman Tuhan: Jesus did not say to the living one, He cried to the death Lazarus. Dan Dia bukan mengatakan: Lazarus bangkit. Karena jika Lazarus tak bangkit, tentu dia tak akan keluar dari kubur, bukan? Lazarus keluar dari kubur adalah bukti bahwa kuasa kebangkitan sudah berlaku atasnya. Mengapa bisa begitu? Karena You have heard Me: You had done your part, and now, I called upon his name. And the death one listen to My calling, keluar dari kubur. Sekali lagi membuktikan, di hadapan Allah, tak ada orang mati! Juga perhatikan, Yesus bukan berseru: hai orang mati, keluar, maka Lazarus keluar. Tapi “Lazarus, keluar!” dan orang mati itupun keluar. Karena kalau Dia berseru: hai orang mati, keluar! semua orang mati akan keluar dari kubur. Maka Dia memanggil namanya: Lazarus…. menegaskan soal individual calling. Not as Karl Barth said: we are collectively called in Christ. Paulus juga mengatakan: “pada waktu aku masih di rahim ibuku, Dia memanggilku” – panggilan pribadi. Petrus juga dipanggil secara pribadi, saat dia di pantai. Jadi, Tuhan memanggil kita satu per satu; He called upon your name: Lazarus….! sehingga tak mungkin ada orang lain yang bisa ikut-ikutan. Karena panggilan Tuhan pada Stephen Tong adalah panggilan pribadi. Dan Stephen Tong should respond to God individually. Because we are created individually, distinctively, so we should react to God individually. Jadi saat Yesus memanggil Lazarus, hanya dia yang mendengar panggilan itu, dan hanya dia yang keluar dari kubur. Mungkinkah ada yang ikut-ikutan dengannya? Tak mungkin! Karena yang Tuhan Yesus panggil adalah Lazarus, bukan yang lain. Jadi, waktu panggilan Tuhan tiba pada seseorang, dia harus berrespon. Bahkan Lazarus yang sudah dikuburkan empat haripun harus bangun dan keluar dari kubur. Menandakan kuasa kebangkitan Tuhan sudah berlaku atasnya, memampukan dia berdiri dan keluar dari kubur — mengindikasikan dia sudah diselamatkan. Hanya saja, tubuhnya masih dibalur dengan empat puluh lima kilo rempah-rempah, dililit pula dengan kain kapan yang + empat puluh lima meter panjangnya. Jadi, masih terikat. Begitu juga saat kita diselamatkan, belum terlepas dari dosa-dosa berzinah, berjudi…. Karena kita memang dibangkitkan pada saat kita mati. Persis seperti yang tertulis di Ef. 2:1, when we die in sin, and He call us. So we have to react to His calling, bukan atas kemauan kita, namun atas anugerahNya, datang padaNya dan mengakui diri kita yang Dia panggil itu masih terbelenggu.
Dua minggu lalu, papa dari Ev. Alwi Syaaf, rekan yang kita kasihi meninggal dunia. Saya percaya, di saat-saat terakhir, dia menerima Tuhan Yesus. Mengapa menunggu sampai saat terakhir? Karena dia adalah  orang baik. Dan orang baik sering kali merasa diri kurang baik; tak layak. Masalahnya, apakah Tuhan memang menunggu kita sudah suci mutlak baru memanggil kita? Tidak, itu adalah konsep yang salah. Ingat: Dia memanggil kita waktu kita mati; masih di dalam dosa. Bagaimana keadaan Lazarus saat keluar dari kubur: apakah masih terikat? Ya. Mengapa? Karena dia sudah mati, jasadnya dililit dengan kain kapan dan dimasukkan ke dalam kubur. Dan ingat, orang yang membutuhkan hidup baru, yang harus memberi respon pada panggilan Tuhan adalah orang yang terbelenggu. Maka setelah seorang bangkit; selamat, dia perlu mendengar firman. Karena mendengar firman yang benar dapat membuat dia yang tadinya belum Reformed pelan-pelan tergugah dan jadi Reformed. Sebab Reformed is in making, not Reformed already. Begitu juga orang-orang yang belum mengenal Kristus harus dibawa mengenal Dia lewat penginjilan. Karena Christianity in making. And Reformed Christian is in making. Di antara kita pasti banyak orang yang dulunya bukan Reformed, tapi semakin hari semakin sadar akan pentingnya teologi Reformed. Kata Os Guinness: we speak only to the thingking people. Tapi Stephen Tong: we speak to people and cause them to think. Bedanya: already – fix and in making – process. God is always doing everything in process, to make something which is not possible become possible, to make whom, who are non Reformed become Reformed, non Christian become Christian. So you do not need to wait untill everything is fine then you do something for God. You do God’s work to make something to be done, to create a chance, an improvement, and that is a changing process. Ini penting sekali. Adakah Yesus memerintahkan orang-orang membukakan ikatan Lazarus dulu baru menyuruhnya keluar? Tidak! Tapi menyuruh dia keluar dulu. Begitu juga saat kau percaya Yesus, mungkin masih terikat dengan perjudian, perzinahan….. dosa-dosa. Yang penting, saat kau mendengar firman Tuhan, kau yang masih terikat, bukan memegangi ikatan dan membuang firman Tuhan, tapi peganglah firman Tuhan dan buanglah ikatan — proses. Ingat: kita memang tak sempurna, tapi we are in making, kita diubah dan diubah, sampai saat bertemu dengan Tuhan di sorga, Dialah yang akan menyempurnakan kita. Teologi John Wesley mengajarkan: manusia bisa jadi sempurna, saat dia di dunia. Tapi teologi Reformed mengajarkan: we are not able to be perfect with our own effort. But we shall be made perfect at that day — pasif. Jadi saat kita mendengar firman, Seminar, mempelajari filsafat, biar kita terus bertumbuh, jadi semakin kudus, semakin dekat Tuhan. Sampai saat di sorga, we will be made perfect. Saat Yesus membangkitkan Lazarus, Dia berseru: 1. singkirkan batu itu! 2. Lazarus, keluar! Dan Lazaruspun berreaksi. Maka man is not what he thinks or what he acts or what he feels, man is what he reacts before God. Lazarus keluar — dia sudah hidup lagi. Tapi apakah dia bisa bebas bergerak? Belum; karena ikatannya belum dilepas. Maka 3. release him. Jadi, not only removed the stone, but remove all things which had bounded him, agar dia dapat berjalan dengan bebas. Inilah langkah-langkah kau jadi orang Kristen: mendengar firman saat kau masih mati, dan firman akan menghidupkanmu, memberimu kekuatan untuk keluar; bukan terus di dalam kubur. Jadi jangan terus berkutat di dalam dosa, tapi melangkah dengan berani. Meski sulit, karena masih terikat. Yesus akan membebaskanmu dari belenggu; kebiasaan berjudi, berzinah, kecanduan narkotik, malas, ragu…. Dan Dia menyuruhmu berjalan; bukan dipapah. Sudah berapa lama kau jadi orang Kristen, mengapa kau masih belum berani berjalan: menginjili orang-orang di sekitarmu, memberi perpuluhan, menolong sesamamu? Yesus menginginkan kau: walk. So you should practise your faith in your daily life. Minggu depan kita teruskan dengan: apa yang terjadi sesudah Lazarus dibangkitkan?
(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : http://www.nusahati.com/2012/11/empat-statement-penting-di-depan-kubur-lazarus/

88 Tahun Pernikahan Sejak Mengatakan “I Do”

Cinta memang tak terbatas ruang dan waktu. Seperti cinta pasangan tertua, Herbert Fisher dan Zelmyra yang menikah sejak 13 Mei 1924 silam. Mereka masih bersama hingga kini. Telah membuahkan lima orang anak untuk keluarga Fisher. Diakui keduanya, sebenarnya tidak ada resep ampuh untuk bisa bertahan hingga selama ini. Namun pada tahun 2010 lalu, mereka memberikan sebuah saran untuk keawetan pernikahan.
“Hargai, dukung dan berkomunikasi satu sama lain. Setia, jujur dan lakukan hal yang benar. Saling mencintai dengan sepenuh hatimu,” ungkap mereka di Twitter pada Valentine 2 tahun yang lalu. Namun Zelmyra mengatakan sesungguhnya tidak ada rahasia, selain Tuhanlah yang mempersatukan dan menjaga mereka. Ia mengatakan bahwa suaminya sekarang adalah satu-satunya teman pria yang ia miliki dan ia tak pernah bosan bersamanya.
Zelmyra tak menyangka bahwa pernikahannya akan berlangsung sedemikian lama. Herbert berkata bahwa ia akan melakukan apapun untuk mereka. Ia sering mengecek istrinya ketika sudah terlelap. Anak mereka, Norma Godette berkata, “Bila ada kisah cinta di dunia ini, itu adalah orang tuaku.”

Semakin lama waktu berjalan, hubungan mereka makin kuat. Tidak pernah ada pilihan tentang perceraian. Bila hari yang buruk dalam bahtera mereka tiba, mereka akan mengingat bahwa pernikahan bukanlah sebuah kontes, “Tak perlu mencetak nilai. Tuhan telah mempertemukan kami sebagai sebuah tim untuk menang bersama,” kata mereka.

Bila kita lebih memperhatikan lagi nasehat mereka, memang sesungguhnya tidak ada resep apapun yang pasangan ini jalani. Herbert dan Zelmyra hanya dengan tulus saling menerima dan memiliki. Saling menjaga sejak mereka mengucapkan janji bertahun-tahun yang lalu. Kita bisa banyak belajar mengenai kesederhanaan pemikiran yang berdampak kuat ini. Sementara di masa sekarang, terkadang kita tidak pintar menggunakan kepandaian kita untuk mengatasi masalah. Malah semakin memperumitnya dengan ego kita.

Banyak yang bisa kita pelajari dari Herbert dan Zelmyra. tentang pikiran-pikiran sederhana yang membawa pada sebuah pintu besar bernama kesetiaan. Siapapun ingin bahagia hingga akhir hayat, hanya saja kadang-kadang kita lupa untuk benar-benar mewujudkannya.

Untuk Anda yang baru menikah, akan menikah maupun sudah menikah. Mungkin Anda bukan Herbert dan Zelmyra, bukan pula Romeo dan Juliet atau Pangeran dan Cinderella. Namun cinta sejati tidak akan lekang dimakan waktu, tak perlu resep khusus untuk menjadi pasangan tertua yang masuk ke dalam buku rekor dunia. Cintailah setulus hati dan Anda serta pasanganlah yang akan menjadi pasangan berbahagia di dunia. Selamat menempuh hidup bersama pasangan Anda dan semoga bahagia.

Sumber : http://www.nusahati.com/2012/11/88-tahun-pernikahan-sejak-mengatakan-i-do/

Sepuluh Hukum – Hukum Kesembilan (Bagian 1)

Hukum kelima hingga kesepuluh dari Sepuluh Hukum membahas tentang kewajiban, etika, moral antarmanusia secara horizontal. Jangan mengucapkan saksi dusta atas sesamamu. Terjemahan lain yang lebih tepat adalah jangan berbohong, merugikan, melukai, dan mencelakakan orang lain. Terjemahan yang berbeda ini memiliki pengertian yang sama, yaitu bahwa manusia harus menghargai sesamanya yang juga dicipta menurut peta dan teladan Allah. Kita tidak boleh memiliki niat jahat atasnya. Kalimat ini juga muncul di dalam semua agama besar. Ini disebut golden rule (hukum emas). Hillel, seorang rabi besar sebelum Kristus, mengajarkan, “Hormatilah orang supaya engkau juga dihormati orang.” Konfusius mengajarkan, “Apa yang engkau tidak inginkan, jangan lakukan itu kepada orang lain.” Jika engkau tidak ingin diejek, jangan engkau mengejek orang lain. Kalau engkau tidak ingin difitnah, jangan memfitnah orang lain. Manusia harus menghargai sesamanya, selalu mengingat bahwa orang lain juga memiliki perasaan seperti engkau. Memang banyak orang yang tidak menyadari hal ini sampai mereka dilukai orang, baru mulai mengerti perasaan orang lain. Jadi, hanya orang yang peka dan peduli akan perasaan orang yang mampu menciptakan damai dan keharmonisan di dalam masyarakat. Itu sebabnya, Allah memberikan hukum kesembilan. Hukum ini secara khusus berbicara tentang etika berkata-kata. Yakobus mengatakan, “Orang yang sempurna adalah orang yang sanggup mengekang lidahnya.” Lidah bagaikan kemudi yang meskipun kecil namun sangat berpengaruh karena menentukan arah kapal yang besar. Seperti setir mobil, selain mengarahkan mobil juga menyangkut mati hidup penumpangnya. Begitu juga orang yang sanggup mengontrol lidahnya akan aman seumur hidupnya.

Manusia adalah makhluk yang sejak lahir sudah bisa bersuara dan mendengar suara orang-orang di sekitarnya. Mereka mulai menggabungkan suara dengan makna dan keluarlah kata-kata dari mulutnya yang mencetuskan isi hatinya. Itulah yang dilukiskan dalam peribahasa Tionghoa ‘Kata-kata adalah ekspresi jiwa’. Apa yang ada di dalam hatinya akan terlontar dari mulutnya. Maka orang agung akan mengucapkan kalimat yang agung dan orang yang pikirannya dalam akan mengucapkan kalimat yang sangat bermakna. Orang egois akan mengungkapkan egoismenya. Orang rendah akan mengucapkan kata-kata yang kasar. Jadi, dari kata-kata kita dapat mengerti apa yang tersimpan di dalam hati seseorang. Tepatlah perkataan Tuhan Yesus, “Apa yang memenuhi hatimu, itulah yang keluar dari mulutmu.” Orang Perancis berkata, “Saat engkau membuka mulut, engkau memperkenalkan dirimu sendiri.” Bagi orang Tionghoa, “Saat bergaul, jangan banyak bicara. Semakin banyak bicara, semakin banyak salah.” Tetapi bukan berarti orang yang tidak banyak bicara hidupnya pasti beres, karena beres tidaknya seseorang ditentukan oleh pikirannya. Jika pikirannya penuh dengan kejahatan, kenajisan, egoisme, tidak mungkin tidak bocor dari mulutnya. Itulah sebabnya Yakobus mengatakan, “Barangsiapa dapat menguasai lidahnya, dia adalah orang yang sempurna.” Kita harus mampu mengontrol mulut, tahu rahasia etika berbicara.

Hukum kesembilan: Jangan mengucapkan saksi dusta. Saksi yang tidak benar, yang tidak sesuai dengan fakta, akan merugikan, melukai, dan mencelakai orang lain. Menurut peribahasa Tionghoa kuno ‘Satu kalimat mungkin membangunkan, tetapi juga menghancurkan seluruh bangsa’. Semua kalimat ini adalah kebijaksanaan orang-orang kuno yang sadar betapa bahayanya orang yang sembarangan berbicara karena dapat merusak hari depan seorang pribadi maupun seluruh bangsa.

Manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah yang merupakan sumber dan diri kesempurnaan itu. Dialah yang tertinggi, yang menciptakan manusia menurut peta dan teladan-Nya yang sempurna, adil, suci, dan bajik. Itu sebabnya orang yang meneladani Penciptanya, dia mencerminkan sifat moral-Nya yang tertinggi. Manusia diberi hikmat untuk mengutarakan makna yang kekal lewat bahasa sementara, karena di balik suara terdapat nafas, di balik nafas terdapat makna, di balik makna terdapat Roh, di balik Roh terdapat Firman. Rangkaian ini tidak bisa dipisahkan dari Allah dan Firman. Karena Firman menciptakan manusia, bahkan Dia sendiri datang menjadi manusia, mengisi manusia, memampukan manusia, dan mengutarakan makna yang sungguh bernilai lewat bahasa. Bahasa bergabung dengan suara yang ditopang oleh nafas. Itu sebabnya, tanpa menggunakan nafas, seseorang tidak dapat mengeluarkan kata-kata. Nafas bagaikan air yang menopang kapal yang membuatnya terapung. Begitu juga Allah Bapa ber-nafas. Nafas Allah adalah Roh, dan firman Allah adalah manifestasi dari kehendak-Nya. Berdasarkan kehendak-Nya, Allah berfirman, maka Firman beserta dengan Allah, dan Firman adalah Allah. Firman keluar dari Allah lewat gerak Roh Kudus. Roh Kudus memberikan inspirasi, menghembus kepada nabi-nabi Perjanjian Lama dan kepada rasul-rasul Perjanjian Baru. Mereka pun dapat berbicara tentang firman Tuhan yang kekal. Orang yang mengenal firman akan menerima hidup kekal dan menggunakan kata-kata yang bermakna. Itulah sebabnya, hamba-hamba Tuhan yang ingin dipakai Tuhan, harus belajar dan minta Roh Kudus menghembuskan firman ke dalam hatinya sehingga memampukan dia untuk sepanjang hidup tidak henti-hentinya memberitakan firman. Jika tidak ada Roh Allah, tidak ada firman Allah yang mengontrol dan mengisi pikiranmu, sehingga apa yang kau katakan akan sia-sia.

Banyak orang dari pagi hingga malam, dari awal tahun hingga akhir tahun, hanya mengeluarkan kata-kata sampah. Hanya mencaci-maki orang, mengkritik orang, tidak puas ini dan itu. Berbeda dengan orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus, kata-katanya selalu menjadi pedoman, arahan yang mengandung benih hikmat, dan memberikan inspirasi dan manfaat dari kebenaran. Suara mengandung bahasa, bahasa mengandung makna, makna mengandung firman, dan firman mengandung kehendak Allah.

Kita memang dilahirkan dan dibesarkan di suatu lingkungan kebudayaan, agama, dan tradisi. Orang dilahirkan di keluarga Budha, Islam, Hindu, Konfusianisme; hal itu akan memengaruhi pola pikir, pemahaman, pemikiran umum, dan hukum umum sehingga cara bicaranya tidak terlepas dari ikatan-ikatan itu. Lingkungan ikut membentuk seluruh pola pikir dan karakter seseorang. Sampai suatu hari terang Injil menembus limitasi itu, barulah seseorang bisa menerima yang baru. Jadi memang sulit sekali, kata-kata yang sudah terbiasa kita ucapkan dapat mengikat kita.

Mengapa seseorang suka berbicara kotor? Itu terjadi karena mulutnya diikat oleh isi yang berbeda dengan firman. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang terus mendengar firman? Apakah orang yang terus-menerus mendengar firman akan membuat kita bosan dengan firman? Tidak. Firman yang sejati tidak mungkin membuat orang bosan. Banyak pendeta yang minder, takut khotbahnya tidak disukai orang, lalu membubuhi khotbahnya dengan lelucon. Padahal kalau setiap hari kita melucu, justru orang akan bosan karena lelucon bukan firman. Kita harus membawa manusia yang rasionya tidak lagi setia kepada Tuhan untuk kembali. Setelah kita diisi dengan firman kebenaran maka kita tidak lagi mengenal ketakutan.

Saya bukan orang yang studi ekonomi, hukum, politik, namun karena penuh dengan firman, dan mau sungguh-sungguh mengamati dan mengerti, maka saya berani berbicara tentang hukum kepada ahli hukum, berbicara tentang musik kepada ahli musik, berbicara tentang ekonomi kepada ahli ekonomi, karena semua itu ada di dalam firman Tuhan yang begitu limpah, begitu dalam, dan begitu akurat. Itulah yang membuat saya berani berkata, “Ini adalah dunia Bapa-Ku.” Apa pun yang harus saya sampaikan tersimpan di gudang pengertian, kebijaksanaan, yang akan mengalir keluar tidak habis-habisnya. Oleh karena itu, mulut kita harus dipersembahkan kepada Tuhan. Jadi wadah yang menyampaikan kebenaran dan selalu menjadi berkat bagi orang yang kita ajak bicara.

Setiap hukum dalam Sepuluh Hukum memang tidak kita bahas secara harfiah. Maka ketika membicarakan hukum kedelapan, kita tidak memulai dengan definisi mencuri sebagai mengambil atau merampas milik orang lain. Kita melihat bahwa mencuri menyangkut hak kepemilikian orang yang sah, yang Tuhan jamin. Tidak menggunakan pemberian Tuhan dengan setia juga termasuk mencuri. Begitu juga ketika kita membahas hukum kesembilan, kita tidak langsung berbicara mengenai bohong, melainkan menelusuri akarnya terlebih dahulu. Bohong selalu diawali dengan kesalahan menggunakan mulut. Kesalahan itu terjadi karena kita tidak mempunyai kebenaran firman. Jadi, alangkah indahnya orang yang tidak menempuh jalan yang salah, tidak mengambil keputusan yang salah, karena pikirannya diurapi oleh kebenaran yang diwahyukan di Kitab Suci. Jadi, jika kebenaran menguasai semua aspek hidupmu, engkau akan melihat, mendengar, dan mengatakan hal yang benar. Bagaimana dengan hal-hal yang tidak benar? Orang yang benar, hatinya akan mampu menyaring kesalahan. Hidup yang mampu menyaring semua kesalahan – hanya mengutarakan kebenaran – adalah hidup yang sangat bernilai. Firman Tuhan akan meresap masuk ke dalam setiap aspek kehidupan orang percaya. Hal itu memampukan kita untuk  mengabdikan seluruh organ hidup kita menjadi alat kebenaran Allah. Dengan demikian setiap kali engkau berkata-kata, orang akan mendapat berkat, setiap kali engkau menganalisa, menyatakan, orang akan segera mengerti apa itu kebenaran. Amsal berulang kali berkata bahwa mulut orang bijak adalah pohon hidup. Apa maksudnya? Firman dan perkataan yang keluar dari mulutnya adalah pohon hidup yang memberikan buah yang hidup. Karena kalimat yang seorang dapatkan melalui pergumulan yang sulit maka saat dia bagikan akan menerangi sejarah selama ribuan tahun. Kiranya Tuhan memberkati kita menjadi orang Kristen yang beriman, yang mau diisi dengan kebenaran, dan memakai mulut kita untuk mengutarakan firman Kebenaran.

Tuhan mencipta manusia dengan begitu luar biasa. Tuhan memberi kita dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, tetapi hanya satu mulut. Padahal tugas mulut begitu banyak. Seorang filsuf Gerika kuno, Xenophanes, mengatakan, “Alam memberi kita dua telinga dan dua mata, tetapi hanya satu mulut, agar kita lebih banyak melihat dan mendengar ketimbang berkata-kata.” Sungguh kalimat yang bijaksana. Orang yang bawel, banyak bicara akan dibenci orang. Orang yang banyak mendengar, tidak banyak bicara, namun sekali berbicara – apalagi jika kata-katanya begitu bermakna – orang akan memperhatikan. Semakin sedikit engkau berbicara maka setiap kata-kata yang bermakna akan berpengaruh besar. Guru dan ibu yang suka mengomel biasanya tidak disukai oleh anak-anaknya. Setelah saya membaca tulisan Xenophanes, saya menyadari bahwa banyak orang tidak disukai orang lain karena begitu bawel sementara yang dikatakannya selalu sama, sampah. Sebaliknya, kita melihat orang-orang yang jarang berbicara, tetapi ketika ia mengatakan kalimat yang tepat, dia berhasil menangkap waktu, menangkap momen, tepat mengisi kesempatan yang ada, dan menjadi berkat serta inspirasi bagi orang lain. Amsal berkata, “Kata-kata yang tepat ketika dikatakan pada waktu yang tepat, bagaikan apel emas yang diletakkan di sebuah pinggan perak” (Ams. 25:11). Ketika saya membayangkan sebuah apel emas dalam pinggan perak, betapa indahnya cahaya keemasan yang memancar lewat pinggan perak. Tentu hal sedemikian memancarkan keindahan yang tidak mungkin dibuang atau disia-siakan. Saya menggubah ulang kalimat Xenophanes menjadi, “Allah menciptakan kita dengan dua mata dan dua telinga, tetapi hanya dengan satu mulut, untuk melihat hal yang baik dan jahat, mendengar apa yang benar dan salah, tetapi hanya mengatakan kesaksian kebenaran.” Inilah kesimpulan: Hendaklah kita bersaksi bagi kebenaran. Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber :http://www.nusahati.com/2012/11/sepuluh-hukum-hukum-kesembilan-bagian-1/

Ringkasan Khotbah Terkait Sebelumnya :
Hukum pertama hingga keempat berbicara tentang hukum vertikal, menyatakan relasi antara Pencipta dan ciptaan.
Hukum kelima mulai membahas relasi antara manusia dengan manusia yang Ia cipta.
Hukum 5 : Hormati Orang Tuamu
Hukum 6 : Jangan Membunuh
Hukum 7 : Jangan Berzinah
Hukum 8 : Jangan Mencuri

Orang suci dari Auschwitz

Dari antara semua kenangan yang menyeramkan tentang Penjara Auschwitz, ada satu kenangan yang indah, yaitu kenangan Gajowniczek mengenai Maximillian Kolbe.
Pada bulan Februari 1941, Kolbe dipenjarakan di Auschwitz. Kolbe adalah seorang pastor Fransiskan. Di tengah kekejaman dalam kamp pembantaian itu ia tetap mempertahankan kelemahlembutan Tuhan. Ia membagi-bagikan makanannya. Ia menyerahkan tempat tidurnya bagi narapidana lain. Ia berdoa bagi orang-orang yang menangkapnya. Kita bisa menyebutnya sebagai “Orang suci dari Auschwitz.” 

Korban pengganti

Pada bulan Juli tahun yang sama seorang narapidana lolos dari penjara. Di Auschwitz terdapat kebiasaan untuk membunuh sepuluh narapidana apabila satu narapidana melarikan diri. Semua narapidana dikumpulkan di halaman, dan komandan memilih secara acak sepuluh narapidana dari barisan. Para korban dengan segera akan dimasukkan ke dalam sebuah sel, tidak diberi makan dan minum sampai mereka mati. Komandan mulai menyeleksi. Satu per satu narapidana melangkah maju untuk memenuhi panggilan yang menyeramkan itu. Nama kesepuluh yang dipanggilnya adalah Gajowniczek.

Ketika para perwira memeriksa nomor-nomor orang terhukum tersebut, seorang dari mereka menangis. “Oh, istri dan anak-anakku,” katanya di antara isak tangisnya. Para perwira itu berpaling ketika mereka mendengar suara gerakan di antara narapidana. Penjaga menyiapkan senapan mereka. Anjing pelacak tampak tegang, menunggu komando untuk menyerang.

Seorang narapidana meninggalkan barisan dan melangkah maju…..
Narapidana itu adalah Kolbe. Tidak tampak ketakutan di wajahnya. Tidak tampak keraguan dalam langkahnya. Penjaga berteriak dan menyuruhnya berhenti atau ia akan ditembak.
“Saya ingin berbicara dengan komandan,” katanya dengan tenang.
Entah mengapa petugas tidak memukul atau membunuhnya. Kolbe berhenti beberapa langkah dari komandan, melepas topinya, dan memandang perwira Jerman itu tepat di matanya.
“Tuan komandan, saya ingin mengajukan sebuah permohonan.”
Sungguh mengherankan, tak seorang pun menembaknya.
“Saya ingin mati untuk menggantikan narapidana ini.”
Ia menunjuk pada Gajowniczek yang sedang menangis terisak-isak. Permintaan yang berani itu diucapkannya tanpa rasa gugup sedikitpun.
“Saya tidak mempunyai istri dan anak-anak. Selain itu saya sudah tua dan tidak berguna. Keadaan orang itu masih lebih baik dari keadaan saya.” Kolbe tahu benar mentalitas Nazi.
Terima kasih
“Siapa kau?” Tanya perwira itu.
“Seorang pastor Katolik.”
Barisan narapidana itu tercengang. Sang komandan diam seribu bahasa, tidak seperti biasanya. Tak lama kemudian, ia berkata dengan suara nyaring,
“Permohonan dikabulkan.”
Para narapidana tidak pernah diberi kesempatan berbicara. Gajowniczek mengatakan,
“Saya hanya dapat berterima kasih kepadanya lewat pandangan mata saya. Saya merasa sangat tercengang dan hampir-hampir tidak dapat mempercayai apa yang sedang terjadi. Betapa dalam makna peristiwa itu. Saya, orang yang terhukum, akan tetap hidup sedangkan orang lain dengan sukarela menyerahkan nyawanya untuk saya – orang yang tidak dikenalnya. Apakah ini mimpi?”

Orang suci dari Auschwitz itu hidup lebih lama dari sembilan napi lainnya. Sesungguhnya ia tidak mati karena kehausan atau kelaparan. Ia mati setelah racun disuntikkan ke dalam pembuluh darahnya. Hari itu tanggal 14 Agustus 1941.

Gajowniczek lolos dari pembantaian. Ia kembali ke kampung halamannya. Namun setiap tahun ia kembali ke Auschwitz. Setiap tanggal 14 Agustus ia kembali kesana untuk mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah mati menggantikannya.

Di halaman belakang rumahnya terdapat sebuah tanda peringatan yang diukir dengan tangannya sendiri, sebagai penghargaan terhadap Maximillian Kolbe, orang yang mati baginya agar ia tetap hidup.


Sumber : http://www.nusahati.com/2012/11/orang-suci-dari-auschwitz/

Siapakah Bapamu?

Nats : Yoh. 8 : 34 – 43
Dua minggu yang lalu kita sudah membahas, definisi dari kebebasan sejati bukanlah: aku ingin melakukan apa, aku bisa melakukannya. Karena kalau kebebasan diidentikkan dengan hal itu, maka kebebasan tak beda dengan barbar, melakukan apa saja yang dia inginkan, tanpa ada yang dapat mencegahnya. Padahal bebas bukan barbar dan barbar bukan bebas. Jadi, apa itu bebas? Menurut Immanuel Kant, filsuf Jerman, bebas adalah: tatkala aku tak ingin melakukan sesuatu, aku mampu untuk tidak melakukannya. Kali pertama saya membaca bukunya, saya sangat terkejut dan salut padanya. Karena faktanya, saat seorang ingin mulai merokok atau menghisap narkoba, dia bisa memulainya — sepertinya bebas. Tetapi saat dia ingin berhenti merokok atau menghisap narkoba, dia tak mampu stop. Begitu juga orang yang ingin pergi ke tempat pelacuran; berzinah, dia bisa melakukannya. Tapi waktu dia ingin stop, dia tak mampu stop. Mengapa? Karena orang berdosa hanya punya kebebasan untuk berdosa, tidak punya kebebasan untuk tidak berdosa. Itu artinya, dia tak bebas. Maka kata Tuhan Yesus Kristus: “dengan sesungguh-sungguhnya Aku berkata padamu, semua orang berdosa adalah hamba dosa”: penjudi adalah hamba dari perjudian, penzinah adalah hamba dari perzinahan, pemabuk adalah hamba dari minuman keras… Sudah puluhan tahun kita menjadi hamba dosa, siapa yang sanggup membebaskan kita dari belenggu dosa? Kata Yesus Kristus: “dengan sesungguh-sungguhnya Aku berkata padamu, jika Anak Allah membebaskanmu, barulah kau beroleh kebebasan yang sejati”. Dan Puji Tuhan, karena di dunia, ada banyak orang yang telah diselamatkan; dibebaskan oleh Tuhan Yesus Kristus!

Padahal Pemerintah Singapore ataupun Amerika menyadari, Pusat Rehabilitasi tak mampu merehabilitasi seorang dengan sungguh-sungguh. Karena meski seorang berdosa digertak; diancam, dihukum seberat apapun, dia akan tetap berbuat dosa. Mengapa? Mereka tak punya kekuatan; tak mampu keluar dari dosa. Sampai orang Kristen memberitakan kasih Allah, keselamatan di dalam darah Yesus Kristus, dan Roh Kudus bekerja di dalam dirinya, barulah dia dapat berpaling pada Tuhan dan menikmati kebebasan sejati. Setiap hari Minggu malam, petugas kolektan di Mimbar Pemahaman Alkitab dengan bahasa Mandarin di Singapore adalah orang-orang yang sudah terbebas dari narkoba. Meski dari wajah mereka masih terlihat sebagai orang yang kurang sehat, tapi sebenarnya, mereka sudah dibebaskan; dimerdekakan dari belenggu dosa, hidup mereka juga berubah. Karena hanya kasih Yesus Kristus yang sanggup mengubah manusia. Sementara manusia sendiri, tak berdaya memperbaiki hidupnya. Kita hanya bisa berjanji dan berjanji untuk tidak berbuat dosa lagi. Tapi faktanya tidak klop dengan keinginan kita; apa yang kita inginkan dan apa yang kita lakukan adalah dua hal yang berbeda. Seratus lima puuh tahun silam, di Propinsi jiang xi, China, ada seorang yang sangat pandai. Setiap ujian selalu mendapat ranking satu. Bahkan saat menempuh ujian di tingkat nasional, juga mendapat ranking. Di satu segi, dia adalah orang yang otaknya sangat cemerlang, tapi di segi lain, dia adalah seorang pecandu opium. Suatu hari, saat dia kehabisan uang untuk membeli opium, sangat menderita, bahkan seperti hampir mati. Dia melihat satu pengumuman sayembara mengarang di atas pintu kota: barangsiapa dapat menulis karangan, menganjurkan rakyat tak lagi menghisap opium. Maka juara pertama akan menerima hadiah sekian, juara kedua menerima hadiah sekian, juara ketiga menerima hadiah sekian, juara keempat…. hatinyapun tergoda, pikirnya: mana tahu aku bisa memenangkan hadiah itu. Lumayan besar jumlahnya. Maka dia pulang, memeras otak, menulis karangan: negara yang kuat adalah negara yang rakyatnya sehat. Dan rakyat yang sehat adalah rakyat yang tak menghisap opium. Bangsa yang tidak menggunakan opium adalah bangsa yang tinggi moralnya. Diapun menulis satu, dua, tiga, empat karangan, menyoroti pentingnya kesehatan dari sudut yang berbeda-beda, dan dikirimkan ke pemerintah. Beberapa minggu kemudian, nama pemenang sayembara diumumkan di tembok kota, dia pergi ke sana. Dan apa yang dilihatnya? Juara pertama: dia, juara kedua: dia, juara ketiga: dia, juara keempat: dia. Mengapa satu orang bisa memborong semua hadiah? Karena orang Chinese punya beberapa nama, dia menggunakan nama yang berbeda-beda untuk keempat buah karangan yang ditulisnya, dan empat-empatnya menang. Acara pemberian hadiah, disaksikan oleh banyak orang, maka saat nama dari juara pertama: Mr. Xi dipanggil, dia maju dan menerima hadiah yang jumlahnya cukup besar. Saat nama juara dua: Mr. Sheng mo dipanggil, dia lagi yang muncul. Saat nama juara ketiga: Mr. Sheng mo xi dipanggil, dia juga yang maju…. Semua orang tercengang, ternyata semua hadiah sayembara diborong habis oleh dia; seorang. Tapi dia mendapatkan semuanya secara sah, dan sempat membuat banyak orang iri sekali dengannya. Lalu apa yang dia lakukan setelah menerima hadiah? Segera membeli opium. Karena tujuan dia menulis karangan memang bukan murni mengajak orang untuk stop menggunakan opium, melainkan mencari uang untuk membeli opium. Setiap kali saya ingat akan kisah ini, saya disadarkan akan sifat orang berdosa yang betul-betul bobrok.

Maka semua orang tahu: mana yang baik – mana yang tidak baik. Tapi faktanya, orang lebih cenderung pada yang tidak baik, bukan cenderung pada yang baik. Banyak orang mengatakan pada saya: “pak Tong, sebenarnya, kami tak terlalu suka dengan bapak. Karena bapak begitu ketat, begitu galak. Tetapi setelah kami amati, bapak sendiri menjalankan apa yang bapak katakan, tak munafik, tak berbicara sembarangan. Maka akhirnya kami memutuskan untuk tetap di GRII. Karena di zaman ini, ada banyak pemimpin yang hanya pandai berbicara, tapi tidak menjalankan apa yang mereka katakan. Hari ini, apakah kau sudah menjadikan agamamu sebagai motivator dari moralmu? Sudahkah kau menjadikan pengetahuan Alkitabmu sebagai hakim yang menghakimi dirimu sendiri? Saat kau bercermin, melihat wajahmu begitu kotor, apa kau jadi kesal dan menghancurkan cermin itu? Seharusnya tidak kau lakukan hal itu. Karena hanya cermin yang jernih, yang dapat memantulkan dengan jelas akan semua noda yang ada di wajahmu. Jadi, kalau firman yang kau dengar membuat kau menemukan kelemahan diri, jangan kau membenci firman. Alkitab mengingatkan: orang yang mendengar firman tapi tidak menjalankan, sama dengan orang yang bercermin, melihat noda di wajahnya, lalu pergi; tak membersihkan wajahnya. Waktu Yesus Kristus di dunia, hidupNya bagai cermin, memantulkan semua kebobrokan manusia. Maka ada orang yang setelah mendengar khotbahNya, mengakui dosanya dengan menangis dan bertobat. Tapi ada juga orang yang setelah mendengar khotbahNya malah membenci Dia, bahkan ingin membunuh Dia. Yoh.8 mencatat hal ini dengan sangat jelas. Kata Yesus pada mereka: kalau bukan Anak Bapa di sorga memerdekakanmu, kamu tak akan memperoleh kemerdekaan sejati. Hai, orang Yahudi, kau kira: dirimu bebas, dirimu berjalan di dalam kebenaran? Aku memberitahumu, tidak! Meski kamu adalah keturunan Abraham, tetapi niat yang ada di hatimu hanya satu: membunuh Aku. Jadi, orang yang ingin membunuh Yesus bukan Yudas, bukan tentara Romawi, bukan penyamun, melainkan orang Yahudi yang mengaku diri sebagai keturunan Abraham. Mengapa mereka ingin membunuh Yesus? Karena keberadaan Yesus telah menjadi ancaman buat mereka, perkataanNya telah membongkar segala kemunafikan mereka. Maka kata Yesus: “Aku tahu, kamu adalah keturunan Abraham. Tapi mengapa di hatimu ada niat untuk membunuhKu, niat yang tak ada di dalam diri Abraham. Karena Abraham merindukan kedatanganKu, menantikan dengan tekun. Itulah iman dari leluhurmu, tapi imanmu, tak sama dengan iman leluhurmu. Leluhurmu mencintaiKu, tapi kamu, malah ingin membunuhKu. Dan masih berani mengaku diri sebagai keturunan Abraham? Ketahuilah, bahwa kata-kataKu bukan berasal dariKu, melainkan firman yang BapaKu serahkan untuk Ku sampaikan padaMu. Jadi, BapaKu menyuruh Aku menyampaikan  kebenaran, tapi kamu, ingin membunuh sumber dari kebenaran. Dengan dasar itulah, Yesus mengatakan satu statemen: “BapaKu bukanlah bapamu. Karena Aku melakukan hal yang sesuai dengan maksud BapaKu. Andai BapaKu adalah juga Bapamu, kamu pasti menghargai apa yang Ku lakukan, kamu pasti menerima firman yang Ku sampaikan dan menyambut akan perkara yang Ku genapkan bagimu. Masalahnya, Aku melakukan hal yang Bapa ingin Aku lakukan, kalian malah ingin membunuhKu — menjalankan perintah dari bapamu. Mendengar itu, orang Yahudi marah besar: “jadi, menurut Kau, kami ini siapa?” “Aku tahu, kalian adalah keturunan Abraham. Tapi apa yang kalian lakukan tak sama dengan apa yang Bapamu lakukan: Bapamu menyukai kebenaran, kamu malah ingin membunuh kebenaran. Ini menandakan, bapamu bukanlah Penghulu hidup, melainkan kepala pembunuh”. Mereka menyangkal: “tidak, bapa kami adalah Abraham” “kalau bapamu adalah Abraham, kamu pasti melakukan apa yang dia lakukan”. Inilah prinsipnya. Hai orang Kristen, kalau kau mengaku Bapamu adalah Allah yang melakukan kebenaran, kebajikan, keadilan, kesucian. Tapi kau, melakukan hal yang najis, yang jahat, yang tak adil, itu menandakan bahwa kau bukan anak Allah. Bapamu bukan Allah, bapamu adalah iblis. Mungkin kau mengatakan: mana mungkin begitu, aku ini orang Kristen yang sudah dibaptis, mana mungkin bapaku adalah iblis? Ingat: Yudas adalah murid Yesus, tapi dia adalah anak iblis. Itulah yang Yesus sendiri katakan: “seorang diantara kalian adalah iblis”. Kalau ditinjau: tubuhnya ada dimana? di tengah-tengah anak-anak Allah. Keanggotaannya di mana? Di gereja. Peterus, Yakobus, Yohanes…. adalah murid Yesus yang Dia pilih, Yudas juga murid Yesus yang Dia pilih. Yesus mengajak murid-murid. memberitakan injil, Yudas juga diajak. Apa beda Yudas dengan murid-murid lain? Hati Yudas tidak di Kerajaan Allah atau di pengajaran Yesus, tapi di kas bendahara; ambisinya mendapatkan uang.

Ada sebagian orang yang suka jadi bendahara gereja. Saya pernah menyaksikan beberapa bendahara gereja, yang hatinya tidak mengarah pada Tuhan, tapi pada uang. Syukur pada Tuhan, karena di tahun pertama, di GRII pusat ada seorang bendahara, yang menyetor uang persembahan gereja ke akun pribadinya. Baru bulan berikutnya dia transfer ke akun gereja. Jadi, kalau jumlah dana dicocokkan dengan catatan pembukuan, memang tak ada yang salah. Tapi kalau diperiksa tanggalnya, terlambat satu bulan. Itu artinya, dia mengambil dulu bunga dari bulan pertama untuk dirinya. Apakah perbuatan seperti ini bisa dibenarkan? Tidak, kami langsung memecatnya. Dan dua puluh tahun ini, ekonomi gereja kita sangat diberkati Tuhan. Karena kita sudah menemukan seorang bendahara yang sungguh-sungguh jujur dan mutlak setia. Itu sebab, badan IMF (International Monetery Fund) tak pernah memilih bendahara secara bebas. Karena saat orang memilih, selalu memilih orang yang dia kenal atau orang yang kelihatannya baik. Akibatnya, jabatan bendahara mungkin dikuasai oleh orang yang berambisi liar dan itu sangat berbahaya. Puji Tuhan! Karena berkatNya, kita dapat membangun Concert Hall hanya dengan dana tujuh puluh sekian milyar. Padahal Concert Hall di Shen zen dibangun dengan dana lima belas sekian kali lipat dari dana yang kita pakai. Concert Hall di Singapore dibangun dengan dana seratus sekian kali lipat dari dana yang kita pakai. Concert Hall di Bei jing yang sangat besar itu dibangun dengan dana seratus sepuluh kali lipat dari dana yang kita pakai. Karena kita tidak mengkorupsi ataupun memboroskan uang persembahan barang satu peser. Maka kita dapat menggunakan dana yang paling minim guna melakukan pekerjaan yang paling besar. Jumat malam, saat pianis Rusia mementaskan Piano Concerto no.1, karya Chopin, panitia minta bantuan dari perusahaan piano terbesar di Jakarta. Nama perusahaan itu dicantumkan sebagai sponsor dari acara konser itu. Berapa harga piano yang mereka pinjamkan untuk konser itu? 1.8 milyar — piano yang agak kecil, tapi bagus sekali. Waktu saya menonton konser itu, merasa sayang sekali: pianis Rusia itu dapat memainkan piano dengan sangat bagus, tapi karena pianonya baru seratus persen, suaranya tak keluar. Hati saya terketuk, memberi izin mereka kali ini menggunakan piano kita pada pementasan malam kedua secara free, sebagai tanda persahabatan Indonesia dan Kroasia. Dan memang, kemarin malam, saat pianis itu memainkan Piano Concerto no.2 dari Chopin, suara piano terdengar begitu indah. Sang pianis senang luar biasa, terus menerus mengucapkan terima kasih, terima kasih pada saya. Konduktornya juga mengatakan: “saya sedang mencari piano yang bagus, tapi sampai sekarang belum mendapatkannya. Bagaimana bapak bisa menemukan piano yang sebagus ini; jangan-jangan piano ini pernah digunakan oleh Horowitz” “saya mendapatkannya di New York” “kalau begitu, saya juga ingin mencarinya di sana”. Padahal piano piano kita itu bukan piano baru, piano yang sudah berusia 86 tahun tapi setelah diperbaiki ternyata suaranya bagus sekali. Untuk apa saya menceritakan semua itu? Memberitahu kalian, orang bisa saja menggunakan dana segudang untuk melakukan perkara-perkara yang biasa. Contohnya ukuran dari piano yang dipinjamkan oleh perusahaan piano itu 212 cm, harganya 1.8 milyar. Tapi ukuran piano kita 274 cm, harganya + lima ratus dua puluh juta, hanya seperempat dari harga piano baru, tapi suaranya tiga kali lebih bagus dari piano baru. Mengapa begitu? Karena Tuhan memberkati orang-orang yang melayani Dia dengan sepenuh hati, dapat mewujudkan pekerjaanNya yang terindah. Puji Tuhan! Bukan seperti Yudas, yang secara lahiriah berada di lingkaran murid-murid Yesus, tapi niat hatinya yang sungguh-sungguh bukan Yesus atau kebenaranNya, melainkan uang. Karena itu, di matanya tak ada sesamanya, di hatinya juga tak ada Allah; hanya ada uang. Kalau seorang hanya memikirkan uang dan uang, semua hal yang dia lakukan dalam hidupnya salah kaparah. Bahkan demi uang, dia tega menghancurkan interpersonal relationship-nya dengan sesamanya. Begitu juga orang yang melakukan segalanya demi diri sendiri, semua yang dia lakukan dalam hidupnya akan salah kaprah. Karena dia hanya sibuk memperhatikan adakah dirinya dirugikan, dilecehkan, diejek atau…. Dan akibatnya, tak paranoid overshadow akan semua kebenaran yang dia dengar dan kewajiban yang seharusnya dia tunaikan. Begitu juga orang yang melakukan segalanya hanya untuk menyenangkan orang lain, semua yang dia lakukan juga salah. Kalau kau tanyakan pada Yudas: “dimanakah kau?” jawabnya: “tubuhku ada di gereja, namaku ada di deretan nama murid-murid Yesus”. Tapi kalau kau tanyakan lebih lanjut: “Yudas, dimanakah kau yang sesungguhnya?” “di tangan iblis”. Karena titik fokus yang dia pandang adalah uang, dirinya, maka yang dia terus pikiran hanyalah: bagaimana memperalat Yesus untuk meraup uang kas. Itu sebab, hari ini, saya ingin bertanya pada saudara: “dimanakah kau?”

Pertanyaan pertama yang Allah ajukan pada orang berdosa yang pertama: Adam. Setelah dia berdosa, pertanyaan yang tanyakan padanya bukan: apa yang telah kau makan atau apa yang sudah kau perbuat, melainkan dimanakah kau? Pertanyaan yang menyangkut posisinya, keberdaannya; statusnya dan hatinya. Karena saat seorang tak membawa serta hatinya, dimanapun dia berada, keberadaannya tak berarti apa-apa. Puji Tuhan, Allah begitu memberkati gerakan ini, karena hati saya seratus persen saya curahkan di gerakan ini. Saya tak peduli akan sehat-sakit, mati-hidup diri sendiri, tapi sepenuh hati berjuang untuk gerakan ini. Mengapa? Karena saya tahu dengan jelas: Allah mau memakai gerakan Reformed Injili untuk mengubah seisi dunia. Puji Tuhan! Dari mana kita memulainya? Membenahi iman, kebenaran, teologi, doktrin. Karena semua itu adalah poros. Setelah poros itu mantap, baru melebarkan sayap ke bidang pedagogik, politik, ekonomi, etika moral, sosiologi…. dan menggerakkan seluruh roda untuk berputar. Tapi kalau porosnya bergeser, roda akan ambruk. Permisi tanya, dimanakah hatimu: di dalam Yesus Kristus, di dalam iman kepercayaan yang benar? Itu sebab, tak ada teguran Yesus pada orang Yahudi yang lebih pedas; tajam dari teguran di Yoh.8. “Aku tahu, kalian adalah keturunan Abraham, tapi mengapa kalian ingin membunuhKu — perkara yang tak mungkin diperbuat oleh bapamu? Karena Abraham mendambakanKu, menantikan kedatanganKu dan berharap padaKu, tapi kalian, justru membenciKu, bahkan ingin membunuhKu. Bukankah hal ini membuktikan, bahwa kalian bukan keturunan Abraham? Statemen Yesus ini lebih menyakitkan dari mencaci-maki orang tua mereka. Saya yakin, kalau ada orang mencerca papamu, tentu kau akan marah. Apalagi kalau papamu adalah orang yang baik, tentu kau tak akan mengizinkan siapapun menghinanya dengan sembarangan. Apa jadinya kalau orang berani mencerca dia yang kau sembah? Itulah yang membuat orang Yahudi tak bisa tahan lagi: “kami ini keturunan Abraham” “bukan! Bapamu bukan Abraham. Kalau bapamu adalah Abraham, kamu pasti melakukan apa yang dia lakukan”. Hari ini, ada banyak anak yang tak mau meneruskan pekerjaan papanya. Karena mereka sama sekali tak mengerti hati papa mereka. Pepatah orang Tionghoa mengatakan: qi shun zi xiao fu xin kuan; kalau isteri taat dan anak-anak hormat padamu, tentu hatimu jadi lapang. Tapi kalau mereka memberontak padamu, tentu hatimu susah setengah mati. Begitu juga hati Bapa kita. Pertanyaannya: sudahkah kita taat padaNya, mengasihi Dia, sungguh-sungguh melakukan apa yang Dia ingin kita lakukan? Allah bersaksi tentang Yesus: “inilah AnakKu yang Ku kasihi, dengarlah akan Dia”. Jadi, mungkinkah anak-anak Bapa berniat membunuh Dia yang Bapa kasihi? tidak mungkin! Tapi orang Israel? Allah menyuruh mereka mengasihi Yesus, mereka malah ingin membunuh Dia. Bukan hal ini membuktikan, bahwa mereka bukan anak-anak Allah. Tapi teguran Yesus yang jujur itu justru mereka pandang sebagai penghinaan yang terbesar. Maka setelah mereka mendengar statemen itu, bukan saja hati mereka tak tergerak, tak bertobat, malah membenci Yesus dan semakin berniat membunuhNya. Memang di Alkitab tertulis, jangan menegur orang bodoh. Karena mereka akan semakin hari semakin bodoh dan bahkan membencimu. Tapi Yesus tetap harus mengatakan statemen itu. Karena Dia tahu, tak lama lagi, kebudayaan Yahudi akan dibuang. Sementara orang Yahudi sendiri masih mengira kami adalah anak-anak Allah, tak sadar bahwa Allah tak lagi memakai bahasa mereka, tapi memakai bahasa Yunani untuk menuliskan wahyuNya di P.B. Maka mereka tak dapat menerima statemen Yesus.

Kata Yesus: “Bapamu bukan Abraham. Kalau bapamu adalah Abraham, kamu pasti melakukan apa yang dia lakukan: datang padaKu. Biar hari ini setiap kita kembali pada Tuhan dan mengatakan padaNya: “Tuhan, aku mau membuka hatiku menerima firmanMu sebagai tuan di hatiku, dan aku, siap jadi hamba yang mentaati semua perintahMu, melakukan hal-hal yang berkenan padaMu, bukan malah memperalat atau mengubah-ngubah firmanMu”. Maukah kau? Kiranya Tuhan menolong kita, mau menerima firman kebenaranNya dengan sungguh, dan menjalankan kehendakNya dengan jujur. Dua minggu lagi, kita akan membahas, mengapa Tuhan Yesus terpaksa harus mengucapkan statemen “bapamu bukan Abraham, juga bukan Allah, melainkan adalah iblis” — statemen yang sangat tajam dan mengerikan, yang membuat Dia tak mungkin rekonsiliasi dengan orang Yahudi. Bukankah mereka adalah orang yang beragama, mengapa mereka disebut anak iblis? Karena agama hanyalah mereka pakai sebagai tameng, guna menutupi segala keegoisan dan kejahatan yang mereka perbuat. Statemen Yesus itulah membuat mereka tak punya pilihan lain, kecuali membunuh Dia. Jadi, orang mengaku diri mengerti Taurat ini ternyata adalah orang yang melanggar Taurat. Taurat mengajarkan: jangan bersaksi dusta, jangan membunuh…., mereka malah bersaksi dusta, berniat membunuh, bahkan membunuh Allah — sangat mengerikan, bukan? Kiranya Tuhan menolong, menata ulang hidup kita, agar kita mau taat padaNya dengan sungguh dan selalu memperkenan hatiNya.

(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)
Ringkasan Khotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : http://www.nusahati.com/2012/11/siapakah-bapamu/