Rabu, 29 Februari 2012

How To Count Your Days

Setiap tahun memiliki 365 hari lebih seperempat, waktu satu tahun berlalu selalu menggeser kita menjadi lebih tua, lebih dekat dengan saat masuk ke liang kubur. Bagaimana cara kita menghitung waktu hidup kita? Ada empat (pernah kita bahas di awal th. 1990, dalam seri khotbah “Waktu Dan Hikmat“)  :
1. [Tambah]. Cara anak-anak menghitung hari: usiaku tambah satu, aku tambah besar.
2. [Kurang]. Setelah kita berumur, kita malah takut dengan istilah [tambah] (kecuali uangnya bertambah) lebih menyukai istilah [kurang]: setiap tahun baru berarti umur kita berkurang satu tahun. Ini menandakan kita mulai bijaksana.

Di manakah th.2003? Di memori kita, karena sudah berlalu dan digantikan dengan tahun 2004 yang baru, tapi 365 hari kemudian tahun 2004 juga akan berlalu. Berapa kali di dalam hidup kita ini kita mengganti kalender, mungkin sampai seratus kalikah? Selain petugas cleaning service di kantor yang bertugas mengganti kalender lama di setiap ruangan, jarang orang melakukannya sampai seratus kali. Karena sedikit sekali orang yang bisa mencapai usia itu. Setiap kau mengganti kalendermu di tahun baru, berkatalah kepada dirimu: umurku kurang satu tahun lagi. Selain umur, apalagi yang berkurang? Kesempatan bersaksi; memuliakan Tuhan, melayani Tuhan, menjadi berkat bagi orang juga berkurang. Biarlah di setiap akhir tahun kita merenungkan: apa yang sudah ku kerjakan di tahun ini, berapa banyak gerakan Tuhan yang sudah ku patuhi, bukan malah menghitung-hitung berapa banyak keuntungan yang telah ku dapat di tahun ini?

Di tahun 2003 yang lalu, paling sedikit ada dua perkara yang sangat menghibur hati saya, karena begitu Tuhan menggerakkan, saya langsung mengerjakannya:

a.  Di akhir KKR Jakarta 2003, saya merasakan satu gerakan: jangan bubarkan paduan suara besar ini, maka saya mengajak mereka menyanyi di konser Natal di Balai Sidang, mereka langsung menyambut dengan tepuk tangan, masalahnya: di mana mereka bisa berlatih? Perlu menyewa aula besar seperti Kampus Emas, Graha Gepembri. Dari mana uangnya? Saya tidak mengambil serupiahpun dari gereja. Pimpinan Tuhan memang ajaib, konser itupun berlangsung. Padahal awalnya orang kuatir “berapa banyak orang yang akan menghadiri konser itu?” “Yang menyanyi seribu orang, kalau papa mamanya, pacarnya, mantan pacarnya hadir, sudah ada 4000 orang, belum lagi yang lain. Tak perlu takut!”

Dengan iman kita lakukan, ternyata konser hari itu dihadiri 4.000 orang. Puji Tuhan! Acara konser disiarkan di Metro TV, saya yakin di seluruh Indonesia, paling sedikit ada lima juta orang menyaksikan pementasan lagu-lagu agung itu. Sebelum acara konser itu, saya minta Ndaru Darsono melatih beberapa lagu. Memang susah, apalagi lagu For unto us, sayapun sempat kuatir, karena bila lagu itu tidak dinyanyikan dengan tepat, bisa terdengar seperti suara bayi menangis. Jadi hari itu memang membutuhkan iman yang besar sekali. Bahkan sampai kali terakhir latihan, waktu Vincent datang dari Taiwan merekam, dia geleng-geleng kepala, tapi di malam konser itu terjadi mujizat, lagu itu dinyanyikan dengan sehati, tidak salah barang satu ketukpun. Puji Tuhan!

b.  Mengapa KKR Natal hanya diadakan di Jakarta tidak diadakan di kota-kota lain? Saya segera menelepon ke Hong Kong, Singapura, Kuala Lumpur…. minta mereka menyewa gedung yang terbesar. Karena di masa Natal memang lebih gampang mengajak orang datang mendengar firman Tuhan. Meski jadwal saya jadi acak-acakan: Taipei, Surabaya, Singapura, Hong Kong, Kucing…., biaya penyewaan gedung juga mahal luar biasa. Tapi setelah selesai, saya bersyukur pada Tuhan, karena jumlah hadir di KKR Natal dari tgl. 13 sampai 28 Desember adalah 38.400 orang. Banyak orang baru menerima Tuhan Yesus. Di akhir tahun, saya berkata: Tuhan di tahun 2003, saya sudah menjalankan kehendakMu, maka untuk kebaktian tahun baru 2004, saya memilih tema, “Meskipun Lelah Tetap Mengejar”. Karena lelah plus senang lebih baik dari santai plus susah. Puji Tuhan! Inilah rahasia hidup: hidup hanya satu kali, mengapa tidak mau berjerih lelah untuk Tuhan? Orang yang berjerih lelah untuk Tuhan, waktu di sorga nanti, Tuhan sendiri akan membelainya. Orang yang menangis untuk Tuhan, Tuhanlah yang akan menghapus air matanya dengan tangan yang pernah Dia pakai untuk menciptakan langit dan bumi.

Di th.2004 ini, saya berkata pada Tuhan: Tuhan, aku bersyukur padaMu masih mengizinkanku memasuki tahun ini, padahal dulu, waktu studi di sekolah teologi, saya harus kuliah dengan membawa bantal karena sakit. Saat itu saya pernah terlintas pikiran, kalau saya bisa mencapai usia 40 tahun sudah puji Tuhan, nyatanya saya masih bisa mencapai usia 41 tahun, maka saya melayani dengan lebih giat, juga sempat berpikir: kalau saya mati di usia 45 tahun, itupun lebih panjang dua tahun dari umur John Sung. Memang, di saat berusia 44 tahun, dokter pernah menvonis saya akan mati karena penyakit lever, sehingga pikir saya, inilah waktunya, maka jadwal khotbah saya justru saya buat lebih padat dari sebelumnya, tapi sampai usia 60 tahun belum mati. Puji Tuhan! Tahun ini, saya memasuki usia 64 tahun, orang yang seusia saya dan masih begitu banyak berkhotbah sudah jarang bukan? Bahkan kalau anda hanya mendengar suara khotbah saya, mungkin anda pikir saya baru berusia 30-an. Padahal waktu saya berusia 30-an, seorang yang berusia 70-an di Singkawang berkata, kalau saya hanya mendengar suara khotbahmu, dari kalimatmu, bahan khotbahmu, pengalamanmu, saya kira kau ini orang tua, nyatanya kau baru berusia 30-an; masih muda. Jadi, waktu saya masih muda, orang yang hanya mendengar suara khotbah saya mengira saya adalah orang tua, tapi sekarang, saat saya sudah berusia 60 sekian tahun, orang yang hanya mendengar suara khotbah saya mengira saya adalah anak muda. Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang ajaib. Puji Tuhan!

Bagaimana cara kita menghitung hari-hari, seperti cara anak-anak:tambah atau justru cara orang dewasa: kurang? Musa berkata ajarlah kami bagaimana menghitung waktu, agar kami memperoleh hati yang bijaksana, bukan beroleh otak yang berpengetahuan. Knowledge is not wisdom, wisdom is not knowledge. Knowledge can be gained by memories book, study and learn from others, but wisdom should be given from God with the fear of the Lord.

3. [Kali] ; Cara yang paling efisien, melakukan beberapa pekerjaan secara bersamaan. Jangan hanya melakukan satu perkara dalam satu waktu, tapi biasakan diri untuk melakukan dua atau tiga pekerjaan bersamaan. Orang yang suka menonton TV adalah orang yang paling bodoh. Karena waktu dia menonton TV, matanya, telinganya, otaknya disita oleh TV, berbeda dengan orang yang mendengar musik, dia bisa sambil mendengar sambil mengerjakan perkara lain. bagaimana caranya menghemat waktu? Cara saya adalah: membeli banyak buku heavy duty yang berisi teori, prinsip, dalil yang penting. Dari sanalah kita mengkristalkan bijaksana: 2000 tahun yang lalu si A mengucapkan kalimat ini, kalimat yang mirip juga pernah dikatakan oleh si B dari negara lain pada 2200 tahun yang lalu, coba bandingkan, dengan begitu prinsip-prinsip penting di sepanjang sejarah kita kristalisasikan. Hanya sedikit sekali orang yang tahu akan cara ini, maka ada orang yang dalam tiga tahun sudah menambah pengetahuan segudang, ada juga yang tidak menambah pengetahuan apa-apa. Memang, ada banyak orang yang tidak menyadari waktu adalah aset induk yang bisa diisi dengan lebih banyak aset; waktu adalah modal sekaligus kontener yang sangat penting. Cobalah catch your time, utilize your time, occupy your time. Kalau waktumu sudah berlalu tak ada yang bisa kau lakukan lagi. Bayangkan, kalau di bulan Desember lalu saya hanya mempersiapkan KKR Natal di Balai Sidang dengan santai, maka kesempatan berkhotbah kepada 38.400 orang itupun hilang. Tahun depan, kalau mungkin, KKR Natal akan diadakan di lebih banyak kota, Manila, Tokyo.., biayanya tentu akan membengkak, tapi tetaplah beriman sampai kehendak Tuhan nyata. Saya harap semangat seperti ini menular merangsang anda merencanakan hidupmu semaksimal mungkin.

4.[Bagi] ; Inilah satu prinsip yang luar biasa : anugerah Tuhan yang tak terhingga itu dibagikan kepada berapa banyak orangpun tetap tidak terhingga. Kalau seorang pria yang sudah beristeri mempunyai perempuan lain, isterinya tentu akan marah, tapi bila seorang ibu yang sudah mempunyai sepuluh orang anak melahirkan seorang anak lagi, anak-anak lain tetap bisa menerima. Karena cinta ibu itu satu, kalau dia hanya mempunyai seorang anak, si anak mendapatkan cintanya secara utuh, bila dia mempunyai sepuluh orang anak, masing-masing anak juga mendapatkan cintanya secara utuh, karena cintanya bisa dia bagikan pada mereka. Berbeda dengan cinta antar suami dan isteri, hanya difokuskan pada pasangan hidupnya. Sama seperti sebuah lilin yang bersinar di dalam ruangan yang berisi lima orang, kelima orang itu mendapatkan cahaya darinya, kalau tambah satu orang lagi, sinar yang didapat lima orang tadi tdak mungkin menjadi berkurang, karena lilin sanggup membagikan sinarnya pada banyak orang. Begitu juga hidup. Biarlah hidup kita, bakat kita, waktu kita, pengalaman kita, kristalisasi bijaksana yang kita kumpulkan kita bagi-bagikan. Hidup yang kita bagikan pada orang adalah hidup yang berlimpah, tapi hidup yang tidak dibagikan pada orang adalah hidup yang egois. Tuhan Yesus berkata, Aku datang untuk memberi hidup bahkan hidup yang berkelimpahan. Satu orang bisa menjadi berkat bagi berapa orang? Tak seorangpun bisa merumuskan atau membatasi. Selama 2.600 tahun, Kongfuzu, seorang, memberi pengaruh pada orang-orang di Vietnam, Korea, Jepang, Tiongkok, Asia Tenggara, juga para scholar di Barat. Mahatma Gandhi, seorang, memberi pengaruh pada satu milyar orang di India, bahkan mungkin milyaran orang di luar India. Satu orang yang bajik, yang bermoral, berkeadilan, berkesucian, berjiwa rela berkorban akan terus menerus membagikan hidupnya pada orang. Berulang kali saya sampaikan lewat mimbar ini: di dunia ini hanya ada dua macam hidup:

A. Hidup untuk diri sendiri, memandang orang yang memperlakukanku dengan baik sebagai kawan dan memandang orang yang memperlakukanku tidak baik sebagai lawan. Dia terus menerus memperkaya diri dan tidak segan-segan merugikan orang. Dia adalah pengemis yang tidak menyadari dirinya adalah pengemis.

B. Hidup yang terus menerus dibagikan pada orang, yang bersumber pada anugerah Tuhan yang tak kunjung habis. Kalau kau tidak bisa membagikan apa-apa, paling tidak kau bisa membagikan senyummu, memberi orang spirit, pemikiran yang bersifat konstruktif sehingga kemanapun kau pergi orang dikuatkan, perkataanmu membangun, membentuk, memberi pengharapan pada orang. Semakin banyak kau membagi semakin limpah anugerah Tuhan atas dirimu: the more you share yourself to others the more abundant life you will obtain. Itulah rahasianya. Tangan kiri kita adalah bangsawan: cincin, arloji dikenakan padanya, sementara tangan kanan adalah tangan kuli, terus menerus bekerja: menulis, berjabat tangan….. Adakah tangan kanan yang terus menerus bekerja menjadi semakin lemah, semakin kecil? Tidak , justru menjadi semakin kuat. Di gerejapun begitu, orang yang lebih banyak melayani lebih kuat dan lebih sehat, hidupnyapun lebih berlimpah, amin? Contohnya: Pendetamu yang terus menerus membagikan hidupnya pada orang. Pernah ada orang berkata, pak Tong, jangan terus menerus pergi, nanti anak-anakmu jadi rusak. Buktinya mereka bisa memelihara moral dengan baik, takut pada Tuhan, studi dengan baik. Apa sebabnya? Nyonya saya sehati. Mengizinkan, menyetujui, mendoakan, mendukung, agar keluarga kami bisa membagikan hidup pada orang.
Biarlah khotbah ini menjadi berita utama di tahun baru ini:  
How to count your days?
Dengan tambah? Itu cara yang dipakai anak-anak. Dengan kurang? Itu cara orang dewasa menghitung, menandakan pikirannya sudah lebih matang. Dengan kali? Mulai menandakan kau berbijaksana. Dengan bagi? Menandakan kau lebih bijaksana. How to count our days? Kalau iman, rohani, kesabaran, kasih, pengharapan….. kita bertambah-tambah terus memang bagus. Namun setelah semua itu bertambah-tambah, kau gunakan untuk siapa? Untuk dirimu sendiri? Kalau itu yang kau pilih, berarti kesempatanmu mulai hilang dan hilang. Orang yang hanya mementingkan profit tanpa menyadari hal yang lebih berharga lenyap darinya adalah orang bodoh. Di Amerika, ada orang yang setiap hari kerjanya hanya mencari tempat-tempat yang mengadakan sale (obral), memberi diskon di surat kabar, lalu pergi berbelanja, dia hanya tahu menikmati sedikit profit yang dia peroleh dari diskon, sementara dia lupa bahwa dia telah menghamburkan waktu, bensin, energi….. hal-hal yang lebih berharga. Itu adalah perbuatan bodoh. Mari kita menghitung hidup kita dengan baik.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : http://www.nusahati.com/2011/12/how-to-count-your-days/

Keajaiban – Masih Ada

Alcides Moreno pernah begitu dekat dengan maut. Bersama kakaknya, pria yang bekerja sebagai pembersih kaca gedung bertingkat, itu terjatuh dari lantai 47 sebuah apartemen di Manhattan, Amerika Serikat. 

Seperti dikutip dari laman The New York Times, kakaknya, Edgar tewas terhempas bersama gondola yang mengangkut mereka. Sedangkan Moreno selamat, meski sempat mengalami masa kritis sesaat setelah gondola terhempas.

Bahkan, ia harus menjalani bedah perut di ruang gawat darurat karena dokter tak berani mengambil risiko untuk memindahkannya ke ruang operasi. Sedikitnya 24 kantong darah dan 19 unit plasma diperlukan.

Moreno mengalami koma selama hampir sebulan. Selama menjalani perawatan intensif, Moreno setidaknya melalui sembilan kali operasi tulang. Moreno sadar tepat di hari Natal pada akhir tahun 2007.

Masih dengan berbagai selang yang terhubung ke mesin di ruang Intensive Care Unit (ICU), Moreno tiba-tiba mengulurkan tangan dan membelai wajah wanita di dekatnya, yang ternyata adalah istrinya.

“Apa yang sudah saya lakukan,” kata Moreno sesaat setelah tersadar dari koma. Kalimat itu membuat sang istri sontak tak kuasa menahan haru melihat keajaiban itu.

Moreno kemudian menjalani serangkai rehabilitas untuk membuatnya bisa berjalan kembali. “Jika Anda percaya keajaiban, ini adalah bukti,” kata Dr Philip Barie, kepala divisi perawatan kritis di New York-Presbyterian/Weill Cornell Medical Center, tempat Moreno dirawat.


Sumber : http://www.nusahati.com/2011/12/keajaiban-belum-hilang/

Mengetahui Yang Baik Dan Jahat

Sebenarnya, apa sih yang mau penulis katakan di sini? Karena kedua bagiannya seperti tidak berhubungan satu dengan yang lain: ay. 11-12 membahas soal menghakimi orang — urusan antar manusia, sementara ay. 13 dan seterusnya membahas soal kapan akan pindah dan berdagang di mana, mendapat untung, urusan antara aku dengan waktu dan keberadaanku, lalu dia simpulkan: barangsiapa tahu apa itu kebajikan tapi tidak melakukannya, dia berdosa. Saya terus merenungkan relasi antara keduanya, akhirnya saya menemukan satu point yang sangat penting: menilai segala sesuatu yang ada di luar lewat apa yang ada di dalamnya. Dengan standar apa kita menetapkan: ini benar itu salah, ini baik itu jahat? Orang yang takut pada Tuhan, tidak berani sembarangan menilai orang.
 
Tolstoy, pujangga besar Rusia pernah mengisahkan: seseorang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung, lalu dikirim ke kamp konsentrasi di Siberia yang sangat jauh dan cuacanya dingin bukan kepalang, mendekam seumur hidup di sana. Dia terpaksa harus meninggalkan isteri, anak dan semua orang yang dikasihinya dengan deraian air mata, tak ada harapan lagi baginya. 28 tahun kemudian, barulah ada pernyataan dari Moskow, vonis yang dulu dijatuhkan padanya ternyata salah, dia dibebaskan. Ketika dia keluar dari penjara, tak tahu harus berbuat apa. Orang-orang yang dia kasihi sudah meninggal, jarak antar Siberia dan Rusia bagian barat ribuan kilometer, siapa yang membiayai dia pulang? Kalau harus berjalan kaki, perlu waktu berbulan-bulan, dari mana dia mendapatkan pakaian hangat… Maukah kita mengakui: banyak kali orang yang kita anggap jelek ternyata baik, yang kita anggap baik ternyata jelek? Penilaian kita sering meleset.

Celakanya, kita lebih percaya pada pengalaman dan standar kita dari fakta yang obyektif. 2.500 tahun silam, di Tiongkok, di buku zhan guo ci yang memuat parabel-parabel kecil, yang mengandung kebenaran yang amat tajam, tertulis: seorang berkata pada isterinya, si A, tetangga kita itu telah mencuri cangkulku, isterinya juga sependapat dengannya. Beberapa hari kemudian, dia menemukan cangkulnya di belakang rumah dan katanya, dia bukan pencurinya, padahal saat mereka prejudice, di mata mereka, dialah pencurinya.

Tahun lalu, saya kehilangan $5,500 di hotel, di Kuala Lumpur, uang tiket ke Argentina dan Brasil. Padahal saya baru saja tinggalkan kamar, ketika kembali, uang itu sudah hilang. Mereka mengecek, hanya ada seorang cleaning service yang bertugas di jam itu. Tapi saya masih tidak yakin, uang itu dicuri atau terjatuh? Sampai mereka menemukan amplop bekas pembungkus uangnya di kloset, terbukti uang saya telah dicuri. Merekapun menyarankan saya melapor ke polisi, saya bergumul: apa jadinya kalau bukan dia yang mencuri tapi saya menuduhnya mencuri? Akhirnya saya memutuskan untuk tidak melapor. Karena seumur hidup ini, saya benar-benar takut salah menilai orang. Bukan maksud saya membiarkan orang jahat merajarela, tapi saya pribadi tidak tega menghancurkan masa depan seseorang hanya karena salah menilai.

Siapa kamu, hingga kamu berani menghakimi orang? Banyak kali, pembantu kau berhentikan hanya karena barangmu hilang dan kau kira dialah yang mencurinya. Setelah barangmu ditemukan, adakah kau bertobat dan kembali mempekerjakan dia? Kadang, self defence kita secara tidak sadar telah berubah menjadi offence, demi tidak merugikan diri, kita merugikan; menghancurkan orang — Itulah manusia. Siapakah kau, hingga kau merasa berhak menghakimi orang? Kalimat yang paling menyentuh hati saya: the One Who giveth the Law is the One Who can safe people, hanya Allah yang sanggup menyelamatkan juga membinasakan berhak menilai, dan penilaianNyapun tak mungkin salah, tapi Dia justru mengirim Yesus bukan untuk menghakimi melainkan untuk menyelamatkan.

Kau membenci seseorang? Permisi tanya, apa yang pernah kau lakukan untuknya? Kau tak pernah mendoakan dia, hanya tahu membenci dia, that is not Christian attitude. Christian attitude adalah betapapun rusaknya seseorang, kita harus membawanya berpaling. Saat kau melakukan satu kesalahan, tentu kau berharap orang lain mau mengertimu, tidak menghakimimu bukan? Mengapa saat orang lain melakukan kesalahan yang sama, kau menghakimi dia dengan ukuran yang begitu ketat? Di dalam buku education yang ditulis oleh Palmer tertulis: ada seorang murid yang nakal sekali, membuat gurunya jengkel bukan kepalang, ingin mengadukan anak itu pada orang tuanya. Dia mendapati, anak itu tinggal di gang yang kecil sekali, waktu dia masuk ke rumah itu, ada banyak anak-anak di sana, muridnya adalah anak sulung di dalam keluarganya. Dia langsung mengatakan pada ibu anak itu “anakmu kurang ajar…” ibu itu balik bertanya “kamu ini siapa?” “guru anakmu yang bernama si anu” “silahkan duduk. Sejak ayahnya meninggal, dialah yang membantuku mencuci pakaian adik-adiknya, melakukan ini, itu…,dia begitu baik. Puji Tuhan, telah memberi anak itu pada saya”, si guru yang sedianya mencaci-maki muridnya langsung bungkam. Dia pulang, dengan linangan air mata dia berkata: Tuhan, ternyata dia adalah anak yang baik. Selama ini, aku tidak pernah menyadari kebaikannya. hanya karena aku merasa terganggu oleh kelincahannya.

Mengapa kita sering salah menilai si anu jahat hanya karena merasa terganggu olehnya, pernahkah kita mengaku dosa pada Tuhan atas kesalahan itu? Biasanya kita hanya mengaku: Tuhan, aku berdosa, karena aku bermabuk-mabukan, aku sombong…. Karena pikir kita, kalau kita berzinah, congkak, tidak hidup suci… kita berdosa, padahal kita tidak melakukan hal yang seharusnya kita lakukan juga terhitung dosa {ay. 17). Selanjutnya, penulis membahas tentang estimasi kita akan masa depan: mau pindah ke mana, mau bisnis apa, meraup untung sekian… Statement: “saya kira, saya pikir… sering kita dengar dan kita ucapkan, faktanya, penilaian kita atas sesama, diri sendiri, hari depan..sering kali salah. Hai pedagang besar. bukankah bisnis yang kau rencanakan setengah mati sering kali tak menguntungkan, yang tak kau rencanakan malah untung besar? Itu membuktikan, hari depan kita bukan di tangan kita melainkan di tangan Tuhan.

20 tahun silam, seorang Uskup di Malaysia berkata pada saya: selama 17 tahun saya menjabat sebagai Uskup, Pendeta Pendeta pamit dengan mengatakan: Tuhan memimpin saya pindah ke Amerika, ke Inggris, ke Australia..sayapun melepas mereka satu per satu pergi. Masalahnya pak Stephen, mengapa pimpinan Tuhan selalu ke Amerika, Australia, tidak ada yang ke India atau Afrika? ltulah konsep orang Kristen yang salah: kalau Tuhan memimpin pasti mengarah ke tempat yang lebih baik, lebih kaya, bukan ke pedalaman, ke desa yang rawan penyakit menular?

Tiga tahun silam. Hong Kong dilanda SARS yang mengerikan, tak ada orang mau ke sana, apalagi saat itu, saya terus batuk-batuk. Waktu di pesawat, semua mata menatap saya, orang yang di samping saya pun memilih untuk pindah tempat duduk, pramugari datang mengukur suhu badan saya.. Sampai di Hong Kong, semua pendengar mengenakan masker, hanya saya yang tidak mengenakannya, karena saya harus berkhotbah. Saya terus bertanya-tanya, masih harus ke Hong Kong atau tidak, suatu suara berkata, kau juga takut mati di Hong Kong?”Pendengarmu menerjang bahaya 7 hari se-minggu, sementara kau, hanya datang seminggu sekali. Maka saya tetap ke sana. Akhirnya, mereka menyadari, saat Pendeta Pendeta membatalkan kebaktian di Hong Kong, hanya Stephen Tong yang setiap minggu tetap datang, merekapun menghormati hamba Tuhan dari sedalam-dalam hati mereka.

Orang dunia selalu mencari kesempatan untuk meraih better living: kalau mencari nafkah di Kalimatan mulai sulit, dia akan pindah ke Jakarta, ke Singapura, ke Hong Kong. Pemikiran seperti itu normal bagi orang berdosa. Jangan kau pikir, hari ini saya mau lakukan ini dan itu, karena perkiraan kita selalu salah. Mengapa salah? Karena kita selalu mengganti esensi yang tak nampak dengan fenomena yang nampak. Adakah orang baik yang ber­paras angker atau orang jahat yang berparas manis? Adakah orang pintar yang bertampang bodoh atau orang bodoh yang bertampang pintar? Ada, Maka kata Yesus, jangan menilai orang dari lahiriahnya.

Salah satu kalimat Gerika yang saya sukai adalah: Socrates got a face of a clown but a soul of god (dewa). 250 tahun lalu, Rene Descartes (orang Prancis) mengatakan: mengapa setelah kau memasukkan sebatang lidi yang lurus ke dalam air dia berubah menjadi bengkok? Karena idea de clara. Manusia tak bisa mengandalkan inderanya, karena inderanya bisa ditipu oleh iblis. Itu sebabnya, jangan biarkan idea de clara; pikiran yang jernih dinodai oleh apa yang kita lihat dan kita dengar. Kemarin, saya menerima faks dari New York: pak Tong, jangan lakukan kateter di Malaysia, negara itu masih terbelakang. Memang, banyak orang berpikir: untuk pengobatan jantung, Amerikalah yang terbaik. Tapi menurut statistik yang saya baca, dari 100 orang yang melakukan by pass di Amerika, ada dua orang yang meninggal, sementara di Malaysia, hanya satu orang yang meninggal, dan setiap tahunnya ada 3000 orang yang melakukan by pass di sana. Dari “saya kira, saya pikir, saya dengar…terbentuklah satu keyakinan: di sana paling baik, tak pernah menyadari akan kemajuan yang ada sekarang. Jadi, satu, jangan biarkan konsep: saya kira, saya pikir…menutup peluang bagi kemungkinan-kemungkinan baru. atau fenomena menutup esensi. dua, kita selalu memakai pikiran yang sudah kita bakukan menggantikan fakta yang obyektif; my imagination, my thinking, my logical speculation is must be like this , padahal faktanya sudah berubah.

Saya sangat mengagumi orang Barat dalam hal berani menggunakan merk baru. Kapankah Christian dior, piere cardin, verragamo, Luis Viton mulai beredar? Belum lama, mengapa punya begitu banyak penggemar? Karena mereka berani mengeluarkan ide baru. Berbeda dengan orang Timur, hanya berani memalsukan arioji Rolex, Omega, karena mereka yakin, merk lama pasti laku, merk baru pasti mati. Padahal keberanian untuk mendobrak, memunculkan sesuatu yang baru adalah sejenis iman yang tak mau diikat oleh sejarah. Sadarkah kau, dirimu diikat oleh masa lampau begitu rupa, membuaimu tak pernah melangkah ke depan? Dalam hal iman, kita memang perlu berpegang pada ajaran yang paling kuno, untuk memelihara kemurnian iman kita, tapi soal metode-nya, harus sefleksibel mungkin. Sementara untuk hal lain, kita perlu punya keberanian untuk menjelajah kemungkinan baru. Apa yang kau pikir pasti betul itu kau jadikan patokan guna menolak yang lain = kolot.
Mengapa ada orang yang setelah studi teologi, di usia 25 tahun khotbahnya sudah begitu bagus, semen­tara ada orang yang sudah puluhan tahun jadi Kristen masih tak tahu apa-apa? Karena tidak berusaha renew, refresh, rebuilt. Kalau ada yang mengoreksi, malah merasa terusik, kalau ada yang ingin mengubah malah dianggap seba­gai ancaman dan mulai paranoid. Di dalam dua bagian ini terdapat satu dasar yang sama: jangan mengandalkan perkiraanmu yang bisa salah. Kadang saya memperhatikan semut, ribuan ekor semut berbaris teratur mengikuti semut yang di depan. Herannya, mengapa mereka suka berputar-putar, akhirnya saya menyadari, mereka tidak memiliki kompas. ltulah manusia “saya pikir, saya kira…” adalah momok yang merusak, membelenggu hidupnya. Ay. 14b, hidupmu bagai uap… Yes.l, hidup manusia bagaikan rumput, bagaikan bunga. Rumput akan kering, bunga akan layu. th. 1963, ketika masih di SAAT, saya menyaksikan bunga wijayakusuma mekar penuh pada jam 24.00, saya membawanya ke tempat tinggal saya, tapi esok paginya, dia sudah terkulai.

Apa arti hidup kita, begitu singkat. Paul Tillich, teolog besar, saat berdebat dengan Van Buren, Hamilton, Altizer… yang berpegang pada God is dead theology mendengar mereka mengatakan “do you know that our theology is inspired by you?”Is that so? Tomorrow we continue our debate“, tapi keesokan harinya, Paul Tillich mati. Itu sebabnya, jangan mengira setiap hari akan sama. Sebagian dari hidup kita hancur, karena kita wrongly presuppose.

Berapa puluh tahun lalu, di Hong Kong ada seorang pemuda memenangkan lotre sebesar 790 sekian ribu dollar, dia pikir, aku tak perlu kerja lagi, karena aku punya banyak duit. Diapun hidup berfoya-foya, berdansa, berzinah…. Berapa tahun kemudian, dia menemukan seorang wanita yang ingin dia jadikan pasangan hidupnya, dia mengkalkulasi biaya pernikahan yang dia butuhkan dan pergi ke bank untuk mengambil uang, tapi kata petugas bank, uangmu hanya sisa 37 dollar. Saya membaca satu makalah yang sangat menyentuh hati: are you not satisfied of your present? recall your old days, what did you do? Kalau kau tak pernah menanam, kau tidak akan menuai, so. blame yourself. Saya bersyukur, kalau ada anak muda yang pernah mengalami hidup susah, sakit penyakit, patah hati, karena dia tahu, life is not easy, I should do something for my future. Kalau kau terlalu menyayangi anakmu, mencukupi segala kebutuhannya, sebenarnya secara tidak sadar, kau telah merebut hak juangnya guna menghadapi tantangan masa depan.

Bagaimana hari depan kita? Seorang mantan cowboy, setelah menjadi orang Kristen menuliskan sebuah syair, I do not know about tomorrow, but I know the One who hold my hands is the One Who hold my tomorrow, amin? Selama 48 tahun melayani Tuhan, saya tak pernah berani melangkah dengan sembrono. Teman-teman saya di sekolah teologi satu per satu pindah ke luar negeri, menikmati kehidupan yang lebih nyaman, saya hanya tahu satu perkara: if that is not Your will, I will not move even one step. Hidup kita bagai uap yang hanya muncul sesaat, barangsiapa tahu apa itu bajik tapi tidak melakukannya. dia berdosa — definisi dosa yang begitu berbeda: bukan dosa melakukan sesuatu tapi dosa karena tidak melakukan. Bagaimana mungkin tidak melakukan juga diperhitungkan sebagai dosa? Karena kau tahu, tapi kau tidak melakukan. Contoh: kau tahu pimpinan Tuhan lebih penting dari kemauanmu, tapi kau tak mau taat pada pirnpinanNya, kau berdosa.

Agama lain mengajarkan, kalau kau melakukan sesuatu yang salah, kau disebut dosa. Tapi tidak demikian dengan kekristenan, sikap, arah dan semangat tahu tapi tidak melakukannya juga dikategorikan sebagai dosa. Seorang tua, anak tunggalnya sudah lama pergi, tak ada kabar beritanya, dia selalu menantikan anak itu pulang. Suatu malam, dia mendengar suara teriakan minta tolong, tapi pikirnya, aku terlalu letih, terlalu tua, apalagi sudah larut malam, di luar sana dingin bukan kepalang, di sekitar sini juga ada rumah-rumah lain biar saja mereka yang menolong. Diapun tidur. Pagi harinya, badai salju sudah stop, di jarak berapa puluh meter dari rumahnya dia menemukan sebuah mayat, setelah dia amati, ternyata adalah anaknya. Dia menangis tak henti-hentinya, sampai mati karena kepedihan yang begitu mendalam. You know about good, you know that you should do good but you do not do it, that is sin. Mari kita membebaskan diri dari salah menilai orang, salah menilai diri, situasi…kita bersandar pada Tuhan, taat pimpinanNya, melakukan hal yang baik, yang Tuhan gerakan, amin?



Oleh : Pdt. Dr Stephen Tong
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah — EL)


Sumber : http://www.nusahati.com/2011/12/mengetahui-yang-baik-dan-jahat/

Kisah David dan Svea Flood

Setelah tiba di Zaire, mereka melapor ke kantor Misi setempat. Lalu dengan menggunakan parang, mereka membuka jalan melalui hutan pedalaman yang dipenuhi nyamuk malaria. David dan Svea membawa anaknya David Jr. yang masih berumur 2 tahun. Dalam perjalanan, David Jr. terkena penyakit malaria. Namun mereka pantang menyerah dan rela mati untuk Pekerjaan Injil. Tiba di tengah hutan, mereka menemukan sebuah desa di pedalaman. Namun penduduk desa ini tidak mengijinkan mereka memasuki desanya. “Tak boleh ada orang kulit putih yang boleh masuk ke desa. Dewa-dewa kami akan marah,” demikian kata penduduk desa itu.

Karena tidak menemukan desa lain, mereka akhirnya terpaksa tinggal di hutan dekat desa tersebut. Setelah beberapa bulan tinggal di tempat itu, mereka menderita kesepian dan kekurangan gizi. Selain itu, mereka juga jarang mendapat kesempatan untuk berhubungan dengan penduduk desa. Setelah enam bulan berlalu, keluarga Erickson memutuskan untuk kembali ke kantor misi. Namun keluarga Flood memilih untuk tetap tinggal, apalagi karena saat itu Svea baru hamil dan sedang menderita malaria yang cukup buruk. Di samping itu David juga menginginkan agar anaknya lahir di Afrika dan ia sudah bertekad untuk memberikan hidupnya untuk melayani di tempat tersebut.

Selama beberapa bulan Svea mencoba bertahan melawan demamnya yang semakin memburuk. Namun di tengah keadaan seperti itu ia masih menyediakan waktunya untuk melakukan bimbingan rohani kepada seorang anak kecil penduduk asli dari desa tersebut. Dapat dikatakan anak kecil itu adalah satu-satunya hasil pelayanan Injil melalui keluarga Flood ini. Saat Svea melayaninya, anak kecil ini hanya tersenyum kepadanya. Penyakit malaria yang diderita Svea semakin memburuk sampai ia hanya bisa berbaring saja. Tapi bersyukur bayi perempuannya berhasil lahir dengan selamat tidak kurang suatu apa. Namun Svea tidak mampu bertahan. Seminggu kemudian keadaannya sangat buruk dan menjelang kepergiannya, ia berbisik kepada David, “Berikan nama Aina pada anak kita,” lalu ia meninggal.

David amat sangat terpukul dengan kematian istrinya. Ia membuat peti mati buat Svea, lalu menguburkannya. Saat dia berdiri di samping kuburan, ia memandang pada anak laki-lakinya sambil mendengar tangis bayi perempuannya dari dalam gubuk yang terbuat dari lumpur. Timbul kekecewaan yang sangat dalam di hatinya. Dengan emosi yang tidak terkontrol David berseru, “Tuhan, mengapa Kau ijinkan hal ini terjadi? Bukankah kami datang kemari untuk memberikan hidup kami dan melayani Engkau?! Istriku yang cantik dan pandai, sekarang telah tiada. Anak sulungku kini baru berumur 3 tahun dan nyaris tidak terurus, apalagi si kecil yang baru lahir. Setahun lebih kami ada di hutan ini dan kami hanya memenangkan seorang anak kecil yang bahkan mungkin belum cukup memahami berita Injil yang kami ceritakan. Kau telah mengecewakan aku, Tuhan. Betapa sia-sianya hidupku!”

Kemudian David kembali ke kantor misi Afrika. Saat itu David bertemu lagi dengan keluarga Erickson. David berteriak dengan penuh kejengkelan: “Saya akan kembali ke Swedia! Saya tidak mampu lagi mengurus anak ini. Saya ingin titipkan bayi perempuanku kepadamu.” Kemudian David memberikan Aina kepada keluarga Erickson untuk dibesarkan. Sepanjang perjalanan ke Stockholm, David Flood berdiri di atas dek kapal. Ia merasa sangat kesal kepada Allah. Ia menceritakan kepada semua orang tentang pengalaman pahitnya, bahwa ia telah mengorbankan segalanya tetapi berakhir dengan kekecewaan. Ia yakin bahwa ia sudah berlaku setia tetapi Tuhan membalas hal itu dengan cara tidak mempedulikannya.

Setelah tiba di Stockholm, David Flood memutuskan untuk memulai usaha di bidang import. Ia mengingatkan semua orang untuk tidak menyebut nama Tuhan didepannya. Jika mereka melakukan itu, segera ia naik pitam dan marah. David akhirnya terjatuh pada kebiasaan minum-minuman keras.

Tidak lama setelah David Flood meninggalkan Afrika, pasangan suami- istri Erikson yang merawat Aina meninggal karena diracun oleh kepala suku dari daerah dimana mereka layani. Selanjutnya si kecil Aina diasuh oleh Arthur & Anna Berg. Keluarga ini membawa Aina ke sebuah desa yang bernama Masisi, Utara Konggo. Di sana Aina dipanggil “Aggie”. Si kecil Aggie segera belajar bahasa Swahili dan bermain dengan anak-anak Kongo. Pada saat-saat sendirian si Aggie sering bermain dengan khayalan. Ia sering membayangkan bahwa ia memiliki empat saudara laki-laki dan satu saudara perempuan, dan ia memberi nama kepada masing-masing saudara khayalannya. Kadang-kadang ia menyediakan meja untuk bercakap-cakap dengan saudara khayalannya. Dalam khayalannya ia melihat bahwa saudara perempuannya selalu memandang dirinya.

Keluarga Berg akhirnya kembali ke Amerika dan menetap di Minneapolis. Setelah dewasa, Aggie berusaha mencari ayahnya tapi sia-sia. Aggie menikah dengan Dewey Hurst, yang kemudian menjadi presiden dari sekolah Alkitab Northwest Bible College. Sampai saat itu Aggie tidak mengetahui bahwa ayahnya telah menikah lagi dengan adik Svea, yang tidak mengasihi Allah dan telah mempunyai anak lima, empat putra dan satu putri (tepat seperti khayalan Aggie).

Suatu ketika Sekolah Alkitab memberikan tiket pada Aggie dan suaminya untuk pergi ke Swedia. Ini merupakan kesempatan bagi Aggie untuk mencari ayahnya. Saat tiba di London, Aggie dan suaminya berjalan kaki di dekat Royal Albert Hall. Ditengah jalan mereka melihat ada suatu pertemuan penginjilan. Lalu mereka masuk dan mendengarkan seorang pengkotbah kulit hitam yang sedang bersaksi bahwa Tuhan sedang melakukan perkara besar di Zaire. Hati Aggie terperanjat. Setelah selesai acara ia mendekati pengkotbah itu dan bertanya, “Pernahkah anda mengetahui pasangan penginjil yang bernama David dan Svea Flood?” Pengkotbah kulit hitam ini menjawab, “Ya, Svea adalah orang yang membimbing saya kepada Tuhan waktu saya masih anak-anak. Mereka memiliki bayi perempuan tetapi saya tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang.” Aggie segera berseru: “Sayalah bayi perempuan itu! Saya adalah Aggie – Aina!”

Mendengar seruan itu si Pengkotbah segera menggenggam tangan Aggie dan memeluk sambil menangis dengan sukacita. Aggie tidak percaya bahwa orang ini adalah bocah yang dilayani ibunya. Ia bertumbuh menjadi seorang penginjil yang melayani bangsanya dan pekerjaan Tuhan berkembang pesat dengan 110.000 orang Kristen, 32 Pos penginjilan, beberapa sekolah Alkitab dan sebuah rumah sakit dengan 120 tempat tidur.

Esok harinya Aggie meneruskan perjalanan ke Stockholm dan berita telah tersebar luas bahwa mereka akan datang. Setibanya di hotel ketiga saudaranya telah menunggu mereka di sana dan akhirnya Aggie mengetahui bahwa ia benar-benar memiliki saudara lima orang. Ia bertanya kepada mereka: “Dimana David kakakku ?” Mereka menunjuk seorang laki-laki yang duduk sendirian di lobi. David Jr. adalah pria yang nampak kering lesu dan berambut putih. Seperti ayahnya, iapun dipenuhi oleh kekecewaan, kepahitan dan hidup yang berantakan karena alkohol. Ketika Aggie bertanya tentang kabar ayahnya, David Jr. menjadi marah. Ternyata semua saudaranya membenci ayahnya dan sudah bertahun-tahun tidak membicarakan ayahnya. Lalu Aggie bertanya: “Bagaimana dengan saudaraku perempuan?” Tak lama kemudian saudara perempuannya datang ke hotel itu dan memeluk Aggie dan berkata: “Sepanjang hidupku aku telah merindukanmu. Biasanya aku membuka peta dunia dan menaruh sebuah mobil mainan yang berjalan di atasnya, seolah-olah aku sedang mengendarai mobil itu untuk mencarimu kemana- mana.” Saudara perempuannya itu juga telah menjauhi ayahnya, tetapi ia berjanji untuk membantu Aggie mencari ayahnya.

Lalu mereka memasuki sebuah bangunan tidak terawat. Setelah mengetuk pintu datanglah seorang wanita dan mempersilahkan mereka masuk. Di dalam ruangan itu penuh dengan botol minuman, tapi di sudut ruangan nampak seorang terbaring di ranjang kecil, yaitu ayahnya yang dulunya seorang penginjil. Ia berumur 73 tahun dan menderita diabetes, stroke dan katarak yang menutupi kedua matanya. Aggie jatuh di sisinya dan menangis, “Ayah, aku adalah si kecil yang kau tinggalkan di Afrika.” Sesaat orang tua itu menoleh dan memandangnya. Air mata membasahi matanya, lalu ia menjawab, “Aku tak pernah bermaksud membuangmu, aku hanya tidak mampu untuk mengasuhnya lagi.” Aggie menjawab, “Tidak apa-apa, Ayah. Tuhan telah memelihara aku”.

Tiba-tiba, wajah ayahnya menjadi gelap, “Tuhan tidak memeliharamu!” Ia mengamuk. “Ia telah menghancurkan seluruh keluarga kita! Ia membawa kita ke Afrika lalu meninggalkan kita. Tidak ada satupun hasil di sana. Semuanya sia-sia belaka!” Aggie kemudian menceritakan pertemuannya dengan seorang pengkotbah kulit hitam dan bagaimana perkembangan penginjilan di Zaire. Penginjil itulah si anak kecil yang dahulu pernah dilayani oleh ayah dan ibunya. “Sekarang semua orang mengenal anak kecil, si pengkotbah itu. Dan kisahnya telah dimuat di semua surat kabar.” Saat itu Roh Kudus turun ke atas David Flood. Ia sadar dan tidak sanggup menahan air mata lalu bertobat. Tak lama setelah pertemuan itu David Flood meninggal, tetapi Allah telah memulihkan semuanya, kepahitan hatinya dan kekecewaannya.


Pesan ini ditujukan kepada semua orang yang merasa bahwa ia berhak untuk marah kepada Tuhan!


Sumber :http://www.nusahati.com/2011/12/kisah-david-dan-svea-flood/

Dilahirkan Untuk Menderita

Natal merupakan hari yang menyenangkan. Setiap Natal dirayakan di tempat yang begitu meriah, begitu indah, makan-makanan yang begitu mewah dan mahal. Namun jikalau kita memikirkan kembali Natal yang pertama, biarlah hati kita sekali lagi tertarik oleh cinta kasih Tuhan, karena Natal pertama merupakan hari yang sangat hina. “Christianity starts from the very humble beginning“. Inilah sebuah kalimat yangmenjadi introduksi dalam film Jesus dari LPMI, Campus Crusade. Benar! Christianity starts from the very humble beginning.

Kekristenan tidak tiba dengan sesuatu yang meriah, mewah, dan hormat; tetapi kekristenan dimulai dari tempat yang hina. Selama lebih 40 tahun saya melayani Tuhan, tidak pernah sekalipun Natal dirayakan dengan main-main; tetapi selalu saya rayakan dengan hati yang berat, karena ini merupakan satu titik permulaan Firman Tuhan yang paling klimaks yang mau dibicarakan kepada umat manusia.
Di dalam beribu-ribu tahun Allah mempersiapkan nabi-nabi, bernubuat dan bernubuat. Istilah nabi dalam bahasa Ibrani berarti: yang mewakili Tuhan untuk berbicara. Mereka dipakai menjadi suara Tuhan. Mereka dipakai untuk mencetuskan apa yang menjadi isi hati Tuhan, supaya perkataan-perkataan Tuhan boleh terdengar di dalam dunia yang sudah berdosa, yang sudah jauh dari Tuhan, yang sudah menyeleweng dari kebenaran. Tuhan ingin berkata-kata kepada manusia, tetapi manusia begitu tidak ingin mendengarkan perkataan-perkataan Tuhan. Tuhan ingin mencetuskan hati-Nya kepada manusia, seperti seorang tua yang tidak mau melihat anaknya menuju kepada jalan binasa. Nasihat, peringatan, ajaran, didikan dan kalimat-kalimat yang penuh dengan segala hal yang penting, begitu diabaikan oleh mereka yang tidak memerlukannya.Mereka bukan tidak memerlukannya, hanya merasa belum memerlukannya. Mengapakah kita harus menunggu sampai harus betul-betul hancur, bangkrut, sudah dibuang, baru mulai membuka telinga kepada Tuhan?

Setiap kali Natal, saya tidak mengecualikan, memakai kebaktian ini sebagai kebaktian penginjilan, karena Injil mulai sejak hari Natal. Injil mulai sejak kelahiran Kristus. Istilah Injil di dalam Bahasa Gerika adalah Euangelion. Euangelion berarti kabar kesukaan -kabar kesukaan yang hanya singular, satu saja – the only good news. Dalam dunia engkau melihat begitu banyak orang berani memakai kata: kabar kesukaan, kabar kesukaan – good news! Honda ready stock! Itu bukan goodnews. Itu adalah good news-good news dalam so many news goodnews, hanya ada satu kabar baik, yaitu: orang berdosa boleh kembali berdamai dengan Tuhan Allah. Dan kabar baik ini di mulai darimana? Dari Yesus yang lahir ke dalam dunia.
Yesus hadir di dalam sejarah. Yesus lahir kedalam dunia. Di dalam Kitab Suci dinyatakan sebagai Allah yang menyatakan diri di dalam daging. God manifested Himself in flesh – Allah menyatakan diri di dalam daging. Inilah yang disebut sebagai firman menjadi tubuh, yang disebut logos menjadi flesh, menjadi bertubuh seperti manusia. Mungkinkah ini? Ini tidak terdapat dalam agama manapun. Di dalam agama-agama diseluruh dunia tidak pernah diajarkan bahwa Allah sendiri menjadi manusia, pernah sungguh-sungguh dilahirkan, pernah sungguh-sungguh berdaging, berdarah. Tidak! Tidak ada agama yang mengajar ini kecuali Kitab Suci, Firman Tuhan yang berkata-kata kepada kita. Alangkah besarnya hal ini. Ini merupakan keajaiban besar rahasia ibadah, yaitu Allah menyatakan diri dalam daging.

Ibrani 2:14 mengatakan, “Sebagaimana saudara-saudara berdaging berdarah, maka Anak Allah yang tunggal, Yesus Kristus, datang ke dunia juga bersalutkan dengan daging dan darah, seperti engkau dan saya.” Siapakah yang mengerti sifat manusia kecuali manusia itu sendiri? Siapakah yang mengerti kesulitan-kesulitan, penderitaan, sengsara dan segala kepahitan yang boleh dialami oleh manusia, kecuali manusia itu sendiri? Dalam 1Kor. 2 dikatakan, selain roh manusia, siapakah yang mengerti manusia?Tetapi tidak berhenti di situ, ayat ini meloncat pada tingkatan yang lebih tinggi,’ tanpa roh Allah juga tidak ada orang mengerti Allah.’ Dalam psikologi, yang menjadi keindahan adalah pengertian antara manusia yang lebih berpengalaman menganalisa dan memberikan petunjuk kepada mereka yang kurang berpengalaman dan berada di dalam kesulitan. Itulah sifat konstruktif dari psikologi. Tetapiji kalau tidak berdasarkan kebenaran, tidak berdasarkan cinta kasih yang sesungguhnya, sebenarnya psikologi tidak bisa berbuat baik, tidak bisa berbuat banyak.

 Kecuali roh manusia, siapa yang mengerti manusia? Waktu membaca dan merenungkan, saya langsung memusatkan konsentrasi kepada Tuhan yang rela menjadi manusia. Hal ini tidak berarti jikalau Yesus tidak pernah datang ke dalam dunia, maka Allah tidak mungkin mengerti kesengsaraan hidup manusia. Bukan! Allah bisa mengerti karena Dia Mahatahu. Diatidak perlu harus mempunyai pengalaman ‘menjadi’ sebagai titik awal untuk pengertian. Tetapi Allah menyatakan diri hadir ke dalam dunia, menjelma menjadi manusia dan bersalut dengan daging dan darah, justru untuk memberitahu engkau dan saya bahwa Dia adalah Allah yang care, Dia adalah Allah yang peduli, Dia adalah Allah yang memelihara! Ibrani 2:14 menyatakan, ‘Ia berdaging dan berdarah agar khusus melalui kematian, berperang bagi kita untukmengalahkan si penguasa dari kematian, yaitu Iblis.’ Dari sini terbitlah sesuatu pikiran di dalam hati saya: ‘Mengapa Yesus lahir?’ Yesus dilahirkan untuk menderita.

 Di Indonesia ada lebih dari 50 juta orang mengalami hidup yang lebih pahit dari sebelumnya, setelah krisis moneter. Dan kali ini suara dan ajakan Tuhan bukan hanya ditujukan kepada orang miskin, tetapi kepada semua lapisan, termasuk orang kaya. Biarlah manusia mendengar!Bukalah telingamu kepada Tuhan! Mazmur 49 berkata, ‘Orang atasan, orang bawahan, orang kaya, orang miskin, biarlah semua yang bertelinga mendengar Firman Tuhan.’ Pemazmur mengatakan, ‘Aku akan mengatakan kalimat-kalimat yang berbijaksana melalui kecapi yang aku mainkan. Biarlah orang di aliran atas ataudi aliran bawah, semua mendengarkan dengan baik karena ini Firman Tuhan. ‘Kadang-kadang Tuhan memberikan pengajaran kepada satu lapisan, kadang-kadang kepada seluruh lapisan dunia ini. Biarlah kita mengerti suara Tuhan melalui Kristus yang lebih menderita dari siapapun yang ada di tengah-tengah kita.

 Tidak pernah ada satu orang yang hidup lebih miskin, lebih susah dari Yesus. Lahir di tempat binatang, meminjam palung anyang bau dan hina. Mati meminjam kuburan orang kaya yang belum pernah dipakai untuk menguburkan orang lain. Yesus meminjam kuburan tersebut selama beberapa hari, lalu Ia bangkit. Di tengah-tengah kelahiran dan kebangkitan ada:kesengsaraan, pencobaan, pergumulan, tersendiri dan ditolak, diejek, dan akhirnya dipaku di atas kayu salib. Tidak ada orang yang lebih susah dari pada Kristus, tidak ada orang yang lebih miskin dari Kristus, tidak ada orang yangl ebih menanggung berat daripada Yesus, tidak ada orang yang lebih tersendiri dibanding Yesus.

 Mengapa? Mengapa Anak Allah yang memempunyai kemuliaan dan kehormatan demikian besar di surga, harus turun untuk mencicipi, merasakan, mengalami, melewati semacam kehidupan yang begitu menderita? Begitu banyak sengsara? Jawabannya adalah karena kasih yang mendorong Dia turun dari surga ke dalam dunia. There is no greater love than the greatest love of Jesus Christ, come down from heaven to bear your sin, and hung on the cross to replace you and me. Waktu Yesus lahir ke dalam dunia, mari kita membayangkan apa yang menjadi persiapan hati Dia untuk turun ke dalam dunia.

 Pertama, Yesus dilahirkan dengan persiapan hati untuk dibatasi. Kalimat ini begitu mudah dimengerti, begitu mudah dibatasi, tetapi orang yang dari ketidakterbatasan masuk ke dalam keterbatasan, baru mengetahui apa artinya ‘dibatasi’. Saya mengambil contoh, jikalau engkau setiap bulan boleh memakai 50 juta untuk kehidupanmu, tapi mulai bulan depan engkau hanya boleh memakai 50 ribu, engkau akan mengerti apa maksud kata ‘dibatasi’ di atas. Bagi orang yang tadinya miskin lalu bebas boleh memakai uang sewenang-wenang, itu merupakan hal yang menyenangkan. Bagi orang yang dulunya terbatas, sekarang kebebasan menjadi begitu besar, itu menyenangkan. Tetapi Tuhan Yesus tidak demikian.

Orang miskin menjadi kaya, itu enak. Tetapi tidak ada orang yang bisa mengerti bagaimana susahnya Yesus Kristus, dari surga yang tidak terbatas menjadi seorang bayi di dalam palungan. Dari Allah yang mencipta menjadi seseorang di dalam dunia ciptaan yang hanya berpuluh kilo berat tubuh-Nya, hanya sekian liter darah di dalam tubuh-Nya dan berjalan di Galilea. Terbatas, terbatas, terbatas oleh apa? Terbatas oleh natural law, terbatas oleh physical law, terbatas oleh material law. Yesus dibatasi dalam hukum alam, hukum fisika, hukum tubuh, hukum materi. Yesus berada di dalam dunia dan hidup dalam keterbatasan. Dia berbeda dengan engkau. Memang engkau manusia dan saya manusia, tetapi Dia adalah Allah, Allah yang turun ke dalam dunia, Allah yang rela dibatasi. Inilah poin yang pertama dari ‘lahir untuk menderita.’

Kedua, waktu Yesus turun ke dalam dunia, Dia siap untuk diikat dan dilimitasi oleh segala hukum Taurat. Kita suka kebebasan. Kalau mengemudi mobil, kita mengharapkan setiap kali sampai di pesimpangan jalan, lampu berwarna hijau dan bukan merah. Setiap kali kalau sudah begitu cepat sampai di persimpangan jalan, dan lampunya merah saya sedikit jengkel. Lalu saya mengharapkan cepat-cepat kuning, cepat-cepat hijau dan langsung saya boleh berjalan lagi. Yesus bukan saja dibatasi secara materi, dibatasi hukum alam, dibatasi hukum fisika, tetapi sekarang dibatasi dalam segala hukum Taurat.

Yesus harus berada di bawah pengasuhan hukum Taurat 100%. Alkitab mengatakan, ‘Mengapa Yesus dibaptiskan oleh seorang manusia yang namanya Yohanes Pembaptis?’ Karena Dia harus menjalankan segala syariat Taurat. Alkitab mengatakan, ‘Yesus harus menunggu sampai umur 30 tahun, baru keluar menjadi Mesias.’ Mengapa demikian? Karena menurut Taurat, imam tidak boleh dilantik sebelum umur 30 tahun. Mengapa umur 12 tahun harus berjalan kaki berhari hari dari Nazaret menuju Yerusalem? Karena Taurat menuntut anak berumur 12 untuk pergi ke Bait Allah dan ditahbiskan menjadi Bar-Mitzvah. Mengapakah Yesus Kristus harus dipaku di atas kayu salib? Karena Dia menanggung dosa engkau dan saya. Menurut Taurat, yang berdosa harus mati. Inilah poin kedua.

Yesus dilahirkan melalui seorang wanita, dilahirkan di bawah penguasaan Taurat. Dalam Matius 5 Yesus mengatakan, ‘Jangan kira Anak manusia datang untuk meniadakan Hukum Taurat, bukan demikian. Aku datang justru untuk menggenapkan Taurat’ Dan Dia harus taat – setiap titik, setiap nada, setiap huruf, setiap garis dari apa yang dicatat di dalam Taurat. Orang-orang Farisi telah memperkembangkan pengertian Taurat dalam teologi orang PL, di mana makin lama makin rumit, makin lama makin complicated. Akhirnya menjadi ribuan topik, ribuan syariat Taurat dan Yesus tidak melanggar satu pun di antara segala perintah-perintah itu. Di dalam sejarah, dalam seluruh dunia, ada satu orang yang pernah menggenapi seluruh Taurat. Bukan orang Yahudi, bukan rabi, bukan orang Farisi, bukan Musa, justru hanya satu orang, yaitu Yesus Kristus. Berapa banyak pemimpin-pemimpin agama yang munafik? Berapa banyak dosa yang disimpan di belakang jubah agama? Berapa banyak pemuka agama yang berbicara suci, tetapi hidupnya najis?

Dalam dunia ada begitu banyak orang mengetahui hukum Taurat, agama, tetapi justru negara yang paling beragama adalah negara yang paling korupsi. Berapa banyak dosa disimpan di belakang jubah agama? Berapa banyak agama dipakai menjadi suatu kedok atau topeng yang menutup segala dosa? Ketika Yesus Kristus berada di dalam dunia, maka kalimat-kalimat yang paling sengit, perkataan-perkataan yang paling tajam, kritik-kritik yang paling ganas, paling kuat dari Dia dituduhkan kepada pemimpin-pemimpin agama; Celakahlah engkau, hai ahli Taurat! Celakalah engkau, hari orang Farisi! Kau pura-pura! Yang kau katakan dan kau jalankan itu berlainan. Tuhan Allah melihat ke dalam sedalam-dalamnya hati sanubari manusia. Dia mengetahui bagaimana hidup kita. Apakah kita setiap minggu datang ke gereja dengan pakaian yang begitu bagus, dengan perkataan yang begitu indah, dengan nyanyian yang begitu merdu, tetapi jiwa kita lebih jahat dari ateis, komunisme dan mereka yang melawan Tuhan? BERTOBATLAH! Supaya kita mendapatkan satu kali lagi perdamaian dengan Tuhan Allah.

Di seluruh Ibrani kalimat yang penting antara lain adalah kesejatian. Sungguh sejati, sungguh benar, menjadi tuntutan tertinggi dari orang-orang Yahudi. Tetapi justru kalimat itulah yang paling banyak dikritik oleh Yesus Kristus: engkau bukan sunat, engkau pura-pura, engkau munafik, engkau palsu adanya. Yesus datang ke dalam dunia, menjalankan hukum Taurat, dan satu titik, satu nada pun tidak dilanggar. Kadang-kadang saya tidak bisa membayangkan jikalau Yesus di dalam dunia selama 33½ tahun, pernah 1 menit atau 1 detik berdosa. Bagaimana jika itu terjadi? Ini menyangkut isu teologis yang penting. Mungkinkah Yesus berbuat dosa di dunia? Selama di dunia 33½ tahun, Dia mungkin berbuat dosa atau tidak? Jawabannya adalah Yes & No!

Jikalau kita mengatakan bahwa Yesus tidak mungkin berbuat dosa, Dia bermain sandiwara, bukan? Dia datang hanya berpura-pura menjadi manusia, padahal Dia tidak mungkin berbuat dosa. Berarti pasti Dia menang, bukan? Kalau demikian, semua pencobaan-pencobaan yang datang kepada Yesus Kristus tidak mempunyai arti apapun. Maka saya berkata, Yesus pasti punya kemungkinan berbuat dosa. Kalau tidak demikian, segala pencobaan yang diizinkan kepada Dia merupakan semacam permainan saja, sandiwara dari Tuhan Allah saja. Tetapi kalau ini dimutlakkan, menjadi bahaya besar. Alkitab mengatakan Yesus tidak berbuat dosa. Alkitab tidak mengatakan Yesus tidak mungkin tidak berbuat dosa. Alkitab hanya mengatakan Yesus tidak berbuat dosa, maka jawaban Yes & No harus dimengerti sebagai berikut: Onthologically: No!, Logically: Yes! Secara logika, Yesus mungkin berbuat dosa. Secara Ontologikal (secara being), Yesus tidak pernah berbuat dosa. Maka itu hanya menjadi suatu perbincangan teologis yang tidak pernah ada tunjangan dari fakta sejarah. Yesus tidak berdosa, kenapa? Karena Dia sudah menggenapi segala tuntutan Taurat. 100% tuntutan Taurat dijalankan oleh Dia, inilah poin kedua.

Ketiga, Yesus Kristus bersiap turun ke dalam dunia, bersiap untuk dipermalukan dan dihina di dalam dunia. Dalam Lukas dikatakan, ‘Tidak ada waktu bagi-Nya untuk makan.’ Kadang-kadang begitu sibuk sampai tidak ada waktu untuk makan, tidak ada tempat untuk berhenti. Pada waktu melayani, sekian banyak orang sakit datang kepada Dia, dan Dia terus melayani. Bukan saja demikian, setelah melayani apa yang menjadi imbalannya? Imbalan-Nya adalah penghinaan, ejekan, olokan, umpatan, fitnahan dari orang yang melawan Dia.

Memang menjadi manusia tidak mudah. Engkau menjadi orang jahat ada banyak pendukungnya, menjadi orang baik banyak musuhnya. Enak yang mana? Menjadi orang baik banyak musuh, tapi menjadi orang jahat ada pendukung. Kalau begini, baik atau jahat sama saja, pokoknya nasib. Kalau engkau berbuat jahat masih banyak pendukung, jahatnya pasti sukses. Kalau engkau begitu baik tapi masih banyak musuh, baikmu itu tetap gagal. Maka di dalam dunia ini sudah banyak orang yang hidup beyond good % evil. Tidak lagi mempunyai pikiran ‘harus berbuat baik atau jahat.’ Karena hal itu menjadi tidak praktis, tidak harus dipertahankan. Manusia hanya mencari untung dan rugi, tidak mementingkan mencari kebenaran atau tidak. Pemuda pemudi dalam mencari kawan adan sahabat, temuilah mereka dan hargai mereka yang mementingkan baik-jahat lebih daripada mementingkan untung-rugi. Mereka akan menjadi kawan yang sangat berguna. Jikalau engkau hanya berkawan dengan mereka yang mempunyai profit minded only, hanya memperhatikan keuntungan, di dalam keadaan rugi, mereka akan membuang engkau.

Yesus datang ke dalam dunia justru pada waktu paling susah, paling sengsara. Waktu ada keuntungan ada kerugian Dia maju ke depan. Orang seperti ini terlalu sedikit, bukan? Dari mana kita melihat ini? Alkitab mengatakan pada waktu sudah mengenyangkan 5.000 orang dengan roti, mereka mengatakan, ‘Kalau demikian, kita tidak usah lagi memilih raja yang mana, kita tidak perlu lagi memilih presiden yang mana. Ini saja, karena Dia bisa mengenyangkan kita, kalau Dia menjadi presiden, selesai. Sandang, pangan tidak menjadi persoalan lagi.’ Kalau Yesus menjadi presiden, semua kemiskinan akan dibasmi. Waktu Yesus mempunyai kesempatan politik menjadi tempat nomor satu, tempat yang paling tinggi, Alkitab mengatakan, ‘Dia mengundurkan diri, naik ke bukit dan sepanjang malam berdoa kepada Allah.’ Adakah politikus seperti ini? Adakah pemimpin masyarakat seperti ini? Terlalu sedikit.

Yesus telah memberikan pelajaran kepada kita dan menjadi contoh bagi kita. Waktu ada keuntungan, Ia tidak merebut, waktu ada kesulitan, Dia tampil ke depan. Satu kalimat yang sangat menggerakkan hati saya, yaitu pada waktu di Getsemani Yudas datang dengan musuh-musuh karena uang. Yudas menjual Gurunya. Para musuh, karena iri dan benci, ingin membunuh Yesus Kristus. Pada waktu menangkap Yesus Kristus di Getsemani, Dia mengatakan satu kalimat: ‘Jika engkau menangkap Aku, biarlah orang-orang-Ku ini pergi.’ Berarti Dia tidak mau bawahan-Nya dirugikan karena Dia. Orang seperti ini sangat sulit ditemukan. Biasanya seorang yang mempunyai bawahan, bawahan itu boleh mati untuk saya, tetapi saya tidak akan mati untuknya.

Alkitab mengajarkan kepada kita, barangsiapa menjadi pemimpin yang mengorbankan rakyat untuk keuntungan diri, pastilah didongkel habis. Barangsiapa rela berjuang sampai mati untuk rakyat, pasti dijadikan pahlawan. Hanya ada dua macam pemimpin. Yesus pemimpin seperti apa? Yesus pemimpin yang pada waktu hendak ditangkap, diadili, dan dipaku di atas kayu salib, mengatakan: ‘Kalau engkau mau menangkap Saya, biarkanlah bawahan Saya pergi, lepaskanlah mereka.’ Pemimpin seperti ini menggerakan hati manusia selama 2.000 tahun. Tidak ada orang lain yang mempunyai pengikut lebih banyak seperti Yesus Kristus, yang rela mati bagi kita. Yesus Kristus adalah pemimpin yang menyerahkan diri bagi orang lain, bukan pemimpin yang menyuruh orang lain mati bagi Dia. Inilah butir ketiga.

Keempat, ketika Yesus Kristus turun ke dalam dunia, Ia bersiap untuk menjadi budak yang taat – the Obedient Slave. Dia datang ke dalam dunia menjadi budak. Mengapa? Karena Dia datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Yesus Kristus berkata, ‘Bukankah engkau memanggil Aku Rabbi? Bukankah engkau memanggil Aku Tuhan? Tetapi di tengahtengah engkau, Aku seperti budak, Aku melayani.’ Dia betul-betul menyatakan hidup, fakta realita yang tidak bisa disangkal oleh siapapun. Sehari sebelum Yesus naik ke atas kayu salib, Dia masih menjongkokkan tubuh, masih membasahkan tangan, dan mencuci kaki murid-murid-Nya. Filipi 2 mengatakan, ‘ Dia taat sampai mati – obey to death. Dia taat sampai mati – lahir untuk taat – taat untuk mati. Inilah Yesus Kristus, inilah inkarnasi. Inilah hari Natal. Inilah yang disebut inkarnasi.

Pada waktu Yesus Kristus dilahirkan dalam dunia, malaikat berkata: ‘Namai Dia Immanuel.’ Imanu-el. El adalah Elohim, El adalah Allah, El adalah Tuhan Allah, dan Imanu berarti beserta – Tuhan beserta dengan kita. Kehadiran Kristus adalah kehadiran Allah. Kehadiran Kristus adalah kehadiran surga. Kehadiran Kristus adalah kehadiran semangat inkarnasi. Kehadiran Kristus adalah kehadiran pengorbanan. Kehadiran Kristus adalah kehadiran teladan, contoh, rela menyerahkan diri. Tuhan di surga akan melihat siapa yang seperti Anak Sulung-Nya. Anak-anak Allah, belajarlah dari Kakakmu yang sulung. Siapakah Anak Sulung? Siapakah Anak Sulung yang lebih daripada kita sebagai anak-anak  Allah? Dia adalah Yesus Kristus. Sebagaimana anak sulung taat mutlak 100%, Tuhan mengatakan, ‘Alangkah bersukacitanya jikalau menemukan di dalam gereja ada orang Kristen yang taat kepada Tuhan.’

Jangan kira Tuhan memerlukan uang kita, persembahan kita, sepertinya Dia pengemis yang paling besar. Segala sesuatu yang kau berikan kepada Tuhan adalah dari Tuhan Allah dan apa yang kau persembahkan tidak pernah satu sen pun dikirim ke surga. Itu hanya dipakai untuk sesamamu di dunia, di dalam berbakti, di dalam menginjili, di dalam diakonia, di dalam kesulitan dan di dalam segala pekerjaan yang membawa manusia kembali kepada kebenaran. Tuhan tidak memerlukan uang persembahanmu dan persembahanku untuk menyambung hidup-Nya. Tidak! Lalu mengapa Tuhan memberikan kepada kita kesempatan untuk mempesembahkan sesuatu? Itu untuk menguji sejauh mana ketaatanmu kepada-Nya. Itu adalah kesempatan, di mana kita boleh belajar seperti Yesus Kristus, menjadi anak Allah yang taat.

Dalam kitab Samuel dikatakan, ketaatan lebih indah dari persembahan. Kau mempersembahkan segala sesuatu lalu memberontak, lalu melawan Tuhan, Tuhan akan menanyakan kepadamu, ‘Apakah engkau mengira Aku memerlukan uangmu? Yang Aku tuntut daripadamu adalah hidup taat. Jalankan kehendak-Ku, sesudah itu baru memberikan pesembahan kepada-Ku.’ Puji Tuhan, Yesus menjadi contoh ketaatan!

Itu sebabnya Ibrani 5:7-8 mengatakan, ‘Meskipun Dia adalah anak, Dia telah mempelajari ketaatan melalui penderitaan supaya menjadi sempurna dan akhirnya boleh menjadi sumber keselamatan bagi segala bangsa yang taat kepada Dia.’ Our obedience in Jesus Christ is our obedience to the Lord, through Jesus’ obedience to His Father-Ketaatan kita kepada Yesus Kristus adalah ketaatan kita kepada Allah Bapa melalui ketaatan Kristus yang menjadi contoh. Dia adalah sumber dan dasar ketaatan. Dia adalah pangkalan dan fondasi ketaatan. Dia adalah segala ketaatan kita terhadap Dia. Ketaatan kita hanya diakui dan diterima oleh Allah Bapa, melalui ketaatan Anak-Nya yang tunggal. Yesus Kristus sebagai Anak Sulung yang membawa kita untuk menerima hak menjadi anak karena ketaatan kepada Dia. Inilah butir yang keempat.

Butir kelima, Yesus dilahirkan dengan mempersiapkan diri untuk dibuang, untuk diejek, ditolak, untuk tidak diterima dengan baik, untuk dilupakan dan untuk dilawan oleh orang. Sedikit bukan, orang melahirkan anak dan membiarkan anaknya boleh diejek, ditolak, difitnah, diumpat, dikritik dan dilawan oleh banyak orang seperti Yesus Kristus? Pada waktu Yesus masih kecil, kira-kira berumur 11 tahun, terjadi satu hal di kota asal-Nya, yaitu Nazaret. Kota Nazaret, karena melawan Kaisar Roma, mengakibatkan lebih dari 100 orang digantung di kayu salib. Di pinggir jalan sepanjang Nazaret, orang-orang itu ditancapkan seperti tiang lampu, satu orang demi satu disalibkan. Bayangkan bagaimana  Yesus berumur 11 tahun, masih kecil, berjalan-jalan dengan kawan-kawan-Nya. Di tengah-tengah jalan Dia melihat banyak kayu salib yang dipancangkan di situ. Dia menemukan arti itulah orang yang dipaku di atas kayu salib. Untuk pertama kalinya suatu fakta yang begitu riil, begitu kejam, begitu mengerikan, masuk ke dalam impression Yesus Kristus sebagai kanak-kanak. Dan Dia berkata, ‘Memang Aku datang untuk menjalankan kehendak Tuhan Allah.’

Di SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara), ada sebuah ukiran yang melukiskan Yesus sebelum disalib, dua perampok sudah berada di atas, dan Yesus belum dipaku. Dia sedang berdiri, salib sudah ditaruh di tempat tersebut dan orangyang membawa palu sudah berada di dekat situ. Detik terakhir Yesus menengadah ke atas langit dan ada cahaya yang datang dari langit kepada Dia. Dia membuka mulut-Nya seolah-olah berkata, ‘Ya Bapa, Aku datang untuk menjalankan kehendak-Mu.’ Lukisan itu sangat mempengaruhi pelayanan saya.

Mudahkah menjalankan kehendak Tuhan? Tidak mudah! Jikalau engkau mau menjalankan kehendak setan, itu mudah. Jika engkau mau mentaati Tuhan, tidak mudah. Engkau harus bersiap. Bersiap untuk apa? Untuk diejek orang, dibuang orang, dihina orang, difitnah, diumpat orang. Pada waktu seseorang dalam kongres internasional mengatakan, ‘Do you know who is the most criticized Christian in the world? Siapakah yang paling banyak dikritik di seluruh dunia?’ Saya katakan: ‘I don’t know.’ Jawabnya adalah Billy Graham. Dia yang melayani Tuhan begitu besar, tapi dikritik, dimaki, dihina, diejek sana-sini. Saya bayangkan: mungkin kalau ada orang mempunyai banyak kawan, sekaligus mempunyai banyak lawan. Tetapi pernahkah Billy Graham diejek seperti Yesus Kristus? Tidak!

Yesus dipukul, dihina, dipasang mahkota duri! Waktu masih muda, Dia diejek, ‘Ini anak haram. Mama-Nya tidak malu, tidak malu, tidak menikah tapi sudah bersetubuh sampai melahirkan-Nya.’ Kalimat-kalimat yang menusuk hati-Nya sejak kecil, Dia tahu semuanya. Padahal itu adalah mujizat terbesar dalam dunia genetika, yaitu Maria, anak dara yang tidak menikah, dinaungi oleh Roh Kudus melahirkan Firman ke dalam dunia. Semua tusukan perkataan, hinaan, fitnahan, ejekan diterima-Nya. Yesus, seumur hidup, selama 33½ tahun dan detik-detik di kayu salib masih mendengar mereka berkata, ‘Turun! Turun dari salib! Jikalau Allah adalah Bapa-Mu, Dia akan menyelamatkan Engkau. Hai Tabib, Engkau bisa menyembuhkan orang lain, tapi tidak bisa menyembuhkan diri-Mu sendiri? Turun! Jika Kau turun, aku percaya kepada-Mu!’ Yesus turun atau tidak? Tidak! Mengapa? Karena Dia tahu, kalau Dia turun, hari ini engkau dan saya hanya menunggu masuk neraka. Dia tidak boleh turun, Dia harus menjalankan kepahitan itu sampai tuntas. Dia harus menghabisi setiap tetes kepahitan dari kemarahan Tuhan yang dijatuhkan kepada orang berdosa. Padahal Dia yang tidak berdosa telah dijadikan dosa. Karena engkau dan saya, Dia tidak turun. Yesus menerimanya dan karena ini Dia dilahirkan untuk menderita. Ini adalah butir yang kelima.

Butir keenam, Yesus dilahirkan untuk diadili secara tidak adil. Waktu Yesus berada di dalam dunia, Dia berada dalam posisi orang berdosa. Padahal Dia tidak berdosa. Kalau kita masuk ke dalam kamar Intensive Care Unit (ICU), biasanya kita disuruh memakai pakaian rumah sakit, setelah itu baru masuk. Waktu saya masuk ruangan ICU, mendoakan orang sakit, dan memakai pakaian rumah sakit, setelah itu baru masuk. Waktu saya masuk ruangan ICU, mendoakan orang sakit, dan memakai pakaian itu saya merasa tidak enak sekali. Saya rasa tidak sakit, dan ini bukan bajuku. Demikian juga kalau kita masuk ke dalam penjara, disuruh membuka jas dan memakai baju penjara baru boleh berkhotbah. Waktu saya memakai baju penjara, saya masuk dan semua orang melihat saya. Stephen Tong masuk penjara. Saya katakan, ‘Saya tidak masuk penjara yah, ini cuma mau berkhotbah, maka disuruh memakainya, nanti dicopot lagi.’ Itulah perasaan Yesus Kristus. Waktu Yesus turun ke dalam dunia bersalut dengan daging. Dia bersalutkan daging dari orang berdosa. Padahal Dia tidak berdosa. Ini tidak adilnya. Yang tidak berdosa bersalut dengan daging, berpeta teladan orang berdosa. Ini dicatat dalam Roma 8:3.

Dalam Filipi 2 ada istilah ‘Peta Teladan Budak’, juga ada istilah ‘Peta Teladan Allah’, dan di dalam Roma 8:3 ‘Peta Teladan Berdosa’. Yesus Kristus adalah peta teladan Allah yang asli, di mana kita semua dicopy dari Dia, sehingga kita menurut Peta Teladan Allah. Tetapi yang asli telah datang ke dalam dunia memakai peta teladan budak dan peta teladan dosa. Sewaktu saya membaca Roma 8:3, Filipi 2:5-7, saya ingin menangis, karena Dia yang tidak berdosa harus berpeta teladan seperti itu mengganti engkau dan saya, supaya suatu hari nanti kita boleh melepaskan peta teladan orang berdosa dan peta teladan budak, lalu boleh mendapatkan kebebasan, kemerdekaan peta teladan Allah. Inilah butir keenam. Dia diadili. Selama 24 jam, Dia diadili 6 kali oleh 4 macam manusia. Yang pertama, Herodes, mewakili politik yang tidak beres. Kedua, Pilatus, mewakili korupsi antara hukum dan politik. Ketiga, diadili oleh orang Yahudi yang mewakili massa yang buta. Keempat, Dia diadili oleh imam besar yang mewakili agama yang munafik. Yesus, di dalam 24 jam itu, sepanjang malam setelah keluar dari tempat perjamuan suci menuju Getsemani, setelah berdoa 3 kali, Dia meneteskan keringat seperti darah, ‘O Bapa, singkarkan cawan ini daripada-Ku.’ Sesudah itu Ia mengatakan, ‘Kehendak-Mu yang jadi, bukan kehendak-Ku.’ Lalu Yesus dibawa, sepanjang malam 6 kali diadili dan Dia tidak mengeluarkan satu kalimat pun membela diri. Satu kalimat pun tidak keluar dari mulut Yesus untuk membela diri. Dia diam, menyerahkan diri di hadapan Allah yang Mahaadil. Biar diejek, dipukul, ditolak, dihakimi, dihina, namun Dia tinggal diam.

Sampai pada kesempatan-Nya, Dia baru berbicara. ‘Apakah Kau Anak Allah?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ ‘Apakah Kau raja orang Yahudi?’ ‘Ya.’ Yesus tidak boleh tidak mengatakan ‘Ya’ pada saat-saat itu. Jikalau Yesus menyangkal, berarti seluruh ajaran-Nya selama 3 tahun itu adalah omong kosong. Yesus, pada saat paling krisis, harus mempertahankan kebenaran yang tidak tergoncangkan. Memang Saya Anak Allah. Memang Saya Kristus. Memang Saya dilahirkan sebagai raja. Dia menjawab pemimpin-pemimpin agama, pemimpin-pemimpin politik, dengan kalimat yang tegas. Dan hal itulah yang mengakibatkan Dia harus mati, tapi Dia sudah bersedia karena memang Dia dilahirkan untuk diadili. Terakhir, Yesus dilahirkan untuk dikorbankan di atas kayu salib. Dilahirkan untuk dipaku di atas Golgota. Dilahirkan untuk mati. Kita semua yang pernah menjadi ayah dan ibu, mengetahui bagaimana bersukacita mendapatkan anak,bukan? Pada waktu anak itu lahir, apa perasaanmu? Oh, semua orang yang pertama kali menjadi ayah mempunyai perasaan, ‘Saya menjadi papa, loh!’ Hati menjadi sangat senang. Siapa yang pada saat memperoleh anak mengatakan, ‘Anak kalau sudah dilahirkan, besok akan mati.’ Di hari pertama tentunya tidak yang berbicara seperti ini, bukan? Hanya ada satu yang dilahirkan pasti mati dan matinya bukan karena dosa sendiri. Mati karena orang lain. Siapakah? Yesus Kristus.

Mari kita merenungkan kembali malam pertama Natal. Perasaan-perasaan di surga, ada 2 macam. Satu macam perasaan adalah perasaan Sang Bapa dan Roh Kudus, Oknum Pertama dan ketiga Allah Tritunggal. Mereka melihat Oknum Kedua turun ke dalam dunia dan dengan segala keadaan yang serius menunggu bagaimana manusia menyambut Yesus Kristus. Dia tidak diterima di hotel yang indah, Dia tidak diterima di dalam istana, tetapi Dia diterima di kandang binatang. Pada waktu hari Natal, kita melihat kandang binatang di sini, coba lihat, bagus…bersih…baunya juga enak. Tapi waktu Yesus lahir bukan di tempat seperti ini! Ini cuma modelnya. Ada orang membuat baju gembala bagus sekali. Saya kira itu tidak benar. Meski membuat baju gembala seperti pengemis karena gembala-gembala waktu itu memang miskin. Sekarang kita memperindah semuanya, pohon Natal indah, semua indah. Ini semua omong kosong!

Waktu Yesus lahir, betul-betul berada di tempat binatang, bau, kotor. Kalau pada hari pertama Yesus lahir, engkau berada di kandang, pasti engkau lari. Apalagi yang suka pakai parfum. Engkau menjadi orang ‘Kristen parfum’, mau pikul salib? Saya tidak percaya engkau bisa memikul salib. Engkau omong kosong. Itulah poin terakhir, Dia dilahirkan untuk mati. Yesus Kristus dilahirkan untuk menderita.


Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Buletin MOMENTUM No. 45 – Desember 2000

Sumber : http://www.nusahati.com/2011/12/dilahirkan-untuk-menderita/

Paco Pulanglah !

Kisah pendek  dikisahkan oleh Ernest Hemingway  (bagian cuplikan  : The Capital of the World) yang bercerita tentang satu keluarga yang tinggal di kota kecil di Spanyol. Suatu hari diceritakan terjadi suatu pertengkaran hebat antara ayah dengan anaknya yang masih remaja dalam keluarga itu. Entah karena kemarahan atau kata-kata keras yang keluar dari mulut sang ayah, keesokan harinya sang ayah menemukan ranjang anaknya kosong dan anaknya telah kabur dari rumah. 

Dengan diliputi rasa sedih dan gelisah sang ayah terus mencari anaknya, dan akhirnya diketahui bahwa anak itu telah pergi ke kota Madrid. Sang ayah menyadari akan bahaya dan dampak dari pergaulan buruk dan tindak kriminal di kota besar seperti Madrid, maka ia bergegas menuju kota Madrid. Namun ia juga kebingungan mencari dimana keberadaan anaknya,  dia tidak dapat menemukan anaknya di kota yang sangat besar seperti itu.
Kemudia ia mempunyai ide untuk memasukkan pencarian anaknya ke surat kabar ibu kota, dan kemudian ia menuliskan di koran “El Liberal,” dengan tulisan “Paco pulanglah! Temui papa di Hotel Montana selasa siang, semua sudah dimaafkan.”
Pada selasa siang seperti dituliskan di surat kabar “El Liberal” sang ayah pergi menuju hotel Montana, dan betapa kagetnya sang ayah ketika tiba disana, ia melihat ada 800 anak yang berkumpul untuk mencari ayah mereka. Istilah “Paco” adalah sebutan atau nama panggilan untuk seorang anak laki-laki di Spanyol, jadi wajar saja banyak anak yang datang kesana. Namun jumlah 800 anak sangatlah banyak, dan memberi petunjuk bahwa banyak sekali anak-anak yang kehausan kasih dari ayah mereka. Seringkali konflik dan perbedaan pendapat antar orangtua dan anak terjadi dalam rumah tangga, dan anak-anak mudah sekali tersinggung oleh sikap dan kata-kata orang tua mereka. Mudah sekali bagi mereka untuk mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan rumah atau mengambil sikap acuh tak acuh dan tak mau berbicara lagi dengan orangtua mereka. Peristiwa di atas memberi suatu pelajaran bahwa banyak sekali anak-anak yang terlantar di luar sana dan sangat membutuhkan kasih. Mereka mengharapkan uluran tangan dan kasih sayang serta pengampunan atas kesalahan yang mungkin mereka pernah lakukan. Dengan sedikit perhatian, perasaan dikasihi, dirindukan dan dengan jaminan pengampunan, mereka akan segera kembali kepada orangtuanya. Kebanyakan anak-anak remaja sulit sekali untuk merendahkan diri mereka lalu datang meminta maaf kepada orangtuanya. Saya yakin bahwa 800  “Paco” berharap bertemu dengan ayah mereka sambil membuka kedua tangan mereka menunggu ia berlari untuk kemudian dipeluk ayahnya. Mereka membutuhkan suatu rasa aman dan suatu penerimaan dan jaminan bahwa mereka diampuni. Mereka ingin mendengar kata-kata dari orang tua mereka: “Semua sudah dimaafkan, kamu dimaafkan, pulanglah ke keluargamu, kami mengasihimu!”

Sumber : http://www.nusahati.com/2011/12/paco-pulanglah/

Jumat, 24 Februari 2012

Jangan Saling Menghakimi

Nats : Yakobus 4:11-12
Martin Luther menganggap surat Yakobus tidak penting. Itu adalah kesalahannya yang terbesar. Mengapa dia beranggapan seperti itu? Karena dia menilai kitab dari unsur injil yang ada di dalamnya, maka baginya, empat injil adalah yang terpenting. surat Roma yang menguraikan injil juga sangat penting, Kisah para Rasul yang mengisahkan pemberitaan injil juga penting, Yakobus yang tidak banyak berbicara injil, dia anggap tidak penting. Saya kira, kalau saja Martin Luther mau lebih mendalami surat Yakobus, tentu dia tidak akan mengategorikan Yakobus sebagai jerami. Saya menemukan Yakobus membahas keseimbangan antara iman dan kelakuan, bahkan kelakuan adalah wujud dari iman yang sejati: tanpa kelakuan, iman itu mati adanya. Mengapa 100 tahun setelah Reformasi, di gereja Lutheran ada banyak orang Kristen yang hidupnya tak berbeda dengan non Kristen? Karena mereka mengabaikan kelakuan. Sementara orang Katholik, begitu menjunjung tinggi kelakuan, sampai-sampai menganggapnya sebagai salah satu syarat orang diselamatkan. Baik yang mengabaikan atau yang terlampau meninggikan kelakuan, kedua-duanya bukan ajaran Alkitab.
 
Alkitab mengajarkan kita dibenarkan hanya melalui iman  tapi iman yang sejati harus nyata di dalam kelakuan. Setiap kali kita berbicara tentang kelakuan, tentu kita langsung mengaitkannya dengan Taurat, karena Taurat adalah hakim, Taurat mencelikkan mata manusia akan dosa-dosanya. Di saat yang sama Taurat juga menyatakan fungsi positifnya, mencerminkan: 1. keadilan Allah. 2. kesucian Allah. 3. kebajikan Allah —sifat-sifat llahi yang tidak mungkin kita dapati di dalam agama. Karena agama hanya menawarkan keinginan orang untuk merefleksikan sesuatu yang tertinggi. Tapi Taurat, Allah yang tertinggi menyatakan diriNya yang suci, adil, bajik; sifat Allah yang Esa pada manusia. Maka saat orang membaca Taurat, seharusnya bukan merasa bangga atas apa yang sudah dia lakukan, melainkan menemukan kekurangan, dosa, cacat cela dirinya, menyadari Allah yang suci tidak menginginkan hidup kita cacat, Allah yang adil tidak menginginkan hidup kita tidak adil, Allah yang bajik tidak menginginkan kita hidup tidak bajik, dan belajar rendah hati. Apakah kegagalan yang terbesar dari or­ang Yahudi? Menjadikan Taurat sebagai kebanggaan bangsa: hanya kami, satu-satunya bangsa yang Tuhan percayakan Taurat, maka kamu, bangsa-bangsa yang tidak memilik Taurat, tidak berbeda dengan anjing. Apakah Tuhan menginginkan penerima TauratNya menyombongkan diri? Sama sekali tidak. Apa bedanya orang Kristen dan non Kristen? Sebenarnya tidak beda, karena semua manusia dicipta oleh Tuhan, jatuh di dalam dosa, harus binasa, hanya saja, orang Kristen menerima anugerah pengampunan dosa dari Tuhan, bukan karena dirinya lebih baik dari orang lain. Saat satu bangsa membanggakan diri lebih superior dari bangsa lain, pasti akan memberlakukan diskriminasi, dan punahlah damai, kerukunan yang ada di masyarakat. Bukankah ketegangan di masyarakat terjadi sering kali disebabkan oleh agama yang radikal, oleh orang-orang yang memperalat agama? Itulah sifat dosa manusia.

Setelah mengerti Taurat, seorang seharusnya lebih takut pada Tuhan, lebih menyadari keberadaannya yang najis, tak punya pengharapan, karena di hadapan Allah, tak seorangpun yang beres, yang luput dari hukumanNya. Jadi, apakah Taurat diberikan untuk membuat kita putus asa? Tidak! Maksud Allah memberi Taurat adalah memberitahu semua manusia telah gagal, perlu datang padaNya dengan rendah hati, berharap padaNya, menemukan jalan keluar; pengharapan baru. Jadi, tujuan Tuhan memberi kita Taurat bukan untuk menghancurkan kita, melainkan menyadarkan kita sudah berdosa, lalu re­turn to your Creator, kneel down before Him and ask His blessing. Selain itu, setelah kita mengerti hukum Tuhan, bolehkah kita memakainya untuk menghakimi orang: kau sudah berzinah, membunuh, berbohong….? Celakalah orang yang mendengar khotbah untuk orang lain: khotbah pak Tong hari ini bagus sekali untuk si A, sayang dia tidak datang. Minggu berikutnya, dia berpikir: khotbah ini cocok untuk si B…..jadi, kapan khotbah yang dia dengar cocok untuk dirinya? Orang seperti itu, kerohaniannya tak mungkin maju. Itulah yang dimaksudkan ay. 11, jangan saling menghakimi, jangan saling menfiinah {terjemahan lain: mengeritik). Kalau begitu, saat kita tahu seorang saudara melakukan sesuatu yang tidak beres, bolehkah kita memberitahunya? Waktu seorang tertidur di tepi jurang, apakah kau berkata, dia tidur dengan nyenyaknya, jangan ganggu dia! dan ternyata baru kau berjalan 10 langkah, dia terjatuh ke jurang, bagaimana perasaanmu, bisakah kau berkata, tidur di sana adalah kebebasannya, biar dia sendiri yang menanggung resikonya? Tidak! Jadi, setelah kita mengerti Taurat, mari kita belajar, tidak menggunakannya sebagai alat untuk menghakimi, mengeritik, menfitnah orang, membuat orang down, melainkan menasehati, memberi kritik yang membangun; konstruktif. Ini penting sekali. Jadi, soal utamanya bukan boleh atau tidak menghakimi orang, melainkan: kebenaran yang kau tahu itu menjadi berkat atau malah menjadi batu sandungan buat orang? Why we know the law, why we understand the Bible, why we listen to the word of God, seharusnya untuk mencerahkan, membangun, mengubah or­ang. Tapi sering kali faktanya tidak seperti itu, kita memakai firman Tuhan yang baru kita mengerti sedikit itu untuk menyerang, menghancurkan orang. 

Di gereja, ada orang-orang yang tidak mau studi teologi, tapi mau menjadi Pendeta, pemikirannya tidak sejalan dengan seluruh doktrin, dan tidak mau dikeritik. Alasannya, Alkitab mengajarkan, jangan kamu menghakimi orang. Meski pendengarnya menerima pengajaran salah darinya, dia tetap tidak mau dikritik. Itu sangat berbahaya! Mengapa Alkitab mengatakan, jangan saling mengeritik, saling menfitnah? Ingat: mengapa Allah memberikan Taurat? Menyatakan kesucian, keadilan dan kebajikan Allah, menyatakan kita sudah melanggar Taurat, supaya kita rendah hati bukan menghakimi orang. Jadi, orang yang memiliki Taurat juga harus memiliki kasih. Karena who has love, he can accomplish the law (Rm.13). Orang Israel tahu, Taurat melarang orang berzinah, maka saat mereka menemukan seorang perempuan berzinah, merekapun mendobrak pintu, si pria segera kabur, si wanita ditangkap dan dihadapkan pada Yesus dengan pakaian ala kadarnya, menangis tersedu-sedu, menahan rasa malu. Kata mereka “Rabi, menurut ajaran Musa, orang yang berzinah harus dirajam batu sampai mati”. Siapa tidak tahu perintah itu, mereka adalah orang-orang yang mengerti bahkan menghafal Taurat, tapi apa gunanya mereka mengerti Taurat? mematikan or­ang sambil membanggakan diri telah menjalankan Taurat. Yesus tidak menjawab, karena Dia tahu pikiran mereka yang jahat. Kalau memang orang yang berzinah harus dirajam batu sampai mati, mengapa mereka melepas si pria, hanya menangkap si wanita yang lemah? Taurat menyatakan keadilan Tuhan, mereka yang sudah mendengar Taurat bukan saja tidak mengerti keadilan Tuhan malah melawan keadilanNya, bukankah itu berarti dosa mereka double, mengundang hukuman ganda dari Tuhan. Terlihat di sini, orang beragama yang tidak sungguh-sungguh mengerti apa itu agama akan memperalat agama untuk melampiaskan sifat dosanya, itu lebih berbahaya dari or­ang yang tidak mengenal Allah. Sungguh, kejahatan yang terselubung; yang tidak kita sadari akan sedikit demi sedikit muncul, mana kala kita tidak mengerti prinsip total dari Taurat dengan baik: bukan hanya supaya kita mengenal Tuhan, menyadari keberadaan kita yang berdosa, juga supaya kita datang pada Tuhan, minta pengampunanNya, berharap pada anugerah Yesus Kristus yang sejati. Orang Israel berkata: Rabi, menurut ajaran Taurat, wanita ini harus dirajam batu sampai mati, bagaimana pendapatMu? Kalau Yesus menjawab ya, Dia masuk perangkap mereka. Kalau Yesus menjawab: tidak, Dia melanggar Taurat Musa dan Diapun harus mati. Maka Yesus tidak menjawab ya atau tidak: boleh atau tidak boleh. Dia menjawab dengan bijaksana, siapa di antara kamu yang tidak berdosa boleh pertama-tama melempari dia dengan batu ( bukan merajam batu sampai mati}. Itu artinya, saat mereka hendak melempari dia, perlu berpikir dulu: aku sendiri punya dosa atau tidak. Saat itulah, Roh Kudus memberi pencerahan pada setiap orang yang ada di sana. Ada yang sudah menggenggam batu mau melempari dia, lalu teringat, kemarin dulu, aku baru saja mencari pelacur, aku……Tuhan membuat mereka merasa malu, mereka satu per satu, dari yang tua sampai yang muda pergi. Artinya tak ada orang yang tak berdosa. Sesudah mereka semua pergi, Yesus bangkit berdiri, perempuan itupun memandangiNya dengan gemetaran, Yesus bertanya, tidak adakah orang yang menghakimimu? Aku juga tidak menghakimimu. Mengapa Yesus mengucapkan statement itu? Karena Anak manusia datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk menyelamatkan. Misi itu Dia jalankan dengan konsisten:

Taurat diberikan agar manusia berpaling, beroleh keselamatan bukan binasa. Terlihat di sini, seluruh Alkitab punya kaitan organik, tak mungkin difragmentasikan. Jadi, bolehkah orang Kristen sambil mendengar khotbah sambil berdosa, sambil mengerti firman Tuhan sambil melanggar Taurat? Perhatikan kalimat berikutnya: pergilah! Jangan berdosa lagi. Inilah solusinya. Plato bertanya, mengapa kita menghukum orang, karena kesalahannya atau supaya dia tidak mengulangi kesalahannya? — dua hal yang berbeda. Di Malaysia, setiap tahun ada orang yang dihukum gantung karena menyelundupkan narkotik, agar dia tidak melakukan hal itu lagi, tapi yang lebih penting: supaya orang lain tidak berani melakukan hal yang sama. Tapi bisakah hukuman mati membuat orang jera? Tidak, semua orang memandang diri lebih hebat dari orang lain: orang lain tertangkap, saya tidak akan tertangkap. Kata Yesus pada perempuan itu: tidak ada orang yang menghukummu? Aku juga tidak menghukummu. Pergilah, jangan berbuat dosa lagi! Bijaksana Kristus tiada taranya, motivasiNya datang ke dunia jelas tercantum di Alkitab: Anak manusia datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk menyelamatkan: menolong manusia berpaling. Ay. 11 jangan saling menghakimi, jangan saling menfitnah, karena yang menfitnah saudaramu menfitnah hukum. Apa maksudnya? Tuhan memberikan Taurat bukan untuk mematikan, melainkan untuk memberi pengertian pada manusia: kau sudah jatuh di dalam dosa, kau perlu diselamatkan. Misalnya, setelah seorang yang terus menerus batuk pergi melakukan X-ray, ditemukan setengah dari paru-parunya sudah hancur, apa solusinya? Hanya dua: menunggu mati atau mencari dokter yang betul-betul pintar. Tergantung dia memandangnya dari segi positif atau negatif, dia optimis atau pesimis dan sampai di mana imannya. Begitu juga cara kita memperlakukan saudara, kalau kita menemukan dia melanggar hukum ini dan itu, apakah dia harus dihukum mati, karena kita pikir hukum Tuhan untuk memusnahkan orang. Padahal kalau kita berbuat seperti itu, kita menyakiti hati Tuhan, di dalam hal memakai hukum yang Dia beri sebagai dasar untuk mematikan orang. Jadi, kalau kita menghakimi, menfitnah orang, sama dengan menghakimi, menfitnah Taurat — dosa yang amat berat! Kata Paulus, waktu itu, aku memenjarakan, menganiaya orang Kristen, karena pikirku, aku sedang melayani Tuhan. Tapi kata Tuhan, kamu kira kamu sedang melayaniKu? Tahukah kau pelayananmu itu melawan kehendakKu? Jangan menghakimi saudaramu dengan Taurat, karena menghakimi bukan tujuan Taurat diberikan, meski Taurat sendiri mengandung unsur menghakimi. Ingat: Tuhan yang memberi Taurat juga Tuhan yang mengutus Kristus untuk menggenapkan apa yang tidak mungkin digenapkan oleh Taurat. Orang yang satu tangannya memegang Taurat, tangan lainnya kosong, hanya bisa menjadi penghakim.

Sementara, orang yang satu tangannya memegang Taurat, dan tangan lainnya memegang injil; Kristus dan keselamatan akan membawa sesamanya berharap pada pengampunan yang telah Kristus genapkan. Itu sebabnya, jangan menghakimi. Kalau kau menghakimi orang, kau menghakimi Taurat. Dan orang yang menghakimi Taurat bukanlah pelaku Taurat. Orang Israel menangkap basah perempuan yang berzinah itu, apakah hidup mereka sendiri beres? Tidak. Orang yang tidak beres, menghakimi orang lain yang tidak beres, hanya karena dia merasa dirinya sedikit lebih beres dari orang itu, tentu tidak adil bukan? Ay. 12 penting sekali. Terjemahan lain: Pembuat Hukum dan Hakim hanya satu, yaitu Dia yang sanggup menyelamatkan juga sanggup membinasakan — dua sesi dari pekerjaan Tuhan. Hanya Dia yang betul-betul sanggup menghakimi dan yang rela menyelamatkan. Apa bedanya manusia dengan Tuhan? Tuhan tahu dosa manusia tapi Dia bersedia mengampuni dosanya. Manusia tahu dosa sesamanya, dia hanya bisa menghakimi, tidak berkuasa menyelamatkan. Orang yang tahu Taurat lalu menghakimi semua orang dengan or­ang yang tahu Taurat lalu membawa or­ang berpaling pada Yesus Kristus, berbeda motivasi. Jadi, ada dua macam orang Kristen: you know everything in order to con­demn or you know everything in order to correct. Seorang dokter yang baik mendiagnosa penyakitmu dengan tepat, memberimu obat yang tepat, yang diperlukan dan yang menyembuhkan. Mari kita menjadi dokter bagi orang berdosa, bukan menghakimi melainkan menolongnya, membimbingnya berpaling pada Tuhan, hingga zaman ini menjadi lebih baik, karena kehadiran kita yang mengerti firman. Cegahlah kerusakan, tamballah semua lobang, jadilah berkat bagi orang. Inilah berita dari 2 ayat ini: the God Who gave the Law, He is the One Who con­demn and also the One Who save. He sent Jesus Christ not to condemn but to save. Do you want to cooperate with Jesus Christ to edify others, to cure this sinful world, to shine forth your light, to illuminate this dark world, and bring people back to God?Karena kau mengerti firman bukan untuk menghakimi melainkan untuk membawa orang diselamatkan, amin?


Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
(ringkasan khotbah ini be/um diperiksa oieh pengkhotbah —EL)

Sumber :