Jumat, 31 Oktober 2014

Hati Seorang Pemimpin


 


Saudara mau tidak mau dipanggil Tuhan untuk memimpin sekelompok orang. Namun dari manakah asalnya seorang pemimpin itu? Pemimpin itu dilahirkan atau dibentuk? Hal ini selalu menjadi pertanyaan di dalam ilmu kepemimpinan. Orang yang percaya pemimpin dilahirkan dan tidak memerlukan pembentukan atasnya, menjadikan mereka pesimistik dan tidak akan terjun di dalam melatih pemimpin. Orang yang percaya bahwa pemimpin bukan dilahirkan tetapi hasil pendidikan, akan selalu kurang melihat apa yang Tuhan tanam di dalam diri orang-orang tertentu yang bertugas menjalankan mandat surgawi yang penting. 


Saya sendiri percaya secara potensi pemimpin dilahirkan. Secara aktualisasi, pemimpin perlu dibentuk. Jadi setiap pemimpin yang besar, ada unsur potensinya, tetapi kalau unsur potensi tidak diperkembangkan akan menjadi bakat yang mati.

Maka Yesus sendiri selama 33,5 tahun di dunia meluangkan seluruh waktu pelayanannya 3,5 tahun untuk melatih pemimpin. Pemimpin harus dilatih di dalam banyak aspek. Seorang pemimpin memerlukan hati yang lebar dan lapang. Kesempitan seseorang akan membatasi kekuatan kepemimpinan orang itu. Sampai di mana takaran kemungkinan menampung orang lain dalam dirimu, itu menjadi potensi kemungkinan engkau memimpin berapa banyak orang. Ini dalil dan prinsip yang penting sekali.

Ketika Salomo dipilih menjadi pemimpin, dari saudara-saudaranya yang sama-sama keturunan Daud, ia adalah yang kecil, bukan kakak yang besar. Tapi mandat surga beserta panggilan dan pelantikan Tuhan datang kepadanya sehingga mengakibatkan kakaknya iri hati. Lalu di antara permintaannya kepada Tuhan sebelum menjabat sebagai raja Israel, Salomo berkata dalam 2 Tawarikh 1:10, “Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin bangsa ini, sebab siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini?” (bnd. 1Raj. 3:9), karena Salomo tahu bahwa dia akan memerintah dan memimpin rakyat yang banyaknya seperti pasir laut. Ini adalah satu permintaan dan satu doa yang sangat sesuai dari seorang yang bersiap menjadi pemimpin. Kalau hatimu hanya bisa menampung lima orang, besok kamu akan menjadi pemimpin untuk paling banyak lima orang. Kalau hatimu bisa menampung lima juta orang, kamu mungkin berpotensi memimpin lima juta orang. Krisis kekristenan selalu terjadi berawal dari krisis kepemimpinan.

Seorang pemimpin yang hatinya sempit bukan saja menyusahkan orang yang dipimpin, namun terlebih dahulu menyusahkan diri sendiri. Apakah perbedaan Saul dan Daud sebagai pemimpin umat Allah? Perbedaanya adalah Saul tidak bisa mengalahkan musuh yang ada di dalam hatinya, yaitu kesempitannya. Salah satu dosa yang paling sulit kita kalahkan, salah satu kelemahan yang paling sulit kita atasi adalah pada saat kita mendengar penilaian orang lain yang membandingkan diri kita dengan penilaian orang lain terhadap orang lain. Saat terjadinya penilaian orang terhadap dirimu, tidak sebaik penilaian orang terhadap orang lain, itu sebenarnya menjadi saat engkau memikul salib.

Tetapi kalau kita lupa bahwa kita dipanggil untuk memikul salib, langsung kita terjerumus di dalam kuasa kematian dan tidak akan melihat kuasa kebangkitan. Kalimat yang didengar oleh Saul waktu melihat Daud berhasil mengalahkan dan membunuh Goliat adalah “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” (1Sam. 18:7). Perkataan ini menanamkan suatu kebencian dan suatu dendam yang tidak pernah selesai di dalam sisa hidup Saul. Mulai saat itu kepemimpinannya goncang.

Saya minta kepada saudara-saudara untuk meminta kepada Tuhan memberikan hati yang lapang untuk melihat keunggulan orang lain. Kalau itu tidak saudara selesaikan, saudara akan memikul salib yang tidak perlu dan tidak ada pahalanya. Saudara akan menyiksa diri di dalam kepahitan yang terus merongrong tidak habis-habisnya. Saya merasakan ada beban untuk membicarakan tema ini kepada saudara yang mungkin di antara kalian ada yang dibangkitkan Tuhan menjadi pemimpin-pemimpin yang penting untuk abad 21.

Toleransi dan Menghargai Keunggulan Orang Lain

Saudara-saudara, hati yang lapang memiliki toleransi dan menghargai keunggulan orang lain. Kesuksesan orang lain bukan menjadi penyebab untuk iri tetapi seharusnya menjadi penyebab kita belajar. Di belakang kesuksesan yang diraih orang lain, ada banyak air mata yang pernah dialirkan yang kita tidak melihatnya. Di belakang kesuksesan orang lain, berapa banyak jalan yang berliku-liku yang ditempuh, kita tidak tahu.

Tetapi tidak ada kesuksesan yang tidak membayar harga. Ini satu pengertian yang harus tertanam di dalam hati kita masing-masing untuk mengagumi fondasi yang tidak kelihatan lebih daripada mengagumi bangunan yang kelihatan. Bangunan yang tinggi kalau tidak mempunyai fondasi yang mendalam, akan memiliki kemegahan yang sementara. Bangunan yang tinggi harus mempunyai fondasi yang memadai untuk menjamin dan mendukung yang kelihatan. Jikalau manusia hanya mementingkan bagian yang kelihatan dan selalu melalaikan bagian yang tidak kelihatan, maka saatnya kita sebagai hamba Tuhan menyatakan perbedaan kita dengan yang lain.

Kita harus lebih mementingkan dasar yang tidak kelihatan daripada fenomena yang kelihatan karena dasar itulah yang menunjang keberadaan fenomena, bukan fenomena yang menjadi penunjang dasar yang tidak kelihatan itu. Hati yang lapang selain toleransi dan menghargai keunggulan orang lain, juga harus rendah hati dan bersedia mempelajari segala upaya yang dikorbankan sebelum meraih kemenangan itu. Hati yang lapang dan yang luas juga adalah hati yang menoleransi kelemahan orang yang kurang dan gagal. Jikalau seseorang mengagumi kesuksesan orang lain tetapi menghina kegagalan orang lain, dia tetap tidak bisa menjadi pemimpin yang baik. Kepada atasan, kepada mereka yang lebih mencapai kesuksesan dari kita, kita bersyukur kepada Tuhan yang memberi karunia yang begitu besar, kita bersyukur kepada Tuhan memberi potensi yang begitu baik, kita bersyukur kepada Tuhan memberi kesempatan yang begitu indah, dan kita bersyukur kepada Tuhan memberikan niat perjuangan yang begitu berharga, kita bersyukur kepada Tuhan karena Tuhan telah memimpin kesulitan yang begitu lama sehingga ada hari kesuksesan orang lain.

Sebaliknya, pada saat kita melihat orang lain mengalami kegagalan, kelemahan, dan kekurangan, reaksi pertama yang seharusnya ada dari hati orang yang luas adalah: mau menemukan kekurangan kita di dalam kewajiban menolong dia lebih dari melihat kekurangan dia yang tidak mencapai kesuksesan. Setiap kali kita menyadari kelemahan kita melalui kegagalan orang lain, saat itu kita masih mungkin maju di dalam kerohanian. Setiap kali kita melalaikan kewajiban kita, hanya insaf kegagalan orang lain, di situ kita kemungkinan diperalat setan untuk menghina yang lain dan merebut kemuliaan Tuhan. (Bersambung)



Sumber : http://www.nusahati.com/2014/01/hati-seorang-pemimpin/

Tidak ada komentar: